Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

(1)

(Eksperimen di SMP YPI Bintaro)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

DIAH INDAH PUSPITA 106016100573

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./2011 M.


(2)

i

NIM : 106016100573

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi : Pendidikan Biologi

Angkatan tahun : 2006

Alamat : Jalan Cipto Mangun Kusumo RT/RW: 001/014, Paninggilan Utara, Ciledug-Tangerang Provinsi Banten

Menyatakan dengan sesungguhnya

Bahwa skripsi yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajarkan Melalui Pendekatan Kooperatif Teknik Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Teknik Group Investigation (GI)” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd

NIP : 1965011987031020

Dosen Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam 2. Nama : Eny S. Rosyidatun S.Si, MA

NIP : 197509242006042001

Dosen Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 16 Juni 2011 Yang menyediakan,

Diah Indah Puspita


(3)

ii

Eksperimen di SMP YPI, Bintaro). Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Maret 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dan teknik GI. Penelitian ini dilaksanakan di SMP YPI Bintaro. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain Two group, pretest posttest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 35 siswa untuk kelas eksperimen STAD dan 35 siswa untuk kelas eksperimen GI. Pengambilan data menggunakan instrumen tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dan teknik GI. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil perhitungan perbedaan rata-rata N-gain kedua kelompok tersebut diperoleh nilai thitung sebesar 2,132, sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan (dk) = 70 yaitu sebesar 1,998, maka dapat dikatakan bahwa thitung >ttabel berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dan teknik GI.

Kata kunci : Model Cooperative Learning. Teknik STAD. Teknik GI. Hasil Belajar Siswa


(4)

iii

SMP YPI, Bintaro). The Thesis. The Study Program of Biology Education, Department of Science Education, Faculty of Tarbiyah Knowledge and Education, Syarif Hidayatullah's Islamic State University Jakarta. In March 2011.

The purpose of this research is to know the difference in students biology achievement between STAD technique and GI technique of cooperative learning. This research is done in SMP YPI Bintaro. This research used quasi experiment method with two group, pretest posttest design. Sample is taken using technique of purposive sampling. The amount of research sample is 35 students for the STAD experiment class and 35 students for the GI experiment class. The data is taken using instrument of learning result test in the form of multiple choice which have been tested its validity and reliability. The hypothesis in this research is there is difference in students biology achievement between STAD technique and GI technique of cooperative learning. The data analysis use t-test, from the result of data calculation the difference of mean between the two group obtained the value of N-gain are equal to 2,132, while t-table at the level of significant 5% with degree of freedom (dk) = 70 that are equal to 1,998. So it can be said that by t-test > t-table it means the alternative hypothesis (Ha) is accepted and zero hypothesis (Ho) refused. It shows that there is difference in students biology achievement between STAD technique and GI technique of cooperative learning.

Key word: Cooperative Learning Model. STAD technique. GI technique. Student Learning Achievement.


(5)

iv

penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) pada program studi pendidikan biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd, dosen pembimbing I, bimbingan dan motivasi yang sangat membangun bagi penulis.

3. Ibu Eny S. Rosyidatun, S.Si. MA, dosen pembimbing II, yang telah memberikan arahan dan saran-saran yang bermanfaat bagi penulis.

4. Kedua orang tuaku tercinta, Bpk. Ade Syahril dan Ibu Musni Hayusni, yang selama ini telah mendukung baik Moril maupun materil, dengan penuh perjuangan dan doa yang tidak pernah terhenti untukku. Kakakku, Siti Muharromah, Desi Permata Sari beserta anak dan suami, dan Nuraini berserta suami terima kasih atas bantuannya dalam bentuk materi maupun moril.

5. Ibu Dra. Sarliyah Wijaya, kepala sekolah SMP YPI Bintaro, yang telah memberikan izin penelitian.

6. Ibu Elyza Sovyana, S.P S.Pd, guru bidang studi Biologi kelas VIII SMP YPI Bintaro yang telah membimbing dalam penelitian.

7. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan IPA yang telah memberikan saran serta semangat kepada penulis.


(6)

v penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis menucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, semoa Allah SWT membalas amal dan jasa mereka dengan pahala yang berlipat ganda serta mendapatkan ridho Allah SWT, Amin.

Jakarta, Maret 2011


(7)

vi

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoretik ... 8

1. Pengertian Belajar ... 8

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 10

3. Hasil Belajar ... 11

4. Pembelajaran Kooperatif ... 15

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ……… 15

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 17

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 19

d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 21

e. Keterampilan-keterampilan Kooperatif ... 23

f. Langkah-langkah Umum Pembelajaran Kooperatif ... 24


(8)

vii

(GI) ... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

C. Kerangka Pikir ... 37

D. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian ... 40

2. Waktu Penelitian ... 40

B. Metode dan Desain Penelitian ... 40

1. Metode Penelitian ... 40

2. Desain Penelitian ... 40

C. Variabel Penelitian ... 41

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

1. Populasi Penelitian ... 41

2. Sampel Penelitian ... 42

E. Prosedur Penelitian ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

G. Instrumen Penelitian ... 43

1. Tes Tertulis ... 43

2. Non Tes ... 44

H. Kalibrasi Instrumen ... 45

1. Uji Validitas ... 45

2. Uji Reliabilitas ... 46

3. Daya Pembeda ... 47

4. Taraf Kesukaran ... 48


(9)

viii

5. Hipotesis Statistik ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Hasil Penelitian ... 53

1. Deskripsi Hasil Eksperimen Teknik STAD ... 53

a. Data Pretest Kelas Eksperimen Teknik STAD ... 53

b. Data Posttest Kelas Eksperimen Teknik STAD ... 53

2. Deskripsi Hasil Eksperimen Teknik GI ... 54

a. Data Pretest Kelas Eksperimen Teknik GI ... 54

b. Data Posttest Kelas Eksperimen Teknik GI ... 54

3. Data N-Gain Kelas Eksperimen Teknik STAD dan GI 55

B. Teknik Analisis Data ... 56

1. Uji Normalitas ... 56

a. Hasil Uji Normalitas Pretest ... 56

b. Hasil Uji Normalitas Posttest ... 57

2. Uji Homogenitas ... 58

a. Hasil Uji Homogenitas Pretest ... 58

b. Hasil Uji Homogenitas Posttest ... 59

3. Pengujian Hipotesis ... 59

C. Hasil Observasi ... 60

1. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Mengelola Pembelajaran ... 60

2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 62


(10)

ix

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 75


(11)

x


(12)

xi

Kelompok Belajar Konvensional ... 16

Tabel 2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 24

Tabel 2.4 Penghitungan Skor Perkembangan Pada Evaluasi Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD ... 29

Tabel 2.5 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD dan GI ... 32

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 41

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 44

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pretest Posttest Teknik STAD dan GI ... 55

Tabel 4.2 Kategorisasi N-gain Kelas Eksperimen Teknik STAD dan GI 56 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretest Uji Liliefors ... 57

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Posttest Uji Liliefors ... 58

Tabel 4.5 Hasil Penghitungan Uji Homogenitas Pretest ... 58

Tabel 4.6 Hasil Pengitungan Uji Homogenitas Posttest ... 59

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Hipotesis Nilai Posttest dengan “t Test” Kelompok Eksperimen Teknik STAD dan GI ... 60

