PEMBAHARUAN ISLAM DIA ASIA SELATAN INDIA

PEMBAHARUAN ISLAM DIA ASIA SELATAN
(INDIA DAN PAKISTAN)
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah sejarah peradapan islam
Dosen Pengajar

Dr. Fadil SJ, M.Ag.
Oleh :
Ahmad misbakh zainul musthofa (11220065)
Muhammad ibnu hasyim (11220063)
Walida lathifatus zahro’ (11220072)
Irsalina mazia (11220073)

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
November, 2011

KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan kita nikmat dan
rahmat-Nya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhmmad Saw dan
Keluarga nya.

Alhamdulillahirabbil ‘Alamin makalah yang membahas tentang “pembaharuan islam dia
asia selatan (india dan pakistan)” telah kami selesaikan. Dalam makalah ini termuat beberapa
pembahasan tentang factor terjadi nya pembaharuan islam di asia selatan (india dan pakistan)
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Khususnya kepada Bapak Dr. Fadil SJ, M.Ag. yang
telah membimbing kami dalam matakuliah sejarah peradapan islam. Kami sadar bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi pembaca.

Malang, 19 November 2011

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Dalam kosakata “Islam”, pembaruan digunakan kata tajdid, kemudian muncul
berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna dengan pembaruan, yaitu

modernisme, reformisme, puritanis-me, revivalisme, dan fundamentalisme. Di samping
kata tajdid, ada istilah lain dalam kosa kata Islam tentang kebangkitan atau pembaruan,
yaitu kata islah. Kata tajdid biasa diterjemahkan sebagai “pembaharuan”, dan islah
sebagai “perubahan”. Kedua kata tersebut secara bersama-sama mencerminkan suatu
tradisi yang berlanjut, yaitu suatu upaya menghidupkan kembali keimanan Islam beserta
praktek-prakteknya dalam komunitas kaum muslimin.
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam di Pakistan dan india bukan
dalam hal yang menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa
pembaruan Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi, ataupun
merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai dengan selera jaman,
melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran
dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan, serta semangat jaman. Terkait
dengan ini, maka dapat dipahami bahwa pembaruan merupakan aktualisasi ajaran
tersebut dalam perkembangan sosial. Pembaruan Islam merupakan rasionalisasi
pemahaman Islam dan kontekstualisasi nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan. Sebagai
salah satu pendekatan pembaruan Islam, rasionalisasi mengandung arti sebagai upaya
menemukan substansi dan penanggalan lambang-lambang, sedangkan kontekstualisasi
mengandung arti sebagai upaya pengaitan substansi tersebut dengan pelataran sosialbudaya tertentu dan penggunaan lambang-lambang tersebut untuk membungkus kembali
substansi tersebut.


b. Rumusan masalah

1. Bagai mana terjadinya pembaharuan islam di india dan para pemikirnya
2. Bagai mana terjadinya pembaharuan islam di pakistan dan para pemikirnya

c. Tujuan
Setiap makalah memiliki tujuan begitu pula makalah ini, adapun tujuan dari
makalah ini adalah :
1. Untuk mngetahui bagai mana terjadinya pembaharuan islam di india dan para
pemikirnya
2. Untuk mngetahui bagai mana terjadinya pembaharuan islam di pakistan dan para
pemikirnya

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembaharuan Islam Di India
Penduduk muslim republic india, yang berdiri pada tahun 1947 sebagai
Negara penerus bersama Pakistan india inggris, berjumlah sekitar 12 persen dari
seluruh penduduk. Jadi, jumlah kaum muslim india lebih dari 100 juta jiwa dan
merupakan sa;ah satu Negara berpenduduk paling banyak di dunia setelah Indonesia

dan kira-kira sama dengan Pakistan dan banglades. Kaum muslim india tersebar tidak
merata. Sekarang ini, di dataran gangga, wilayah yang dahulu jantung kerajaan

