The Future’s scenario of Kabupaten Garut

  Jurnal aintis

  ISSN: 1410-7783

   Volume 13 Nomor 1, April 2013, 32-43 Skenario Masa depan Kabupaten Garut

  The Future’s scenario of Kabupaten Garut Puji Astuti

  Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Riau Jalan Kaharuddin Nasution 113 Pekanbaru 28284 Pujiastutiafrinal@yahoo.co.id

  Abstrak

Untuk merumuskan skenario yang tepat bagi perencanaan wilayah Kabupaten Garut, terlebih dahulu harus digali

permasalahan pokok (isu) yang ada di wilayah tersebut. Isu wilayah Kabupaten Garut ditentukan berdasarkan

kajian dari karakteristik internal dan ekternal yang ada di wilayahnya dengan menggunakan analisis SWOT

(Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Treaths). Berdasarkan analisa terhadap kajian fisik dasar, kajian

kebijakan, kajian potensi internal dan eksternal, serta kajian terhadap wilayah sekitarnya, dirumuskan isu

pengembangan wilayah Kabupaten Garut adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah

konservasi. Untuk penanganan isu tersebut maka diipilih alternatif pengembangan ekonomi sekaligus

lingkungan, sebagai pilihan yang sangat menarik dan layak untuk diterapkan karena sangat sesuai dengan

kondisi eksisting fisik dasar Kabupaten Garut untuk melakukan pertimbangan mendalam tentang aspek

pelestarian lingkungan. Perbandingan perhatian antara ekonomi dan lingkungan akan sangat tergantung pada

kebutuhan yang ada. Berdasarkan hal tersebut maka ditetapkan Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji

Astuti) tahun 2013 bertumpu pada sektor pertanian sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth) yang

kemudian diarahkan bertransisi ke arah industri berbasis pertanian.

  Kata-kata kunci : isu, wilayah, skenario, SWOT, perencanaan Abstract

To make an appropiate scenario for regional planning in Kabupaten Garut, it must be digging the main issues

/problems in that region. The main issues in Kabupaten Garut decided based on internal and eksternal study

around that region, which is used SWOT analysis (Strength, Weaknesses, Opportunity, and Threats). Based on

analysis of physical condition, policy, internal and eksternal potency, and the other region around, development

issue of Kabupaten Garut is how to improve economics growth in conservation area. Handling of fundamental

issue, selected by economic expansion and environment alternative at the same time that interesting choice and

competent to be applied because appropriate with existing condition of Kabupaten Garut to consideration about

aspect of sustainable environment. Comparison of attention between environment and economics will depend on

real condition of Kabupaten Garut. Based on the internal and external issues in Kabupaten Garut specified

future scenario of Kabupaten Garut at 2013 convergent at agricultural sector as engine of growth then

transition will up at industry base on agriculture.

  Keywords : issue, region, scenario, SWOT, planning PENDAHULUAN

  Seers (1973) menyatakan bahwa pembangunan merupakan konsep normatif, yang menyiratkan pilihan-pilihan untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai potensi diri manusia (the potential of human personality). Atau yang disebut Gandhi sebagai realisasi potensi

  Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti)

  Dengan kata lain, usaha pembangunan harus memberikan jaminan bagi nilai-nilai humanitas, menjunjung martabat manusia. Kebebasan manusia, martabat manusia dan hak-hak manusia hendaknya menjadi sasaran pembangunan, sederajat dan sama tujuan akhirnya dengan sasaran-sasaran pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial (Soedjatmoko dalam Astuti, 2002). Kabupaten Garut memiliki sumber daya alam yang potensial berupa kesuburan tanah, air yang berlimpah, barang tambang, dan pemandangan alam yang indah. Sumber daya manusianya juga merupakan potensi yang harus diberdayakan untuk mengelola sumber daya alam yang berlimpah tersebut. Pengelolaan sumber daya alam yang baik dapat mensejahterakan penduduk tanpa menimbulkan bencana yang tidak diinginkan seperti banjir, tanah longsor, pencemaran lingkungan, dan lain sebagainya. Perkembangan wilayah akan berjalan dengan pesat apabila mempertimbangkan perkembangan wilayah yang lebih luas. Pengaruh wilayah yang lebih luas terhadap wilayah perencanaan tidak dapat diabaikan karena perkembangan yang sangat tergantung pada pengaruh timbal balik antara wilayah yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu kepesatan pembangunan wilayah sekitar sangat menentukan keberhasilan pembangunan daerah. Pada dasarnya keberhasilan pembangunan daerah diukur dari keberhasilan daerah tersebut dalam memenuhi kebutuhan penduduknya, baik kebutuhan akan sandang, pangan, maupun kebutuhan lainnya seperti pemukiman, pendidkan, kesehatan, peribadatan, perangkutan, perekonomian, dan lain-lain. Perkembangan wilayah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh kegiatan wilayah disekitarnya seperti Kotamadya Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Cianjur, yang berbatasan langsung secara administrasi dan dipengaruhi juga oleh Propinsi Jawa Barat secara regional. Kondisi ini akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten Garut. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten Garut belum memperlihatkan perkembangan yang merata di setiap bagian wilayah, perkembangan yang cukup pesat hanya dirasakan oleh beberapa wilayah kecamatan yang memiliki potensi lokasi yang berbatasan langsung dengan wilayah Kotamadya Bandung dan Kabupaten Bandung. Secara umum perkembangan wilayah yang signifikan terjadi di bagian Utara kabupaten, sedangkan bagian Selatan relatif tertinggal karena keterbatasan akses dan sarana. Berdasarkan kondisi tersebut, sudah selayaknya Kabupaten Garut harus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan wilayah lainnya agar dapat sejajar dengan bagian-bagian wilayah yang telah tumbuh dan berkembang denga pesat.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian induktif kuantitatif. Analisis induktif digunakan karena kelebihannya dapat menemukan kenyataan di lapangan sehingga dapat menjaring informasi secara lengkap permasalahan- permasalahan mendasar yang dialami oleh objek penelitian. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan data-data dari instansi terkait, sedangkan data primer diperoleh dengan teknik wawancara secara mendalam dari nara sumber yang mempunyai kapasitas sebagai penentu kebijakan pembangunan di Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan selama enam bulan mulai dari Februari sampai dengan Agustus di wilayah penelitian.