Tabel 4.8 Persentase Hasil Observasi Guru Teknik STAD ... 61

Tabel 4.9 Persentase Hasil Observasi Guru Teknik GI ... 61

Tabel 4.10 Persentase Hasil Observasi Siswa Teknik STAD ... 62


(13)

xii

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS)Teknik STAD ... 90

Lampiran 4. Kunci Jawaban LKS Teknik STAD ... 101

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas GI ... 104

Lampiran 6. Lembar Kerja Siswa (LKS)Teknik GI ... 122

Lampiran 7. Gambar RPP Kelas STAD dan GI Pertemuan Ke-1 ... 131

Lampiran 8. Gambar RPP Kelas STAD dan GI Pertemuan Ke-2 ... 132

Lampiran 9. Instrumen Penelitian ... 139

Lampiran 10. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 141

Lampiran 11. Rekapan Data Hasil Uji Validitas ... 142

Lampiran 12. Instrumen Tes Hasil Uji Coba ... 143

Lampiran 13. Kunci Jawaban Instrumen Tes Hasil Uji Coba ... 148

Lampiran 14. Kisi-kis Uji Coba Instrumen ... 149

Lampiran 15. Lembar Observasi Guru Teknik STAD ... 162

Lampiran 16. Lembar Observasi Siswa Teknik STAD ... 163

Lampiran 17. Lembar Observasi Guru Teknik GI ... 164

Lampiran 18. Lembar Observasi Siswa Teknik GI ... 165

Lampiran19. Persentase Hasil Observasi Guru Kelas Eksperimen STAD dan GI ... 166

Lampiran20. Persentase Hasil Observasi Siswa Kelas Eksperimen STAD dan GI ... 168

Lampiran 21. Daftar keheterogenitas siswa kelas STAD ... 174

Lampiran 22. Pembagian tim siswa teknik STAD ... 175

Lampiran 23. Daftar Kelompok Diskusi Teknik STAD ... 176

Lampiran 24. Daftar keheterogenitas siswa kelas GI ... 177

Lampiran 25. Pembagian tim siswa teknik GI ... 178

Lampiran 26. Daftar Kelompok Diskusi Teknik GI ... 179

Lampiran 27. Lembar Skor Kuis STAD ... 180 Lampiran 28. Nilai Normal Gain (N-Gain) Kelas Eksperimen I teknik


(14)

xiii

Lampiran 31. Hasil Penghitungan Uji Normalitas Pretest Teknik STAD .. 186

Lampiran 32. Hasil Posttest Kelas Eksperimen I Teknik STAD ... 189

Lampiran 33. Hasil Penghitungan Uji Normalitas Posttest Teknik STAD 190

Lampiran 34. Hasil Pretest Kelas Eksperimen II Teknik GI ... 193

Lampiran 35. Hasil Penghitungan Uji Normalitas Pretest Teknik GI ... 194

Lampiran 36. Hasil Posttest Kelas Eksperimen II Teknik GI ... 197

Lampiran 37. Hasil Penghitungan Uji Normalitas Posttest Teknik GI ... 198

Lampiran 38. Uji Homogenitas Data ... 201

Lampiran 39. Penghitungan Uji Homogenitas dengan N-Gain ... 203

Lampiran 40. Penghitungan Uji Hipotesis ... 204


(15)

1

Di era globalisasi manusia Indonesia perlu meningkatkan keterampilan berpikir, agar mampu memecahkan masalah-masalah yang ada disekitarnya. Berpikir merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam prestasi belajar, penalaran formal, keberhasilan belajar, dan kreativitas karena berpikir merupakan inti pengatur tindakan siswa. Tuntutan era globalisasi ini mensyaratkan agar siswa tidak hanya menerima dan meniru apa yang diberikan guru, tetapi harus secara aktif berbuat atas dasar kemampuan dan pemikirannya sendiri. Cara ini diharapkan dapat membuat siswa menjadi manusia yang mandiri dan dapat berpikir kreatif. Untuk itu peran guru sebagai pemberi ilmu sudah harus bergeser kepada peran baru yang lebih kondusif bagi siswa menyiapkan diri dalam persaingan global sesuai tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya biologi telah melaju dengan pesatnya hal ini erat hubungannya dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan IPA berkembang dengan pesat. Sehingga menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep IPA. Untuk menyesuaikan perkembangan IPA kreativitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak yang harus ditingkatkan. Jalur yang tepat untuk meningkatkan SDM adalah melalui jalur pendidikan.

Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan

Salah satu aspek penting dalam Sistem Pendidikan Nasional (SNP) adalah kurikulum. Pada tahun pelajaran 2006/2007 kurikulum yang mulai diterapkan adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam


(16)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.1

Menurut Gagne dan Biggs yang dikutip oleh Tengku Zahara Djaafar pembelajaran adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa sedemikian rupa sehingga berlangsung dengan mudah.2 Adanya komponen yang berbeda-beda menjadikan pembelajaran sebagai proses pendidikan memerlukan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang bermacam-macam sehingga peserta didik dapat menguasai materi dengan baik dan mendalam.

Metode pembelajaran biologi yang umum digunakan oleh guru biologi adalah metode konvensional yang lebih banyak mengandalkan ceramah. Dalam metode ceramah, guru lebih memfokuskan diri pada upaya pemindahan (transformasi) pengetahuan kepada siswa tanpa memperhatikan bahwa ketika siswa memasuki kelas, siswa mempunyai pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam.

Sistem pencernaan pada manusia merupakan salah satu konsep dalam ilmu biologi di SMP. Menurut kurikulum, konsep sistem pencernaan pada manusia dicantumkan dalam pelajaran biologi SMP kelas VIII semester 1. Konsep sistem pencernaan pada manusia meliputi mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Umumnya penyajian pembelajaran pada konsep sistem pencernaan kurang menarik bagi siswa, sehingga siswa merasa sulit untuk memahaminya. Hal ini disebabkan guru masih menggunakan metode konvensional dengan metode ceramah atau disebut juga metode pembelajaran satu arah. Metode ini mengkondisikan siswa hanya sebagai obyek sehingga siswa menjadi pasif dan kurang terangsang aktif belajar secara optimal. Hal ini tentu berpengaruh terhadap

1

Masnur Muslich, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan): Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 1.

2

Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan UN-Padang, 2001), h. 2.


(17)

hasil belajar biologi siswa. Oleh karena itu diperlukan metode pembelajaran yang menarik dan efektif agar siswa dengan mudah dapat memahami konsep.

Dalam memberikan pembelajaran guru menggunakan metode, dan pendekatan, untuk melayani, mendidik dan mengajar agar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, maka perlu diterapkan suatu pembelajaran yang mengacu pada teori belajar yang sesuai dengan teori belajar kognitif. Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA dijabarkan melalui konstruktivisme. Hakikat teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menjadikan informasi itu menjadi miliknya sendiri.

Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan pendekatan konstruktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi alternatif untuk mencapai tujuan IPA dalam meningkatkan kemampuan siswa bekerjasama dengan orang lain sehingga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar.

Penerapan pembelajaran kooperatif dalam budaya Indonesia yaitu gotong royong. Anggota masyarakatnya mempunyai kesamaan tujuan dan saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Menurut Slavin yang dikutip oleh Prayekti mengemukakan bahwa teknik pembelajaran kooperatif adalah berbagai metode pembelajaran yang memungkinkan para siswa dapat bekerja di dalam kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi tertentu.3

Menurut Slavin yang dikutip oleh Muslimin Ibrahim et. al., bahwa teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Dalam pembelajaran koopertif siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif daripada siswa yang bekerja secara individual atau

3

Suprayekti, Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Pendidikan Penabur, No. 07 Tahun V, Desember, 2006, h. 89.


