Telaahan Hukum Dan Penyelenggaraan Prasarana

Telaahan Hukum Penyelenggaraan
Prasarana & Sarana
MRT Jakarta
Oleh: R. Hanna Simatupang
(Legal Specialist - MCS)
Dasar Hukum:
Mass Rapid Transit/MRT yang akan dibangun dan dioperasikan di wilayah DKI
Jakarta merupakan bagian dari kegiatan dibidang perkeretaapian 1umum
nasional, sehingga seluruh peraturan perundangan yang terkait dengan
segala kegiatan MRT tunduk pada beberapa peraturan perundangan berikut:
1.
2.
3.
4.

UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
PP No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian;
PP No. 72 tentang Lalu lintas Dan Angkutan Kereta Api;
Beberapa peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri
Perhubungan dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementrian Perhubungan.


Permasalahan Hukum yang Terkait Dengan Penyelenggaraan MRT Jakarta:
1. Batasan penyelenggaraan prasarana & sarana;
2. Siapa yang dapat melaksanakan penyelenggaraan prasarana & sarana
perkeretaapian;
3. Jenis-jenis izin dalam penyelenggaraan perkeretaapian.
4. Bagaimana prosedur mendapatkan perizinan untuk menyelenggarakan
prasarana & sarana;
Batasan-Batasan:
A. Perbedaan antara prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian
yang secara khusus diatur demikian:
1. Pasal 1 butir 11, PP No. 56/2009:
1

Menurut PP No. 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, Pasal 1 butir 1:
Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi kereta api.Perkeretaapian adalah suatu kesatuan.
Pasal 1 butir 2: Perkeretaapian umum adalah perkeretaapian yang digunakan untuk
melayani angkutan orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran.


Page 8

Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api,
dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan.
2. Pasal 1 butir 19, PP No. 56/2009:
Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan
rel.
B. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, atau Badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk
perkeretaapian. (Pasal 1 butir 9, PP No. 56/2009)
C. Perbedaan antara penyelenggara prasarana & sarana perkeretaapian:
1. Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang
menyelenggarakan prasarana perkretaapian. (Pasal 1 Butir 7, PP No.
56/2009)
2. Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah pihak badan usaha yang
mengusahakan sarana perkeretaapian. (Pasal 1 Butir 8, PP No.
56/2009).
Penyelenggaraan Perkeretaapian:
Penyelenggaraan perkeretaapiandilakukan berupa:

1. penyelenggaraan prasarana;
2. penyelenggaraan sarana.2
Penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian tersebut dapat
dilakukan secara bersamaan maupun secara terpisah oleh suatu badan
usaha, berupa: BUMN, BUMD atau BUMS). 3 Hal tersebut juga diatur dalam
2

Pasal 17 ayat (1), UU No. 23/2007:
(1) Penyelenggaraan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) huruf a berupa penyelenggaraan:
a. prasarana perkeretaapian; dan/atau
b. sarana perkeretaapian.
Pasal 39 ayat (1), PP No. 56/2009:
Perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) terdiri atas:
a. penyelenggaraan prasarana perkeretaapian; dan/atau
b. penyelenggaraan sarana perkeretaapian.
3
PP No. 56/2009, Pasal 1 Butir 9:
Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan
Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian.

Sedangkan dasar hukum pelaksanaan penyelenggaraan terdapat dalam Pasal 23, UU No.
23/2007:
(1) Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendirisendiri maupun melalui kerja sama.
(2) Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian
umum, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian.

Page 8

Pasal 1 butir 10 dan Pasal 17 ayat (1) jo. Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 31 ayat
(1), UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
A. Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum
Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan:
(Pasal 18 UU No. 23/2007)
a. pembangunan prasarana;
b. pengoperasian prasarana;
c. perawatan prasarana; dan
d. pengusahaan prasarana.
Penyelenggaraan prasarana ini dilakukan oleh suatu Badan Usaha yang

wajib memiliki:
a. izin usaha;
b. izin pembangunan; dan
c. izin operasi.
(Pasal 24 ayat (1) UU No. 23/2007 jo. Pasal 305 PP No. 56/2009)

B. Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Umum
Penyelenggaraan sarana MRTsebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf b, UU No. 23/2007 meliputi kegiatan:
a. pengadaan sarana;
b. pengoperasian sarana;
c. perawatan sarana; dan
d. pengusahaan sarana.
Sedangkan
Badan
Usaha
yang
perkeretaapian umum wajib memiliki:
a. izin usaha; dan
b. izin operasi.