mughal, kaum muslim tidak lebih dari 15 persen dari jumlah penduduk; di Kashmir
mereka mayoritas; dan di Malabar, di barat daya, mereka sekitar seperempat dari
jumlah penduduk. Kawasan-kawasan yang padat jumlah penduduknya terletak di
barat laut dan di timur laun india inggris, sebagian besar mayoritas pertanian yang
identifikasi religiusnya berhubungan dengan permukiman penduduk muslim pada
priode penduduk muslim, menjadi bagian dari Pakistan saat india dan Pakistan
terpisah.
Sebagian muslim india adalah sunni, dan kebanyakan bermadzah hanafi, dan
sebagian bermadzah syafi’i di selatan (yang merefleksikan hubungan dagang samudra
dan timur tengah). Sekitar 10 persen adalah syi’ah, umumnya istana asyariyah
(imamiyah). Komunitas syi’ah yang tidak besar, tetapi penting, yakni ismailiyah di
pimpin oleh aga khan-menjadikan Bombay menjadi tempat tinggal nya pada akhir
abad ke 19 ; unsure inti kaum ismailiyah adalah pedagang yang berbasis dibagian
barat daerah itu, kebanyakan kaum muslim sunni di anak benua ini terlibat dalam
lembaga-lembaga tarekat : chistiya, suhrawardiyah, qadiriyah, dan naqsabandiyah. Ke
empat tarekat itu, khususnya kuat di daerah ini. Anak benua ini memounyai tradisitradisi besar-berlanjut hingga kini-dalam kepemimpinan spiritual dan keilmuan.
Beragam perubahan kaum muslim diabad 19 dan 20, dan kemajemukan

budaya, religious, dan politik mereka, merentangi spektrum pola yang menjadi ciri
kaum muslim di seluruh dunia. Beberapa pemikir dan pemimpin di antaranya adalah :
a. Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi
Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun
1817 M. Nenek dari Sayyaid Ahmad Khan adalah Sayyid Hadi yang menjadi
pembesar istanah pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil
mengenyang didikan tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar
bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia. Ia adalah sesosok orang yang
gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika
berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai
Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang kekota kelahirannya Delhi.

Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba
ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus
mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti
Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab
Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang
yang mana karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun
1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku

– buku penting mengenai Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan
dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya
kekerasan (anarkis) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan
masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju
Mesir, tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam
India agar memjadi maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan
konflik, seta mejadi penolong orang Ingrish dari pembunuha, hingga di beri
gelar Sir, tetapi ia menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun
1861 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga
mendirikan sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh
yang merupakan karya yang paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan
perkembangan dan kemajuan Islam di India.
Pemikiran – pemikiran Sayyid Ahmad Khan
Pemikiran

Sayyid

Ahmad

Khan


mempunyai

kesamaan

dengan

Muhammad Abduh di mesir , setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin AlAfghani dan setelah sekembalinya dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa ide yang dikemukakannya, terutama akal yang mendapat penghargaan
tinggi dalam pandangannya. Meskipun dia sebagai penganut ajaran Islam yang
taat dan mempercayai adanya kebenaran dari Tuhan adalah wahyu, tetapi di
berpendapat bahwa akal bukan segalanya bagi manusia dan kekuatan akal
hanyalah terbatas yang sifatnya relative.
Dan menurut Ahmad Khan bahwasannya keyakinan, kekuatan dan
kebebasan akal yang menjadikan manusia menjadi bebas untuk menentukan

kehendak dan melakukan perbuatab sesuai yang dia inginkan. Jadi pemikirannya
itu mempunyai kesamaan dengan pemikiran Qodariyah, Contohnya manusia telah
di anugrai oleh Allah berbagai macam daya, di antaranya adalah daya fakir yang
berupa akal, dan daya fikir untuk merealisasikan kehendak yang di inginkannya.

Dan barang siapa yang percaya terhadap hukum alam dan kuatnya
mempertahankan konsep hukum alam ia di anggap sebagai orang yang kafir.
Umat Islam yang berdomisili di India mengalami kemerosotan dan
kemunduran sebagai mana yang di kemukakan oleh Ahmad Kahn yaitu di
karenakan mereka tidak mengikuti perkembangan zaman yang sedang
berlangsung mereka cenderung mengikuti pendahulu mereka, tetapi bahwasanya
ia menentang keras dengan faham Taklid, sebagaimana yang dianut dalam faham
Qodariyah. Dan juga sebab kemunduran Islam di India dikarenakan mereka
terlena dengan gaung peradapan Islam klasik sehingga mereka tidak menyadari
bahwa peradapan baru telah tumbuh dan bermunculan di Barat. Timbulnya
peradapan serta kemajuan ini di dasari oleh Ilmu pengetahuan dan teknologi pada
orang-orang Barat tersebut.
Khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat dan Nature
( sunnatullah )bagi setiap mahkluk-Nya yangtetap dan tidak berubah. Menurutnya
Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam dan Al-quran adalah
firman-Nya. Maka sudah barang tentu sejalan dan tidak ada pertentangan.
Dia tidak mau dalam suatu pemikirannya terganggu dan terbatasi oleh orentasi
Hadist dan Fiqih, di karenakan segala sesuatu diukur dengan kritik rasional, serta
menolak segala yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau
mengambil Al-qur’an sebagai landasan dan pedoman Islam, sedang yang lainnya