(18)

kompetitif. Sehingga materi yang dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama.4

Proses belajar dengan kelompok akan membantu siswa menemukan dan membangun sendiri pemahaman tentang materi pembelajaran yang tidak dapat diperoleh pada metode ceramah. Nor Azizah Salleh dan Sharan yang dikutip oleh Nor Azizah Shalleh, Siti Rahayah Arifin, dan Musa Daia menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai struktur yang membolehkan interaksi sosial berlaku dan dapat meningkatkan pencapaian, minat kepada sekolah, teman, dan mata pelajaran. Pembelajaran kooperatif ini adalah berasaskan teori perkembangan kognitif, sadar sosial dan behavioris. Teori sadar sosial menekankan kepentingan dinamika kelompok, kemahiran sosial dan berkomunikasi untuk mewujudkan semangat bekerjasama. Teori behaviorisme pula menekankan kepentingan peneguhan kepada satu perlakuan yang positif. Ganjaran diberi kepada pelajar untuk memberikan motivasi kepada peserta didik. Pembelajaran kooperatif melibatkan ganjaran atau hadiah yang membedakannya dengan pembelajaran konvensional.5

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak teknik, dua di antaranya yaitu Group Investigation (GI) dan Student Team-Achievement Divisions (STAD). Dalam pembelajaran kooperatif baik GI maupun STAD dibagi menjadi beberapa kelompok, dan siswa diharapkan untuk aktif, saling menghargai, saling membantu di dalam kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama. Pada model pembelajaran kooperatif teknik STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas 4-5 orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Sedangkan kelompok GI, siswa dibagi ke dalam 5-6 yang dibentuk berdasarkan kesamaan minat atau perkawanan.

Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai

4

Muslimin Ibrahim, et. al., Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA-University Press, 2000), h. 16.

5

Nor Azizah Salleh, Siti Rahayah Arifin, Musa Daia, Penerapan Nilai Murni Melalui Pembelajaran-Kooperatif dalam Sains, Jurnal Pendidikan No. 27 2001, h. 48-49.


(19)

kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin kelompoknya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan.6 Model pembelajaran STAD sesuai dengan pendidikan IPA, oleh karena itu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses IPA, keterampilan IPA, sikap ilmiah, sikap demokratis dan penerapannya pada dunia nyata. Motivasi dalam pembelajaran STAD adalah menganjurkan bahwa hadiah dapat menciptakan anak lebih giat lagi dalam belajar dan berprestasi.

Dalam model pembelajaran teknik GI diketahui kemampuan berpikir siswa tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Slavin yang menyatakan bahwa proses pembelajaran kooperatif teknik GI terjadi peningkatan kemampuan untuk melakukan analisis dan sintesis terhadap segala informasi sehingga penguasaan akan materi lebih baik. Kelebihan model kooperatif teknik GI dalam meningkatkan hasil belajar diutarakan oleh Lord.7

Model pembelajaran kooperatif teknik GI dikembangkan oleh Thelan dan Sharan, dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerja sama dalam pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif teknik GI memiliki tujuan pada pencapaian kognitif informasi akademik yang tinggi dengan berketerampilan inkuiri. Proses pembelajaran GI merangsang siswa untuk berkemampuan menganalisis dan mensintesis segala informasi sehingga materi akan terkuasai lebih baik. Pada pencapaian proses, kegiatan pembelajaran GI siswa dituntut memilih topik berdasarkan masalah yang ditetapkan oleh guru.

Oleh karena itu, agar proses pengajaran dapat bermakna dengan adanya interaksi kerjasama sesuai dengan tujuan yang direncanakan, maka guru perlu mempertimbangkan strategi belajar mengajar yang efektif. Dengan demikian

6

Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, Terj. Cooperative Learning: Theory, Research and Practice (London: Allymand Bacon, 2005) oleh Nurulita, (Bandung: Nusa Media, 2009), Cet. Ke-IV h. 12.

7

Raharjo, The Effects of Group Investigation and Problem Based Learning Model to The Student Thinking Ability of Junior High School in Sidoarjo: Proceeding The Second International Seminar on Science Education Current Issues on Research and Teaching in Science Education, ISBN: 978-979-98546-4-2, 2008. h. 473.


(20)

siswa dapat memecahkan masalah dengan kegiatan yang dipilih sendiri, pembelajaran akan lebih hidup, siswa aktif, dan hasilnya lebih bermakna.