(Pasal 305 ayat (2) PP No. 56/2009)

menyelenggarakan

sarana

Alur Mendapatkan Perizinan Penyelenggaraan Prasarana MRT Jakarta:
a. Gubernur (disesuaikan dengan kewenangannya), mengeluarkan surat
penetapan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian kepada suatu
Badan Usaha yang telah memiliki izin usaha (dalam hal ini, PT MRT
Jakarta); (Pasal 306, PP No. 56/2009)

Page 8

b. Hak penyelenggaraan prasarana perkeretaapian tersebut dituangkan
dalam bentuk perjanjian antara Gubernur dengan PT MRT Jakarta; (Pasal
307, PP No. 56/2009)
c. Dalam isi perjanjian penyelenggaraan prasarana MRT harus diatur hal-hal
di bawah ini:
 Jangka waktu sesuai kesepakatan (Pasal 308, PP No. 56/2009) yang

dihitung berdasarkan dana investasi dan keuntungan yang wajar.
(Dalam hal ini perlu dilakukan penghitungan oleh kelompok fnancial
dan business plan MCS bersama-sama dengan tim dari PEMDA DKI
Jakarta dan PT MRT Jakarta mengenai berapa kewajiban pembayaran
PSO PEMDA DKI Jakarta setiap tahunnya dan sampai berapa lama
pemberian subsidi ini harus dilakukan hingga PT MRT Jakarta dapat
berjalan sendiri). Jangka waktu yang dapat diberikan paling lama
adalah 30 tahun yang dapat diperpanjang paling lama 20 tahun lagi
(Pasal 312, PP No. 56/2009);
 Ruang Lingkup penyelenggaraan prasarana MRT;
 Hak dan kewajiban termasuk risiko yang harus dipikul oleh para pihak
berdasarkan prinsip pengalokasian risiko secara efsien dan
seimbang; (Pasal 310, PP No. 56/2009);
 Standar kinerja pelayanan dan prosedur penanganan keluhan
masyarakat;
 Sanksi kepada para pihak yang melakukan wanprestasi;
 Cara-cara penyelesaian sengketa;
 Pemutusan atau pengakhiran perjanjian penyelenggaraan prasarana;
 Fasilitas penunjang prasarana MRT;
 Keadaan memaksa (force majeure); dan

 Ketentuan mengenai penyerahan prasarana MRT dan fasilitasnya
pada akhir masa hak penyelenggaraan prasarana MRT.
SKEMA:
Gubernur DKI
Jakarta
Perjanjian Penyelenggaraan
Prasarana MRT Jakarta

PT MRT JAKARTA

Page 8

1. Ruang lingkup perjanjian;
2. Jangka waktu perjanjian;
3. Hak & kewajiban para pihak;
4. Standar kinerja;
5. Sanksi;
6. Penyelesaian sengketa;
7. Pemutusan/pengakhiran perjanjian;
8. Fasilitas penunjang;

9. Keadaan memaksa;
10. Ketentuan mengenai penyerahan aset.

IZIN USAHA PRASARANA
PT MRT Jakarta dan Badan Usaha lain yang dapat diberikan izin usaha
penyelenggaraan prasarana MRT oleh Gubernur DKI Jakarta adalah Badan
Usaha yang telah memenuhi persyaratan di bawah ini: (Pasal 313, PP No.
56/2009)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Akta pendirian badan hukum Indonesia;
NPWP;
Surat Keterangan domisili perusahaan;

Rencana kerja;
Kemampuan keuangan (dalam hal ini PT MRT Jakarta mendapatkan
modal kerja dari Pemprov DKI Jakarta);
Surat penetapan sebagai penyelenggaraan prasarana perkeretaapian
umum;
Perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian;
SDM.

Izin usaha penyelenggaraan prasarana dapat dicabut apabila:
1.

Dalam waktu 1 tahun setelah mendapatkan izin penyelenggaraan
prasarana PT MRT Jakarta/Badan Usaha tidak melaksanakan kegiatankegiatan sebagai berikut:
a. Perencanaan teknis;
b. Analisis dampak lingkungan;
c. Pengadaan tanah;
d. Mengajukan izin pembangunan prasarana MRT sebelum memulai
pembangunan fsik. (Pasal 314, PP No. 56/2009)

Page 8


2.