hanyalah membantu dan kurang begitu penting. Contohnya, atas penolakan Hadist
dikarenakan berisi moralitas Masyarakat Islam pada abad pertama ataupun pada
abad ke dua sewaktu Hadist dikumpulkan dan dikodifikasikan. Sedangkan hukum
Fiqih menurutnya berisi tentang moralitas masyarakat sampai saat timbulnya
mazhab – mazhab dan menolak taqlid. Sebagai konskuensi dari penolakan taqlid
tersebut Khan memandang perlu sekali untuk di adakannya ijtihad – ijtihat baru

untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran – ajaran Islam dengansituasi dan kondisi
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
b. Syed Amir Ali
Syed Amir Ali (1849-1928) ialah sarjana Islam India dan menjadi
pensyarah di Universiti Muslim Aligard . Sumbangan beliau begitu bermakna
bagi

menentang

kritikan orientalis

barat


terhadap

Islam

terutama

isu poligami, perhambaan, hak asasi manusia, pendidikan Islam dan lain-lain
Tulisan-tulisan beliau begitu bermakna, mendalam dan berdasarkan kajian yang
konfrehensif.Beliau turut menandatangani Petisyen Quran 1906 dan menjadi
pengasas Liga Muslim Seluruh India dan sezaman dengan Muhamad Iqbal.
Susur galur Syed Amir Ali berkait dengan keturunan Imam ke-8, Ali AlRaza dan seterusnya kepada nabi Muhammad. Nenek moyang memegang jabatan
penting semasa Shah Abbas II Parsi dan terlibat semasa Shah Yang Nadir
menawan India.
Selepas rampasan Delhi keluarga beliau berkhidmat dengan Muhammad
Shah, Moyang lainnya terlibat dalam pertempuran Panipat dengan Marhattas.
Apabila datuknya telah mati, bapanya Saadat Ali Khan membawa beliau untuk
dijaga oleh bapa saudaranya.
Syed Amir Ali lahir pada 6 April 1849 di Cuttack , Orissa , India .Anak
kelima kepada Syed Saadat Ali. Keluarga mereka pindah ke Calcutta dan
ke Chinsura serta bergaul dengan golongan elit di sana. Beliau menerima

pendidikan yang disediakan oleh pihak penjajah British.Mendapat ijazah
di Universiti Calcutta tahun 1867 dan sarjana jurusan Sejarah 1868. Seterusnya
belajar undang-undang pada tahun 1869 dan memulakan khidmat guaaman
di Calcutta.
Beliau berhijrah ke London dan bergaul dengan golongan elit di London
dan

menerima

pemikiran

liberal

semasa.

1873

beliau

berkhidmat

sebagai penguat di Mahkamah Tinggi Calcutta setelah kembali ke India.1874

beliau dilantik sebagai pensyarah di Universiti Calcutta, India. Kemudian
mengajar undang-undang Islam di Presidency College .1878 Syed Amir Ali
menyertai Majlis Perundangan Bengal . 1880 melawat England selama setahun.
1883 menyertai Majlis Gabenor Jeneral India dan menjadi profesor undangundang di Universiti Calcutta 1881. 1877 mengasaskan Pertubuhan Kebangsaan
Muhamadan. Beliau adalah orang India pertama diterima menyertai Privi
Council dan

menjadi

Law

Lord.

1910

mengasaskan masjid pertama

di

London dan menubuhkan Tabung Masjid London dan sentiasa berjuang bagi
kepentingan kebajikan orang Islam di London. 1904 bersara dan memutuskan
untuk tinggal di England. Akhirnya beliau meninggal pada 4 Agustus 1928
di Sussex, England.

