pembelajaran dalam PERSPEKTIF Alquran doc

Mohamad Arfan Pembelajaran dalam ...

PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF ALQUR’AN
Mohamad Arfan Hakim
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Jl. Dipnoegoro No.23 Palu
Sulawesi Tengah

Abstrak
Belajar adalah proses yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh pengetahuan. Kajian mengenai belajar
banyak dikaji dalam berbagai disiplin ilmu, seperti
psikologi, dan secara khusus dalam ilmu pendidikan.
Alquran yang menjadi sumber ajaran Islam juga dijumpai
di dalamnya konsep pembelajaran. Tulisan ini mencoba
untuk menjabarkan konsep-konsep Alqur’an tentang
pembelajaran, alat-lalat kelengkapan manusia sebagai
sarana untuk mengembangkan diri dalam proses interaksi
dengan lingkungan dalam proses belajar. Kajian-kajian
mengenai hal ini diungkap melalui penelusuran beberapa
ayat-ayat Alqur’an yang memberikan informasi tentang
potensi dan kelengkapan yang dimiliki manusia. Potensi

dan kelengkapan ini diistilahkan dengan alat-alat belajar.
Kata Kunci : Pembelajaran, al-Sam’u, al-Bashar, al-Fuaad
Pembelajaran dalam Alqur’an
Kajian mengenai pembelajaran dalam Alqur’an dimaksudkan
untuk memberikan landasan tentang perintah belajar dalam Alqur’an.
Untuk lebih mengarahkan kajian dalam bagian ini, selanjutnya akan
dikemukakan beberapa uraian mufassir berkaitan dengan QS. Al-Alaq
(96) : 1-5 yang menjadi salah satu landasan perintah belajar dalam
Islam.

97

Jurnal Paedagogia, Vol.2, No.1, Maret 2008 : 97-109

Di dalam QS. al-‘Alaq (96) : 1-5, kata kunci yang memberikan
isyarat tentang perintah belajar dalam ayat ini adalah kata ”iqra” yang
secara lengkap terulang sebanyak dua kali yaitu pada ayat (1) dan (3) :
‫أ‬
‫قأررأ أ ورررب ببب ر‬. ِ‫قا‬
‫سم م ررب ب ر‬

.َ‫ك األ رك أببررم‬
‫ ر‬. ‫خل رقر‬
‫ذيِ ر‬
‫ن ع رل ر ق‬
‫ن م‬
‫ك ال ل م‬
‫ساِ ر‬
‫خل رقر األ من أ ر‬
‫اقأررأ مباِ أ‬
‫م أ‬
‫م‬
‫م مباِل أ ر‬
‫ُال ل م‬
‫ساِ ر‬
‫م األ من أ ر‬
‫م ي رعأل ر أ‬
‫ماِ ل ر أ‬
‫ن ر‬
‫ع رل ل ر‬.‫قل رم م‬
‫ذيِ ع رل ل ر‬

Terjemahnya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Kata iqra’ dalam bentuk kata perintah dari kata kerja qara’a
dan dari kata mashdar qirā’atan atau qur’ānan (bacaan). Kata qara’a
berarti membaca, dengan demikian kata iqra’ berarti bacalah. Di
dalam ilmu Ushul al-Fiqh, fi’il amr (kata imperatif atau perintah) itu
menunjukkan kepada wajib atau kewajiban, sesuatu yang harus
dikerjakan, dengan ketentuan bahwa apabila kewajiban itu
dilaksanakan, maka pelaksananya mendapat pahala, sebaliknya jika
kewajiban itu tidak dikerjakan, maka orang yang wajib
melaksanakannya itu berdosa (Thoha, 1996 : 83-88)
Dengan demikian iqra’ yang berarti ”membaca dan
membacakan”, ”mempelajari dan mengajarkan”, ”mencari, menggali
untuk menemukan kebenaran kemudian pada gilirannya
menyampaikan kebenaran itu kepada orang lain” adalah suatu
keharusan untuk dilaksanakan.

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata iqra’ terambil dari
kata kerja qara’a yang berarti menghimpun seperti huruf atau kata
yang selanjutnya dirangkai dapat dipahami bahwa ia telah
menghimpunnya atau telah membacanya. Dan yang terpenting bahwa
perintah membaca dalam ayat ini tidak mengharuskan adanya suatu
teks tertulis sebagai objek bacaan dan tidak harus didengar oleh orang
lain ketika membaca (Shihab, Tafsir ... (15) : 292-293).