  

J. Saintis, Vol.13. No.1, 2013: 32-43

Metode Analisis Data

  Metode penelitian yang digunakan adalah analisis SWOT, merupakan analisis terhadap situasi dan kondisi yang berpengaruh, yang terdapat di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Analisis ini mencakup faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan tantangan dan ancaman (treaths). Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui potensi isu-isu strategis yang kemungkinan dihadapi dalam implementasi sebuah rencana/produk. Analisis lingkungan internal terdiri dari unsur kekuatan (strengths) dan unsur kelemahan (weaknesses). Analisis lingkungan eksternal terdiri dari unsur peluang (opportunities) dan unsur ancaman (treaths).

  Unsur kekuatan (strengths) merupakan unsur yang menjadikan suatu rencana memiliki kemampuan untuk mencapai maksud dan tujuannya. Untuk memahaminya maka unsur kekuatan perlu digambarkan potensi dan kemampuan yang timbul dari lingkungan internal. Sedangkan unsur kelemahan (weaknesses) merupakan faktor-faktor yang timbul dari lingkungan internal yang diperkirakan dapat mengurangi daya capai tujuan. Unsur peluang (opportunities) merupakan faktor yang timbul dari lingkungan eksternal, yang harus dimanfaatkan secara optimal sehingga maksud dan tujuan yang ingin dicapai dapat efektif serta dapat memberi nilai tambah. Sedangkan unsur ancaman (treaths) merupakan faktor- faktor yang timbul dari lingkungan eksternal yang diperkirakan akan mengganggu daya capai rencana yang akan dilakukan, dan harus diantisipasi sedemikian rupa agar dapat dihilangkan atau diiminimalisasikan dalam pelaksanaan rencana.

  Formulasi startegi dalam analisis SWOT dirumuskan berdasar pada adanya faktor pendorong dan faktor penghambat yang diperkirakan akan berpengaruh dalam pelaksanaan tujuan, maka perlu dianalisis strategi umum penanggulangannya. Digunakan formulasi strategi atas unsur-unsur kekuatan dan peluang (S-O), strategi atas unsur kekuatan dan ancaman (S-T), strategi atas unsur kelemahan dan peluang (W-O), serta strategi atas unsur kelemahan dan ancaman (W-T). Metode lain yang digunakan adalah metode statistik skala interval untuk menentukan nilai pembobotan dari alternatif-alternatif faktor pembangunan. Beberapa data diubah ke dalam bentuk angka untuk menghindarkan ketidakjelasan kata-kata, oleh karena itu harus ada pengait antara angka dan observasi, yang mengakibatkan angka tersebut muncul.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kajian Potensi dan Masalah Perencanaan Wilayah

  Berdasarkan kajian yang telah dilakukan di Kabupaten Garut, terdiri dari kajian fisik dasar, kajian kebijakan, kajian potensi internal dan eksternal, serta kajian terhadap wilayah sekitarnya maka dirumuskan hal-hal sebagai berikut : 1.

   Potensi Internal a.

  Lahan luas dan subur Ketersediaan lahan serta tingkat kesuburan yang tinggi menjadikan Kabupaten

  Garut sebagai daerah yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai Kawasan Agrobisnis dan Agroindustri. Kondisi fisik geografis serta kondisi iklim dan cuaca yang kondusif telah menempatkan Kabupaten Garut sebagai salah satu daerah sentra produksi tanaman pangan, sayuran, dan buah-buahan di Jawa Barat.

  Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti)

  Prospek pengembangan tanaman perkebunan di Kabupaten Garut sangat baik mengingat 24,05% wilayah Kabupaten Garut merupakan lahan berupa tegalan / kebun yang belum semuanya dikelola secara optimal. Luas hutan di Kabupaten Garut mencapai 96.304,97 Ha yang merupakan hutan defenitif terdiri dari hutan produksi 40.873,04 Ha, dan hutan lindung seluas 55.432,78 Ha. Kabupaten Garut memiliki potensi sumber daya alam yang sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai penunjang utama sektor industri, terutama agroindustri. Beberapa agroindustri di Kabupaten Garut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik karena tersedia bahan baku utama di daerah sekitarnya antara lain ; industri minyak akar wangi, minyak cengkeh, sutra alam, dodol, dan anyaman bambu.

  b.

  Sentra peternakan Kabupaten Garut merupakan daerah sentra produksi peternakan, antara lain karena potensi hewan ternak besar cukup tinggi ; domba (Samarang), sapi potong (Cisompet) dan sapi perah (Leles). Hal ini didukung oleh tersedianya lahan padang pengangonan yang cukup luas yaitu mencapai 6.932,64 Ha.

  c.

  Aglomerasi modal dan keahlian di sub sektor kulit Potensi industri penyamakan kulit, merupakan sentra terbesar di Indonesia yang terdapat di daerah Sukaregang. Sentra ini memasok kebutuhan bahan baku kulit tersamak untuk sentra-sentra industri lainnya yang diolah menjadi aneka ragam produk jadi, baik di Garut sendiri maupun di luar Garut. Dampak positif dari keberadaan sentra ini adalah dapat menumbuhkan sentra-sentra industri produk jadi dari kulit lainnya di daerah sekitar.

  d.

  Pariwisata Kabupaten Garut mempunyai karakteristik alamiah yang potensial bagi pengembangan pariwisata, yang dibagi dalam pusat-pusat pengembangan industri pariwisata yang secara integratif dikaitkan dengan kawasan konservasi sumber daya alam yang cukup dominan serta sebagai kawasan berfungsi hidrologis. Pembagian objek wisata di Kabupaten Garut dibedakan atas objek dan daya tarik wisata alam, objek dan daya tarik wisata budaya, serta objek dan daya tarik wisata minat khusus.

  e.

  Jumlah angkatan kerja Dari penyerapan tenaga kerjanya, wilayah utara didominasi oleh usaha pertanian tanaman pangan (23,66%), jasa (21,01%), dan perdagangan (19,74%). Sedangkan wilayah selatan didominasi oleh bidang usaha yang sama yaitu pertanian tanaman pangan (54,39%), perdagangan (10,57%) dan jasa (7,19%). Dimana wilayah utara tenaga kerja meliputi 67,97% tenaga kerja di Kabupaten Garut.

  f.

  Penyebaran penduduk (Utara-Selatan) Kabupaten Garut memiliki wilayah dataran tinggi di bagian tengahnya sehingga terjadi penyebaran penduduk yang tidak merata antara bagian utara dan selatannya. Berdasarkan tembok alam tersebut maka wilayah utara didefenisikan terdiri dari 18 kecamatan dan wilayah selatan memiliki 13 kecamatan, dengan luas wilayah utara 36% dan selatan 64%

  2

  dari luas wilyah 2.988,23 km , serta persebaran penduduk di wilayah utara sebesar 73% dan di selatan 27%. Dengan demikian kepadatan penduduk di wilayah utara sebesar 1.399 jiwa/km2 dan wilayah selatan 291 jiwa/km2.

  

J. Saintis, Vol.13. No.1, 2013: 32-43

g.

  Spesifik kegiatan (Utara-Selatan) Jika dikaji dengan location quotient terhadap penyerapan tenaga kerja antara kecamatan terhadap kabupaten, maka wilayah utara didominasi oleh usaha perdagangan, jasa, angkutan, dan industri pengolahan. Sedangkan wilayah selatan didominasi oleh bidang usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan.

  h. Pelaksanaan program pembangunan Pelaksanaan program pembangunan lebih handal atas dasar :

  • Desentralisasi dilakukan pada pemerintahan tingkat kecamatan
  • Pengendalian pembangunan dilakukan oleh pemerintahan desa dan masyarakat

  2. Potensi Eksternal a.

  Koordinasi DAS Hulu-Hilir Disadari bahwa pengelolaan DAS hulu akan sangat mempengaruhi daerah hilirnya sehingga upaya konservasi harus dilakukan pada daerah hulu DAS. Sejalan dengan otonomi daerah, upaya konservasi DAS ini akan menimbulkan polemik apabila ternyata wilayah DAS tidak satu dengan daerah administrasi. Koordinasi ini merupakan peluang untuk munculnya mekanisme insentif-disinsentif atau transfer antar daerah.

  b.

