MANAJEMEN LABA AKRUAL MANAJEMEN LABA RII

MANAJEMEN LABA AKRUAL, MANAJEMEN LABA RIIL, DAN
BIAYA MODAL
Cut Naila Febrininta
Sylvia Veronica Siregar
Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424
Surel: [email protected]
Abstrak: Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan Biaya Modal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari manajemen laba
akrual dan manajemen laba riil terhadap biaya modal, baik biaya utang maupun
biaya ekuitas. Total observasi dalam penelitian ini adalah 1.375 irm-years untuk
model biaya utang serta 1.564 irm years untuk model biaya ekuitas pada tahun
2003-2011. Penelitian ini diuji dengan regresi data panel dengan model regresi
random effect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen laba akrual dan
manajemen laba riil terbukti tidak berpengaruh signiikan terhadap biaya utang
dan biaya ekuitas.
Abstract: Accrual Earnings Management, Real Earnings Management, and
Cost of Capital. This researchaims to analyze the impact of two kinds of earnings
management which are accrual earnings management and real earnings management on company’s cost of debt and cost of equity. Total observations for this research are 1.375 irm-years for the cost of debt model and 1.564 irms-years for the
cost of equity model from year 2003-2011. This research used panel data regression with random effect regression model. The result of this research shows that
accruals earnings management and real earnings management have no signiicant
impact on company’s cost of debtand cost of equity.

Kata kunci: Biaya utang, Biaya ekuitas, Manajemen laba akrual, Manajemen
laba riil

Pendanaan
bagi
sebuah
perusahaan bisa didapat melalui
sumber eksternal, yakni pembiayaan melalui utang dan pembiayaan melalui penjualan saham.
Dalam menyediakan pendanaan
bagi perusahaan ini, debtholders
sebagai pemberi utang maupun
shareholders sebagai pihak yang
membeli saham tentunya mengharapkan adanya suatu imbalan.
Imbalan ini merupakan representasi dari risiko-risiko yang terkandung dari disediakannya dana
bagi perusahaan tersebut. Dari
sisi perusahaan, imbalan ini merupakan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan
pendanaan tersebut, atau yang
dalam
konsep

manajemen
keuangan lazim disebut sebagai
biaya modal (cost of capital). Biaya
modal terdiri dari biaya utang (cost
of debt) dan biaya ekuitas (cost of
equity), yang keduanya diartikan
sebagai biaya-biaya yang harus
365

dikeluarkan perusahaan untuk
memperoleh pendanaan baik dari
utang, penjualan obligasi (debt)
maupun penjualan kepemilikan
berupa saham (equity).
Penilaian risiko kemudian
menjadi aspek penting untuk
menentukan biaya modal. Botosan
(2006) menyatakan bahwa risiko
informasi berpengaruh positif
terhadap biaya modal. Informasiinformasi yang esensial dalam

menilai risiko ini diantarnya
didapat dari laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan
alat fundamental dalam pengambilan keputusan perusahaan oleh
stakeholder, termasuk didalamnya
debtholders dan shareholders.
Maka dari itu, sebuah laporan
keuangan yang baik haruslah
mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Akan
tetapi, manajer perusahaan dalam
menyusun
laporan
keuangan
ini memiliki keleluasaan untuk

Jurnal Akuntansi Multiparadigma
JAMAL
Volume 5
Nomor 3
Halaman 345-000

Malang, Desember 2014
pISSN 2086-7603
eISSN 2089-5879

Tanggal masuk:
13 September
26 Maret 2014
Tanggal revisi:
14 Desember
14 Mei 2014
Tanggal diterima:
23 Desember
21 Mei 2014

366

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 365-379

memilih metode akuntansi yang digunakan.
Hal ini disebut dengan diskresi manajemen.

Salah satu yang mendasari motif manajemen dalam memilih metode akuntansi ini
adalah teori keagenan, yang menjelaskan
adanya konlik kepentingan akibat adanya
perbedaan motivasi antara manajer sebagai
agen dengan pemegang saham sebagai
pemilik perusahaan. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam konsep contractual motivations (Fields et al. 2001) salah satu alasan
manajer memilih metode akuntansi tertentu
adalah untuk meningkatkan kompensasi
mereka. Diskresi manajemen terhadap
pilihan metode akuntansi ini dapat berujung
pada tindakan manipulasi laba atau manajemen laba. Manajemen laba merupakan
salah satu topik populer yang telah menghasilkan banyak penelitian di bidang akuntansi. Penelitian oleh Watts dan Zimmerman
(1986) dan Cornett et al. (2008) membuktikan adanya keterkaitan antara manajemen laba dengan insentif bagi manajemen,
konsisten dengan teori keagenan yang telah
disebutkan sebelumnya.
Terdapat dua cara dalam melakukan
manajemen laba, yakni manajemen laba
akrual melalui akrual diskresioner dan
manajemen laba riil melalui manipulasi aktivitas riil. Manajemen laba akrual dilakukan

dengan cara mengubah metode akuntansi
atau estimasi yang digunakan pada perusahaan dalam mencatat suatu transaksi
yang akan berpengaruh pada pendapatan
yang dilaporkan pada laporan keuangan
(Zang 2012). Berbeda dengan manajemen
laba akrual, manajemen laba riil dilakukan
dengan cara memanipulasi aktivitas riil serta
memiliki dampak langsung terhadap arus
kas perusahaan. Manajemen laba riil ini
juga cenderung lebih sulit untuk dipahami
oleh investor dan biasanya kurang menjadi
perhatian dari auditor, regulator, dan pihak
yang berkaitan lainnya (Kim dan Sohn 2013).
Manipulasi aktivitas akrual dideinisikan
sebagai aksi manajemen yang mendeviasikan
dari praktik bisnis normal yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk mencapai target
laba tertentu (Roychowdhury 2006).
Praktik manajemen laba, baik akrual
maupun riil, diduga akan memengaruhi

kualitas, keandalan, dan relevansi nilai dari
laporan keuangan. Berkaitan dengan itu,
penelitian ini akan meneliti tentang manajemen laba dan pengaruhnya terhadap
biaya ekuitas dan biaya utang perusahaan.
Debtholders dan shareholders akan menilai

risiko dari sebuah perusahaan sebelum
menanamkan dananya. Laporan keuangan
merupakan sumber untuk menilai risikorisiko perusahaan. Kurang andalnya laporan
keuangan, salah satunya diakibatkan
oleh manajemen laba (baik manajemen
laba akrual maupun manajemen laba riil),
tentunya akan meningkatkan risiko bagi
shareholders dan debtholders dalam menanamkan dananya. Semakin tingginya risiko
ini akan menyebabkan nilai biaya utang dan
biaya ekuitas perusahaan menjadi semakin
tinggi.
Penelitian ini menggunakan model
penelitian sebelumnya oleh Kim dan Sohn
(2013) sebagai acuan, khususnya dalam

menginvestigasi hubungan antara manajemen laba akrual dan riil terhadap biaya
ekuitas. Adapun dalam meneliti hubungan
kedua jenis manajemen laba terhadap
biaya utang, berdasarkan teori pada penelitian sebelumnya oleh Prevost, Skousen,
dan Rao (2008) serta model yang digunakan didasarkan pada model biaya utang
Kaplan dan Urwitz (1979). Terkait pengaruh
kedua jenis manajemen laba terhadap biaya
ekuitas, di Indonesia telah terdapat penelitian yang sebelumnya membahas tentang
hal ini oleh Meini (2012). Adapun perbedaan
dengan penelitian Meini (2012) adalah penggunaan proksi dan metode berbeda dalam
mengukur manajemen laba akrual dan riil.
Kedua jenis manajemen laba ini akan disajikan dalam bentuk standardized decile
ranks. Manajemen laba akrual akan diestimasi dengan model terbaru yakni model
Stubben (2010). Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
(1) untuk mengetahui pengaruh manajemen
laba akrual dan manajemen laba riil terhadap
biaya utang perusahaan, (2) untuk mengetahui pengaruh manajemen laba akrual, dan
(3) pengaruh manajemen laba riil terhadap
biaya ekuitas perusahaan.

METODE
Sampel penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia antara tahun 2003-2011
dengan mengecualikan perusahaan yang
berasal dari industri jasa keuangan, perusahaan dengan data keuangan tidak lengkap,
serta perusahaan dengan nilai buku ekuitas
negatif. Penelitian ini diuji dengan regresi
data panel dengan model regresi random
effect.

Febrininta, Siregar, Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan...367

Model pertama ditujukan untuk menguji
pengaruh kedua jenis manajemen laba, baik
akrual maupun riil, terhadap biaya utang
perusahaan. Model pertama berdasarkan
model biaya utang yang dikembangkan oleh
Kaplan dan Urwitz (1979), sebagaimana
telah digunakan dalam penelitian Francis et
al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009).

Biaya utang sebagai variabel dependen
dalam model ini diukur dengan rasio dari
biaya bunga terhadap rerata total utang.
Terdapat empat buah variabel kontrol
untuk model ini, antara lain leverage, size,
rasio return on assets, dan standar deviasi
laba bersih sebelum pos luar biasa. Selain
itu, model pertama ini juga akan menambahkan beberapa faktor-faktor bawaan yang
memengaruhi kualitas laporan keuangan
berdasarkan penelitian Francis et al. (2005)
sebagai variabel kontrol, antara lain cash
low volatility, sales volatility, operating cycle,
dan capital intensity.
CODj,t+1 = β0 + β1Levjt + β2Sizejt + β3ROAjt +
β4IntCovjt + β5NIBEIjt+β6AuditQjt +
β7RankAEMjt + β8RankREMjt+
β9CFVoljt+ β10SalesVoljt+
β11Opcyclejt+ β12CapIntjt+εjt
CODj,t+1
Levjt


= biaya utang perusahaan
= leverage (rasio total utang
terhadap total aset)
Sizejt
= ukuran perusahaan (log total
aset)
ROAjt
= rasio return on asset
IntCovjt
= interest coverage (rasio laba
operasi terhadap beban
bunga)
NIBEIjt
= standar deviasi laba bersih
sebelum pos lular biasa,
diskalakan dengan rata-rata
total aset, selama 5 tahun
AuditQjt
= kualitas audit; 1 jika audit
oleh KAP big four, 0 jika audit
oleh KAP non big four
RankAEMjt = tingkat manajemen laba
akrual (dalam bentuk ranking
desil)
RankREMjt = tingkat intensitas manajemen laba riil (dalam bentuk
ranking desil)
CFVoljt
= standar deviasi CFO selama 5
tahun ke belakang, termasuk
tahun iskal saat ini, dibagi
dengan lag total aset
SalesVoljt = standar deviasi dari penjualan
selama 5 tahun ke belakang,

OpCyclejt
CapIntjt

termasuk tahun iskal saat
ini, dibagi dengan lag total
aset
= logaritma natural dari jumlah
hari piutang dan jumlah hari
persediaan
= intensitas dari modal perusahaan (rasio nilai buku aset
tetap terhadap total aset)

Pengukuran biaya utang dalam penelitian ini menggunakan proksi yang sama
dengan penelitian Sengupta (1998) dan
Francis et al. (2005). Biaya utang diukur
dengan rasio biaya bunga pada periode t+1
dibagi dengan rerata total utang selama
periode t sampai t+1.
COD =

Interestexpenset+1
(TotalDebtt+TotalDebtt+1)/2

COD
Interest expenset+1
Total Debtt
Total Debtt+1

= biaya hutang pada
periode t+1
= interest expense atau
biaya bunga pada
periode t+1
= total utang atau total
utang pada periode t
= total utang atau total
utang pada periode t+1

Model kedua dalam penelitian ini
ditujukan untuk menguji pengaruh kedua
jenis manajemen laba, baik akrual maupun
riil, terhadap biaya ekuitas perusahaan.
Model ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Kim dan Sohn (2013). Biaya
ekuitas sebagai variabel dependen pada
model ini diestimasi dengan menggunakan
metode CAPM atau capital asset pricing
model. Adapun variabel kontrol terdiri dari
beta, size, dan faktor-faktor bawaan yang
memengaruhi kualitas laporan keuangan
berdasarkan penelitian Francis (2005),
antara lain cashlow volatility, sales volatility, operating cycle, capital intensity, idiosyncratic volatility, dan leverage.

COEj,t = β0 + β1Betajt + β2Sizejt+
β3BMj+ β4RankAEMjt +
β5RankREMjt+ β6AuditQjt+
β7CFVoljt +β8SalesVoljt+
β9OpCyclejt+ β10CapIntjt+
β11IdiosyncVoljt +β12Levjt+ εjt

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 365-379

368

COEjt
Betajt

= biaya ekuitas perusahaan
= nilai beta perusahaan (hasil
regresi antara IHSG terhadap
return individual saham)
Sizejt
= ukuran perusahaan (log total
aset)
BMjt
= rasio Book to Market
RankAEM
= tingkat manajemen laba
akrual (dalam bentuk
ranking desil)
RankREMjt = tingkat manajemen laba riil
(dalam bentuk ranking desil)
AuditQjt
= kualitas audit; 1 jika audit
oleh KAP big four, 0 jikaaudit
oleh KAP non big four
CFVoljt
= standar deviasi CFO selama
5 tahun ke belakang,
termasuk tahun iskal saat
ini, dibagi dengan lag total
aset
SalesVoljt
= standar deviasi dari
penjualan selama 5 tahun ke
belakang, termasuk tahun
iskal saat ini, dibagi dengan
lag total aset
OpCyclejt
= logaritma natural dari
jumlah hari piutang dan
jumlah hari persediaan
CapIntjt
= intensitas dari modal perusahaan (rasio nilai buku aset
tetap terhadap total aset)
IdiosyncVoljt = volatilitas idiosinkratis,
standar deviasi residual dari
regresi market model untuk
mengestimasi beta.
Levjt
= rasioantara total liabilitas
dengan total aset
Pengukuran biaya ekuitas dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan
CAPM (Capital Asset Pricing Model). Dalam
pendekatan ini, dibutuhkan tiga unsur untuk
mendapatkan nilai biaya ekuitas, antara lain:
risk free rate, beta, dan market risk premium.
Berikut adalah cara perhitungannya:
COE=Rf+β(Rm-Rf)
COE
β

Rf
1

= biaya ekuitas
= nilai beta/risiko sistematis
perusahaan (hasil regresi
antara IHSG terhadap
return individual saham)
= risk-free rate dengan proksi
suku bunga SBI

Perhitungan oleh Aswath Damodaran (dapat
diakses
pada
situs
http://pages.stern.nyu.
edu/~adamodar/)

Rm-Rf

= market risk premium atau
premi risiko pasar dengan
perhitungan country risk
remium1

Adapun manajemen laba akrual
sebagai variabel independen dalam kedua
model diukur menggunakan model Stubben
(2010). Pada dasarnya model ini mengukur
akrual diskresioner yang hanya dilihat dari
diskresi terhadap pendapatan. Adapun
tingkat manajemen laba akrual diukur
dari nilai residu dari model ini. Kemudian,
dibangun portofolio desil berdasarkan
ranking dari nilai manajemen laba akrual
tersebut sehingga terbentuklah variabel
RankAEM. Ranking 10 menandakan tingkat
manajemen laba akrual yang paling tinggi,
sedangkan ranking 1 menandakan tingkat
manajemen laba akrual yang paling rendah.
Variabel ranking RankAEM yang tadinya
berkisar antara 1-10 ini pun akan di-standardize (dibagi dengan 10) sehingga nilainya
berkisar dari 0,1 hingga 1. Nilai ranking desil
yang standardized inilah yang digunakan
sebagai ukuran dari tingkat manajemen laba
akrual.
Berikut
adalah
penjabaran
dari
model pendapatan yang digunakan untuk
mengukur manajemen laba akrual ini:
∆ARit = α + β x ∆Sit + εit
∆ARit = perubahan piutang antara tahun
t dengan tahun t-1 dibagi dengan
total aset tahun t-1
∆Sit
= perubahan penjualan antara
tahun t dengan tahun t-1 dibagi
dengantotal aset t-1
εit
= manajemen laba akrual
Manajemen laba rill yang juga merupakan variabel independen dalam penelitian
ini diukur dengan model Roychowdhury
(2006). Berdasarkan Roychowdhury (2006),
manajemen laba riil dapat dilakukan perusahaan dengan tiga metode, yakni manipulasi penjualan dengan proksi CFO abnormal
(AbCFO), pengurangan biaya-biaya diskresioner dengan proksi biaya-biaya diskresioner abnormal (AbDiscE), dan overproduction atau produksi yang berlebihan
dengan proksi biaya produksi abnormal

Febrininta, Siregar, Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan...369

(AbProdCost). Tingkat manajemen laba riil
sendiri terlihat dari nilai residu (abnormal)
ketiga metode manajemen laba riil ini.
Kemudian, akan dibangun portofolio desil
berdasarkan ranking dari tiap nilai abnormal
inisehingga akan muncul variabel-variabel
baru yakni RankCFO, RankProdcost, dan
RankDiscE. Kemudian, ketiga ranking ini
direratakan untuk mendapatkan RankREM,
yakni ukuran komprehensif dari keseluruhan aktivitas manajemen laba riil. Ranking
10 menandakan tingkat manajemen laba
riil yang paling tinggi, sedangkan ranking
1 menandakan tingkat manajemen laba
riil yang paling rendah. Maka dari itu bagi
AbCFO dan AbDiscE, apabila nilai aslinya
semakin negatif atau kecil diberikan ranking
yang semakin tinggi. Sedangkan bagi
AbProdcost, apabila nilai aslinya semakin
besar atau positif diberikan ranking yang
semakin tinggi. Berikut adalah penjabaran
dari tiap-tiap metode manajemen laba rill.

CFOjt
Prodjt

DiscEjt
Salesjt
∆Salesjt
∆Salesjt-1
Ajt-1

= arus kas operasi perusahaan
= total biaya produksi perusahaan, penjumlahan antara
harga pokok penjualan dengan
perubahan persediaan
= biaya-biaya diskresioner
perusahaan
= penjualan perusahaan
= perubahan penjualan (delta
sales) perusahaan antara tahun
t dengan tahun t-1
= perubahan penjualan (delta
sales) perusahaan antara tahun
t-1 dengan tahun t-2
= total asetperusahaan j pada
tahun t-1

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menjelaskan statistik deskriptif
untuk model biaya utang (model 1A dan 1B).
Secara rata-rata, biaya utang dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 12%. Untuk variabel leverage,
perusahaan sampel rata-rata menggunakan
utang sebesar 27% untuk struktur permodalannya. Proitabilitas untuk perusahaan
sampel ini (variabel ROA) sendiri rata-rata
sebesar 4%. Kemampuan perusahaan
sampel dalam menutupi kewajiban biaya
utangnya terbilang baik, dengan nilai rerata
yang menunjukkan bahwa laba operasi
dapat menutup biaya utang sebanyak 84
kali. Penjualan selama 5 tahun perusahaan sampel terbilang cukup volatil, dengan
rerata yang menunjukkan angka 34%. Laba
bersih dari perusahaan-perusahaan sampel
terbilang tidak terlalu besar, hal ini terlihat
dari nilai rerata NIBEI perusahaan sampel
sebesar 5% saja. Sama halnya dengan NIBEI,
arus kas operasi perusahaan sampel pun
terbilang tidak begitu besar dengan rerata
sampel sebesar 9%.
Dari keseluruhan 1375 observasi untuk
model 1A dan 1B ini, diketahui bahwa 600
observasi memiliki nilai manajemen laba
akrual yang positif sedangkan 775 observasi bernilai negatif. Hal ini berarti hanya
43,6% perusahaan melakukan manajemen
laba akrual yang sifatnya menaikkan laba,
sedangkan sisanya yakni 51% dari observasi melakukan manajemen laba akrual
yang sifatnya menurunkan laba. Untuk
manajemen laba riil sendiri, dari keseluruhan 1375 observasi puladapat diketahui
pula bahwa 244 observasi atau 17% dari
keseluruhan observasi tidak melakukan
manajemen laba riil sama sekali. Hal terlihat
dari fakta bahwa 244 observasi ini memiliki
nilai abnormal CFO yang positif, abnormal
production cost yang negatif, serta abnormal
discretionary expenses yang positif. Dengan
kata lain, 83% observasi pada penelitian ini
setidaknya melakukan satu jenis aktivitas
manajemen laba riil.
Tabel
2
menunjukkan
statistik
deskriptif untuk model biaya ekuitas. Secara
rata-rata, biaya ekuitas dari perusahaanperusahaan sampel adalah sebesar 11,7%.
Untuk variabel beta, rerata menunjukkan
angka 64%. Angka ini menandakan bahwa
rata-rata perusahaan sampel tergolong
cukup sensitif terhadap pergerakan pasar.
Volatilitas penjualan perusahaan sampel
selama 5 tahun yang ditunjukkan oleh

370

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 365-379

variabel SalesVol menunjukkan angka
49,7%. Apabila dibandingkan dengan volatilitas arus kas (variabel CFVol) yang sebesar
10,4%, penjualan dapat dikatakan lebih
volatil. Variabel capital intensity menunjukkan bahwa perusahaan sampel memiliki
aset tetap dengan persentase 37% dari keseluruhan asetnya.
Dari keseluruhan 1564 observasi
untuk model 2A dan 2B ini, 679 observasi
memiliki nilai manajemen laba akrual yang
positif sedangkan 885 observasi bernilai
negatif. Hal ini berarti hanya 43% perusahaan melakukan manajemen laba akrual
yang sifatnya menaikkan laba, sedangkan
sisanya yakni 56% dari observasi melakukan
manajemen laba akrual yang sifatnya menurunkan laba. Untuk manajemen laba riil

sendiri, dari keseluruhan 1564 observasi
puladapat diketahui bahwa 303 observasi
atau 19% dari keseluruhan observasi tidak
melakukan manajemen laba riil sama sekali.
Hal terlihat dari fakta bahwa 303 observasi
ini memiliki nilai abnormal CFO yang positif,
abnormal production cost yang negatif, serta
abnormal discretionary expenses yang positif.
Dengan kata lain, 81% observasi pada penelitian ini setidaknya melakukan satu jenis
aktivitas manajemen laba riil.
Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian untuk model 1A dan 1B. Dari tabel
tersebut dapat diketahui bahwa manajemen laba akrual dan manajemen laba riil
tidak memiliki pengaruh signiikan terhadap biaya utang. Hasil ini tidak konsisten
dengan temuan Francis et al. (2005), Prevost

Febrininta, Siregar, Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan...371

et al. (2008), serta Balvers (2009). Francis
et al. (2005) membuktikan bahwa kualitas
akrual memiliki pengaruh negatif terhadap
biaya utang. Prevost et al. (2008) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif
antara abnormal akrual dengan biaya utang
atau cost of debt. Balvers (2009) meneliti
hubungan antara manajemen laba dengan
biaya utang dan biaya ekuitas dengan manajemen laba akrual dan hasil penelitian di atas
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
positif yang signiikan antara manajemen
laba dengan biaya utang.
Hasil tidak signiikan dalam penelitian
ini konsisten dengan Ge dan Kim (2014)
yang menemukan bahwa aktivitas manajemen laba riil keseluruhan tidak signiikan
terhadap credit rating dan bond yield spreads
(proksi dari cost of debt) serta Triningtyas
(2014) yang juga menemukan bahwa kualitas akrual tidak berpengaruh terhadap
biaya utang. Triningtyas (2014) menjelaskan
bahwa debt market di Indonesia tidak sebesar

pasar modal. Jumlah public debt lebih
sedikit daripada private debt, yaitu hanya
24,74% dari perusahaan yang tercatat di BEI
yang mengeluarkan public debt. Selain itu,
berdasarkan Data Indonesia Bond Market
Guide (2012) proporsi government bonds
(obligasi pemerintah) jauh lebih besar daripada corporate bonds, yang menunjukkan
debt market di Indonesia lebih didominasi
oleh obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, bukan obligasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
BEI. Kondisi tersebut memunculkan dugaan
bahwa eksposur pasar terhadap debt
ataupun obligasi tidak terlalu besar. Hal
terlihat dari sedikitnya analisa-analisis yang
dikeluarkan analis terhadap obligasi dibandingkan dengan saham. Semakin banyaknya
jumlah analis yang mengamati perusahaan
dapat membuat asimetri informasi menjadi
rendah (Ahmad-Zaluki et al. 2008). Diduga
karena tidak banyaknya analis yang mengamati obligasi perusahaan-perusahaan di

372

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 365-379

Indonesia maka asimetri informasi pun akan
semakin tinggi. Sehingga para kreditur atau
investor obligasi ini pun tidak menyadari
tindakan manajemen laba yang dilakukan
oleh perusahaan.
Hasil penelitian Siregar dan Utama
(2008) yang menunjukkan bahwa aktivitas manajemen laba di Indonesia lebih
bertujuan untuk eisiensi dibandingkan
sebagai tindakan oportunistik manajemen
mungkin dapat mendukung hasil penelitian ini. Dikarenakan manajemen laba di
Indonesia sendiri mungkin lebih bertujuan
untuk eisiensi, diduga debt market mungkin
melihat hal ini bukan sebagai faktor yang
dapat memengaruhi imbal hasil yang
diminta.
Dugaan lain adalah jenis investor reksadana
sebagai salah satu jenis investor terbesar
yang berinvestasi dalam obligasi. Dalam

produk reksadana total risiko dapat diminimalkan dan tersebar sehingga investorinvestor ini menjadi tidak terlalu memperhatikan manajemen laba akrual yang
dilakukan perusahaan. Selain itu, diduga
ketidakmampuan kreditur ataupun investor
obligasi dalam mendeteksi adanya tindakan
manajemen laba yang dilakukan perusahaan dikarenakan metode pendeteksian
kedua jenis manajemen laba, seperti yang
digunakan dalam penelitian ini, terbilang
cukup canggih.
Dari Tabel 4 diketahui bahwa manajemen laba akrual tidak berpengaruh
signiikan terhadap biaya ekuitas. Hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan temuan
Francis et al. (2005) yaitu terdapat hubungan
antara kualitas akrual yang rendah dengan
biaya ekuitas yang lebih semakin besar.
Francis et al. (2005) menginterpretasikan
hasil ini dengan mengindikasikan bahwa

Febrininta, Siregar, Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan...373

seiring dengan menurunnya kualitas akrual
maka akan semakin besar jumlah yang
investor bersedia membayar untuk satu
dolar laba. Hasil penelitian oleh Meini (2012)
di Indonesia menemukan bahwa manajemen
laba akrual memiliki pengaruh positif terhadap biaya ekuitas.
Anggraita (2008) menemukan bahwa
penilaian pasar terhadap manajemen laba
yang dilakukan perusahaan yang terdaftar
di BEI sebagai manajemen laba yang
eisien. Dapat disimpulkan bahwa pasar
melihat aktivitas manajemen laba melalui
akrual diskresioner yang dilakukan manajer
bukanlah suatu hal yang bersifat oportunistik dan akan merugikan pasar, dalam
hal ini investor di masa datang. Maka dari
itu, pasar pun tidak memasukkan tindakan
manajemen laba akrual sebagai salah satu
faktor risiko yang turut memengaruhi ekspektasi imbal hasil atas saham yang mereka
ekspektasikan.

Sama halnya dengan manajemen laba
akrual, manajemen laba riil tidak memiliki
pengaruh signiikan terhadap biaya ekuitas.
Dalam Kim dan Sohn (2013), manajemen
laba riil diduga menutupi performa laba
sebenarnya sehingga akan mendistorsi kualitas laporan keuangan sebagai indikator arus
kas masa depan. Lambert et al. (2007) berargumen bahwa rendahnya kualitas laporan
keuangan akan menjadi gangguan terhadap
sinyal arus kas masa depan, sehingga menyebabkan kenaikan biaya ekuitas. Sebaliknya,
hasil penelitian Aif (2009) menunjukkan
bahwa manajemen laba melalui aktivitas riil
tidak berpengaruh terhadap kinerja operasi
masa depan untuk perusahaan manufaktur
yang tercatat di BEI. Manajemen laba riil
melalui biaya diskresioner yang meninggikan
laba atau arus kas saat ini dilakukan secara
terus menerus, sehingga efeknya terhadap
kinerja operasi masa datang, salah satunya

374

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 365-379

arus kas, menjadi tidak terlalu signiikan.
Oleh karena itu, argumen Kim dan Sohn
(2013) bahwa rendahnya kualitas laporan
keuangan (akibat manajemen laba riil) akan
mengganggu sinyal arus kas masa depan
pun tidak terbukti adanya. Karena itu pula
lah, manajemen laba riil tidak memengaruhi
biaya ekuitas secara signiikan.
Terdapat dugaan lain dari tidak signiikannya kedua jenis manajemen laba terhadap biaya ekuitas. Diduga bahwa investor
tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi adanya manajemen laba yang dilakukan
oleh perusahaan sehingga manajemen laba
pun menjadi tidak signiikan dalam memengaruhi ekspektasi imbal hasil mereka.
Investor tidak menyadari bahwa perusahaan melakukan aktivitas manajemen laba,
baik akrual maupun riil. Ketidakmampuan
para investor ini sendiri mungkin dapat

disebabkan oleh canggihnya metode untuk
mengestimasi manajemen laba yang belum
tentu dimengerti oleh para investor ini.
Dalam penelitian ini juga dilakukan
uji sensitivitas yang bertujuan untuk
melihat sensitivitas dari model yang digunakan untuk mengestimasi manajemen laba
akrual. Uji ini dilakukan dengan mengganti
model Stubben (2010) dengan model Kasznik
(1999) untuk mengestimasi manajemen laba
akrual. Hasil pengujian terhadap model 1A
dan 1B terdapat pada Tabel 5. Untuk model
1A dan 1B (model biaya utang), pengujian sensitivitas menunjukkan hasil yang
konsisten, yakni manajemen laba akrual
dengan menggunakan model Kasznik (1999)
tidak signiikan memengaruhi biaya utang.
Demikian halnya dengan manajemen laba
riil yang tidak berpengaruh signiikan terhadap biaya utang. Adapun hasil pengujian

Febrininta, Siregar, Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan...375

terhadap model 2A dan 2B dapat dilihat pada
Tabel 6. Untuk model 2A dan 2B, manajemen
laba akrual konsisten tidak berpengaruh
signiikan terhadap biaya ekuitas. Begitu
pula dengan manajemen laba riil yang juga
konsisten tidak berpengaruh signiikan terhadap biaya ekuitas. Hasil pengujian sensitivitas terhadap model 1A dan 1B serta 2A dan
2B pun makin menguatkan hasil penelitian
utama bahwa aktivitas manajemen laba riil
tidak berpengaruh signiikan terhadap biaya
utang dan biaya ekuitas.
Uji sensitivitas juga dilakukan dengan
menguji ketiga jenis manajemen laba riil
secara terpisah dan bersamaan. Hasil pengujian terhadap model 1A dan 1B terdapat
pada Tabel 7. Hasil pengujian terhadap
model 1A membuktikan bahwa manajemen

laba akrual konsisten tidak memengaruhi
biaya utang.
Untuk model 1B dengan manajemen
laba riil yang diuji secara individu, hasil
menunjukkan perbedaan dengan hasil
penelitian utama bahwa manajemen laba
riil secara keseluruhan tidak memengaruhi
biaya utang. Manajemen laba riil melalui
manipulasi penjualan terbukti berpengaruh
signiikan positif terhadap biaya utang.
Demikian halnya dengan manajemen laba
riil melalui biaya diskresioner yang terbukti
berpengaruh negatif terhadap biaya utang
dengan arah negatif.
Hasil pengujian terhadap model 2A
dan 2B sendiri terdapat pada Tabel 8.
Untuk model 2A dan 2B ini, hasil penelitian
menunjukkan bahwa walaupun ketiga jenis

376

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 365-379

manajemen laba riil (manipulasi penjualan,
overproduction, dan biaya-biaya diskresioner)
diuji secara terpisah, manajemen laba riil
konsisten tidak berpengaruh signiikan terhadap biaya ekuitas. Demikian halnya dengan
manajemen laba akrual yang juga konsisten
tidak memengaruhi biaya ekuitas secara
signiikan. Hal ini pun semakin memperkuat
hasil pengujian utama bahwa kedua jenis
manajemen laba tidak berpengaruh terhadap biaya ekuitas perusahaan.

SIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari dua jenis manajemen laba
yakni manajemen laba akrual dan riil terhadap biaya modal perusahaan yang terdiri
dari biaya utang dan biaya ekuitas. Dari hasil
pengujian terhadap total 1.375 observasi
untuk model biaya utang dan 1.564 observasi untuk model biaya ekuitas didapatkan
kesimpulan bahwa manajemen laba akrual
terbukti
tidak
mempunyai
pengaruh
signiikan terhadap biaya utang. Terdapat

Febrininta, Siregar, Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan...377

beberapa dugaan atas hasil ini, antara lain
kondisi pasar obligasi di Indonesia yang
eksposurnya tidak terlalu tinggi sehingga
asimetri informasi menjadi tinggi, salah satu
tipe investor tertinggi produk obligasi yakni
investor reksadana, motif manajemen laba
yang eisien, dan ketidakmampuan kreditur
atau pemberi pinjaman dalam mendeteksi
praktik manajemen laba yang dilakukan
perusahaan. Manajemen laba riil secara
agregat juga terbukti tidak mempunyai
pengaruh signiikan terhadap biaya utang.
Simpulan berikutnya adalah manajemen laba akrual terbukti tidak mempunyai

pengaruh signiikan terhadap biaya ekuitas.
Dugaan atas hasil ini adalah karena
penilaian pasar terhadap manajemen laba
yang dilakukan perusahaan sebagai manajemen laba yang eisien, sehingga pasar
pun tidak memasukkan tindakan manajemen laba akrual sebagai salah satu faktor
risiko yang turut memengaruhi ekspektasi
imbal hasil. Selain itu, diduga investor
tidak mampu mendeteksi adanya tindakan
manajemen laba akrual yang dilakukan
perusahaan dikarenakan metode estimasi
manajemen laba akrual, seperti yang digunakan dalam penelitian ini, terbilang cukup

378

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 365-379

canggih. Manajemen laba riil juga terbukti
tidak mempunyai pengaruh signiikan terhadap biaya ekuitas. Hal ini membuat tidak
terbuktinya dugaan bahwa manajemen laba
riil memengaruhi kualitas laporan keuangan
sebagai gambaran arus kas masa depan
sehingga biaya ekuitas pun meningkat.
Dari penelitian sebelumnya terbukti bahwa
manajemen laba riil tidak memengaruhi
kinerja operasi masa depan, salah satunya
ditandai oleh arus kas, secara signiikan
karena dilakukan secara terus menerus.
Dengan demikian efek manajemen laba riil
terhadap biaya ekuitas pun menjadi tidak
terlihat. Selain itu, terdapat dugaan lain
bahwa investor tidak mampu mendeteksi
adanya tindakan manajemen laba riil yang
dilakukan perusahaan dikarenakan metode
estimasi manajemen laba riil, seperti yang
digunakan dalam penelitian ini terbilang
cukup canggih.
Keterbatasan pertama penelitian ini
hanya melihat dampak dari kedua jenis
manajemen laba terhadap biaya modal dari
perusahaan non-keuangan. Untuk penelitian selanjutnya, dapat diteliti dampak dari
manajemen laba yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam
industri keuangan terhadap biaya modalnya.
Keterbatasan kedua, metode penghitungan
biaya utang dalam penelitian ini hanya
menggunakan rasio dari beban bunga dibagi
dengan rerata total utang. Pada penelitian
selanjutnya, dapat digunakan yield to maturity, ataupun credit rating sebagai proksi
dari biaya utang. Untuk menghitung biaya
ekuitas hanya digunakan pendekatan CAPM
(capital asset pricing model). Untuk penelitian selanjutnya, dapat digunakan metode
lain seperti industry-adjusted earnings to
price ratio. Keterbatasan berikutnya adalah
model penghitungan manajemen laba masih
terbatas pada model Stubben (2010) serta
model Kasznik (1999). Kedepannya, dalam
meneliti dampak manajemen laba akrual
terhadap biaya ekuitas maupun biaya utang
dapat digunakan model lainnya, seperti
model Modiied Jones (Dechow et al.1995).
Pengukuran manajemen laba riil dalam
penelitian ini juga masih terbatas pada
model Roychowdhury (2006). Terdapat alternatif pengukuran manajemen laba riil menggunakan model Gunny (2010).
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad-Zaluki, N.A., K.Campbell, dan A. Goodacre. 2008. “Earnings Management in

Malaysian IPOs: The East Asian Crisis,
Ownership Control, and Post-IPO Performance”. The International Journal of
Accounting, Vol. 46, hlm 111-137.
Aif, R.L. 2009. Analisis Pengaruh Manajemen Laba melalui Aktivitas Riil terhadap Kinerja Operasi Masa Depan (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Skripsi tidak Dipublikasikan. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Anggraita, V. 2008. Motivasi Manajemen
Laba (Oportunistik vs Eisien) dan Pengaruh Moderasi Corporate Governance:
Studi pada Perusahaan Non Keuangan di BEI. Tesis Tidak Dipublikasikan.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Balvers, S.A. 2009. “Earnings Management
and the Cost of Capital”. WorkingPaper,
Erasmus University Rotterdam.
Botosan, C.A. 2006. “Disclosure and
The Cost of Capital: What do We
Know?”Accounting and Business Research”. International Accounting Policy
Forum, Special Issue, hlm 31-40.
Cornett, M.M., A.J. Marcus, dan H. Tehranian. 2008. “Corporate Governance
and Pay-for-performance: The Impact
of Earnings Management”. Journal of
Financial Economics, Vol. 87, hlm 357373.
Dechow, P.M., R.G. Sloan, dan A.P. Sweeney.
1995. “Detecting Earnings Management”. The Accounting Review, Vol. 70,
No. 2, hlm193-225.
Fields, T.D., T.Z. Lys, dan L. Vincent. 2001.
“Empirical Research on Accounting
Choice.” Journal of Accounting and Economics, Vol. 31, hlm 255-307.
Francis, J., R. Lafond, P. Olsson, dan K.
Schipper. 2005. “The Market Pricing of
Accruals Quality”. Journal of Accounting and Economics, Vol. 39, hlm 295327.
Ge, W., dan J.B. Kim. 2014. “Real Earnings
Management and the Cost of NewCorporate Bonds.”Journal of Business Research, Vol. 67, hlm 641-647.
Gray, P., P.S. Koh, dan H.Y. Tong. 2009. “The
Accruals Quality, Information Risk,
and Cost of Capital: Evidence from
Australia.”Journal of Business Finance
and Accounting, Vol. 36, No. 1 & 2, hlm
51-72.
Gunny, K.A. 2010. “The Relation between
Earnings Management Using Real Ac-

Febrininta, Siregar, Manajemen Laba Akrual, Manajemen Laba Riil, dan...379

tivities Manipulation and Future Performance: Evidence from Meeting
Earnings Benchmark.” Contemporary
Accounting Research, Vol. 27, No. 3,
hlm 855-888.
Diunduh tanggal 2 Juni 2014. .
Kasznik, R. 1999. “On the Association between Voluntary Disclosure and Earnings Management”. Journal of Accounting Research, Vol. 37, No. 1, hlm 57-81.
Kaplan, R., dan G. Urwitz. 1979. “Statistical
Model of Bond Ratings: A methodological Inquiry”. Journal of Business, Vol.
52, hlm 231-261.
Kim, J.B., dan B.C. Sohn. 2013. “Real
Earnings Management and Cost of
Capital.”Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 32, No. 6, hlm 518-543.
Lambert R., C. Leuz., dan R.E. Verrecchia.
2006. “Accounting Information, Disclosure, and the Cost of Capital”. Working
Paper. University of Pennsylvania.
Meini, Z. 2012. “Pengaruh Manajemen Laba
Akrual dan Manajemen Laba Riil terhadap Persistensi Laba dan Biaya Modal Ekuitas”. Tesis tidak Dipublikasi.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Prevost, A.K., C.J. Skousen, dan R.P. Rao.
2008. “Earnings Management and the
Costof Debt”. Working Paper, Ohio State
University, Utah State University, dan
Oklahoma State University.

Roychowdhury, S. 2006. “Earnings Management through Real Activities Manipulation”. Journal of Accounting and Economics, Vol. 42, hlm 335-370.
Sengupta, P. 1998. “Corporate Disclosure
Quality and the Cost of Debt”. The Accounting Review, Vol. 73, No. 4, hlm
459-474.
Siregar, S.V., dan S. Utama. 2008. “Type of
Earnings Management and the Effect
of Ownership Structure, Firm Size, and
Corporate Governance Practices: Evidence from Indonesia”. The International Journal of Accounting, Vol. 43, hlm
1-27.
Stubben, S.R., 2010. “Discretionary Revenues as a Measure of Earnings Management”. The Accounting Review, Vol.
85, No. 2, hlm 695-717.
Triningtyas, I.A. 2014. “Pengaruh Kualitas
Akrual terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas: Studi pada Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2011”. Skripsi Tidak
Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Watts, R.L., dan J.L. Zimmerman,. 1986.
Positive Accounting Theory. Prentice
Hall Inc.
Zang, A.Y. 2012. “Evidence on the Trade-off
between Real Activities Manipulation
and Accrual-Based Earnings Management”. The Accounting Review, Vol. 87,
hlm 675-703.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MANAJEMEN BERITA TELEVISI PADA MEDIA NUSANTARA CITRA (MNC) NEWS CENTER BIRO SURABAYA (Studi Pada Pengelola Berita Lokal di RCTI, TPI, dan Global TV

2 40 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

MANAJEMEN STRATEGI RADIO LOKAL SEBAGAI MEDIA HIBURAN (Studi Komparatif pada Acara Musik Puterin Doong (PD) di Romansa FM dan Six To Nine di Gress FM di Ponorogo)

0 61 21

HUBUNGAN ANTARA SPIRITUALITAS DAN MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU PARUH BAYA

2 20 56

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54

HUBUNGAN PERHATIAN ORANGTUA DAN MANAJEMEN WAKTU BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

11 108 89

ANALISIS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TAX PLANNING TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPH TERUTANG PADA PERUSAHAAN PT. IER (Studi Kasus Pada PT. IER)

16 148 78