Maka peneliti perlu mencari strategi yang paling efektif dengan memilih judul “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajarkan Melalui Pendekatan Kooperatif Teknik Student Team

Achievement Divisions (STAD) dan Teknik Group Investigation (GI)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1.Rendahnya hasil belajar biologi siswa.

2.Proses pembelajaran masih bersifat konvensional dengan metode ceramah.

3.Kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan guru dalam penyampaian materi khususnya pada konsep sistem pencernaan.

4.Guru kurang memperhatikan aktivitas belajar siswa pada saat kegiatan pembelajaran.

5.Guru tidak membimbing siswa untuk saling berinteraksi dan bekerjasama dalam pencapaian hasil belajar secara bersama-sama. 6.Guru tidak mengarahkan siswa mandiri dalam mencari dan

menganalisis serta mensintesis informasi-informasi disekitarnya sehingga siswa dapat aktif dan menguasai materi lebih baik lagi.

C. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, masalah yang akan menjadi objek penelitian dibatasi sebagai berikut:

1. Penelitian akan dilakukan di SMP YPI Bintaro 2. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII semester I 3. Konsep sistem pencernaan manusia

4. Masalah yang menjadi objek penelitian pada perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatifteknik STAD dan teknik GI.


(21)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah perumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajarkan Melalui Pendekatan Kooperatif Teknik Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Teknik Group Investigation (GI)?”

E.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk:

a) Mengetahui perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik STAD dan teknik GI.

b) Mengetahui hasil belajar biologi siswa yang lebih baik dengan menggunakan pembelajaran teknik STAD atau dengan teknik GI.

2. Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut:

a) Sebagai bahan acuan bagi guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dengan menggunakan variasi metode sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami oleh siswa.

b) Dapat memberikan kontribusi yang baik bagi sekolah dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran biologi.


(22)

8 A. Kajian Teoritis

1. Pengertian Belajar

Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang pengertian belajar:

a. Menurut Walker yang dikutip oleh Yatim Riyanto mendefinisikan belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.1

b. Menurut Reber dalam kamusnya, Dictionary of Psychology yang dikutip oleh Muhibbin Syahmembatasi belajar dengan dua macam definisi:2

1) Belajar adalah The process of acquiring knowledge (proses memperoleh pengetahuan). Pengertian ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang kurang representatif karena tidak mengikutsertakan perolehan keterampilan nonkognitif.

2) Belajar adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice (suatu perubahan kemampuan bereaksi relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat). Dalam definisi ini terdapat empat macam istilah yang essensial dan perlu disoroti untuk memahami proses belajar.

1

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Prenada Media, 2009), Cet. Ke-I, h. 5.

2

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet. Ke-III, h. 62.


(23)

istilah tersebut meliputi: relatively permanent (yang secara umum menetap), response potentiality (kemampuan bereaksi), reinforced (yang diperkuat), Practice (praktek atau latihan).

c. Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology yang dikutip oleh Sumadimenyatakan bahwa:

Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. Jadi menurut Cronbach belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya.3

d. Menurut Gagne yang dikutip oleh Martinis belajar sebagai suatu proses dimana organisme berubah perilakunya diakibatkan pengalaman.4

Timbulnya aneka ragam pendapat para ahli tersebut di atas adalah fenomena perselisihan yang wajar karena adanya perbedaan titik pandang. Selain itu perbedaan antara satu situasi belajar dengan situasi belajar lainnya yang diamati oleh para ahli juga dapat menimbulkan perbedaan pandangan.

Teori belajar mempunyai banyak keragaman dan setiap teori dapat menjelaskan aspek-aspek tertentu dalam belajar yang akan dijadikan dasar mewarnai proses pembelajaran yang berlangsung. Setiap teori belajar dirumuskan berdasarkan kajian tentang perilaku individu dalam proses belajar. Pada intinya kajian tersebut menyangkut dua hal yaitu:

a. Konsep yang menganggap bahwa otak manusia terdiri atas sejumlah kemampuan potensial (daya-daya), seperti menalar, mengingat, menghayal, yang dapat dikembangkan dengan latihan.

b. Konsep yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu sistem energi yakni suatu sistem tenaga yang dinamis yanag berupaya memelihara keseimbangan dalam merespon sistem energi lain sehingga ia dapat berinteraksi melalui organ rasa. Selain itu energi juga meliputi berbagai

3

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), Cet. Ke-XIII, h. 231.