98

Mohamad Arfan Pembelajaran dalam ...

Perintah membaca ini terulang pada ayat 3 yang oleh M.
Quraish Shihab memberikan penekanan yang berbeda. Ketika
memberikan penjelasan QS. al-’Alaq (96) : 1, perintah membaca
menekankan pada tentang syarat yang dipenuhi ketika membaca
(dalam segala pengertian) yaitu membaca demi karena Allah.
Sementara ketika menafsirkan QS. al-’Alaq (96) : 2, maka penekanan
perintah membaca dalam ayat ini mengarah pada manfaat yang
diperoleh dari bacaan bahkan pengulangan bacaan tersebut (Shihab,

Tafsir ... (15) : 400).
Uraian singkat ini memberikan pemahaman bahwa
memperdalam pengetahuan adalah sesuatu yang harus dalam upaya
untuk meningkatkan kualiatas kehidupan manusia tidak hanya dalam
kehidupan beragama, tetapi dalam seluruh aspek kehidupannya.
Indera menurut Alqur’an
Dalam Alqur’an terdapat beberapa ayat yang jika dilakukan
penelusuran dalam upaya untuk memahaminya akan memberikan
infromasi tentang potensi atau kelengkapan yang diberikan Allah swt.
kepada manusia dalam melakukan interaksi dengan lingkungan,
sebagai bagian dari pengembangan diri dalam kapasitasnya sebagai
khalifah di bumi. Alqur’an memberikan informasi tentang hal ini
dengan menggunakan kata al-sam’u, al-absar, dan al-fu’ād.
Sedikitnya ada empat ayat Alqur’an yang menggunakan ketiga
istilah tersebut yang kaitannya membicarakan tentang penciptaan dan
kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan
mempergunakan ketiganya. Ayat-ayat tersebut adalah : QS. al-Nahl
(16) : 78, QS. al-Mu’minūn (23):78, QS. al-Sajadah (32):9, dan QS.
al-Mulk (67):23. Dari beberapa ayat yang dikemukakan di atas, dalam
kajian ini hanya akan dikemukakan salah satunya yang terdapat dalam

QS. al-Nahl (16) : 78 :
ُ ُ‫خرجك ُم مببن بط ُببو‬
‫والل ل ر‬
‫جعربب ر‬
‫ن ر‬
‫مع ر‬
‫شبي أئئاِ ور ر‬
‫مببوُ ر‬
ُ ‫هأ أ ر ر أ م أ‬
‫م ال ل‬
‫سبب أ‬
ُ ‫ل ل رك ُبب‬
ُ ‫م رل ت رعأل ر‬
‫مهربباِت مك ُ أ‬
‫نأ ل‬
ُ ‫ر‬
‫م‬
‫ر‬
ُ‫صاِرر رواأل رفأئ مد رة ر ل رعرل لك أ‬
‫م تر أ‬

‫ن‬
‫شك ُُرو ر‬
‫رواألب أ ر‬

99

Jurnal Paedagogia, Vol.2, No.1, Maret 2008 : 97-109

Terjemahnya :
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Sayyid Quthub menjelaskan bahwa ayat ini merupakan
pemaparan contoh sederhana dalam kehidupan manusia yang tidak
dapat terjengkau olehnya – yakni kelahiran – padahal itu terjadi setiap
saat. Namun hal tersebut merupakan rahasia kehidupan yang manusia
mungkin dapat mengetahui tahap-tahap pertumbuhan janin, tetapi tidak
dapat mengetahui bagaimana hal tersebut terjadi. Pendapat Sayyid
Quthub di atas dalam upaya memberi penjelasan ayat ini dengan
mengaitkannya pada ayat sebelumnya yang berbicara tentang kegaiban