3.

Tidak melaksanakan (Pasal 314, PP No. 56/2009), yaitu:
a. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas dalam jangka waktu 3 tahun;
b. Permohonan perpanjangan izin usaha dalam rangka untuk
menyelesaikan seluruh kegiatan-kegiatan tersebut.
PT MRT Jakarta/Badan Usaha dinyatakan pailit (Pasal 318, PP No.
56/2009).

IZIN PEMBANGUNAN PRASARANA
1.
2.

3.

4.
5.

PT MRT Jakarta/Badan Usaha membuat suatu perencanaan teknik yang
harus disetujui oleh Menteri (Pasal 321, PP No. 56/2009);
Setelah disetujui oleh Menteri, PT MRT Jakarta/Badan Usaha mengajukan
permohonan izin pembangunan prasarana MRT kepada Gubernur DKI
Jakarta (Pasal 320 huruf b) yang harus dilengkapi dengan persyaratan
teknis (hal ini diatur melalui Peraturan Menteri) berikut:
a. Rancang bangun;
b. Gambar teknis;
c. Data lapangan;
d. Jadwal pelaksanaan;
e. Spesifkasi teknis (harus disahkan oleh Menteri);
f. Analisis dampak lingkungan;
g. Metode pelaksanaan;
h. Izin mendirikan bangunan;
i. Izin-izin lainnya;
j. Telah membebaskan tanah sekurang-kurangnya 10% dari total
tanah yang dibutuhkan.
Izin pembangunan prasarana ini diberikan paling lama 5 tahun dan
dapat diperpanjang setiap kalinya paling lama 5 tahun dengan paling
sedikit memuat hal-hal berikut:
a. Identitas Badan Usaha;
b. Lokasi pembangunan prasarana MRT;
c. Jangka waktu pelaksanaan pembangunan prasarana;
d. Kewajiban pemegang izin;
e. Ketentuan pencabutan izin pembangunan prasarana;
f. Masa berlaku izin pembangunan prasarana MRT (Pasal 326, PP No.
56/2009).
Gubernur DKI Jakarta melakukan evaluasi terhadap persyaratan dan
kelengkapannya yang diajukan oleh PT MRT Jakarta/Badan Usaha;
Apabila telah disetujui, maka Gubernur DKI Jakarta memberikan
rekomendasi persetujuan pembangunan prasarana MRT;

Page 8

6.

Gubernur DKI Jakarta kemudian menyampaikan persyaratan teknis
tersebut kepada Menteri untuk mendapat persetujuan;

IZIN OPERASI PRASARANA
1. Izin operasi prasarana MRT ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta
(Pasal 330, PP No. 56/2009);
2. Untuk mendapat izin operasi, PT MRT Jakarta/Badan Usaha harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: (Pasal 321, PP No. 56/2009)
a. Prasarana yang dibangun telah sesuai dengan persyaratan
kelaikan teknis;
b. Memiliki sistem dan prosedur pengoperasian prasarana MRT;
c. Adanya
SDM
untuk
bagian
perawatan,
pemeriksaan,
pengoperasian prasarana MRT yang bersertifkat kecakapan; dan
d. Memiliki peralatan untuk perawatan prasarana MRT.
3. Surat permohonan izin operasi diajukan kepada Gubernur DKI Jakarta
Pasal 332, PP No. 56/2009);
4. Gubernur DKI Jakarta melakukan evaluasi terhadap seluruh
kelengkapan persyaratan dan bila disetujui Gubernur segera
mengeluarkan rekomendasi persetujuan operasi prasarana MRT yang
kemudian
disampaikan
kepada
Menteri
untuk
mendapat
persetujuannya (Pasal 334, PP No. 56/2009);
Penyelenggaraan Sarana MRT Jakarta:
Penyelenggaraan sarana MRT Jakarta diselenggarakan berdasarkan izin
usaha penyelenggaraan sarana perkeretaapian dan izin operasi sarana.
IZIN USAHA SARANA:
Izin usaha penyelenggaraan sarana diatur dalam Pasal 338, PP No. 56/2009
yang menyatakan bahwa:
1. Izin usaha penyelenggaraan sarana MRT diberikan oleh Menteri dan
izin operasinya diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta;
2. Pemberian izin usaha sarana MRT harus memperhatikan hal-hal
berikut: (Pasal 340, PP No. 56/2009)
a. Rencana induk perkeretaapian sesuai dengan tatarannya;
b. Rencana
pembangunan
perkeretaapian
sesuai
dengan
tatarannya;
c. Jaringan jalur kereta api; dan
d. Jaringan pelayanan kereta api.
Page 8

