benang merah antara beberapa karya sastr

Membuat benang merah di antara karya-karya sastra yang telah di analisis dan
didiskusikan bersama selama satu semester mulai dari karya dalam bentuk puisi, novel,
maupun teks drama merupakan kajian yang menarik setiap Minggunya. Meskipun secara
pribadi saya mengalami kendala dalam menentukan benang merah di antara beberapa karya
sastra tersebut.
Namun, ketika meninjau ulang dua buah teks drama, yakni drama berjudul “Sumur
Tanpa Dasar” karya Arifin C Noer dan “Malam Jahanam” karya Motinggo Boesje. Dalam
kedua teks drama ini memiliki tokoh perempuan sebagai tokoh yang banyak memiliki
pergolakan batin, mulai dari percintaan, kegagalan, perselingkuhan, sampai pada tuntutan
perceraian. Hal demikian pun saya temukan dalam dua buah novel yang dibahas bersama pada
pertemuan akhir perkuliahan yakni novel “Maryam” karya Okky Madasari dan novel “Pulang”
karya Leila C Chudori. Kedua novel ini sama-sama memiliki tokoh perempuan dalam kondisi
sebuah perceraian melekat pada dirinya. Saya kira setelah melihat isu-isu tersebut dalam empat
karya sastra tersebut, yakni dua teks drama dan dua novel, saya menemukan titik terang
bagaimana saya akan merumuskan benang merah proses kreatif diri dalam mengilhami karyakarya yang telah didiskusikan selama satu semester ini.
Karya sastra dibuat dengan sifatnya yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga
bermanfaat. Karya sastra yang bermanfaat tentu akan memberikan banyak pelajaran hidup
melalui cerita-ceritanya yang dibuat tersirat ataupun tersurat. Hal tersebut tentunya banyak
ditemukan dalam empat karya sastra dari dua jenis karya yang berbeda ini. Pengalaman hidup
yang berat dan perjuangan para tokohnya dalam menjalani masalahnya menjadi inspirasi dan
pembelajaran tersendiri untuk saya.

Kisah yang digambarkan dalam dua teks drama dan dua novel ini terasa begitu nyata
dan cukup menguras perasaan saya, bagaimana kehidupan perempuan digambarkan amat
berliku, penuh rintangan. Hal itulah yang akhirnya membuat saya tertarik untuk menganalisis
karya-karya tersebut dengan menggunakan teori feminisme.
Analisis ini akan banyak menyorot kehidupan tokoh wanita utamanya, yaitu bagaimana
perempuan dalam menjalani kehidupannya. Jalan hidup perempuan yang berat dan cara ia
mengatasi segala masalah yang ia hadapi. Selain itu, saya akan membuat sinopsis, mungkin
lebih tepatnya menyusun ulang apa yang sudah di diskusikan bersama selama perkuliahan dari
keempat karya yang akan dianalisis.

Sinopsis
Teks drama : Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C Noer
Drama ini bercerita tentang seorang Jumena Martawangsa, seorang yang sudah tua dan
tinggal menunggu ajal datang dan menjemputnya. Secara garis besar, drama ini didominasi
oleh Jumena dengan konflik batin yang dialaminya akibat rasa ketidakpercayaan terhadap
istrinya dan orang-orang di sekitarnya, kecuali tokoh perempuan tua yang telah lama
mengasuhnya. Hal itu diperparah dengan kecemasan dia setelah meninggal nanti. Jumena
sangat takut apabila hartanya yang selama ini dikumpulkan jatuh kepada istrinya yang tidak
dipercaya dan jatuh kepada orang-orang jahat di sekitarnya.
Pada awal cerita, Jumena dan Euis (istrinya) saling mengasihi. Perbedaan umur yang jauh