  Kesesuaian lahan yang tak tersaingi (Akar Wangi) Saat ini pada tingkat nasional hanya 3 kecamatan di Kabupaten Garut yang mempunyai kecocokan lahan untuk komoditas akar wangi. Hasil ekstraksi atsiri akar wangi hanya akan menghasilkan tingkat rendemen yang tinggi jika berasal dari tanaman yang ditanam di kecamatan tersebut. Pada skala yang lebih luas, ternyata hanya terdapat 3 negara yang mempunyai kesesuaian lahan untuk tanaman akar wangi. Disisi lain, permintaan atsiri akar wangi yang merupakan bahan baku untuk pembuatan minyak wangi menunjukkan trend yang cenderung terus naik. Hal ini tentu saja memberikan peluang yang sangat baik bagi Kabupaten Garut jika dapat memanfaatkannya.

  c.

  Pasar ekspor Semakin luas pangsa pasar suatu komoditi mengartikan semakin besar tingkat daya saingnya. Bahkan dalam konteks perkembangan wilayah, suatu wilayah akan berkembang lebih cepat bila sudah mampu menghasilkan produk yang diserap pasar di luar wilayah produksinya. Saat ini komoditas yang telah memperoleh pangsa pasar ekspor antara lain kulit, akar wangi, teh, bulumata palsu, karet, dan sutra.

  3. Masalah Internal a.

  Kondisi fisik dasar Kelerengan tanah > 40% menyebabkan kesulitan persebaran utilitas dan terhambatnya rentang kendali. Kondisi fisik ini menjadi kendala bagi perencanaan pembangunan, khususnya untuk pengembangan kawasan budidaya. Kemiringan dan ketinggian lereng akan sangat berpengaruh terhadap rencana peruntukan lahan suatu kawasan.

  Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti)

  Wilayah utara, timur, dan barat Kabupaten Garut secara umum merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit-bukit dan pegunungan, sedangkan wilayah selatan sebagian besar permukaan tanahnya memiliki kelerengan yang relatif aman. Corak alam di wilayah selatan diwarnai oleh Samudra Indonesia dengan segenap potensi alam dan keindahan pantainya.

  b.

  Pelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) Bagian Hulu Dalam konteks pelestarian DAS, upaya untuk melestarikan bagian hulu menjadi hal yang sangat penting mengingat bagian hulu akan memberikan pengaruh yang lebih besar dalam kualitas dari DAS. Kabupaten Garut merupakan lokasi DAS Cimanuk Hulu yang hilirnya mengalir ke kabupaten tetangga. Padahal disini terdapat kegiatan yang populatif misalnya ada indikasi pencemaran bahan kimia dari industri penyamakan kulit di Sukaregang, ataupun peningkatan laju sedimentasi akibat perubahan guna lahan.

  c. Produktifitas rendah Produktifitas rendah mengakibatkan kesejahteraan penduduk yang rendah dan belum merata (utara-selatan). Tingkat kesejahteraan keluarga berada dalam kategori pra sejahtera dan keluarga sejahtera I adalah 54% di wilayah utara dan 61% di selatan. Sedangkan dari tingkat pendidikan yang telah ditamatkan maka wilayah utara dan selatan relatif memiliki komposisi yang berimbang.

  d. Kelemahan penerapan otonomi daerah Kelemahan penerapan otonomi daerah dalam hal penyusunan SOTK, sehingga dinas-dinas suluit berkoordinasi, contohnya Sub Dinas Penanaman Modal sulit melakukan koordinasi karena perbedaan eselon.

4. Masalah Eksternal a.

  Pembangunan koridor Selatan Pembangunan koridor selatan yang melewati Garut Selatan berdampak negatif (konversi lahan). Pembangunan jalan koridor selatan disepanjang pantai selatan pulau Jawa, setidaknya telah memberikan akses kepada para pencuri kayu untuk melakukan penjarahan hutan pada kawasan lindung yang tadinya tidak mempunyai aksessibilitas, contohnya Cagar Alam Sancang yang rusak akibat penjarahan. Disamping itu, kawasan selatan menjadi rawan terhadap upaya konversi lahan dari non budidaya menjadi budidaya karena adanya akses, atau bahkan dicurigai akan timbul konversi dari lahan pertanian ke non pertanian secara besar-besaran.

  b.

  Ketergantungan pembiayaan dari pusat Rendahnya porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencerminkan belum terciptanya kemandirian daerah bahkan kontribusi retribusi yang cukup dominan dalam struktur PAD juga sangat rawan. Karena per defenisi, retribusi hanya dapat dipungut atas penggunaan fasos/fasum. Ketergantungan APBD terbesar adalah dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebagian besar sudah tersedot untuk kepentingan pembiayaan anggaran rutin bukan anggaran pembangunan.

  

J. Saintis, Vol.13. No.1, 2013: 32-43

c.

  Penguasaan beberapa aset Kabupaten Garut oleh pemerintah Propinsi Jawa Barat Penguasaan aset Garut melalui penguasaan secara langsung dengan pensertifikasian tanah ataupun melalui perusahaan daerah milik propinsi. Situ Bagendit adalah salah satu contoh penguasaan aset Garut oleh Propinsi Jawa Barat. Walaupun telah ada penyerahan dari Pemda Propinsi melalui Sekda Propinsi ke Pemda Garut melalui Sekda Garut, namun hanya sebatas pengelolaan saja, bukan kepemilikan.