hari kiamat (Quthub, 1974 : 267).
Lebih lanjut menurut M. Quraish Shihab, ayat ini menyatakan
bahwa ketika Allah swt. mengeluarkan manusia dari dalam perut
ibunya, manusia dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun yang
ada di sekelilingnya, kemudian Allah memberi manusia pendengaran,
penglihatan-penglihatan, dan aneka hati, sebagai bekal dan alat untuk
meraih pengetahuan. Hal ini hendaknya melahirkan kesadaran kepada
manusia agar bersyukur dengan cara menggunakan alat-alat tersebut
sesuai dengan tujuannya (Shihab, al-Misbah ...[7], 2002 : 302).
Dalam memberi uraian tentang istilah al-sam’, al-absār, dan
al-af’idah, M. Quraish Shihab memberikan uraian sebagai berikut :
Ayat di atas menggunakan kata ( ‫ ) السببمع‬assam’/pendengaran
dengan
bentuk
tunggal
dan
menempatkannya
sebelum kata ( ‫ ) البصبببباِر‬alabshār/penglihatan-penglihatan yang berbentuk jamak serta (
‫ )الفئدة‬al-af’idah/aneka hati yang juga bentuk jamak.Kata
al-af’idah adalah bentuk jama dari kata ( ‫ ) فؤاد‬fu’ād yang

penulis terjemahkan dengan aneka hati guna menunjuk makna
jamak itu. Kata ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti
akal. Makna ini dapat diterima jika yang dimaksud dengannya
adalah gabungan daya pikir dan daya kalbu, yang menjadikan
seseorang terikat sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan
dan kedurhakaan. Dengan demikian tercakup dalam

100

Mohamad Arfan Pembelajaran dalam ...

pengertiannya potensi meraih ilham dan percikan cahaya ilahi.
(Shihab, al-Misbah ...[7], 2002 : 302).
Dalam menafsirkan ayat ini, M. Quraish Shihab juga
memberikan penilaian bahwa didahulukannya kata pendengaran atas
penglihatan, merupakan perurutan yang sungguh tepat. Hal ini
didukung oleh ilmu kedokteran modern yang membuktikan bahwa
indra pendengaran lebih dahulu berfungsi pada minggu-minggu
pertama tahap pertumbuhannya. Sedang indra penglihatan baru bisa
mulai berfungsi pada bulan ketiga dan sempurna pada bulan ke enam.

Dengan demikian perurutan penyebutan indra-indra di atas
mencerminkan tahap perkembangan fungsi-fungsi indra tersebut.
Pemakaian kata dalam bentuk jamak untuk penglihatan dan
hati, dalam pandangan Quraish Sihab disebabkan karena apa yang
didengar selalu sama baik oleh seorang mamupun oleh banyak orang
serta dari arah manapun orang itu berada. Tetapi dalam hal
penglihatan, pisisi tempat berpijak dan arah pandang akan melahirkan
hasil pemandangan yang berbeda. Demikian juga halnya dengan hati,
tingkat-tingkat reaksinya akan berbeda meski objek yang menjadi
sumbernya sama.
Ayat Alqur’an di atas, pada prinsipnya memberikan informasi
bahwa Allah memberikan alat-alat pokok kepada manusia yang dapat
dipergunakannya untuk mendapat/memperoleh pengetahuan. Alat
pokok yang berwujud material adalah mata dan telinga yang masingmasing berfungsi untuk melihat dan mendengar. Sedang alat pokok
yang bersifat immaterial adalah akal dan hati. Dalam pandangan
Alqur’an ada wujud yang tidak tampak, betapapun tajamnya mata
kepala atau pikiran. Wujud ini hanya dapat dijangkau oleh hati, melalui
wahyu, ilham atau intuisi. Hal ini yang memberikan pemahaman
mengapa Alqur’an tidak hanya menuntun dan mengarahkan
pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar meningkatkan

daya akal dan daya kalbu.
Dalam pandangan para ilmuan, manusia tidak memiliki
pengetahuan apapun, ibarat kertas putih yang kosong. Di dalam
memberikan uraian mengenai ungkapan bahwa manusia ( ِ‫لتعلموُن شيئا‬