antara Euis dan Jumena tidak membuat Euis untuk berhenti mencintai Jumena. Bahkan Euis
sedang mengandung anak dari Jumena. Tapi hal itu berubah ketika Jumena mempunyai
pikiran buruk terhadap istrinya yang selingkuh dengan Marjuki (adik angkat Jumena) di
belakangnya. Hingga muncul suatu bayangan mengenai perselingkuhan itu secara terbuka di
depannya. Bahkan Jumena sangat curiga dengan anak dalam kandungan Euis merupakan
anak dari Marjuki. Hal itu ditambahi dengan datangnya Kamil (si sinting) yang mencoba
menghasut Jumena agar percaya bahwa Euis dan Marjuki selingkuh di belakangnya. Selain
hal itu terdapat suatu masalah yang bersifat duniawi, mengenai pekerja-pekerja pabriknya
yang sedang mogok kerja. Pemogokan kerja itu akibat Jumena yang tidak mau menaikkan
upah/gaji pembayaran pekerjanya itu. Jumena malah memberi pilihan gaji tetap atau gaji
diturunkan. Bahkan para wakil pekerjanya mencoba berbicara langsung dengan Jumena,
tetapi Jumena tidak menghiraukan mereka bahkan akan menurunkan gaji mereka. Dengan
dalil para pekerjanya tidak mampu memanajemen gaji per bulan dengan bijak dan baik.
Tidak sepertinya dulu yang hidup tanpa mengetahui orangtuanya, lalu hidup sendiri dan
berhasil hingga sekarang kaya raya dan mempunyai pabrik.
Selain itu, dalam cerita ini Jumena sering didatangi oleh Sabaruddin (guru agama). Tokoh
dalam drama ini yang berperan sebagai penasehat spiritual Jumena sebelum meninggal.
Awalnya Jumena ingin membangun suatu masjid dan tempat pengasuhan anak terlantar di
daerah tempat tinggalnya. Hal itu dibicarakan kepada Sabaruddin, agar Sabaruddin
menyampaikan hal itu kepada ulama-ulama daerahnya. Namun setelah Sabaruddin

menyampaikan hal itu kepada khalayak, tiba-tiba Jumena membatalkan niatnya dengan
alasan sebelumnya dia berniat untuk itu karena ingin menyenangkan hatinya atau sebagai
kepuasan hatinya. Sekarang hal itu tidak ada dalam pikirannya lagi, padahal Sabaruddin telah

mempublikasikan niatan baik itu. Munculnya tokoh-tokoh khayalan juga ikut mempengaruhi
alur drama ini berjalan. Seperti tiba-tiba hadirnya tokoh Markaba (tokoh jahat) dan Lodod
(tokoh idiot). Kehadiran mereka dalam drama ini hanya muncul ketika Jumena sedang dalam
pikiran kebimbangan antara hasutan dan kenyataan. Begitu juga dengan hadirnya tokoh
Pemburu. Pemburu disini disimbolkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang hadir bolakbalik untuk menanyakan kesiapan Jumena dalam menghadapi kematiannya.
Pada akhir cerita, sebelum meninggalnya Jumena. Muncul drama dalam suatu drama ini.
Yaitu drama mengenai pikiran buruk Jumena yang menceritakan Euis sangat senang dengan
meninggalnya Jumena. Hal itu terjadi karena Marjuki akan segera menikahi Euis
sepeninggal Jumena. Ditambahkan dengan datangnya Markaba dan Lodod yang berkerja
sama dengan Marjuki untuk mengambil hartanya. Tetapi Markaba dan Lodod meminta Euis
juga hanya untuk semalam saja. Euis tidak mau dalam hal itu, bahkan dia menjadi sangat
membenci Marjuki yang selama ini dicintainya. Hal itu berujung ketika Pemburu datang
untuk mencoba menenangkan pikiran Jumena dan membawanya pulang untuk tidak kembali
selama-lamanya.
Teks drama : Malam Jahanam karya Mottinggo Boesie
Dalam naskah drama Malam Jahanam karya Mottinggo Boesie menceritakan bagaimana