c. Muhammad Iqbal
Muhammad iqbal lahir di Sialkot dan melanjutkan studinya di Punjab
sampai memperoleh gelar MA. Di kota itulah ia berkenalan dengan Thomas
Arnold, seorang orientalis yang mendorongnya melanjutkan studinya ke inggris.
Pada tahun 1905 ia masuk universitas Cambridge untuk mempelajari filsafat. Dua
tahun kemudian ia pindah ke munic, jerman hingga memperoleh gelar Ph.D.
dalam bidang tasawwuf, dengan disertainya The Development of Metafiphysics in
Persia (perkembangan metafisika di persia).
Pada tahun 1908, Muhammad iqbal kembali ke Lahore, disamping bekerja
sebagai pengacara ia menjadi dosen filsafat. Hasil ceramahnya di berbagai
universitas di india kemudian dibukukan menjadi buku dengan judul The
Recontruction of Relegious Thought in islam.
Sejak tahun 1930 ia terlibat dalam politik praktis dan terpilih menjadi
presiden liga muslim. Muhammad iqbal meniggal dalam usia enam puluh dua
tahun.
Berbeda dengan pembaharu-pembaharu lain, Muhammad iqbal adalah
penyair dan filosuf. Tetapi pemikiranya tentang kemunduran umat islam dan
kemajuan umat islam mempunyai pengaruh yang sangat luas pada pembaharuan
dalam islam.
Pemikiranya tentang pembaharuan pemikiran dalam islam antara lain :

a) Kemunduran umat islam selama lima abad terakhir karena kebekuan
dalam pemikiran
b) Hukum islam sudah dikatakan sudah statis. Menurutnya, hukum islam
tidak bersifat statis, namun dapat berubah sesuai situasi dan kondusi.
Karena itu, ia berpendapat bahwa pintu ijtihad tidak di tutup.
c) Ajaran zuhud yang terdapat adalah ajaran tasawwuf. Sifat zuhud adalah
tasawwuf mengajarkan bahwa perhatian umat islam harus dipusatkan
kepada tuhan dan apa-apa yang berada dibalik alam materi. Ajaran ini
yang pada ikahirnya mengakibatkan umat islam kurang persoalan dunia
dan kemasyarakatan.
d) Islam pada hakikatnya mengajarkan dinamisme. Pada zaman klasik, islam
sangat tampak dinamis, karna adanya keyakinan dan system social yang
dipusatkan pada Al-Qur’an.
e) Al-Qur’an senantiasa menganjurkan pemakaina akal dalam memahami
ayat atau tanda yang ada dialam semesta. Orang-orang yang tidak
memahami tanda itu akan buta terhadap masa depan.
f) Dalam pemikiran pembaharuan, barat bukan sebagai model. Ia menolak
kapitalisme dan imprealisme barat, tetapi menerima sosialisme. Ia melihat
ada persamaan antara islam dan sosialisme. Tetapi barat, menurutnya
banyak dipengaruhi oleh matrealisme yang telah mulai meninggalkan
agama. Yang harus diambil dari barat adalah sains dan tekniloginya.

B. Pembaharuan Islam Di Pakistan
Pakistan merupakan negara federal dengan sistem parlemen yang terdiri dari
4 provinsi dan 4 daerah federal. Dengan penduduk lebih dari 170 juta orang, Pakistan
menjadi salah satu negara terpadat di dunia dan memiliki penduduk Muslim
terbanyak di dunia setelah Indonesia.Pakistan juga merupakan negara yang memiliki
multi-etnis dan memiliki variasi dari segi geografis. Di masa setelah kemerdekaan,
Pakistan mengalami ketidakstabilan dalam pemerintah dan konflik yang terus terjadi
dengan negara tetangga terdekatnya, India. Negara ini memiliki berbagai tantangan
dan masalah, seperti kemiskinan, buta aksara, korupsi serta serangan teroris.
Nama Pakistan berarti tanah yang murni dalam bahasa Urdu maupun bahasa
Persia. Nama ini dicetuskan sebagai Pakistan oleh Choudhary Rahmat Ali, seorang
tokoh gerakan Pakistan yang menerbitkan sebuah pamflet berjudul (Now or Never)
Nama ini juga merupakan sebuah portmanteau dari nama-nama etnis utama yang
terdapat di Pakistan yaitu : Punjab, Afgan, KashmIr, Sindh, dan Baluchistan.
Di Pakistan sendiri pembaharuan-pembaharuan islam juga berlangsung dan
diantara tokoh-tokohnya dalah :