101

Jurnal Paedagogia, Vol.2, No.1, Maret 2008 : 97-109

) tidak mengetahui sesutau apapun juga ketika lahir, M. Quraish
Shihab menjelaskan bahwa jika yang dimaksud oleh para ilmuan itu
adalah pengetahuan kasbiy yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui
upaya manusiawi. Tetapi akan keliru jika para ilmuan meniadakan
segala pengetahuan, karena manusia melalui fitrah telah
menjadikannya mengetahui bahwa Allah adalah tuhan Yang Maha Esa.
(Shihab, al-Misbah ...[7], 2002 : 305).
Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Ahmad Mustafa alMarāgi dalam memberikan uraian mengenai QS. al-Nahl (16): 78. alMarāgi berpendapat bahwa ayat di atas memberikan informasi bahwa
Allah menjadikan manusia mengetahi hal-hal yang awalnya tidak
diketahuinya dengan mempergunakan pendengaran, penglihatan. Dan
melalui mempergunakan akal, manusia dapat mengetahui petunjukpetunjuk Allah dan mengikutinya (Al-Maragi,[14], 1987 : 210-213).
Ibnu Katir (1997) dalam memberikan uraian QS. al-Nahl (16) :
78 ini menyatakan bahwa manusia dikeluarkan / dilahirkan dari dalam
kandungan dengan tidak memiliki pengetahuan. Kemudian Allah
memberikan pendengaran, yang dengannya manusia menperoleh
pengetahuan melalu suara, penglihatan yang dengan pemberian ini
manusia mengetahui sesuatu melalui jangkauan pemandangannya, dan
af’idah yang dinamakan “akal” terdapat di dalam hati yang dapat
membedakan sesuatu (baik atau buruk). Kemampuan akal dan
pengindraan ini berkembang sedikit demi sedikit sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Hal ini diberikan Allah
kepada manusia agar senantiasa beribadah dan memohon pertolongan
kepada Tuhan-nya.
Metode Pembelajaran dalam Alqur’an
Kajian terhadap metode pembelajaran dalam Alqur’an pada
dasarnya merupakan kajian terhadap beberapa metode yang dapat
dijumpai dalam ayat-ayat Alqur’an. Kajian terhadap metode ini juga
lebih didasarkan pada beberapa informasi ayat-ayat Alqur’an
menunjukkan adanya beberapa cara dalam hal penyampaian ajaran /

102

Mohamad Arfan Pembelajaran dalam ...

pengetahuan, baik dalam bentuk ajakan, perintah, i’tibar, uswah, dan
kisah/cerita.
Tentang hal ini di dalam beberapa ayat Alqur’an Allah
memperkenalkan istilah ballig (tablig), ud’u (dakwah), uqsus
(qissah), dan uswah. Penggunaan istilah-istilah ini di dalam Alqur’an
dapat dijumpai antara lain di dalam QS. al-Māidah (5) : 67, QS. alNahl (16) : 125; QS. al-A’rāf (7) : 176; dan QS. al-Ahzāb : 21.
Istilah tablig, dapat dijumpai di dalam Alqur’an antara lain
dalam QS. al-Māidah (5):67. Penggunaan istilah tablig sebagai salah
satu istilah untuk menunjukkan akan perintah untuk menyampaikan
sesuatu yang selanjutnya dipahami sebagai salah satu strategi dalam
proses pembelajaran. Hal dipahami sebagai proses yaitu adanya upaya
untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain.
Oleh para mufassir, ayat ini dijelaskan bahwa apa yang harus
dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah menyampaikan wahyu yang
telah diberikan Allah kepadanya, tanpa menyebut objek apa yang harus
disampaikan.
Dengan demikian dapat dikemukakan kesimpulan bahwa
penggunaan istilah tablig dalam pembelajaran merupakan suatu bentuk
pendekatan proses yang selanjutnya membutuhkan metode dan
strategi penyampaian yang dapat dilakukan setelah memperhatikan
berbagai aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut.
Demikian pula dengan istilah da’wah, istilah ini dapat dijumpai
di dalam Alqur’an antara lain dalam QS. al-Nahl (16) : 125.
Penggunaan istilah da’wah (dakwah berarti : penyiaran, propaganda,
penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat,
seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.
Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (cet. III Edsi ke-2, Balai Pustaka, Jakarta : 1994), h. 205)
sebagai salah satu pendekatan dalam strategi pembelajaran dalam
Alqur’an, lebih ditekankan pada pemahaman yang mengharuskan
seseorang untuk mengajak orang lain untuk mengikuti sesuatu.
Di dalam memberikan uraian QS. al- Nahl (16) : 125, M.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw.