seorang keluarga yang hidup dengan konflik-konflik. Seorang suami yang hanya
mementingkan dirinya dan hobi tanpa menghiraukan keluarga yang ada di rumah. Istri dan
anak semata wayang yang berada di rumah juga perlu akan perhatian dan kasih sayang dari
seorang kepala keluarga. Seorang istri tak mampu berdiri sendiri dalam menopang
kehidupan keluarga, ia akan pincang dalam melalui kehidupan di dunia ini jika tidak adanya
pendamping hidup, namun apa gunanya bila daya itu ada, mempunyai seorang suami yang
banyak diharapkan dapat memberikan apa yang diharapkan terutama dalam cinta dan kasih
sayang dalam keluarga. Semua itu tidak dirasakan oleh Paijah sebagai seorang istri yang
mempunyai suami bernama Mat Kontan. Suaminya hanya sibuk dengan kegiatannya sendiri,
main judi, bermain dengan peliharaan kesayangannya yaitu burung beo dan perkututnya. Ia
rela melakukan dan mengeluarkan kocek berapa pun demi hobinya itu, sedangkan istri dan
anak ditelantarkan bagaikan tidak ada yang memilikinya. Ketika anaknya sedang sakit keras
Mat Kontan pun tidak memperdulikan kesehatan anaknya itu, ia hanya beranggapan bahwa
nanti anaknya akan sembuh dengan sendirinya. Ia pun tetap sibuk dengan mengurusi burung
perkutut yang baru dibelinya dari hasil menang judi dan menjual hasil ikannya. Ia
menceritakan tentang kehebatan burungnya itu kepada sahabatnya Soleman, bahwa

burungnya adalah burung termahal melebihi harga sebuah mobil. Soleman yang merasakan
akan kurangnya perhatian Mat Kontan kepada Istri dan anaknya menegur dan menasihati dia
agar selalu memperhatikan keluarganya dari pada peliharaan dan hobinya itu berkumpul dan

bermain judi dengan teman-temannya. Mat Kontan hanya mendengar dengan sekilas tanpa
memperdulikan omongan Soleman itu ia bangga akan kehidupannya selama ini dan tak mau
seorang pun mengganggunya.
Apa yang seharusnya tidak terjadi, namun akhirnya itu berubah menjadi kenyataan
dan mau tidak mau memang harus diterimanya walaupun sepahit apapun kenyataan itu.
Paijah yang kecewa atas perlakuan dan sikap suaminya pun beralih ke Soleman yang
merupakan tetangganya ia mencurahkan isi perasaan dan apa yang dirasakannya selama ini
dari perilaku suaminya. Perasaan yang tidak dirasakan oleh Soleman karena selama ini ia
sendiri dan tidak merasakan apa yang dirasakan oleh lelaki yang sudah berpasangan maupun
yang telah mempunyai istri, ia mengagumi sosok Paijah yang merupakan istri sahabatnya
Mat Kontan. Kejadian yang tak diharapkan itu pun datang akibat percintaan yang terlarang
dan malam jahanam pun itu akan tiba saatnya menuntut pertanggung jawaban dari apa yang
telah dilakukan, karena sesuatu yang telah kita lakukan harus dipertanggung jawabkan sesuai
dengan apa yang kita perbuat.
Sampai akhirnya terjadilah hari yang tidak dinginkan itu, ketika Mat Kontan
mengetahui burung beo kesayangannya telah mati, ia sangat sedih dan dendam akan
kematian burung beo kesayangannya itu. Burung yang beberapa belakangan ini yang dia
ketahui baru bisa berbicara itu. Ia terpukul atas kejadian hilang dan matinya burung
kesayangannya itu lalu ia mencari tahu siapa yang telah membunuh burung kesayangannya
itu dengan mengiris lehernya. Paijah yang ketakutan akan perilaku suaminya itu pun sangat