a. Abul a’la al maududi
Antara Jahiliyah dan Islam Perilaku individu dan masyarakat dikonstruk dari
pemikirannya tentang problem-problem mendasar dalam kehidupan. Pertanyaan
tentang alam, hidup, pencipta, juga tujuan hidupnya. Pembeda utama antara Islam dan
jahiliyah adalah pada metodologi yang digunakan dalam menjawab pertanyaanpertanyaan metafisis ini. Maududi mengidentifikasi tiga metodologi dasar yang
digunakan manusia untuk menjawab problem-problem ini. Pertama, dengan
menggunakan persepsi inderawi semata-mata. Kedua, menggunakan persepsi
inderawi yang dibimbing nalar spekulatif.Ketiga, jalan kenabian. Dua yang pertama
merupakan latar pemikiran jahiliyah. Jalan kenabian adalah latar pemikiran Islam.
Jalan jahiliyah terbentang dalam beberapa paham. Ateisme, politeisme, dan
monastisisme. Ateisme, yang menyatakan tidak ada pencipta semesta ini, tidak ada
kenyataan yang sesungguhnya kecuali kehidupan dunia, hanya kebetulan yang
melemparkan manusia ke panggung kehidupan. Ateisme ini terbentuk dari jalan
inderawi semata untuk memahami dunia. Politeisme, paham banyak tuhan; sebuah
hasil imajinasi manusia. Monastisisme adalah cabang politeisme dengan titik tekan
pada pengingkaran terhadap kehidupan dunia, raga adalah penghalang jiwa untuk
meraih kebahagiaan.
Islam, melalui metodologi kenabian, dibangun di atas dasar-dasar berikut.
1. Allah adalah pencipta alam semesta. Allah adalah penguasa, pemiliki dan
pengurus makhluk-makhluknya.
2. Manusia adalah subjek bagi perintah Allah. Manusia diberikan kebebasa untuk
mengikuti atau menolak petunjuk-Nya.
3. Petunjuk-Nya dibawa oleh para nabi.
4. Dengan demikian hidup manusia di dunia adalah dalam rangka ujian. Dan pada
akhirnya manusia harus mempertanggung jawabkan kehidupannya pada hari
akhirat.

5. Kekuasaan jurisdiksi dan kedaulatan hukum tertinggi (hakimiyah) hanya bagi
Allah.
6. Misi utama nabi adalah menegakkan kedaulatan Allah dalam kehidupan ini.
Dari keterangan di atas bisa dipahami perbedaan mendasar antara jahiliyah
dan Islam adalah pada jawaban dan metode terhadap pertanyaan-pertanyaan metafisis
yang ada dalam kehidupan manusia. Hal yang selalu ditekankan oleh al Maududi
terkait dengan konsepsi Islam adalah pandangan tentang kekuasaan jurisdiksi dan
kedaulatan hukum (al hakimiyah) bagi Allah semata. Pandangan ini menjadi titik
sentral elaborasi al Maududi terhadap Islam. Ketika menjelaskan pengertian
terminologi-terminologi utama dalam al Qur’an (al ilah, ar rabb, al ibadah, dan ad
dien) konsep al hakimiyah ini merupakan poros utama. Demikian pula ketika ia
menjelaskan tentang teori politik dan pergerakan Islam. Rekonstruksi sejarah
kenabian bagi al Maududi adalah rekonstruksi penegakan kedaulatan Allah di muka
bumi sebagai misi utama kenabian.
Penafsiran Sejarah Melalui kerangka teoritis di atas ukuran sejarah bagi al
Maududi adalah wujudnya kedaulatan Allah itu. Masa kenabian dan khilafah rasyidah
adalah masa islami sejarah umat. Pasca khilafah rasyidah, kejahiliyahan mulai masuk
ke dalam tubuh umat. Pada permulaannya yang menjadi korban utama jahiliyah
adalah sistem politik umat yang berubah dari khilafah menjadi kerajaan, korban
jahiliyah kesukuan. Pada masa-masa selanjutnya tipe-tipe jahiliyah (ateisme,
politeisme, monastisisme-kebiaraan) mulai merasuk ke dalam tubuh umat.
Walau demikian perlu dicatat bahwa pengaruh Islam tidak serta merta lenyap.
Pengaruh dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah merasuk sedemikian
dalam ke dalam sejarah. Walau secara politik pengaruh Islam mulai melemah (dalam
bentuk implementasi ideal dari hukum Allah), di wilayah-wilayah pemikiran teologis,
spiritual misalnya Islam adalah faktor dominan. Juga perlu diperhatikan walaupun
secara politik umat terpelanting ke dalam kondisi tidak ideal, ini tidak menghalangi
munculnya

orang-orang

yang

adil

dalam

kepemimpinannya. Apalagi

dibandingkan orang-orang semasa dari peradaban lain dalam sejarah.

