PEMBAKUAN BAHASA MIMI modem di dunia

PEMBAKUAN BAHASA
Kebijaksanaan bahasa dapat memilih dan menentukan sebuah bahasa dari sejumlah
bahasa yang ada dalam suatu Negara untuk dijadikan bahasa nasional atau bahasa resmi
kenegaraan dari Negara tersebut. Kemudian perencanaan bahasa dapat memilih dan
menentukan ragam bahasa dari ragam-ragam yang ada pada bahasa yang sudah dipilih untuk
menjadi ragam baku atau ragam standar bahasa tersebut. Prosese pemilihan satu ragam
bahasa untuk dijadikan ragam bahasa resmi kenegaraan maupun kedaerahan, serta usahausaha pembinaan dan pengembangannya, yang biasa dilakukan terus-menerus tanpa henti,
disebut pembakuan bahasa atau standarisasi bahasa. Pembakuan atau standarisasi bahasa
adalah pemilihan acuan yang dianggap paling wajar dan paling baik dalam pemakaian
bahasa.
a. Bahasa Baku
Banyak ahli bahasa yang telah memberikan definisi bahasa baku, definisi
merekaberaneka ragam, namun memiliki makna yanga sama. Junus dan Arifin
Banasuru(1996) bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki nilai
komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi
atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku,
serta lafal baku. Bahasa baku tersebut merupakan ragam bahasa yang terdapat pada bahasa
bersangkutan. Halim (1980) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa
resmi dan diakui oleh sebagian kerangka rujukan norma bahasa dalam
penggunaannya. Sedangkan ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan

ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma bahasa baku. Sebagai kerangka rujukan,
ragam baku ditandai oleh norma dan kaidah yang digunakan sebagai pengukur benar atau
tidaknya penggunaan bahasa.
Dari pendapat di atas bisa kita tarik benang merah bahwa bahasa baku itu merupakan
bahasa yang sudah diatur atau dilembagakan oleh sebuah lembaga yang berwenang semisal di
Indonesia yaitu Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Bahasa baku ini memiliki
keistimewaan melebihi ragam bahasa yang lain dan bahasa baku sebagai bahasa yang
digunakan dalam sebuah konstitusi, digunakan diacara yang bersifat kenegaraan, dan
digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan dan sebagainya.
Menurut Garvin dan Mathiot (1956;786-787) mengatakan selain berfungi sebagai
bahasa untuk situasi resmi, ragam bahasa baku juga memiliki fungsi yang bersifat social
politik, yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemisah, fungsi harga diri, dan fungsi kerangka acuan.
Fungsi pemersatu diartikan sebagai kesanggupan bahasa baku untuk menghilangkan
perbedaan variasi dalam masyarakat, dan membuat terciptanya kesatuan masyarakat tutur,
dalam bentuk minimal dapat memperkecil adanya perbedaan variasi dialectal dan
menyatukan masyarakat tutur yang berbeda dialeknya. Menurut laporan Jendra(1981) selama
ini, sebelum 1981 di Bali sering terjadi saling mencela antara penutur bahasa Bali karena
adanya perbedaan dialek. Dengan adanya dialek bahasa Bali baku itu akan mengikat atau
menyatukan mereka yang memiliki perbedaan dialek.


a.

b.

1)
2)
3)

Fungsi pemisah di sini dimaksudkan bahwa bahasa baku itu dapat memisahkan atau
membedakan penggunaan ragam bahasa tersebut sesuai situasi formal dan yang tidak formal.
Para penutur bahasa harus mampu menentukan ragam bahasa mana yang sesuai digunakan
pada satu situasi dan situasi yang berbeda.
Fungsi harga diri diartikan bahwa pemakai bahasa baku itu akan memiliki perasaan
harga diri yang lebih tinggi daripada yang tidak dapat menggunakannya, sebab ragam bahasa
baku biasanya tidak dapat dipelajari di lingkungan keluarga atau lingkungan hidup seharihari. Ragam bahasa baku hanya dapat dipelajari melalui pendidikan formal, yang tidak
menguasai ragam bahasa baku tentunya tidak dapat memasuki situsi formal, dimana ragam
bahasa baku harus digunakan. Fungsi harga diri di atas sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Fishman (1970), bahasa baku mencerminkan cahaya kemuliaan, sejarah, dan keunikan
seluruh rakyat. Ragam bahasa baku juga merupakan lambing atau symbol suatu masyarakat
tutur.