3. Badan Usaha yang mendapat izin usaha penyelenggaraan sarana MRT
wajib memenuhi hal-hal berikut:
a. Memiliki izin operasi paling lama 2 tahun sejak izin usaha
diberikan;
b. Melaporkan perubahan kepemilikan perusahaan atau domisili;
c. Melaporkan kegiatan usaha setiap tahun kepada pemberi izin;
d. Menyiapkan spesifkasi teknis sarana perkeretaapian (harus
mendapat persetujuan dari Menteri);
e. Melakukan studi kelayakan yang paling sedikit harus
memperhatikan hal-hal berikut: (Pasal 344, PP No. 56/2009)
 Sosial ekonomi masyarakat;
 Angkutan;
 Perkiraan biaya pengadaan sarana perkeretaapian; dan
 Kelayakan teknik, ekonomi dan fnansial.
f. Pengadaan sarana perkeretaapian.

IZIN OPERASI SARANA
1. PT
MRT
Jakarta/Badan
Usaha
yang
memiliki
izin
usaha
penyelenggaraan sarana mengajukan permohonan penerbitan izin
operasi kepada Gubernur DKI Jakarta (Pasal 346, PP No. 56/2009);
2. Izin operasi dapat diberikan apabila telah memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Memiliki studi kelayakan;
b. Memiliki paling sedikit 2 rangkai kereta;
c. Sarana perkeretaapian telah lulus uji yang dinyatakan melalui
sertifkat uji pertama;
d. Adanya SDM sarana perkeretaapian, SDM perawatan dan
pemeriksa yang memiliki sertifkat kecakapan;
e. Memiliki sistem dan prosedur pengoperasian, pemeriksaan dan
perawatan sarana perkeretaapian.
3. Izin operasi yang telah disetujui diberikan untuk jangka waktu paling
lama 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap kali paling lama 5
tahun;
4. Bila izin operasi sarana telah disetujui maka PT MRT Jakarta/Badan
Usaha wajib: (Pasal 348, PP No. 56/2009)
a. Mengoperasikan sarana perkeretaapian;
Page 8

b. Menaati
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
perkeretaapian;
c. Menaati peraturan perundang-undangan di bidang pelestarian
lingkungan hidup;
d. Bertanggung jawab atas pengoperasian sarana perkeretaapian;
dan
e. Melaporkan kegiatan operasional sarana perkeretaapian secara
berkala kepada pemberi izin (dalam hal ini Gubernur DKI
Jakarta).

Penyelenggaraan Perkeretaapian Oleh Pemerintah:
Pasal 23 ayat (2), UU No 23/2007 mengatur bahwa dalam hal tidak ada
Badan
Usaha
yang
melaksanakan
penyelenggaraan
prasarana
perkeretaapian umum, maka Pemerintah /Pemerintah Daerah dapat
menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum dengan menugaskan
kepada Badan usaha yang dibentuk khusus untuk itu. Dalam hal ini Badan
Usaha yang dibentuk khusus oleh Pemda DKI Jakarta adalah PT MRT Jakarta
melalui Peraturan Daerah No. 3 dan 4 Tahun 2008.

Jika pembangunan prasarana PT MRT Jakarta sepenuhnya atau sebagian
didanai oleh Pemerintah (Pusat dan Pemda DKI Jakarta), maka kedudukan
hukum penyelenggaraan prasarana PT MRT Jakarta adalah Pemda DKI
Jakarta.
Jika PT MRT Jakarta melaksanakan penugasan untuk menyelenggarakan
prasarana perkeretaapian, maka PT MRT Jakarta bertindak sebagai Badan
Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.Dalam hal ini
kepemilikan aset dan tanggung jawab kelanjutan pengoperasian MRT Jakarta
menjadi tanggung jawab Pemda DKI Jakarta sebagaimana yang telah diatur
dalam Perda No. 3/2008.
Untuk penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum yang diatur dalam
Pasal 31, UU No. 23/2007 disebutkan bahwa “Dalam hal tidak ada Badan
Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum maka
Pemerintah/Pemerintah
Daerah
dapat menyelenggarakan sarana
perkeretaapian“ yang penjelasannya mengatur bahwa penyelenggaraan
Page 8