jika

Gerakan Pembaharuan (Tajdid) Hilangnya idealisme Islam dalam
kenyataan dalam sejarahnya membuahkan gerakan pembaharuan (tajdid) yang
dipelopori oleh para tokoh pembaharu (mujadid). Dari sisi doktrinal pembaharuan
adalah kebutuhan. Tetapi al Maududi menyatakan gerakan pembaruan tidak mesti
direpresentasikan dalam wujud satu orang, tetapi bisa dalam satu kelompok orang.
Tokoh awal yang sering didaulat sebagai pembaharu dalam sejarah Islam adalah
Umar bin Abdul Aziz.
Berdasarkan konsepsi teoritis di atas adalah mudah dipahami jika kemudian al
Maududi membangun kriteria bagi pembaharu. Tiga ciri yang dimiliki oleh setiap
mujadid adalah diagnosis terhadap penyakit umat, skema reformasi dan penilaian
terhadap kemampuan diri dan sumber daya. Ciri yang lain meliputi revolusi
intelektual, praktek reformasi, ijtihad, revitalisasi sistem islam dan menyebaran
sistem islam ke seluruh dunia. Ciri-ciri ini pada dasarnya adalah ciri bagi mujadid
ideal. Dalam penilaian Al Maududi sejarah mujadid ideal ini belumlah muncul.
Konsepsi ini adalah tafsirannya terkait dengan konsep al mahdi dalam Islam. Jadi al
mahdi adalah mujadid ideal yang melalukan proses pembaharuan secara menyeluruh,
utamanya menegakkan sistem islam (kedaulatan islam). Yang muncul dalam sejarah
pada umumnya adalah tipe mujadid parsial. Umar bin Abdul Aziz, empat imam
mazhab, imam Ghazali, Ibn Taimiyah, Ahmad Sirhindi dan Syah Waliullah Ad
Dehlawi adalah representasi gerakan pembaruan dalam tubuh umat, dengan
konsentrasi mereka masing-masing.
Kritik An Nadwi Pandangan Al Maududi ini bukan berarti tanpa kritik. Abul
Hasan An Nadwi memberikan kritik terhadap pandangan-pandangan Al Maududi.
Pokok kritiknya yang utama adalah pada sisi tafsir politis (tafsir siyasi) atas konsepkonsep dasar Islam (al ilah, ar rabb, al ibadah, dan ad dien) yang dilakukan oleh Al
Maududi. An Nadwi menilai Al Maududi terlalu mereduksi konsep-konsep ini
menjadi konsep politik dan menjadikan Islam sekedar relasi kekuasaan antara Tuhan
dan manusia, juga menyamakan penegakan agama (iqamat addien) sebagai pendirian
negara Islam semata (semacam proyek politik). Bagi An Nadwi penafsiran metafisis
secara politis seperti ini tidak tepat, relasi manusia dan Tuhan lebih komprehensif
ditinjau dari sisi relasi “cinta” dan “realisasi Kebenaran”.

An Nadwi menyetujui kebutuhan akan adanya negara Islam sebagaimana Al
Maududi. Tetapi, tesis Al Maududi tentang tugas nabi untuk mendirikan kedaulatan
Ilahi di dunia (dengan pendirian negara Islam) bagi An Nadwi adalah pembacaan
yang salah terhadap konsep kenabian. Tugas utama nabi bagi An Nadwi adalah
mendakwahkan ibadah kepada Allah semata dan mendidik manusia mengerjakan
amal saleh. Demikian pula An Nadwi mengkritik Al Maududi yang memandang
fungsi ibadah dalam Islam (shalat dan dzikir misalnya) hanya sebagai alat atau sarana
pelatihan (training) bagi manusia sebagai subjek negara Islam. Ibadat dengan
demikian menjadi alat bagi pendirian negara Islam. An Nadwi menilai, justru
kebalikannya yang benar.
Jika kita membaca tulisan An Nadwi mengenai gerakan pembaharuan Islam,
kita juga akan mendapatkan di sana semacam kritik terhadap pemikiran Al Maududi,
walaupun tidak secara langsung. Penentuan kriteria ideal bagi setiap pembaharu bagi
An Nadwi adalah tidak tepat, apalangi sekedar menjadikan usaha untuk mendirikan
negara Islam atau khilafah ideal bagi tugas pembaharuan mereka. Masing-masing
pembaharu memiliki permasalahan historisnya sendiri-sendiri. Apresiasi kita terhadap
kerja pembaharuan mereka harus memperhatikan konteks permasalahan sosial politik
yang ada di masanya masing-masing.