103

Jurnal Paedagogia, Vol.2, No.1, Maret 2008 : 97-109

diperihtahkan untuk menyeru (mengajak) kepada semua orang yang
dapat diajak kapada jalam yang telah ditunjukkan Allah (Islam)
dengan cara hikmah dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka
dengan cara yang terbaik.
Memperhatikan teks dari ayat di atas, akan dijumpai adanya
tiga bentuk metode dan melakukan dakwah. Metode-metode tersebut
adalah hikmah, mau’i©ah, dan jidāl.
Hikmah bermakna sesuatu yang bila digunakan /diperhatikan
akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau
yang lebih besar serta menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan
yang besar atau yang lebih besar. Hikmah juga dapat dipahami sebagai
argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak
mengandung kelemahan dan kekaburan.
Maui©ah berarti uraian yang menyentuh hati yang mengantar
kepada kebaikan. Penggunaan maui©ah lebih ditekankan pada sifat
hasanah yaitu suatu nasihat yang disampaikan disertai dengan
pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya.
Sedang jidāl diartikan sebagai diskusi atau bukti-bukti yang
mematahkan alasan atau dalih mitra dalam diskusi dan menjadikan
lawan atau teman diskusi tidak dapat bertahan. Di dalam praktek jidāl
terdiri atas tiga, yaitu yang buruk, yang baik, dan yang terbaik. Dan
yang paling dianjurkan untuk dilakukan adalah yang terbaik.
Dengan memperhatikan paparan singkat mengenai dakwah
pada ayat tersebut di atas, dapat memberikan pemahaman bahwa
dakwah merupakan salah satu bentuk pengajaran yang dalam
penerapannya menggunakan pendekatan hikmah, maui§ah hasanah,
dan jidāl. Ketiga pendekatan ini dipergunakan kepada masing-masing
orang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kondisi masing-masing.
Istilah qasas, (kisah) dapat dijumpai dalam beberapa ayat
Alqur’an antara lain dalam QS. al-A’rāf (7) : 176-177. Salah satu
pendekatan dalam proses pembelajaran adalah pendekatan cerita atau
dalam istilah Alqur’an dinamakan qissah. Di dalam Alqur’an banyak
dijumpai kisah-kisah atau cerita tentang umat-umat terdahulu yang
intinya memberikan pelajaran tentang apa yang telah diperbuat dan

104

Mohamad Arfan Pembelajaran dalam ...

akibat perbuatannya. Bahkan Alqur’an juga menganjurkan untuk
melakukan perjalanan untuk melihat berbagai peninggalan sejarah
suatu umat sehingga manusia tidak hanya sekedar mendengar/
membaca cerita, tepai menyaksikan bukti-bukti dari cerita tersebut.
Sedang istilah masal, tamsil (contoh/perumpamaan) dapat
dijumpai juga dalam ayat-ayat Alqur’an antara lain dalam QS. Ibrāhim
(17) :24-25. Ayat di ini menggunakan contoh “ ‫ة‬
‫ة ط ري بب ر ئ‬
‫م ئ‬
‫ ”ك رل م ر‬kalimat
yang baik dan memberi ketegasan dengan kalimat “ ‫ه‬
ُ ‫ضرم‬
‫وري ر أ‬
ُ ‫ب الل لبب‬
‫ر‬
‫أ‬
‫مرثاِ ر‬
‫س‬
‫ ”ال أ‬yang menunjukkan bahwa dengan perumpamaan itu
‫ل ملللناِ م‬
manusia dapat menangkap pesan-pesan Allah dalam kehidupan ini
sehingga manusia akan selalu ingat.
Selain, tablig, da’wah, dan qissah, pendekatan lain dalam
proses pembelajaran di dalam Alqur’an adalah contoh/perumpamaan
yang dalam kajian ini dipergunakan istilah “teladan”. Kalimat ini
dalam Alqur’an disebut dengan “uswah” yang dapat dijumpai dalam
QS. al-Ahzāb (33) : 21.Ayat ini memberikan penegasan bahwa
menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk meneladani Nabi
dalam seluruh aspek kehidupan Nabi secara total.
Dalam menafsirkan ayat ini Sayyid Qutub menegaskan bahwa
dalam hal keagamaan (soal-soal agama) meneladani Nabi adalah suatu
kewajiban, tetapi dalam hal keduniaan meneladaninya merupakan
anjuran.
Dengan memahami penjelasan dari kedua ayat di atas, maka
“ma£al” dan “uswah” dapat mengarahkan pemikiran kita bahwa
dalam upaya membina pribadi setiap muslim, tidak hanya dapat
dilakukan dengan pemberian pengetahuan secara langsung, tetapi juga
terdapat pendekatan lain berupa perumpamaan yang dapat ditiru dan
contoh yang seharusnya menjadi panutan.
Fungsi Indera dalam Pembelajaran menurut Alqur’an
Untuk mendapatkan gambaran mengenai fungsi indera dalam
proses pembelajaran berdasarkan konsep-konsep Alqur’an, kajian pada
bagian ini lebih ditekankan pada aspek aplikasi proses pembelajaran
yang lebih menekankan pada fungsi-fungsi inderawi. Hal ini