sarana perkeretaapian oleh Pemerintah/Pemerintah daerah adalah
merupakan amanat yang pelaksanaannya ditugaskan kepada badan usaha
yang dibentuk khusus untuk itu,dan apabila secara ekonomi sudah bersifat
komersial maka pelaksanaannya dialihkan kepada Badan Usaha
Penyelenggara sarana perkeretaapian.
Dari ketentuan tersebut perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Apakah investasi untuk penyelengaraan sarana MRTJakartaseluruhnya
merupakan investasi PT MRT Jakarta atau ada pendanaan dari
pemerintah?
2. Apakah dalam pengoperasiannya sudah menghasilkan keuntungan atau
belum?
3. Apakah
PT
MRT
Jakarta
mendapat
penugasan
dari
pemerintah/pemerintah daerah DKI Jakarta untuk menyelenggarakan
sarana atau tidak?
Untuk menjawab hal-hal tersebut sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Jika Pemerintah/Pemda DKI Jakarta sebagai penyelenggara prasarana
memberikan penugasan pada PT MRT Jakarta, maka seluruh aset yang
dikelola oleh PT MRTJ menjadi milik Pemda DKI Jakarta;
2. Jika Pemerintah/Pemda DKI Jakarta menghibahkan asetnya kepada PT
MRT Jakarta, maka PT MRT Jakarta merupakan Badan Usaha
penyelenggara prasarana dan sarana perkeretaapian umum yang
dibentuk oleh PEMDA DKI Jakarta untuk mengelola dan merawat seluruh
aset yang dihibahkan tersebut. Hal tersebut ditetapkan dalam PERDA No.
3 dan PERDA No. 4 bahwa seluruh penyelenggaraan prasarana dan
sarana dilaksanakan oleh PT MRTJ, sehingga tidak dibutuhkan pembuatan
perjanjian konsesi atas hak penyelenggaraan prasarana dan sarana yang
ada.
3. PEMDA DKI Jakarta perlu membuat analisis penghitungan biaya setelah
pembangunan/konstruksi selesai dilaksanakan. Penghitungan tersebut
dilakukan untuk menentukan kedudukan PT MRTJ yang hanya sebagai
kontraktor. Apabila pembangunan prasarana telah selesai dilakukan oleh
PT MRTJ, maka seluruh aset diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta.
Apabila PEMDA DKI Jakarta menyerahkan kembali kepada PT MRTJ untuk
menyelenggarakan prasarana, maka PEMDA DKI Jakarta perlu
memberikan ijin penyelenggaraan prasarana kepada PT MRTJ;

Page 8

4. Untuk menjaga agar seluruh kegiatan operasional MRT dapat terus
berjalan dan dapat bertahan (sustainable), maka PEMDA DKI Jakarta
dapat menerima kembali hibah yang telah diberikan kepada PT MRTJ. Hal
tersebut dilakukan sebagai upaya agar PT MRTJ memiliki kemampuan
dan pengalaman untuk membangun MRT sehingga dapat menjadi suatu
badan usaha milik daerah yang setara dengan perusahaan-perusahan
kontraktor yang ada, seperti: PT WIKA, PT Adhi Karya, PP, dll.
5. Untuk melaksanakan penyelenggaraan prasarana, PT MRTJ dan PEMDA
DKI Jakarta perlu membuat perjanjian konsesi. Masa berlaku perjanjian
konsesi tersebut dihitung berdasarkan penghitungan biaya setelah
seluruh pembangunan atau konstruksi selesai dilaksanakan.
6. Untuk melaksanakan penyelenggaraan sarana, PT MRTJ hanya
memerlukan ijin penyelenggaraan sarana yang dikeluarkan oleh PEMDA
DKI Jakarta. Dalam hal ini PEMDA DKI Jakarta harus menghitung Public
Service Obligation yang harus diberikan kepada PT MRTJ sebagai bahan
untuk menetapkan besaran pemberian subsidi dan sebagai upaya agar
MRT tetap dapat bertahan;
7. Apabila PT MRT Jakarta ditunjuk sebagai pemilik aset hibah oleh
Pemerintah/Pemda DKI Jakarta, maka PT MRT Jakarta bertanggung jawab
dan wajib merawat serta mengoperasikan seluruh aset yang ada;

Jakarta, 10 Mei 2013.

Page 8