  Tabel 1. Matrik SWOT Kekuatan/Strenghts (S) Kelemahan/Weaknesses(W) a.

  a. Lahan luas dan subur Kondisi kemiringan

  b. tanah > 40% Sentra produksi peternakan domba, sapi potong, dan sapi menghambat penyebaran perah utilitas dan rentang c. kendali Aglomerasi modal dan keahlian di sub sektor kulit b.

  Pelestarian DAS bagian

  d. hulu, mulai tercemar dan Karakteristik alamiah untuk pariwisata peningkatan laju

  e. sedimentasi akibat Jumlah angkatan kerja sektor pertanian perubahan guna lahan f.

  c. Penyebaran penduduk yang Produktifitas penduduk tidak merata yang rendah g.

  d. Usaha perdagangan, jasa, Kelemahan penerapan angkutan dan industri otonomi daerah sehingga pengolahan dinas-dinas sulit

  h. berkoordinasi Pelaksanaan program pembangunan yang handal

  

Peluang/Opportunities(O) S – O W - O

a.

  a.

  a.

Koordinasi DAS hulu-hilir Pemanfataan lahan untuk Pengkondisian

  b. sektor pertanian kemiringan lahan untuk Kesesuaian lahan yang tak tersaingi

  b. sebaran sarana dan Tenaga kerja potensial untuk c. sektor pertanian prasarana Luas pangsa pasar ekspor d.

  c.

  b. Lahan yang subur Keuntungan komparatif dari Revitalisasi bagian hulu lahan yang tidak dimiliki oleh DAS tempat lain c.

  Optimalisasi DAS hulu- hilir d.

  Pemberdayaan masyarakat dengan kekuatan lokal

  

Ancaman/Treaths (T) S – T W – T

a.

  a.

  a. Pembangunan koridor selatan Konservasi lahan sebagai Pembukaan kawasan berdampak negatif pada pelaksanaan program bagian selatan untuk

konservasi lahan pembangunan kelancaran akses

b.

  b. masyarakat Ketergantungan pembiayaan Dampak negatif dari dari pusat pembangunan b.

  Penerapan konsep- c.

  c. konsep otonomi daerah Penguasaan beberapa aset Perhatian utama harus daerah Garut oleh pemerintah diarahkan pada konservasi c.

  Pendapatan asli daerah Propinsi Jawa Barat d. dari kekuatan pertanian Pengalihan aset ke daerah sebagai penggerak ekonomi d.

  Konservasi dengan peningkatan ekonomi lokal

  Dari analisis SWOT terhadap kajian dirumuskan isu perencanaann wilayah Kabupaten Garut adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah konservasi.

  Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti) Penanganan Isu Wilayah

  Secara umum, penanganan permasalahan pokok (isu) dihadapkan pada berbagai pilihan yang dikelompokkan sebagai berikut :

  a.

   Do nothing

  Artinya perencana menyarankan agar pemerintah daerah selaku pemegang otoritas publik tidak melakukan tindakan-tindakan berkenaan dengan adanya isu tersebut. Hal-hal yang sudah berlangsung dibiarkan sesuai dengan mekanisme yang telah terbentuk. Tidak terjadi intervensi pemerintah daerah untuk menangani permasalahan yang ada. Hal ini biasanya dilakukan apabila kinerja daerah sudah optimal dantidak dapat ditingkatkan lagi. Atau jika intervensi pemerintah justru akan menimbulkan sentimen negatif bagi kegiatan perekonomian. Dalam konteks Kabupaten Garut, implikasi jangka panjang apabila pilihan ini yang diambil, akan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang parah dan timbulnya kesenjangan yang semakin lebar. Namun disisi lain akan terjadi pertumbuhan perekonomian yang pesat.

  b.

   Do something 1.

  Fokus pada ekonomi Artinya pemerintah daerah hanya akan memfokuskan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Intervensi yang dilakukan semata untuk kepentingan peningkatan maksimal kinerja perekonomian dengan mengabaikan aspek dampak terhadap lingkungan. Secara teoritis hal ini akan diambil pada kondisi dimana kerusakan lingkungan yang terjadi masih dalam batas ambang toleransi.

  Pada Kabupaten Garut, jika langkah ini yang diambil maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. Peluang terjadinya kesenjangan juga akan sangat besar karena penguasaan dan akses terhadap faktor produksi hanya akan terpusat pada segelintir orang yang mampu mempunyai kinerja yang efisien saja. Pada jangka panjang, pengabaian aspek lingkungan akan sangat merugikan karena kerusakan lingkungan akan semakin parah. Kegiatan perekonomian akan dicirikan pada over eksploitasi sumber daya alam, bahwa daya dukung lingkungan akan tidak terperhatikan.

