Kemampuan Pemecahan Masalah pada siswa
Kemampuan Pemecahan Masalah
Oleh:
M. Jainuri, M.Pd
A. Hakikat Pemecahan Masalah
Terdapat
banyak
interpretasi
tentang pemecahan masalah dalam
matematika. Pendapat Polya (1985) banyak dirujuk pemerhati matematika. Polya
mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari
suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat
dicapai. Sujono (1988) melukiskan masalah matematika sebagai tantangan bila
pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian dan pemikiran yang asli atau
imajinasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, sesuatu yang merupakan masalah
bagi seseorang, mungkin tidak merupakan masalah bagi orang lain atau
merupakan hal yang rutin saja.
Ruseffendi (1991b) mengemukakan bahwa suatu soal merupakan soal
pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu
cara menyelesaikannya. Dalam kesempatan lain, Ruseffendi (1991a) juga
mengemukakan bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang
jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus mampu
menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya;
terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya.
Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk
menyelesaikannya.
Lebih spesifik, Sumarmo (1994) mengartikan pemecahan masalah sebagai
kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan
membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah matematika
1
2
tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power)
terhadap mahasiswa.
Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual
yang menurut Gagné, dkk (1992) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari
tipe keterampilan intelektual lainnya. Gagné, dkk (1992) berpendapat bahwa
dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau aturan
tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan dan
konsep terdefinisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefinisi dapat dikuasai
jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah itu untuk memahami
konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam memperbedakan.
Mengacu pada pendapat-pendapat di atas, pemecahan masalah dapat
dilihat dari berbagai pengertian. Upaya mencari jalan keluar yang dilakukan
dalam mencapai tujuan pemecahan masalah. Juga memerlukan kesiapan,
kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Di samping itu pemecahan masalah merupakan persoalan-persoalan
yang belum dikenal; serta mengandung pengertian sebagai proses berpikir tinggi
dan penting dalam pembelajaran matematika.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai
oleh
mahasiswa.
Bahkan
tercermin
dalam
konsep
kurikulum
berbasis
kompetensi. Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara
eksplisit dalam kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus
dikembangkan dan diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai.
Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh mahasiswa dalam
matematika ditegaskan juga oleh Branca (1980) berikut ini.
1.
Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran
matematika.
2.
Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan
proses inti dan utama dalam kurikulum matematika .
3.
Penyelesaian
matematika.
masalah
merupakan
kemampuan
dasar
dalam
belajar
3
Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan
umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat
membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, kemampuan pemecahan masalah ini
menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.
Walaupun kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang
tidak mudah dicapai, akan tetapi oleh karena kepentingan dan kegunaannya maka
kemampuan pemecahan masalah ini hendaknya diajarkan kepada mahasiswa pada
semua tingkatan. Berkaitan dengan hal ini, Ruseffendi (1991b) mengemukakan
beberapa alasan soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada mahasiswa
adalah sebagai berikut:
1.
dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat
kreatif;
2.
di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung dan lain-lain),
disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat
pernyataan yang benar;
3.
dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, serta
dapat menambah pengetahuan baru;
4.
dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya;
5.
mengajak peserta didik memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu
membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap
hasil pemecahannya;
6.
merupakan kegiatan yang penting bagi peserta didik yang melibatkan bukan
saja satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.
B. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika
Cara memecahkan masalah dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya
Dewey dan Polya. Dewey (dalam Rothstein dan Pamela, 1990) memberikan lima
langkah utama dalam memecahkan masalah (1) mengenali/ menyajikan masalah:
tidak diperlukan strategi pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; (2)
mendefinisikan masalah: strategi pemecahan masalah menekankan pentingnya
4
definisi masalah guna menentukan banyaknya kemungkinan penyelesaian; (3)
mengembangkan beberapa hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari
pemecahan masalah; (4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan
dan kelebihan hipotesis; (5) memilih hipotesis yang terbaik.
Sebagaimana Dewey, Polya (1985) pun menguraikan proses yang dapat
dilakukan
pada
setiap
langkah
tersebut terangkum dalam empat langkah
pemecahan
masalah.
Proses
berikut: (1) memahami masalah
(understanding the problem), (2) merencanakan penyelesaian (devising a plan),
(3) melaksanakan rencana (carrying out the plan), (4) memeriksa proses dan hasil
(looking back).
Pada langkah merencanakan penyelesaian, diajukan pertanyaan di
antaranya seperti: Pernah adakah soal seperti ini yang serupa sebelumnya
diselesaikan? Dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah yang
sekarang?
Pada langkah melaksanakan rencana diajukan pertanyaan. “Periksalah
bahwa tiap langkah sudah benar. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang
dipilih sudah benar?” Dalam langkah memeriksa hasil dan proses, diajukan
pertanyaan. “Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari
dengan cara lain?”