Selanjutnya, fungsi kerangka acuan adalah bahwa bahasa baku itu akan dijasikan
tolok ukur untuk norma pemakaian bahasa yang baik dan benar secara umum.
Keempat fungsi di atas dapat dilakukan oleh bahasa baku kalau ragam bahasa baku itu telah
memiliki tiga ciri yang sangat penting, yaitu kemantapan yang dinamis, kecendikian, dan
kerasionalan.
Kemantapan dan Kedinamisan
Mantap artinya sesuai atau taat dengan kaidah bahasa. Kata rasa, misalnya kalau
dibubuhi imbuhan pe- maka terbentuklah kata jadian perasa. Begitu juga kata raba. Kata
tersebut bila dibubuhi imbuhan pe- maka akan terbentuk kata jadian peraba. Kata rajin juga
demikian. Kalau kita taat asas maka kita akan mengatakan pengaji bukan pengkaji untuk
orang yang melakukan kajian (research). Dinamis artinya tidak statis alias tidak kaku. Bahasa
baku tidak menghendaki bentuk yang kaku, apalagi mati. Kata langganan mempunyai makna
ganda, yaitu orang yang berlangganan dan tokohnya disebut langganan dan orang yang
berlangganan di tokoh itu disebut pelanggan.
Kecendikiaan atau Kerasionalan
Ragam baku bersifat cendikia karena ragam baku dipakai di tempat-tempat resmi dan
oleh orang terpelajar. Selain itu, ragam baku dapat menjembatani antar pengguna, sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman dalam pemerosesan pesan. Dapat juga dikatakan ragam baku
memberikan gambaran apa yang ada di dalam otak pembicara atau penulis, serta memberikan
gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.

Contoh kalimat yang tidak cendikia:
Dukun beranak di jalan.
Saya akan membeli buku sejarah baru.
Permasalahan itu telah disampaikan berulang kali.
Kontruksi dukun beranak dan buku sejarah baru, pada kalimat (1) dan (2) di atas
bermakna ganda. Makna pada kalimat (1) kemungkinan ada dua, yaitu dukun melahirkan di
jalan dan dukun yang profesinya sebagai dukun beranak berada di jalan. Kalimat (2) juga
memiliki kegandaan makna. Makna kalimat tersebut bisa saja buku yang baru dan bisa juga
sejarahnya yang baru. Sedangkan kalimat (3) terdapat kekurangtepatan dalm menentukan

c.

b.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

g.
h.
i.
j.
k.
l.
c.

pasangan kata –yang cocok. Perbaikan kata yang kurang tepat itu adalah berulang-ulang atau
berkali-kali.
Keseragaman
Pada hakikatnya pembakuan bahasa berarti penyeragaman bahasa. Dengan kata lain,
pembakuan bahasa artinya pencarian atau penentuan titik-titik keseragaman. Sebagai contoh,
sebutan pelayanan kapal terbang dianjurkan mengguanakan istilah pramugara untuk laki-laki
dan pramugari untuk perempuan. Andai kata ada orang yang menggunakan kata
steward/stewardes dan penyerapan itu seragam, maka kata-kata tersebut menjadi kata-kata
baku. Akan tetapi, kenyataannya hingga saat ini kedua kata tersebut tidak kita gunakan dalam
konteks keindonesiaan.
Pemilihan Ragam Baku
Moeliono (1972:2) mengatakan bahwa pada umumnya yang layak dianggap baku adalah