takut dengan sikap suaminya, ia takut suaminya melukai dirinya dan anaknya karena
kejadian kematian burungnya itu. Paijah pun meminta perlindungan kepada Soleman agar
menjaganya dari kegilaan suaminya akan kehilangan burung beonya itu. Soleman yang tidak
takut akan sikap dan prilaku Mat Kontan yang brutal itu, ia berani menghadapi kegilaan Mat
Kontan dan berjanji akan melindungi Paijah dari suaminya itu jika di berbuat macam-macam
dan menyakiti dirinya. Kedatangan Mat Kontan menemui Soleman pun sudah diduga
sebelumnya oleh dirinya, Mat kontan datang menemui Soleman ketika ia tidak berhasil
menanyakan kepada tukang nujum siapa yang telah membunuh burung beonya. Ia pun
menceritakan masalah yang dihadapinya kepada Soleman. Kecurigaan Mat Kontan pun
mengarah kepada istrinya, ia menduga bahwa istrinya yang telah membunuh beonya itu,

ketakutan Paijah pun menjadi kenyataan, suaminya mendesak Paijah untuk mengatakan
siapa yang telah membunuh beonya. Akhirnya setelah percekcokan sengit yang terjadi antara
Paijah dan Mat Kontan, Soleman pun mengakui perbuatannya yang telah membunuh burung
beo itu, Mat Kontan yang terkejut pun tak habis pikir tentang yang dilakukan sahabatnya itu.
Dan yang lebih mengejutkan lagi pengakuan akan hubungan Soleman dengan istrinya.
Soleman mengakui bahwa anak yang dilahirkan dari rahim Paijah adalah hasil hubungannya
selama ini dengan Paijah, karena Mat Kontan yang jarang pulang dan meninggalkan istrinya
seorang diri dan kemudian terjadilah hubungan itu.
Mat Kontan yang tidak bisa menerima kenyataan itu tidak bisa berbuat banyak

kepada Soleman, bukan karena ia sahabatnya melainkan juga ia yang telah menolong dirinya
ketika dirinya hampir tenggelam dalam pasir hidup. Mat Kontan seperti berhutang budi
kepada Soleman sehingga tidak bisa mengayunkan goloknya ke diri Soleman. Akhir cerita
anak Paijah mati karena sakit keras dan tidak dibawa ke rumah sakit, Paijah sangat
kehilangan anak kesayangannya itu buah hati percintaannya dengan Soleman yang entah
menghilang kemana setelah kejadiaan pada malam jahanam itu.
Novel : Maryam karya Okky Madasari
Terlahir sebagai seorang Ahmadiyah yang selama ini dipandang sesat oleh masyarakat
tidaklah mudah. Hidup yang penuh dengan banyak kejadian tidak menyenangkan dan segala
bentuk penghinaan. Maryam, menjalani hari-harinya dengan berat. Meskipun akhirnya ia
harus berusaha tegar menghadapinya dan menerima dirinya sebagai seorang Ahmadi
meskipun akhirnya ia bimbang.
Beban kehidupan itu dimulai dari penghinaan masyarakat terhadap Fatimah, adik Maryam
yang menerima perlakuan buruk dari pihak sekolahnya karena dianggap sebagai penganut
aliran sesat. Maryam yang telah lulus sekolah menengah, akhirnya memutuskan kuliah jauh
dari Lombok, yaitu di Surabaya. Ia lalu jatuh cinta dengan Alam Syah saat berada di Jakarta.
Hubungan Maryam dengan Alam tidak direstui oleh kedua orang tuanya. Maryam nekad
tetap menikah dengan Alam dan meninggalkan keluarganya, tetapi pernikahan itu tak
berlangsung lama. Sikap Ibu Alam yang sinis kepada Maryam dan sikap Alam yang tidak
tegas akhirnya membuyarkan semua cinta Maryam.