2. Fokus pada lingkungan

  Mengartikan bahwa pemerintah daerah selaku pemegang otoritas hanya akan melakukan intervensi pada aspek pelestarian lingkungan semata sehingga tidak ada perhatian kepada aspek ekonomi. Secara teoritis, hal ini akan dilakukan pada kondisi dimana laju pertumbuhan ekonomi sudah maksimal. Perhatian kepada aspek pelestarian hidup menjadi mengemuka. Didukung dengan kesadaran bahwa pertumbuhan ekonomi yang mengorbankan pelestarian lingkungan justru akan merugikan dalam jangka panjang karena pemulihan kondisi lingkungan akan menuntut biaya yang sangat besar disamping juga waktu yang sangat lama.

  Dalam konteks Kabupaten Garut, pilihan ini tidak menarik karena kondisi kinerja perekonomian yang belum optimal, selain kebutuhan peningkatan kesejahteraan yang jug menjadi prioritas.

  

J. Saintis, Vol.13. No.1, 2013: 32-43

3.

  Pengembangan ekonomi dan lingkungan Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah akan melakukan intervensi pada kedua aspek sekaligus. Bahwa permasalahan yang ada akan ditangani secara bersama-sama. Secara teoritis, hal ini akan dilakukan pada kondisi dimana pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan, namun disisi lain kesadaran akan kegunaan pelestarian lingkungan juga sudah mengemuka. Penerapan hal ini juga terjadi pada wilayah-wilayah yang memiliki limitasi kondisi fisik dasar sehingga dipaksa untuk melakukan pertimbangan lingkungan guna menghindari kerugian yang sangat besar di masa depan. Problematika yang muncul adalah perbandingan perhatian antara ekonomi dan lingkungan. Hal ini biasanya diatasi dengan pembuatan prioritas yang bisa berubah-ubah.

  Dalam konteks Kabupaten Garut, pilihan ini menjadi sangat menarik dan layak untuk diterapkan karena sangat sesuai dengan kondisi yang ada. Bahkan eksisting kondisi fisik dasar memang mengharuskan Kabupaten Garut untuk melakukan pertimbangan mendalam tentang aspek pelestarian lingkungan. Disisi lain, kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi juga sangat mendesak. Perbandingan perhatian akan sangat tergantung pada kebutuhan yang riil. Melalui isu pokok perencanaan wilayah Kabupaten Garut yaitu pertumbuhan ekonomi di wilayah konservasi muncul alternatif-alternatif untuk melakukan penanganan isu tersebut. Masing-masing alternatif dieksplorasi melalui 4 faktor yang memiliki komponen sub faktor. Melalui komponen sub faktor ini dibobotkan sub faktor yang relevan terhadap alternatif yang dieksplorasi. Proses pembobotan ini bertujuan untuk menghasilkan total nilai yang menjadi dasar dalam melakukan prioritas. Prioritas alternatif ini diklasifikasikan melalui penjenjangan dimana dibuat tiga klasifikasi berupa; klasifikasi baik, sedang, dan buruk. Keempat faktor yang diidentifikasi adalah faktor produksi (sub faktor ; sdm, sda, teknologi, modal), faktor kebijakan (sub faktor ; kelembagaan, perundang-undangan), faktor meminimalkan kerusakan hutan (sub faktor ; menanggulangi lahan kritis, rehabilitasi, penanganan kawasan rawan bencana), faktor pelestarian DAS (sub faktor; penanggulangan bencana alam, pencemaran, penanggulangan erosi). Lebih rinci mengenai kedudukan bobot sub faktor dalam faktor diuraikan sebagai berikut :

  1. Faktor Produksi a.

  Bobot 4 :Intensifikasi pemanfaatan SDA, intensifikasi penggunaan modal.

  b.

  Bobot 3 :Intensifikasi pemanfaatan SDA, intensifikasi penggunaan SDM.

  c.

  Bobot 2 :Intensifikasi pemanfaatan modal, intensifikasi penggunaan SDM.

  d.

  Bobot 1 :Intensifikasi pemanfaatan modal, intensifikasi penggunaan teknologi.

  2. Faktor Kebijakan a.

  Bobot 4 :Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat kolaborasi.

  b.

  Bobot 3 :Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat regulatory.

  c.

  Bobot 2 :Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat entrepreneur.

  d.

  Bobot 1 :Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat provider.

  3. Faktor Meminimalkan Kerusakan Hutan a.

  Bobot 3 :Intensifikasi penanganan kawasan rawan bencana alam.

  b.

  Bobot 2 :Intensifikasi penanggulangan lahan kritis, intensifikasi penanganan kawasan rawan bencana alam.

  c.

  Bobot 1 :Intensifikasi rehabilitasi, intensifikasi penanganan kawasan rawan bencana alam.

  4. Faktor Pelestarian Derah Aliran Sungai a.

  Bobot 3 :Intensifikasi penanggulan bencana alam, intensifikasi penanggulangan erosi b.

  Bobot 2 :Intensifikasi penanggulangan erosi.

  c.

  Bobot 1 :Intensifikasi penanggulangan pencemaran.

  Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti)

  Faktor-faktor dan sub faktor yang telah diuraikan kemudian dipetakan dalam masing- masing alternatif sesuai dengan relevansinya. Adapun pembobotan dari masing-masing alternatif dapat dilihat pada tabel 2. Faktor-faktor dan sub faktor tersebut diperoleh dari wawancara dengan stakeholders terkait yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, masyarakat, konsultan perencana, lembaga swadaya masyarakat, anggota DPRD, dan akademisi setara pendidikan S3.

  

Tabel 2. Pembobotan Alternatif Perencanaan Kabupaten Garut 2013

Alternatif (Bobot) Dibiarkan Fokus Fokus pada Pengembangan Saja pada Ekonomi Ekonomi dan

  Sub Kriteria Lingkungan Lingkungan Intensifikasi pemanfaatan SDA, intensifikasi

  4

  4 penggunaan modal. Intensifikasi pemanfaatan SDA, intensifikasi

  3 Faktor penggunaan SDM Produksi Intensifikasi pemanfaatan modal, intensifikasi penggunaan SDM Intensifikasi pemanfaatan modal, intensifikasi

  1 penggunaan teknologi Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat

  4

  4 kolaborasi. Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat

  3

  3 Faktor regulatory Kebijakan Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat entrepreneur Intensifikasi kelembagaan, pemerintah bersifat provider Intensifikasi penanganan kawasan rawan bencana

  3

  3 alam Intensifikasi penanggulangan lahan kritis,

  Faktor intensifikasi penanganan Pelestarian kawasan rawan bencana

  Hutan alam.

  Intensifikasi rehabilitasi, intensifikasi penanganan

  1

  1 kawasan rawan bencana alam Intensifikasi penanggulan bencana alam, intensifikasi

  3

  3 Faktor penanggulangan erosi Pelestarian Intensifikasi DAS penanggulangan erosi Intensifikasi

  1

  1 penanggulangan pencemaran Jumlah Pembobotan

  7

  10

  12

  13

  

J. Saintis, Vol.13. No.1, 2013: 32-43

  Kemudian total nilai masing-masing alternatif diklasifikasikan untuk menempatkan masing-masing alternatif dalam kelas interval. Dalam penentuan jarak kelas interval dipergunakan metode distribusi frekuensi dengan batas bawah adalah 4 dan batas atas adalah

  14. Kelas interval yang ditemukan adalah 3 kelas interval dengan jenis ; baik, sedang, dan buruk. Melalui distribusi frekuensi dan penentuan sebanyak 3 kelas interval dihasilkan jarak antar kelas adalah 3,66. Ini mengartikan untuk kelas interval buruk memiliki jangkauan nilai untuk total nilai alternatif adalah antara 4

  • – 7,66. Untuk kelas interval sedang memiliki jangkauan nilai total nilai alternatif adalah antara 7,67
  • – 11,33. Untuk kelas interval baik memiliki jangkauan nilai untuk total nilai alternatif adalah antara 11,34 – 14.

  Melalui uraian kelas interval tersebut diketahui bahwa alternatif berbuat sesuatu dengan fokus pada lingkungan dan alternatif berbuat sesuatu melalui pengembangan ekonomi sekaligus lingkungan merupakan alternatif-alternatif yang berada pada kelas interval baik. Diperhatikan dari besar total nilai, alternatif berbuat sesuatu melalui pengembangan ekonomi sekaligus lingkungan memiliki total nilai lebih besar daripada alternatif berbuat sesuatu dengan fokus pada lingkungan. Sehingga disimpulkan bahwa alternatif terbaik yang dipilih untuk melakukan pembangunan dalam wilayah pembangunan Kabupaten Garut berdasarkan issue pokok pertumbuhan ekonomi dalam wilayah konservasi yaitu alternatif berbuat sesuatu melalui pengembangan ekonomi sekaligus lingkungan.

  Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti)

  Dalam rangka mempercepat peningkatan kesejahteraan penduduk, maka dipandang perlu untuk memanfaatkan seoptimal mungkin potensi internal yang ada dengan memperhatikan potensi dan peluang eksternalnya. Sehingga ditetapkan Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti) adalah bertumpu pada sektor pertanian sebagai mesin penggerak (engine of growth) yang kemudian akan bertransisi ke arah industri berbasis pertanian, dengan tetap memanfaatkan potensi pariwisata dan industri pengolahan kulit. Hal ini diharapkan akan mampu mengangkat tingkat kesejahteraan penduduk ke level yang lebih baik.Skenario ini kemudian dijabarkan sebagai berikut : 1.

  Konsentrasi pada pertanian lahan basah dan kering.

  2. Pentahapan peralihan kegiatan pertanian ke industri yang berbasis pertanian.

  3. Pemanfaatan potensi alam dan budaya untuk pariwisata, termasuk untuk wisata minat khusus.

  4. Pengendalian pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri (khususnya industri penyamakan kulit).

  5. Penambahan proporsi kawasan konservasi. Dengan ditetapkannya Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti), maka secara teoritis perencana akan dihadapkan pada tiga pilihan, yakni : a.