105

Jurnal Paedagogia, Vol.2, No.1, Maret 2008 : 97-109

didasarkan pada pemahaman bahwa kelengkapan manusia yang
diberikan Allah berupa pendengaran, penglihatan, dan af’idah, tidak
hanya sekedar menjadi alat untuk mengembangkan potensi diri. Lebih
dari itu, ketiganya akan menjadi alat untuk mempertanggungjawabkan
segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia melalui ketiganya.
Di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam alTurmuziy Rasulullah Muhammad saw. menganjurkan agar anak yang
baru dilahirkan hendaknya di-azan-kan di telinga kanan dan di-qamat
di telingan kiri. Ternyata hadis di atas tidak hanya sekedar mendukung
tentang peran indera dalam proses belajar, sekaligus memberikan
informasi bahwa yang pertama kali berfungsi setelah seorang anak
lahir adalah pendengarannya. Hadis ini juga memberikan pemahaman
mengapa Allah terlebih dahulu menyebutkan al-sam’, kemudian albasar, lalu al-fu’ād.
Penyebutan indera dalam Alqur’an sebagai kelengkapan
bawaan yang diberikan kepada setiap manusia, berfungsi sebagai alat
untuk memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, di dalam
memfungsikan alat-alat tersebut guna memperoleh pengetahuan
melalui proses pembelajaran, dibutuhkan alat-alat pembelajaran yang
mampu mendukung fungsi-fungsi indera tersebut. Selain itu juga
dibutuhkan strategi pembelajaran yang dapat memaksimalkan fungsifungsi indera dimaksud.
Penggunaan penglihatan dengan mempergunakan mata sebagai
alat, memungkinkan setiap manusia dapat mengetahui berbagai objek
yang terjangkau dengan penglihatannya. Oleh karena untuk
memaksimalkan peroses pembelajaran melalui penggunaan indra
penglihatan ini, diperlukan sarana pendukung berupa perangkat visual.
Penggunaan pendengaran dengan mempergunakan telinga
sebagai alat, memungkinkan manusia dapat mengetahui berbagai objek
suara yang dapat dijangkau oleh alat pendengarannya. Untuk
memaksimalkan fungsi ini, maka diperlukan sarana dan prasarana
pembelajaran pendukung berupa perangkat audio.
Penggunaan af’idah sebagai salah satu kelengkapan bagi
manusia untuk dapat mengetahui sesuatu, maka diperlukan perangkat

106

Mohamad Arfan Pembelajaran dalam ...

pembelajaran yang lebih kompleks dan terintegrasi. Fungsi af’idah
dalam proses pembelajaran merupakan integrasi dari berbagai
komponen indra manusia yaitu penyatuan fungsi pendengaran,
penglihatan, perabaan, penciuman, dan pengecapan/rasa, yang dapat
berfungsi secara bersamaan dan saling berhubungan sehingga
melahirkan suatu bentuk pengetahuan yang kompleks dan memiliki
tingkat kesempurnaan yang baik. Untuk itu perangkat pembelajaran
yang dipergunakan antara lain adalah perangkat audio visual.
Penggunaan fungsi-fungsi indera dalam proses pembelajaran
seperti dikemukakan di atas, juga tidak terlepas dari penerapan strategi
pembelajaran yang tepat. Untuk memaksimalkan proses pembelajaran
ini, juga diperlukan upaya pemilihan strategi pembelajaran yang saling
bersinergi antara materi, alat dan metode atau strategi. Dalam konteks
yang demikian, untuk memilih strategi pembelajaran yang sesuai,
diperlukan kemampuan seorang pengajar untuk dapat memilih strategi
yang tepat.
Untuk lebih memaksimalkan pendengaran dalam proses
belajar, maka strategi pembelajaran yang sesuai untuk itu adalah
ceramah, atau strategi lain yang lebih menekankan fungsi
pendengaran. Demikian pula dengan penglihatan, maka diperlukan
strategi pembelajaran yang lebih menekankan fungsi penglihatan
seperti pengamatan gambar, karyawisata, dan lain-lain.
Sedang untuk memaksimalkan fungsi af’idah (fu’ād) dalam
proses pembelajaran diperlukan strategi yang bersinergi dengan fungsifungsi af’idah tersebut. Untuk itu strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan adalah bentuk pembelajaran langsung yang dapat diamati,
di dengar dan dilihat (strategi pembelajaran langsung/praktek).
Kesimpulan
Dengan
penggunaan
strategi
pembelajaran
yang
memungkinkan untuk mendukung pemanfaatan fungsi-fungsi inderawi
manusia, memungkinan proses belajar dapat berjalan dengan baik,
mencapai tujuan maksimal dan memberi efek yang mendalam. Dengan

107

Jurnal Paedagogia, Vol.2, No.1, Maret 2008 : 97-109

demikian maka pembentukan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
pebelajar memungkinkan dapat berjalan dan mencapai hasil maksimal.
Dalam perkembangan dunia pendidikan saat ini, maka proses
pembelajaran menekankan pada upaya ekplorasi dan eksploitasi
segenap potensi manusia. Dan untuk mewujudkannya, lebih
memungkinkan untuk dilakukan dengan pendekatan “Pembelajaran
Aktif” (Active Learning) yang memberi kesempatan sebanyakbanyaknya kepada pebelajar untuk beraktifitas dalam proses itu.
Hal ini dapat terwujud jika seluruh komponen yang terkait dalam
proses belajar dapat bersinergi dengan baik. Diperlukan
profesionalitas guru, ketersediaan fasilitas belajar, kesiapan siswa,
kurikulum yang baik dan materi pelajaran yang sesuai kebutuhan.
Kepustakaan
Abdullah, Abdur-Rahmān Sālih, Educational Theory A Qur’anic
Outlook, Ummul Qurā Univercity, Makkah alMukarramah, 1982
Baharuddin, Dr., Paradigma Psikologi Islami (Studi tentang Elemen
Psikologi dari Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2004
Dahlan, Abd. Rahman, Drs. MA, Kaidah-Kaidah Penafsiran AlQuran, Mizan, Jakarta : Cet. II, 1998
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Dirjen
Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Jakarta, 1999
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 1994
Dimyati, Dr., Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, Depdikbud-Rineka
Cipta, Jakarta, 2002
al-Farmāwiy, Abd. Hay. al-Bidāyah fi al-Tafsiir al-Mawdu’iy :
Dirāsah Manhājiyyah Mawdū’iyyah, diterjemahkan oleh
Rosihan Anwar dengan judul Metode Tafsir Maudhū’iy
dan Cara Penerapannya. Cet.I; Bandung : CV. Pustaka
Setia, 2002

108

Mohamad Arfan Pembelajaran dalam ...

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I sd. IV, Dār al-Fikr, Beirut, 1981
Ilyas, Yunahar, dan Muhammad Azhar, (Ed). Pendidikan Dalam
Persepektif al-Qur’an, LPPI Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta, 1999
al-Maraghiy, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghiy, jilid I sd. 10, Dār alFikr, Beirut, Cet. 3, 1974
Mohamed, Yasien, Fitra : The Islamic Consept of Human Nature,
diterjemahkan oleh Masyhur Abadi “ Insan yang Suci :
Konsep Fithrah Dalam Islam, Mizan, Bandung, 1977
Nahlawi, Abdurrahman, Ushūl al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa
Asālibuhā, diterjemahkan oleh Hery Noer Ali dengan judul
Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam. Cet.III; CV
Diponegoro, Bandung : 1996.
Qutub, Sayyid, Fi Zilāl al-Qur’ān, Jilid 5, Dār Ihya al-Kutub alArabiy, Beirut, 1974
--------, Fi Zilāl al-Qur’ān, Jilid 6, Dār Ihya al-Kutub al-Arabiy,
Beirut, 1974
Ridha, Muhammad Jawwād, al-Fikr al-Tarbawiy al-Islamiy, Dār alFikr al-‘Arabiy, Kuwait, 1980.
Sakhr, CD. Al-Qur’ān al-Karim, Edisi- 5, Versi 6.50
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’ān : Tasfir Muduiy atas
Pelbagai Persoalan Umat, Mizan, Bandung, 1996.
--------, Tafsir Al-Misbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,
Volume I sd. XV, Lentera Hati, Jakarta, 2003
Thoha, H.M. Chabib, Syukur Nc., Priyono, (Ed), Reformulasi Filsafat
Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
Semarang, 1996

109