Pernikahan tanpa anak itu akhirnya kandas dan Maryam memilih kembali ke Lombok,
walaupun berat ia memberanikan dirinya. Keluarganya menerima kembali kedatangan
Maryam dengan tangan terbuka. Mereka menganggap Maryam telah kembali pada kodratnya

sebagai seorang Ahmadi. Tak lama kemudian, Maryam dijodohkan lagi dengan Umar dan
mereka menikah.
Perlahan-lahan, Maryam dan Umar saling mencintai dan menyayangi. Rumah tangga mereka
harmonis. Hingga suatu hari ada penyerangan terhadap orang-orang Ahmadi yang
menyebabkan mereka harus mengungsi ke Gedung Transito selama beberapa tahun. Maryam
yang muak dengan perlakuan demikian, akhirnya memberontak tetapi sayang,
perjuangannya tidak mendapat tanggapan apapun dari pemerintah.
Novel : Pulang karya Leila S Chudori
Dalam cerita yang tertuang pada novel Pulang, penulis menarik garis linier antara 3 peristiwa
bersejarah: G 30 S PKI tahun 1965 di Indonesia, revolusi mahasiswa di Paris, Prancis pada
Mei 1968, dan tragedi kerusuhan Mei 1998 yang menandai runtuhnya rezim Orde Baru di
Indonesia.
Peristiwa 1965 atau yang disebut G 30 S PKI dalam buku-buku sejarah Indonesia mungkin
adalah bagian dari sejarah Indonesia yang paling kelam, sekaligus paling kabur. Partai
Komunis Indonesia (PKI) konon mendalangi peristiwa percobaan kudeta terhadap Presiden
Soekarno, menciptakan suasana penuh kekacauan di Indonesia, dan pada puncaknya, enam

orang jenderal diculik dan dibunuh. Pasca-tragedi, rezim Orde Baru di bawah pimpinan
Presiden Soeharto mengerahkan segenap upaya untuk membersihkan Indonesia dari PKI dan
segala yang berbau komunis. Upaya yang pengaruhnya terasa sampai sekarang. Semua orang
yang pernah terlibat dengan PKI dipenjara dengan status tapol (tahanan politik). Bahkan
sanak keluarga dan orang-orang yang dekat dengan para tapol ini tidak lolos dari kejaran dan
interogasi aparat.
Pulang adalah kisah suka duka para eksil politik yang melarikan diri ke luar negeri karena
sudah diharamkan menginjak tanah air sendiri. Empat pria yang menyebut diri mereka
Empat Pilar Tanah Air: Nugroho, Tjai, Risjaf, dan Dimas Suryo melarikan diri dari Indonesia
dan luntang-lantung di Kuba, Cina, dan Benua Eropa sampai akhirnya memutuskan untuk
menetap di Paris. Melalui surat-menyurat dan telegram, mereka terus memantau temanteman di Indonesia yang harus menderita karena dikejar dan diinterogasi aparat. Kabar
bahwa salah satu rekan karib mereka, Hananto Prawiro, ditangkap setelah bersembuyi
beberapa waktu membuat mereka bersedih hati. Sesungguhnya, perempuan yang dinikahi
oleh Hananto, Surti Anandari, adalah mantan kekasih Dimas. Dimas tidak bisa melupakan
Surti, meski wanita ini telah melahirkan tiga orang anak bagi Hananto. Setelah menetap di
Paris Dimas pun menikahi seorang wanita Prancis bernama Vivienne Deveraux dan

mempunyai seorang putri yang mereka namakan Lintang Utara. Tinggal di negara yang asing
ternyata tidak menyurutkan cinta Dimas Suryo dan kawan-kawan terhadap Indonesia.
Buktinya, sejak kecil Lintang sudah dicekoki ayahnya kisah-kisah wayang Ramayana dan