Langkah-langkah penuntun yang dikemukakan Polya tersebut, dikenal
dengan strategi heuristik. Strategi yang dikemukakan Polya ini banyak dijadikan
acuan oleh banyak orang dalam penyelesaian masalah matematika. Berangkat dari
pemikiran yang dikemukakan oleh ahli tersebut, maka untuk menyelesaikan
masalah diperlukan kemampuan pemahaman konsep sebagai prasyarat dan
kemampuan melakukan hubungan antar konsep, dan kesiapan secara mental. Pada
sisi lain, berdasarkan pengamatan Soleh (1998), salah satu sebab peserta didik
tidak berhasil dalam belajar matematika selama ini adalah peserta didik belum
sampai pada pemahaman relasi (relation understanding), yang dapat menjelaskan
hubungan antar konsep. Hal itu memberikan gambaran kepada kita adanya
tantangan yang tidak kecil dalam mengajarkan pemecahan masalah matematika.
5
C. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematika menurut
NCTM (1989: 209) adalah sebagai berikut:
1.
mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan
kecukupan unsur yang diperlukan;
2.
merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik;
3.
menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan
masalah baru) dalam atau di luar matematika;
4.
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal;
5.
menggunakan matematika secara bermakna.
Menurut Sumarmo (dalam Isrok’atun, 2006) menyatakan bahwa indikator
kemampuan pemecahan masalah adalah sebagi berikut :
1.
mengidentifikasikan kecukupan data untuk pemecahan masalah;
2.
membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan
menyelesaikannya;
3.
memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika
atau di luar matematika;
4.
menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai permasalahan asal serta
memeriksa kebenaran hasill atau jawaban;
5.
menerapkan matematika secara bermakna.
D. Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis menuntut siswa untuk
memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan penyelesaian
dan mengecek kembali yang meliputi pembuktian jawaban itu benar dan
menyimpulkan hasil jawaban. Penilaian untuk setiap butir soal tes pemecahan
masalah mengacu pada indikator. Penilaian untuk setiap butir soal tes kemampuan
pemecahan masalah matematis mengacu pada penilaian atau penskoran holistik
yaitu sebagai berikut ini.
6
Tabel. Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
No
0
Mengidentifikasi
unsur-unsur yang
diketahui
Tidak ada
identifikasi unsur
Identifikasi unsur
ada namun salah
Menerapkan strategi
untuk menyelesaikan
masalah
Tidak ada strategi
penyelesaian masalah
1
Strategi penyelesaian
masalah ada namun
salah
2 Identifikasi unsur
Strategi penyelesaian
kurang lengkap
masalah kurang
lengkap
3 Identifikasi unsur
Strategi penyelesaian
benar kurang
masalah benar namun
lengkap
kurang lengkap
4 Identifikasi unsur
Strategi penyelesaian
lengkap dan benar
masalah lengkap dan
benar.
Skor Maksimal
Skor Maksimal
4
4
Sumber: Modifikasi dari Fauzan (2011)
Menjelaskan dan
menginterpretasikan
hasil
Tidak ada penjelasan dan
interpretasi.
Penjelasan dan
interpretasi ada namun
salah
Penjelasan dan
interpretasi ada namun
salah kurang lengkap
Penjelasan dan
interpretasi kurang
lengkap
Penjelasan dan
interpreatsi lengkap dan
benar
Skor Maksimal
4
Referensi:
Branca, N.A. 1980. Problem Solving as A Goal, Proccess and Basic Skill. Dalam
Krulik & RE. Reys (ed). Problem Solving in School Mathematic. Virginia:
NCTM Inc.
Fauzan, Ahmad. 2011. Modul 1 Evaluasi Pembelajaran Matematika : Pemecahan
Masalah Matematika . Evaluasimatematika.net: UNP.
Gagne, R.M. 1992. The Condition of Learning and Theory of Instruction. New
York: Rinehart and Winston.
Isrok’atun. 2006. Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe
STAD Siswa SMP Negeri di Bandung melalui Pendekatan Pengajuan
Masalah. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics.
Reston, VA: NCTM.
7
Polya, G. 1985. How to Solve it: A New Aspect of Mathematic Method (2nd ed. ).
Princenton, New Jersey: Princenton University Press.
Rothstein & Pamela. 1990. Educational Psychology. New York: Mc. Graw Hill
Inc.
Ruseffendi, ET. 1991a. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk
Guru dan PGSD D2 Seri Kedua . Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, ET. 1991b. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk
Guru dan PGSD D2 Seri Kelima . Bandung: Tarsito.
Soleh, Muhammad. 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika di Sekolah.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdikbud.
Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek
Pengembangan LPTK, Depdikbud
Sumarmo, U, Dedy, E dan Rahmat (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk
Meningkatkan Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa
SMA. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung
Oleh:
M. Jainuri, M.Pd
A. Hakikat Pemecahan Masalah
Terdapat
banyak
interpretasi
tentang pemecahan masalah dalam
matematika. Pendapat Polya (1985) banyak dirujuk pemerhati matematika. Polya
mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari
suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat
dicapai. Sujono (1988) melukiskan masalah matematika sebagai tantangan bila
pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian dan pemikiran yang asli atau
imajinasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, sesuatu yang merupakan masalah
bagi seseorang, mungkin tidak merupakan masalah bagi orang lain atau
merupakan hal yang rutin saja.
Ruseffendi (1991b) mengemukakan bahwa suatu soal merupakan soal
pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu
cara menyelesaikannya. Dalam kesempatan lain, Ruseffendi (1991a) juga
mengemukakan bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang
jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus mampu
menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya;
terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya.
Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk
menyelesaikannya.
Lebih spesifik, Sumarmo (1994) mengartikan pemecahan masalah sebagai
kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan
membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah matematika
1
2
tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power)
terhadap mahasiswa.
Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual
yang menurut Gagné, dkk (1992) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari
tipe keterampilan intelektual lainnya. Gagné, dkk (1992) berpendapat bahwa
dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau aturan
tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan dan
konsep terdefinisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefinisi dapat dikuasai
jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah itu untuk memahami
konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam memperbedakan.
Mengacu pada pendapat-pendapat di atas, pemecahan masalah dapat
dilihat dari berbagai pengertian. Upaya mencari jalan keluar yang dilakukan
dalam mencapai tujuan pemecahan masalah. Juga memerlukan kesiapan,
kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Di samping itu pemecahan masalah merupakan persoalan-persoalan
yang belum dikenal; serta mengandung pengertian sebagai proses berpikir tinggi
dan penting dalam pembelajaran matematika.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai
oleh
mahasiswa.
Bahkan
tercermin
dalam
konsep
kurikulum
berbasis
kompetensi. Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara
eksplisit dalam kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus
dikembangkan dan diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai.
Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh mahasiswa dalam
matematika ditegaskan juga oleh Branca (1980) berikut ini.
1.
Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran
matematika.
2.
Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan
proses inti dan utama dalam kurikulum matematika .
3.
Penyelesaian
matematika.
masalah
merupakan
kemampuan
dasar
dalam
belajar
3
Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan
umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat
membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, kemampuan pemecahan masalah ini
menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.
Walaupun kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang
tidak mudah dicapai, akan tetapi oleh karena kepentingan dan kegunaannya maka
kemampuan pemecahan masalah ini hendaknya diajarkan kepada mahasiswa pada
semua tingkatan. Berkaitan dengan hal ini, Ruseffendi (1991b) mengemukakan
beberapa alasan soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada mahasiswa
adalah sebagai berikut:
1.
dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat
kreatif;
2.
di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung dan lain-lain),
disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat
pernyataan yang benar;
3.
dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, serta
dapat menambah pengetahuan baru;
4.
dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya;
5.
mengajak peserta didik memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu
membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap
hasil pemecahannya;
6.
merupakan kegiatan yang penting bagi peserta didik yang melibatkan bukan
saja satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.
B. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika
Cara memecahkan masalah dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya
Dewey dan Polya. Dewey (dalam Rothstein dan Pamela, 1990) memberikan lima
langkah utama dalam memecahkan masalah (1) mengenali/ menyajikan masalah:
tidak diperlukan strategi pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; (2)
mendefinisikan masalah: strategi pemecahan masalah menekankan pentingnya
4
definisi masalah guna menentukan banyaknya kemungkinan penyelesaian; (3)
mengembangkan beberapa hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari
pemecahan masalah; (4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan
dan kelebihan hipotesis; (5) memilih hipotesis yang terbaik.
Sebagaimana Dewey, Polya (1985) pun menguraikan proses yang dapat
dilakukan
pada
setiap
langkah
tersebut terangkum dalam empat langkah
pemecahan
masalah.
Proses
berikut: (1) memahami masalah
(understanding the problem), (2) merencanakan penyelesaian (devising a plan),
(3) melaksanakan rencana (carrying out the plan), (4) memeriksa proses dan hasil
(looking back).
Pada langkah merencanakan penyelesaian, diajukan pertanyaan di
antaranya seperti: Pernah adakah soal seperti ini yang serupa sebelumnya
diselesaikan? Dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah yang
sekarang?
Pada langkah melaksanakan rencana diajukan pertanyaan. “Periksalah
bahwa tiap langkah sudah benar. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang
dipilih sudah benar?” Dalam langkah memeriksa hasil dan proses, diajukan
pertanyaan. “Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari
dengan cara lain?”