  Optimis Berarti bahwa perencana merasa optimis bahwa skenario yang telah dirumuskan dapat tercapai seluruhnya (100%). Skenario ini diambil bila terdapat modal dasar yang sangat kuat, terutama kemampuan pembiayaan pembangunan . Untuk Kabupaten Garut, realisasi PAD pada tahun 2001 mencapai 4,3% dan prognosa tahun 2002 akan mencapai 6,3%.

  Artinya terdapat limitasi kemampuan pembiayaan untuk pelaksanaan program pembangunan.

  Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti) b.

  Pesimis Mengartikan pencapaian skenario yang telah dirumuskan akan sulit terjadi karena adanya beberapa limitasi dan kendala yang sulit diatasi. Secara teoritis, hal ini dipilih karena besarnya pengaruh variabel eksogen yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program pembangunan. Untuk Kabupaten Garut, faktor dan variabel eksternal justru akan dimanfaatkan untuk kepentingan pencapaian percepatan kesejehteraan penduduk.

  c.

  Moderat Hal ini berarti bahwa kondisi pencapaian skenario yang telah dirumuskan akan berada pada tingkat keberhasilan diantara optimis dan pesimis. Secara teoritis, ini dipilih dalam kondisi dimana terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan program pembangunan namun disisi lain juga ada peluang untuk memanfaatkan variabel dan faktor eksternal untuk menggerakkan pembangunan. Dalam konteks Kabupaten Garut, maka pilihan ini akan menjadi pilihan yang paling rasional, bahwa realisasi pencapaian skenario yang ditetapkan akan berkisar antara optimis dan pesimis.

  PENUTUP Kesimpulan 1.

  Berdasarkan isu wilayah Kabupaten Garut yaitu bagaimana meningkatkan ekonomi di wilayah konservasi, maka alternatif pengembangan ekonomi sekaligus lingkungan menjadi pilihan yang sangat menarik dan layak untuk diterapkan karena sangat sesuai dengan kondisi yang ada.

2. Ditetapkan Skenario Masa depan Kabupaten Garut (Puji Astuti) adalah bertumpu pada

  Sektor Pertanian sebagai mesin penggerak (engine of growth) yang kemudian akan bertransisi ke arah industri berbasis pertanian, dengan tetap memanfaatkan potensi pariwisata dan industri pengolahan kulit. Dengan konsep skenario moderat sebagai pilihan yang paling rasional, bahwa realisasi pencapaian skenario yang ditetapkan akan berkisar antara optimis dan pesimis.

DAFTAR PUSTAKA

  C. Bryant And L.S. Whyle, Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang, terjemahan, LP3ES, Jakarta, 1998. Dudley Seers, The Meaning of Development, The International Development Reviews, Vol.11 No.4, Toronto, 1979. J. E Stiglitz, The Role of Government in Economic Development, World Bank, Developing The Private Sector, Chapter 3, 1997. Kabupaten Garut dalam Angka 2002, Pemerintah kabupaten Garut, Garut, 2002. Kadarsyah Sukardi, Sistem Pengambilan Keputusan, Ganesha ITB, Bandung, 2009. Puji Astuti, dkk, Laporan Studio Perencanaan Wilayah Kabupaten Garut, Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota ITB, Bandung, 2002. Tim Dosen UI, Bahan-Bahan Kursus Jangka Panjang pendidikan Perencanaan Nasional Angkatan XXIX, LPEM UI, Jakarta, 2000. William N Dunn, Pengantar Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2000.

Dokumen yang terkait

The Impact Of Leadership Style And School Climate On Teacher’s Performance: The Role Of Achievement Motivation As An Intervening Variable Imter Pedri

0 0 14

Peranan Locus of ControlSebagai Pemoderasi Hubungan Peran, Kepuasan Kerja dan Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi Sektor Publik

0 0 13

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Etos Kerja Terhadap Kinerja dengan Locus of Control Sebagai Variabel Intervening pada Pegawai RSUD Pariaman

0 2 18

PENGARUH PERSON-ORGANIZATION FIT DAN KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Pegawai SKPD di Kabupaten Pasaman Barat) ARTIKEL

0 2 28

The Basics Of Computer Numerical Control

0 0 31

KAJIAN PARTISIPASI GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (GP3AP3A) DALAM UPAYA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI (Studi Kasus Pada Kegiatan Wismp – 2 Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat) ARTIKEL

0 0 10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI (Studi Kasus Pada Proyek Konstruksi Kabupaten Kerinci) TESIS

0 0 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA REWORK PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI (Studi Kasus: Proyek Konstruksi Kabupaten Kerinci)

2 8 19

STUDI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN Studi Kasus Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat ARTIKEL

0 0 14

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, LINGKUNGAN KERJA DAN KOMPETENSI PEGAWAI TERHADAP OCB DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Puskesmas Non Keperawatan di Kabupaten Kerinci)

0 1 12