Mahabharata, belum lagi literatur Indonesia di samping buku-buku lain yang juga dimiliki
oleh Dimas. Selain itu, Dimas juga jago masak. Karena keahliannya itulah ia dan tiga
rekannya memutuskan untuk mendirikan Restoran Tanah Air yang menawarkan berbagai
masakan Indonesia di Paris. Lintang Utara pun beranjak dewasa, dan untuk menyelesaikan
pendidikan Sinematografi di Universitas Sorbonne, ia harus membuat film dokumenter
tentang Indonesia. Lintang harus pergi ke Indonesia, padahal kondisi Indonesia sedang
kacau. Krisis ekonomi sedang parah-parahnya dan para mahasiswa berorasi di mana-mana
untuk mendesak Soeharto mundur. Dengan bantuan Alam, putra bungsu Hananto, dan Bimo
putra Nugroho serta beberapa kawan lain, Lintang berusaha dengan sekuat tenaga untuk
mengerjakan tugas akhirnya, walaupun terancam oleh bahaya.

Setelah membaca sinopsis dari keempat karya tersebut, tokoh perempuan memiliki
peran dominan dalam membangun cerita dan konflik di dalamnya terutama dalam novel
Maryam. Bagaimana posisi perempuan mengalami berbagai macam ancaman dan kesulitan.
Hubungan antara seksualitas dan kekuasaan dalam sistem kebudayaan di Indonesia
merupakan wacana yang terus berkembang, seiring dengan perubahan yang terjadi pada sistem
sosial dan politik. Menurut Stimpson, wacana feminis senantiasa terkait dengan persoalan
sistem sosial dan budaya politik yang berlaku dalam suatu negara.1
Kemunculan awal paradigma feminisme, menurut Rivkin dan Ryan, ditandai dengan
munculnya subjek gerakan feminisme di era 1960-1970an yang fokus gerakannya terarah pada

pengalaman-pengalaman perempuan di bawah naungan patriarkhi pada komunitas dengan
tradisi yang panjang di mana perempuan dibungkam, terdistorsi kehidupannya, dan keinginankeinginan subjektivitasnya diperlakukan secara periferal.
Kate Millet menduga bahwa seksualitas adalah situs yang mengekspresikan kekuasaan
laki-laki, sebagaimana ditemukan dalam sastra seksual laki-laki yang menjadi pusat simbol
yang menyusun suatu pola-pola dominasi dan subordinasi dalam kebudayaan. Berbagai

1

Ahyar, Anwar. Geneologi Feminis. (Jakarta: Republika. 2009). Hlm. 1.

bentuk-bentuk pikiran dan makna yang terekspresikan dalam karya sastra, sesungguhnya
dibuat dan dikontrol oleh laki-laki.2
Dalam kedua teks drama menggambarkan bagaimana sosok laki-laki merupakan sosok
yang memiliki kekuatan dan pengaruh atas tindak tuturnya dalam keluarga, perempuan atau
sang istri diharuskan untuk selalu mengikuti kehendak laki-laki. Laki-laki dalam kehidupan
sosial masyarakat Indonesia adalah pemimpin yang berkewajiban mencari nafkah sedangkan
perempuan diharuskan berada di rumah mengurusi berbagai keperluan suaminya, hal tersebut
bisa dilihat dalam kedua teks drama, bagaimana Euis dalam drama Sumur Tanpa Dasar dan
Paijah dalam drama Malam Jahanam, hanya memiliki pekerjaan mengurusi rumah tanpa boleh
melakukan hal lain. Euis dan Paijah pun harus menanggung derita ketika menghadapi sifatsifat buruk suami mereka yakni Jumena dan Mat Kontan. Perempuan cenderung lebih dicurigai
dalam hal berhubungan seperti prilaku Jumena Martawangsa yang tidak pernah mempercayai
ketulusan cinta Euis. Dalam sebuah pernikahan ketika tidak adanya keturunan maka yang
dicurigai pertama kali sebagai pihak yang mengalami kemandulan adalah perempuan, inilah
potret yang terjadi dalam teks drama Malam Jahanam, yang kita temui dalam teksnya bahwa
sebenarnya pihak laki-laki yang mengalami kemandulan. namun dalam kedua teks drama ini,
pengarang mencoba memberikan sensasi berbeda bahwa perselingkuhan yang pada umumnya
dilakukan para laki-laki juga dilakukan para perempuan. Tokoh perempuan dalam kedua teks
drama tersebut terlibat perselingkuhan dengan laki-laki yang dekat pula hubungannya dengan
tokoh yang menjadi suaminya, seolah pengarang mengajak pembaca untuk mengetahui bahwa
orang yang tidak disangka berbuat penghianatan karena hubungan baik ternyata bisa menjadi
duri dalam daging pula. Sekiranya dalam kedua teks drama yang keduanya dikarang oleh
pengarang laki-laki dalam memandang sosok perempuan. Tapi tentu ada perbedaan bagaimana
pengarang perempuan memandang sosok perempuan itu bisa tercermin dalam kedua novel
yang juga saya analisis.
Imaji tentang perempuan sebagai “feminin abadi” (External feminine) yang merupakan
perubahan visi patriarkhi tentang perempuan sebagai malaikat yang cantik dan manis (melalui
novel-novel yang ditulis oleh Beatrice Dante, Gretchen Goethe, dan Makarie) menuju visi
wanita sebagai “malaikat dalam rumah” (angel in The house) dalam karya Patmore yang
menggambarkan perempuan ideal adalah perempuan yang pasif, patuh, dan makhluk tanpa
pamrih.3 Kiranya pendapat tersebut bisa dilihat dalam kedua teks drama yang saya analisis.
2
3

Ibid. Hlm. 8-9.
Ibid. Hlm. 5.

Penggambaran fisik yang cantik dan muda digambarkan dengan jelas pada tokoh Euis dalam
Sumur Tanpa dasar dan pada Paijah dalam Malam Jahanam. Dalam naskah drama Sumur
Tanpa Dasar ada pula tokoh perempuan tua, perempuan yang sangat tabah dan sabar sebagai
pembantu rumah dan menjadi pengasuh Jumena sejak dulu. Berusia lebih tua sedikit dari
Jumena. Seorang yang bijak dan tabah dalam menghadapi kehidupan. Begitu pula dalam kedua
novel yakni novel berjudul Maryam dan Pulang, tokoh perempuan dalam kedua novel itu
digambarkan kecantikannya yang memesona, bagaimana Maryam yang yang cantik dengan
rambutnya yang terurai indah dalam novel Maryam, selanjutnya keindahan bola mata Vivienne
dan kecantikan bak melati yang dimiliki Surti dalam novel Pulang. Tapi dalam kedua novel ini
yang keduanya sama-sama dikarang oleh penulis perempuan penyebab penderitaan adalah
utamanya berpangkal pada prilaku si laki-laki, wanita hanya digambarkan sebagai kaum yang
lemah.
Menurut Nicholson, efek dari generalisasi teoritik bahwa semua masyarakat
menempatkan wanita dalam tanggung jawab yang bersifat domestik untuk membesarkan dan
memelihara anak, adalah membuat wanita menghabiskan banyak waktu di rumah daripada
berpartisipasi dalam masyarakat.4 Pendapat tersebut senada dengan kenyataan yang
digambarkan dalam kedua naskah drama yakni Sumur Tanpa Dasar dan Malam Jahanam,
bahwa tokoh perempuan hanyalah seorang ibu rumah tangga yang mengurusi anak di dalam
rumah dan para laki-lakilah yang hanya boleh keluar rumah untuk bekerja.
Feminis dapat dipahami juga dalam bentuk proses atau fase-fase kebangkitan kesadaran
wanita tentang kedudukan dan hak-hak mereka dalam berbagai bidang dan dimensi perubahan
sosial.5 Dalam kedua novel yakni Maryam dan Pulang, keduanya memiliki tokoh perempuan
yang cerdas, berpendidikan dan mempunyai pekerjaan, tentu tidak jauh hak-hak yang
dimiliknya setara dengan laki-laki.

4
5

Ibid. Hlm. 12.
Ibid. Hlm. 20.