Langkah-langkah penuntun yang dikemukakan Polya tersebut, dikenal
dengan strategi heuristik. Strategi yang dikemukakan Polya ini banyak dijadikan
acuan oleh banyak orang dalam penyelesaian masalah matematika. Berangkat dari
pemikiran yang dikemukakan oleh ahli tersebut, maka untuk menyelesaikan
masalah diperlukan kemampuan pemahaman konsep sebagai prasyarat dan
kemampuan melakukan hubungan antar konsep, dan kesiapan secara mental. Pada
sisi lain, berdasarkan pengamatan Soleh (1998), salah satu sebab peserta didik
tidak berhasil dalam belajar matematika selama ini adalah peserta didik belum
sampai pada pemahaman relasi (relation understanding), yang dapat menjelaskan
hubungan antar konsep. Hal itu memberikan gambaran kepada kita adanya
tantangan yang tidak kecil dalam mengajarkan pemecahan masalah matematika.
5
C. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematika menurut
NCTM (1989: 209) adalah sebagai berikut:
1.
mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan
kecukupan unsur yang diperlukan;
2.
merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik;
3.
menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan
masalah baru) dalam atau di luar matematika;
4.
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal;
5.
menggunakan matematika secara bermakna.
Menurut Sumarmo (dalam Isrok’atun, 2006) menyatakan bahwa indikator
kemampuan pemecahan masalah adalah sebagi berikut :
1.
mengidentifikasikan kecukupan data untuk pemecahan masalah;
2.
membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan
menyelesaikannya;
3.
memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika
atau di luar matematika;
4.
menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai permasalahan asal serta
memeriksa kebenaran hasill atau jawaban;
5.
menerapkan matematika secara bermakna.
D. Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis menuntut siswa untuk
memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan penyelesaian
dan mengecek kembali yang meliputi pembuktian jawaban itu benar dan
menyimpulkan hasil jawaban. Penilaian untuk setiap butir soal tes pemecahan
masalah mengacu pada indikator. Penilaian untuk setiap butir soal tes kemampuan
pemecahan masalah matematis mengacu pada penilaian atau penskoran holistik
yaitu sebagai berikut ini.
6
Tabel. Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
No
0
Mengidentifikasi
unsur-unsur yang
diketahui
Tidak ada
identifikasi unsur
Identifikasi unsur
ada namun salah
Menerapkan strategi
untuk menyelesaikan
masalah
Tidak ada strategi
penyelesaian masalah
1
Strategi penyelesaian
masalah ada namun
salah
2 Identifikasi unsur
Strategi penyelesaian
kurang lengkap
masalah kurang
lengkap
3 Identifikasi unsur
Strategi penyelesaian
benar kurang
masalah benar namun
lengkap
kurang lengkap
4 Identifikasi unsur
Strategi penyelesaian
lengkap dan benar
masalah lengkap dan
benar.
Skor Maksimal
Skor Maksimal
4
4
Sumber: Modifikasi dari Fauzan (2011)
Menjelaskan dan
menginterpretasikan
hasil
Tidak ada penjelasan dan
interpretasi.
Penjelasan dan
interpretasi ada namun
salah
Penjelasan dan
interpretasi ada namun
salah kurang lengkap
Penjelasan dan
interpretasi kurang
lengkap
Penjelasan dan
interpreatsi lengkap dan
benar
Skor Maksimal
4
Referensi:
Branca, N.A. 1980. Problem Solving as A Goal, Proccess and Basic Skill. Dalam
Krulik & RE. Reys (ed). Problem Solving in School Mathematic. Virginia:
NCTM Inc.
Fauzan, Ahmad. 2011. Modul 1 Evaluasi Pembelajaran Matematika : Pemecahan
Masalah Matematika . Evaluasimatematika.net: UNP.
Gagne, R.M. 1992. The Condition of Learning and Theory of Instruction. New
York: Rinehart and Winston.
Isrok’atun. 2006. Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe
STAD Siswa SMP Negeri di Bandung melalui Pendekatan Pengajuan
Masalah. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics.
Reston, VA: NCTM.
7
Polya, G. 1985. How to Solve it: A New Aspect of Mathematic Method (2nd ed. ).
Princenton, New Jersey: Princenton University Press.
Rothstein & Pamela. 1990. Educational Psychology. New York: Mc. Graw Hill
Inc.
Ruseffendi, ET. 1991a. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk
Guru dan PGSD D2 Seri Kedua . Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, ET. 1991b. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk
Guru dan PGSD D2 Seri Kelima . Bandung: Tarsito.
Soleh, Muhammad. 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika di Sekolah.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdikbud.
Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek
Pengembangan LPTK, Depdikbud
Sumarmo, U, Dedy, E dan Rahmat (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk
Meningkatkan Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa
SMA. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung