The influence of Asphalt Concrete-Wearing Course Mixing for Marshall Charactertistic Roza Mildawati

  Jurnal aintis

  ISSN: 1410-7783

  Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013, 1-9

Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC

(Asphalt Concrete-Wearing Course)

  

Terhadap Karakteristik Marshall

The influence of Asphalt Concrete-Wearing Course Mixing for Marshall Charactertistic

  

Roza Mildawati

Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Riau

Jalan Kaharuddin Nasution 113 Pekanbaru 28284

  rozamildawati@gmail.com

  Abstrak Salah satu yang mempengaruhi mutu campuran aspal adalah suhu saat pelaksanaan penghamparan

campuran aspal. Pada penelitian ini menggunakan spesifikasi Bina Marga. Komposisi campuran didapat setelah

melakukan serangkaian pengujian sifat fisik dari mutu bahan, adapun pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan

meliputi analisa saringan agregat, berat jenis dan penyerapan agregat, kelekatan aspal terhadap agregat, Sand

Equivalent, pembuatan benda uji, selanjutnya dilakukan pengujian Marshall terhadap campuran. Metode yang

dipakai adalah metode Marshall (SNI 06-2489-1991). Adapun suhu yang diteliti pada penelitian ini adalah

80°,110° 140⁰, 160⁰, 170⁰, 200⁰, 220⁰ dan suhu 250⁰. Dari hasil pengujian Marshall di Laboratorium didapat

nilai stabilitas yang di peroleh pada kadar aspal optimum tersebut adalah pada suhu 80 sebesar 575kg, suhu

,

110 sebesar 1601,679kg ,suhu 140 sebesar 2593kg suhu 160 sebesar 2886kg suhu 170 sebesar 3456kg, 200

sebesar 4090kg, 220 sebesar 3456kg dan 250⁰ sebesar 1809kg . Dalam penelitian ini pada suhu 220 sampai

250⁰ nilai Stabilitas turun, dikarenakan pada suhu 220° sampai suhu 250⁰ aspal mengalami oksidasi yang

berlebihan sehingga kurang daya lekat antar agregat yang menyebabkan nilai VIM naik dan nilai Flow turun.

Nilai Marshall stabilitas, VFA dan MQ cenderung naik sampai batas suhu 200°C. Perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut dengan menggunakan material yang berbeda, dan penambahan filler dengan variasi suhu yang

berbeda.

  Kata – Kata Kunci : Temperatur, Stabilitas, Karakteristik Marshall Abstract

AC-Wearing Coarse is frequently used for the road pavement which is usually composed by coarse aggregate,

fine aggregate and filler, casted and compacted in hot conditions. One of influence factor in quality of mixing the

AC-wearing coarse is a temperature at mixing and laid down the material. Marshall method has been used and

for the composition of mixture/material used spesification of Binamarga. The temperature has investigated in

this study were 80 ,110 dan 140 , 160 , 170 , 200 , 220 , 250

  C. From the test results in the laboratory was

obtained the optimum value of stabilty at temperature of 80 amounting to 575.22 kg, temperature of 120

amounting to 1601.679 kg, temperature of 140 amounting to 2593 kg, temperature of 160 k amounting to 2886

kg, temperature of 170 amounting to 3457 kg, temperature of 200 amounting to 4090 and temperature of 220

amounting to 3456 kg. it was found that The stability values is dropped at temperature is ranging from 200 to

250

  C. This condition is coused by value of VIM is rise and value of flow is down. It can be concluded that the

most influence factor in quality of Marshall Stability is the temperature at mixing and volumetric behaviour. it

was found that the maximum temperatures at mixing AC-Wearing Coarse is 200 C and the optimum

temperature is 180

C. Recommendation for future research is conduct a study of durability that correlated with the temperature at the mixing.

  PENDAHULUAN

  Banyak usaha-usaha yang dilakukan agar perkerasan jalan dapat bertahan lama, selalu dalam keadaan baik serta memberikan keamanan dan kenyamanan terhadap pemakai jalan. Perkerasan juga harus dibuat dari bahan dengan kualitas/mutu yang lebih baik dari pada tanah dasar yang terletak dibawahnya. Bahan perkerasan harus dapat melindungi tanah dasar dari deformasi yang disebabkan oleh beban kendaraan. Oleh karena itu bahan perkerasan jalan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kestabilan perkerasan jalan. Saat ini di Indonesia terdapat berbagai macam bahan konstruksi perkerasan jalan, salah satunya yang umum digunakan dalam peningkatan serta pembangunan jalan baru adalah Campuran Panas Agregat Aspal (Hot Mix Asphalt). AC-WC adalah salah satu dari campuran aspal panas yang dipakai untuk konstruksi perkerasan jalan tersebut.

  Aspal/bitumen sebagai salah satu unsur dalam campuran Hot Mix Asphal merupakan material yang bersifat viscoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan/temperature tinggi. Oleh karena itu suhu atau temperatur merupakan parameter yang penting dalam pencampuran aspal panas. Diperlukan temperatur/suhu yang optimal untuk mendapatkan kualitas campuran yang baik, jika temperatur terlalu tinggi maka akan mengalami oksidasi yang berlebihan/terbakar sehingga daya lekatnya tidak bagus begitu juga kalau suhunya rendah maka aspal tidak mudah mencapai setiap permukaan agregat untuk melekatkan agregat yang satu dengan yang lain sehingga stabilitasnya menjadi rendah.

  Dalam penelitian ini dibatasi pada permasalahan temperatur/suhu aspal pada pencampuran yang mempengaruhi mutu perkerasan aspal panas AC-WC (Asphal Concrete -

  Wearing Course) dengan bahan material agregat dari quary Bangkinang, serta aspal jenis AC

  (aspal Cement) dengan jenis aspal penetrasi 60/70 produk Pertamina. Ada 2 (dua) hal yang akan dibahas yaitu : 1) Berapa kadar aspal optimum untuk campuran AC-Wearing Course dengan memakai bahan agregat dari Bangkinang; 2)Bagaimana pengaruh temperatur terhadap Karakteristik Marshall untuk AC Wearing Course, pada suhu, 80, 110, 140, 160,

  o

  170, 180, 220 dan 250C Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

  1. Mengetahui temperatur optimum pada pencampuran “Asphal Concrete Wearing

  

Course/AC-WC” terhadap “Karakteristik Marshall” pada kadar campuran serta sumber

material yang sama.

  2. Membuat korelasi antara suhu campuran AC-WC dengan nilai stabilitas/MS (Marshall Stability) serta sifat volumetrik aspal.

  METODOLOGI

  Adapun tahapan pelaksanaan penelitian akan dilakukan secara garis besar sebagaimana bagan alir dan secara detail sebagai berikut:

  1. Pengumpulan/penyediaan bahan dan peralatan

  2. Pengujian sifat fisik dan mekanis agregat

  3. Perancangan campuran AC-WC menggunakan spesifikasi Bina Marga

  4. Analisa dan Pembahasan Pada pembahasan ini akan ditinjau pengaruh suhu dengan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang sama terhadap Stabilitas Marsall, MQ, Flow, VIM, VFA, serta temperature optimum

  Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati) untuk mendapatkan Stabilitas maksimum. Hasil analisa dan pembahasan yang telah diuraikan, selanjutnya dibuat kesimpulan dan saran.

  PENGUMPULAN DATA Data Fisik Agregat

  Data pengujian berat jenis (Specific gravity) dan penyerapan (Absorption) baik agregat untuk agregat kasar, agregat sedang, abu batu dan pasir dapat dilihat pada Tabel 1.

  

Tabel .1 Hasil Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity) dan Penyerapan Agregat

Agregat Agregat Abu

No

  Pasir Pengujian Kasar Sedang Batu Persyaratan . (gr/cm³) (gr/cm³) (gr/cm³) (gr/cm³)

  1. Berat Jenis (Bulk) 2,602 2,506 2,620 2,628 Min. 2,5

  Berat jenis semu

  2. 2,621 2,565 2,621 2,646 Min. 2,5

  (Apparent) Berat jenis kering Permukaan Jenuh

  3. 2,652 2,663 2,695 2,676 Min. 2,5

  (SSD)

  4. Penyerapan (%) 0,736 2,362 1,060 0,690 Maks 3%

  Sumber: Hasil Analisis

  Hasil pengujian abrasi pada Laboratorium Universitas Islam Riau, didapatkan nilai abrasi untuk Quarry Bangkinang 21,06%, agregat tersebut memenuhi persyaratan nilai abrasi yaitu <40% (SNI 03-2417-1991). Hasil pengujian Sand Equivalent untuk abu batu dari Quarry Bangkinang didapat 97,47% dan untuk pasir dari Quarry Bangkinang didapat 93,1%. Nilai tersebut diatas persyaratan yang ditentukan yaitu minimum 50% (SNI 03-4428-1997) Makin kecil nilai SE, berarti agregat kotor, dan makin besar nilai SE, berarti agregat makin bersih.

  Hasil Pengujian Aspal

  Hasil pengujian mutu aspal merupakan data sekunder, pengujian mutu ex. Singapura aspal penetrasi 60 – 70 dapat dilihat pada Tabel 2 Hasil pengujian aspal seperti yang tertera pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa aspal tersebut layak digunakan sebagai bahan campuran perkerasan aspal dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

  Tabel. 2 Hasil Pengujian Aspal Hasil Persyaratan Nomor Jenis Pengujian Satuan Pengujian Pengujian

1 Penetrasi 0,1 63,24 60 – 70

  

Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati)

  2 Titik Lembek C 49,75 48 – 58

  3 Titik Nyala C 300 Min 200

  4 Daktilitas Cm 135 Min 100 Sumber: Manggiring, 2006 Kadar Aspal Optimum

  Penentuan nilai kadar aspal optimum pada penelitian ini berdasarkan standart Bina Marga yaitu dengan metode pita. Metode ini menggunakan parameter Marshall. Dalam penelitian ini dicari terlebih dahulu kadar aspal optimum yang akan digunakan dalam pencampuran setiap kombinasi suhu yang akan direncanakan. Hasil pengujian marshall dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

  Tabel. 3 Hasil Pengujian Marshall Berdasarkan Kadar Aspal tengah Stabilitas Kadar Flow MQ

  VMA No

  VFA (%)

  VIM (%) Aspal (%) (mm) (kg/mm) (%) (kg)

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8 1 4,5 1705,81 2,5 678,0 15,766 64,269 5,633

  2 5 2271,11 3,0 738,1 15,576 80,105 4,233 3 5,5 2766,99 4,0 685,0 16,976 79,269 4,641 4 6 2102,51 5,4 384,1 16,539 89,081 2,939 5 6,5 2102,51 4,0 317,2 18,018 86,959 3,469

  Sumber: Hasil Analisis

  Hasil uji Marshall pada posisi kadar aspal yang memenuhi persyaratan campuran AC-WC dibuat diagram, sehingga didapatkan nilai Kadar Aspal Optimum 5,4%. Dari nilai kadar.

  Hasil Pengujian Marshall

  Pengujian Marshall digunakan untuk mengetahui besarnya nilai stabilitas dan nilai kelelehan dari campuran aspal yang direncanakan. Hasil pengujian Marshall dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas

  Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan, bahwa nilai stabilitas pada campuran aspal rata rata mengalami peningkatan tetapi pada suhu 200 sampai dengan 250 nilai stabilitas menurun yang disebabkan aspal terbakar atau mengalami oksidasi dan mengeras sehingga menyebabkan VIMnya meningkat dan nilai stabilitas turun.

  Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati)

  

Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati)

Tabel.4 Hasil Pengujian Marshall

  4

  

VFA pada campuran aspal naik dari suhu 80 C sampai dengan suhu 200 C dan mengalami

  Untuk memperoleh campuran perkerasan yang awet maka rongga-rongga antara agregat harus terisi aspal yang cukup untuk mendapatkan lapisan aspal yang baik. Dari hasil pengujian, nilai

  Sumber:Hasil Analisis Gambar.1 Hubungan Stabilitas Dengan Variasi Suhu Pada Kadar Aspal Optimum.

  9 1 5,4 80 575 1,6 1.567 25,230 26 14,335 2 5,4 110 1601 3,0 2.866 18,867 26,86 7,045 3 5,4 140 2593 3,1 8.298 17,816 65,56 5,840 4 5,4 160 2886 3,3 8.647 17,150 68,84 5,078 5 5,4 170 3456 3,4 9.869 17,146 69,95 5,073 6 5,4 200 4090 4,0 9.944 15,244 78,88 2,894 7 5,4 220 3456 2,9 26.328 18,717 63,28 6,872 8 5,4 250 1809 2,7 6.414 24.709 44.401 13.738

  8

  7

  6

  5

  3

  N o Kadar Aspal

  2

  1

  VIM (%)

  VFA (%)

  VMA (%)

  (Kg/mm)

  (Kg) Flow (mm) MQ

  (%) SUHU C Stabilitas

  penurunan pada suhu 200 C ke 250 C . Jadi persentase rongga yang terisi oleh aspal ini dapat disimpulkan bahwa suhu yang terlalu rendah atau terlampau tinggi juga tidak baik untuk campuran aspal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

  Gambar. 2 Hubungan VFA Dengan Variasi Suhu Pada Kadar Aspal Optimum Rongga Dalam Campuran ( Void In The Mix/ VIM)

  Nilai VIM merupakan ukuran yang umum dikaitkan dengan kekuatan dari campuran, semakin tinggi nilai VIM semakin besar rongga yang ada dalam campuran aspal. Bina Marga syaratkan nilai minimum dari VIM untuk campuran AC-WC adalah 3,5 s/d 5,5%. Nilai VIM untuk variasi kadar aspal dengan variasi suhu pada kadar aspal optimum dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

  Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati)

  Gambar. 3 Hubungan VIM Dengan Variasi Suhu Pada Kadar Aspal Optimum

  Nilai VIM pada campuran aspal suhu 80 C sampai 200 C mengalami penurunan tetapi pada suhu 200 C sampai suhu 250 C nilai VIM meningkat , yang disebabkan oleh terbakarnya aspal akibatnya tidak menyatu dengan campuran. Jika nilai VIM terlalu tinggi akan mengakibatkan meningkatnya proses oksidasi aspal yang dapat mempercepat penuaan aspal dan sebaliknya jika nilai VIM terlalu rendah akan mengakibatkan aspal meleleh keluar (bleeding) pada saat memikul beban lalu lintas, dan juga sesuai dengan sifat termoplastisnya yaitu aspal mencair jika temperaturnya bertambah.

  Kelelehan (flow)

Flow (kelelehan) merupakan keadaan perubahan bentuk campuran yang terjadi akibat

  pembebanan sampai batas runtuh, sehingga stabilitas menurun yang menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya. Bina Marga syaratkan nilai minimum dari Flow untuk campuran AC-WC adalah 3mm.

  Gambar. 4 Hubungan Flow Dengan Variasi Suhu Pada Kadar Aspal Optimum

  Dari hasil pengujian didapatkan nilai flow meningkat sesuai dengan bertambahnya suhu aspal dalam campuran, hal ini disebabkan karena aspal semakin besar menyelimuti agregat dalam campuran, ikatan antar agregat menjadi kecil dan mengakibatkan campuran aspal menjadi lebih lentur, dan grafik menurun dari suhu 200 sampai 250 C ini disebabkan karena aspal terbakar akibatnya rongganya makin besar. AC-WC sebagai lapisan perkerasan diharapkan tidak mempunyai nilai flow yang terlalu rendah dan stabilitas yang terlalu tinggi karena bisa mengakibatkan campuran menjadi kaku dan getas sehingga mudah retak yang akhirnya akan menyebabkan lapisan tidak akan bertahan lama.

  

Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati)

  Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati) Marshall Quotient (MQ) Marshall Quotient (MQ) diperoleh dari hasil bagi antara stabilitas dengan Flow. Nilai MQ

  dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow, serta merupakan indikator potensial terhadap keretakan pada perkerasan. Untuk hubungan suhu terhadap MQ dapat dilihat pada gambar 5.7 berikut:

  Gambar. 5 Hubungan MQ Dengan Variasi Suhu Pada Kadar Aspal Optimum

  Dari hasil penelitian, nilai MQ yang diperoleh cenderung naik sesuai dengan penambahan tinggi suhu yang digunakan. Nilai MQ yang rendah mengakibatkan campuran menjadi plastis serta akan mudah berubah bentuk bila mendapat beban lalu lintas seperti terjadinya alur dan gelombang. Namun jika nilai MQ terlalu tinggi menyebabkan campuran bersifat getas dan akan mudah retak. Bina Marga syaratkan nilai minimum dari MQ untuk campuran AC-WC adalah min 250 kg/mm.

  SIMPULAN

  Dari penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh Temperature (suhu) dan abu batu yang berasal dari Quari Bangkinang dalam campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini :

  1. Komposisi penggunaan agregat pada campuran AC-WC pada suhu

  80 C,100 C,120 C,140

  C, 160

  C, 170

  C, 200

  C, 220

  C, 250 C adalah 8,41% agregat kasar, 32,87% agregat sedang, 44,15% agregat halus dan 14,57% pasir.

  2. Nilai kadar aspal optimum yang diperoleh dari campuran ini adalah 5,4%.

  3. Suhu Optimum untuk stabilitas pada campuran AC-WC dengan menggunakan Quari Bangkinang yaitu pada suhu 180 C.

  4. Kenaikan suhu campuran membuat nilai stabilitas Marshall menjadi naik tetapi kondisi ini berlaku dari suhu 80 C - 200 C sedangkan pada suhu 220 C sampai suhu 250 C Stabilitas dan Flow menurun karena pada suhu tersebut aspal mengalami oksidasi, tetapi pada suhu 220 C sampai suhu 250 C nilai VIM naik. Sedangkan Pada

  

Pengaruh Temperatur Pada Campuran AC-WC Terhadap Karakteristik Marshall (Roza Mildawati)

  = 0,833) dan MQ (R

  Departemen Pekerjaan Umum, 1998, Spesifikasi Umum Untuk Jalan dan Jembatan, Direktorat Bina Marga. Departemen Pekerjaan Umum, 2006, Spesifikasi Umum Untuk Jalan dan Jembatan, Direktorat Bina Marga. Hardiyatmo, 2004, Pemeliharan Jalan Raya, Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kurniadjie, 1995, Kerusakan Bleeding Pada Lapisan Beraspal Akibat Pengaruh Temperatur Aspal Saat Pencampuran, Bandung. Laboratorium Transportasi Dan Jalan Raya, 2004, Diktat Pedoman Praktikum Aspal Dan Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru. Suprapto, 2004, Bahan dan Struktur Jalan Raya, Edisi Ketiga, Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sukirman, Silvia, 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta. Suryadarma, H dan Susanto, B, 1999, Rekayasa Jalan Raya, Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

  Departemen Pekerjaan Umum, No.13/PT/13/1983, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta

  3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keawetan dari campuran AC-WC dengan perbedaan suhu bila digunakan sebagai lapisan perkerasan.

  2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan filler atau bahan additif dengan variasi suhu yang sama.

  1. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan menggunakan variasi suhu yang sama dan material yang berbeda.

  Saran

  = 0,676) memperlihatkan nilai yang signifikan.

  2

  2

  suhu 80 C sampai suhu 200 C menyebabkan semakin rendahnya nilai VIM khususnya pada campuran AC-WC dengan menggunakan Quari Bangkinang.

  0,902), VFA (R

  2 =

  = 0,831),VIM (R

  2

  = 0,875), Flow (R

  2

  

2

Squre antara suhu dengan Stabilitas (R

  5. Dari grafik korelasi dengan melihat nilai R