ujaran dan tulisan yang dipakai oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan
paling besar kewibawaannya. Termasuk di dalamnya para pejabat negara, para guru, warga
media massa, alim ulama, dan cendikiawan. Dalam pemilihan ragam baku A. Chaer dan L.
Agustina mengutip Baradja(1975) ada beberapa kriteria yang hendak diperhatikan, yaitu
otoritas, bahasa penulis-penulis terkenal, demokrasi, logika, dan bahasa orang-orang yang
dianggap terkemuka dalam masyarakat. Selain kriteria yang harus diperhatikan, A. Chaer dan
L. Agustina(2010) juga memyajikan faktor pendukung dan sarana yang bisa membantu dalam
usaha pembakuan bahasa, yaitu pendidikan, industri buku, perpustakaan, administrasi
Negara, media massa, tenaga, dan penelitian.
Adapaun penggunaan bahasa ragam baku digunakan pada:
Surat menyurat antarlembaga.
Laporan keuangan
Karangan ilmiah
Lamaran pekerjaan
Surat keputusan
Perundangan
Nota dinas
Rapat dinas
Pidato resmi
Diskusi

Penyampaian pendidikan
Dan lain-lain.
Bahasa Indonesia Baku
Andai kata kita sudah memiliki salah satu ragam bahasa untuk dijadikan ragam baku,
maka pembakuan itu harus dilakukan pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis,
leksikon, maupun semantik. Secara resmi,berdasarkan Ejaan Yang Disempurnkan, fonemfonem bahasa Indonesia sudah ditentukan, tetapi yang berhubungan dengan pelafalan belum
pernah dilakukan pembakuan. Menurut Konsensus, seseorang telah berbahasa Indonesia
dengan lafal baku apabila ia tidak menampakkan ciri-ciri bahasa daerah. Dengan pelafalan

baku itu, seseorang tidak diketahui secara linguistik dari mana ia berasal. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa dalam berbahasa Indonesia baku, ia tidak terpengaruh oleh bahasabahasa lain yang dikuasainya.
Dalam konteks lafal baku ini, sebagai contoh penggunaannya adalah lafal para penyiar TVRI
dan RRI. Lafal mereka sudah dianggap memenuhi kriteria sebagai lafal baku. Di bawah ini disajikan
contoh lafal baku dan lafal tidak baku.

tulisan

lafal baku

lafal tidak baku


analisis

analisis

analisa

kalau

kalaw

kalow,kalo

apotek

apotek
atlet
bus
besok
dapat

enam

apotik

atlet
bus
dapat

atlit
bis
esok

besok

dapet

enam

anam


Dalam bidang ejaan, pembakuan telah lama dilakukan dan telah melalui proses yang
panjang. Dimulai dengan ditetapkannya ejaan van Ophuijsen pada tahun 1901,dilanjutkan
dengan ejaan Swandi atau Ejaan Republik pada tahun 1947, diteruskan dengan Ejaan Yang
Disempurnakan. Bahkan EYD ini berlaku juga bagi bahasa Melayu Malaysia dan bahasa
Melayu Brunei Darussalam. Di bawah ini disajikan perubahan dalam EYD :
Ejaan lama yang telah disempurnakan:
Dj = djalan – j = jalan
J = pajung – y = payung
Nj = njonja – ny = nyonya
sj = sjarat - sy = syarat
tj = tjakap - c = cakap
Dalam bidang tata bahasa, pembakuan telah dilakukan,yakni dengan diterbitkannya
buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang saat ini telah tiga edisi. Meskipun banyak kritik yang
telah dilontarkan terhadap buku tersebut, yang disebabkan perbedaan persepsi dan teori
ketatabahasaan yang dianut, kehadiran buku tersebut sebagai upaya dalam pembakuan . tata
bahasa merupakan sesuatu yang sangat berharga. Berikut akan disajikan contoh tata bahasa baku:

Bentuk baku

Bentuk tidak baku


Rektor meninjau perumahan karyawan IKIP
Kuliah sudah berjalan dengan baik

Rektor tinjau perumahan karyawan IKIP
Kuliah sudah jalan dengan baik

Pembakuan bahasa Indonesia dalam bidang kosa kata dan peristilahan juga telah lama
dilakukan. Pembakuan tersebut dapat dilihat dari (1) ejaannya, (2) lafalnya, (3) bentuknya,
(4)sumber pengambilannya. Dalam bidang peristilahannya misalnya, bahasa Indonesia
memiliki aturan sendiri. Dari segi sumbernya, istilah-istilah yang diambil dapat bersumber
dari (1) kosa kata bahasa Indonesia (baik yang lazim maupun tidak), (2) kosakata bahasa
serumpun, dan (3) kosakata bahasa asing. Penjelasan lebih lanjut tentang sumber istilah itu
terlihat pada uraian berikut ini.
1) Kosakata Bahasa Indonesia
Kata bahasa Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah ialah kata umum, baik yang
lazim maupun tidak lazim. Kata-kata tersebut harus memenuhi salah satu syarat (boleh
lebih)berikut ini.
a) Kata dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang
dimaksudkan,seperti tunak (steady), telus (percolate), imak (simulate).
b) Kata lebih singkat daripada kata yang lain yang berujukan sama, seperti gulma jika
dibandingkan dengan tumbuhan pengganggu, suaka (politik) dibandingkan dengan
perlindungan (politik).
c) Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk dan yang sedap didengar (eufonik),
seperti pramuria jika dibandingkan dengan hostes, tuna karya dibandingkan dengan
penganggur.
Disamping itu, istilah dapat berupa kata umum yang diberi makna baru atau makna
khusus dengan jalan menyempitkan atau meluaskan makna asalnya, misalnya:
Berumah dua,gaya, pejabat teras, tapak, garam, hari jatuh, peka.
2) Kosakata Bahasa Serumpun
Jika dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat
mengungkapkan konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan, maka istilah dicari
dalam bahasa serumpun, baik yang lazim maupun yang tidak lazim yang memenuhi
syarat pada bagian 1)di atas. Misalnya: istilah yang lazim:gambut(banjar), nyeri (sunda),
timbe l(jawa), istilah yang tidak lazim atau sudah kuno: gawai(jawa), luah (bali, bugis,
minangkabau, sunda).
4) Kosakata Bahasa Asing
Jika baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa serumpun tidak ditemukan
istilah yang tepat, maka bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah
baru dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap, menyerap sekaligus
menerjemahkan istilah asing itu.

BAB III
PENUTUP
Kebijaksanaan bahasa itu dapat diartikan sebagai pertimbangan konseptual
dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberi perencanaan, pengarahan dan ketentuanketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengelolaan keseluruhan kebahasaan yang
dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Kebijaksanaan bahasa merupakan usaha
kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status
bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunikasi kenegaraan dan
kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Atau kebijaksanaan bahasa berfungsi memilih
dan menentukan sebuah bahasa dari sejumlah bahasa yang ada dalam suatu negara untuk
dijadikan bahasa nasional atau bahasa resmi kenegaraan dari Negara tersebut. Kemudian
perencanaan bahasa dapat memilih dan menentukan ragam bahasa dari ragam-ragam yang
ada pada bahasa yang sudah dipilih untuk menjadi ragam baku atau ragam standar bahasa
tersebut. Prosese pemilihan satu ragam bahasa untuk dijadikan ragam bahasa resmi
kenegaraan maupun kedaerahan, serta usaha-usaha pembinaan dan pengembangannya, yang
biasa dilakukan terus-menerus tanpa henti, disebut pembakuan bahasa atau standarisasi
bahasa. Pembakuan bahasa tentunya berfungsi sangat banyak terutama meredam konflik
ditengah masyarakat akibat perbedaan dialek.
Semua usaha di atas dilakukan untuk mewujudkan komunikasi yang baik dan
lancar tanpa adanya gejolak social akibat dari perbedaan penggunaan bahasa atau pun dialek
dikalangan masyarakat dalam sebuah Negara. Perencanaan dan pembakuan bahasa suatu
negara akan berhasil dengan baik apabila inisiatif tersebut berawal dari pemerinah yang
bersangkutandan harus dilakukan dengan berkerja sama dengan semua pihak yang terkait
serta pemerintah harus mendukung dengan penuh dengan fasilitas dan dana yang memadai.

Pendidikan Dan Pengajaran Bahasa
Pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan karena keduanya
merupakan proses untuk mengubah sikap dan kemammpuan seorang
pesera didik menjadi yang lebih baik setelah dia mengalami atau mengikuti
proses itu. Pendidikan lebih mengacu ke perbahan sikap pribadi yang lebih
baik. Sedangkan pengajaran tertuju pada pengubahan pengetahuan dan
keterampilan.
Bahasa merupakan salah satu wujud kebudayaan, maka pewarisan
kemampuan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa dilakukan
melalui jalur pendidikan. Itulah sebabnya pembinaan dan pengembangan
bahasa paling dominan dilakukan melalui jalur pendidikan formal.
D.

Variabel Pembelajaran Bahasa

1)

Murid, sebagai objek pembelajaran.

2)

Guru, sebagai subjek yang bertugas melaksanakan proses belajar

mengajar, baik sebagai fasilitator, informator, maupun sebagai pembibing.
3)

Bahan pelajaran, yakni sesuatu yang harus disampaikan oleh guru

kepada murid di dalam proses belajar tersebut.
4)

Tujuan pengajaran, yakni sesuatu yang akan dicapai melalui proses

belajar mengajar.
E.

Faktor Keberhasilan Pembelajaran Bahasa

1)

Lingkungan keluarga.

Keluarga yang harmonis, yang memperhatikan kegiatan belajar si anak
dapat mempengaruhi proses belajar.

2)

Lingkungan masyarakat.

Lingkungan yang baik, tertib dan teratur mempengaruhi keberhasilan
belajar. Lingkungan masyarakat yang multilingual, multirasial dan
multikutural turut mempengaruhi.
3)

Lingkungan sekolah.

Lingkungan sekolah yang baik, teratur dan guru-guru yang bertanggung
jawab akan memberi hasil baik daripada lingkungan sekolah yang kurang
baik.
F.

Asas Keberhasilan Pembelajaran Bahasa

1)

Asas psikologis, meliputi motivasi, pengalaman sendiri,

keingintahuan, analisis sintetis, dan perbedaan individual.
2)

Asas materi dan metodik, meliputi mudah menuju susah, sederhana

menuju kompleks, dekat menuju jauh, pola menuju unsur, penggunaan
menuju penggetahuan, masalah bukan kebiasaan, kenyataan bukan
buatan.

G.

Tujuan Pengajaran Bahasa

1)

Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa dapat bernalar,

berinteraksi, berkomunikasi, dan menyerap/menyampaikan segala sesuatu
dengan baik dalam bahasa Indonesia.
2)

Pengajaran bahasa daerah bertujuan agar dapat melakukan interaksi

dengan menggunakan bahasa tersebut.

3)

Pengajaran bahasa asing bertujuan agar siswa dapat berinteraksi

dalam bahasa itu.
H.

Pengajaran Bahasa Kedua

Dalam masyarakat multilingual memungkinkan adanya pengajaran bahasa
kedua. Di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia adalah bahasa
kedua meskipun telah diresmikan sebagai bahasa nasinal dan resmi
kenegaraan. Pengajaran bahasa kedua tentunya akan menimbulkan
masalah-masalah sosiolinguistik. Masalah tersebut terletak pada
perbedaan yang cukup besar antara pola-pola bahasa.
Hambatan pada masalah tersebut dapat diatasi. Broto (dalam Chaer, 2010:
218) mengatakan hambatan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan
linguistik konstratif, yaitu diadakan perbandingan pola antara bahasa yang
diajarkan (BI) dengan bahasa pertama anak didik. Pola-pola yang berbeda
diberi porsi perhatian dan latihan yang lebih banyak, sedangkan pola-pola
yang mirip atau sama cukup diberi latihan sekadarnya.

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan
Awal. Jakarta: Rineka Cipta

BAB 14 PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN BAHASA
1. Variabel Pembelajaran Bahasa
Dalam proses belajar mengajar bahasa akan kita temui beberapa variabel yaitu:
o Murid
o Guru bahan pelajaran
o Tujuan pengajaran
o Serta lingkungan keluarga dan masyarakat.
Disamping variabel diatas ada beberapa faktor yang dapat mendukung keberhasilan belajar
bahasa yaitu yang disebut asas-asas belajar. Diantaranya adalah asas yang bersifat psikologis
anak didik.
 Motivasi
 Pengalaman belajar sendiri
 Keingintahuan
 Analisis sintesis
 Perbedaan individual
Sedangkan asas yang bersifat materi linguistik adalalah sebagai berikut:
o Mudah menuju susah
o Sederhana menuju kompleks
o Dekat menuju jauh
o Pola menuju unsur
o Penggunaan menuju pengetahuan
o Masalah bukan kebiasaan
o Kenyataan bukan buatan
2. Tujuan Pengajaran Bahasa
Rumusan-rumusan mengenai tujuan pendidikan bahasa dapat dipertimbangkan sebagai
berikut:
a) Pendidikan/pengajaran bahasa Indonesia selain untuk membentuk sikap pribadi manusia
pancasilais pada sekolah dasar (SD) adalah agar para siswa dapat bernalar, berkomunikasi,
dan menyerap/menyampaikan kebudayaan dalam bahasa Indonesia; pada sekolah menengah
(SM) adalah agar siswa dapat bernalar, berinterksi, dan meyerap ilmu dalam bahsa Indonesia;
dalam pendidikan tinggi (PT) agar para mahasiswa dapat bernalar dan menyerap serta
menyampaikan kebudayaan dalam bahasa Indonesia.
b) Pendidikan/pengajaran bahasa daerah (BD), didaerah yang memerlukan, pada SD dan SM
adalah agar siswa dapat melakukan interaksi dengan menggunakan bahasa tersebut.
c) Pendidikan/pengajaran bahasa asing (BA), khususnya bahasa inggris, secara nasional pada
tingkat SM adalah agar siswa dapat berinteraksi dengan menggunakan bahasa itu; dan pada
tingkat perguruan tinggi (PT) agar mahasiswa dapat bernalar, berinteraksi, dan menerima atau
menyerap kebudayaan dalam bahasa itu dan juga menyampaikannya.
3. Pengajaran Bahasa Kedua
Dalam masyarakat bilingual tentu akan ada pengajaran bahasa kedua (dan mungkin juga
ketiga). Bahkkan kedua ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, bahasa resmi
kedaerahan, atau juga bahasa asing. Di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia adalah
bahasa kedua.
Pengajaran bahasa kedua tentu menimbulkan masalah-masalah sosiolinguistik. Masalah ini
tidak terlalu berat jika kedua bahasa itu masih tergolong bahasa serumpun. Akan terasa berat

jika kedua bahasa tersebut tidak serumpun. Pengajaran bahasa kedua di Indonesia secara
formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar (kira-kira 6 tahun) untuk bahasa
nasional, dan ketika anak memasuki pendidikan menengah (kira-kira 13 tahun) untuk bahasa
asing.
4. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa
Kurikulum 1984 memasukkan pragmatik sebagai salah atu pokok bahasan yang harus
diberikan dalam pengajaran bahasa. Konsep umum yang bisa ditangkap dari sekian banyak
pertuan, mengatakan bahwa pragmatik adalah keterampilan menggunakan bahasa menurut
partisipan, topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, situasi dan tempat berlangsungnya
pembicaraan itu.