4

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2004), Cet. Ke-II, h. 99.


(24)

respon diantaranya respon terhadap stimulus, motivasi dan proses penalaran.5

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:6

a. Faktor internal (dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.

b. Faktor eksternal (dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa.

c. Faktor approach to learning (pendekatan belajar), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

Untuk memperjelas uraian mengenai faktor-faktor mempengaruhi belajar tersebut di atas, berikut ini penyusun sajikan sebuah tabel.

Tabel 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar7 Ragam Faktor dan Unsur-unsurnya

Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan 1. Aspek Fisiologis:

 Tonus Jasmani  Mata dan

telinga

2. Aspek Psikologis  intelegensi  sikap  minat

1. Lingkungan Sosial:  keluarga

 guru dan staf  masyarakat  staf

2. Lingkungan Nonsosial:  rumah

 sekolah  peralatan

1. Pendekatan Tinggi:  speculativeachieving 2. Pendekatan Menengah:  analytical deep 5

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2008), h 21.

6

Muhibbin Syah, Op. Cit., h.130.

7


(25)

 bakat  motivasi

 alam 3. Pendekatan Rendah:

reproductive surface 3. Hasil Belajar

Belajar merupakan proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri seseorang. Antara proses belajar dengan perubahan adalah dua gejala saling terkait yakni belajar sebagai proses dan perubahan sebagai bukti dari hasil yang diproses. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan, keterampilan, maupun yang menyangkut nilai sikap.8

Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar. Perubahan dalam menunjukkan kinerja (perilaku) berarti belajar menentukan semua keterampilan, pengetahuan dan sikap yang juga didapat oleh setiap siswa dari proses belajarnya.

Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar capaian kompetensi tersebut, yaitu penilaian terhadap:9

a. Hasil belajar penguasaan materi akademik (Kognitif)

Domain kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, dan kemampuan-kemampuan intelektual, seperti mengaplikasikan prinsip atau konsep, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Sebagian besar tujuan-tujuan instruksional berada dalam domain kognitif. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni:Pengetahuan/ingatan

8

Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan UN-Padang, 2001), h. 82.

9

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.13-24.


(26)

(knowledge), Pemahaman (comprehension), Penerapan (aplication), Analisis (analysis), Sintesis (synthesis), dan Evaluasi (evaluation).

Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk. Dikategorikan lebih rinci ke dalam enam jenjang kemampuan, yaitu:

1) Hafalan (C1)

Jenjang hafalan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya.

2) Pemahaman (C2)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik.

3) Penerapan (C3)

Yang termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau situasi konkrit.

4) Analisis (C4)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas.

5) Sintesis (C5)

Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk di dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa dan informasi lainnya. 6) Evaluasi (C6)

Kemampuan pada jenjang evaluasi ialah kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjan, berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.


(27)

b. Hasil belajar yang bersifat proses normatif (Afektif)

Domain afektif mencakup pemilikan minat, sikap, dan nilai yang ditanamkan melalui proses belajar mengajar. Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru, dan sebagainya. Ranah afektif dirinci oleh Kratwohl dkk., menjadi lima jenjang, yakni: Perhatian, Tanggapan, Penilaian, Pengorganisasian, dan Karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai. Untuk menilai hasil belajar dapat digunakan instrumen evaluasi yang bersifat non tes, misalnya kuesioner dan observasi.

c. Hasil belajar aplikatif (Psikomotor)

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkatian dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ranah ini diklasifikasikan ke dalam tujuh kategori yakni: Persepsi (perception), Kesiapan (set), Gerakan terbimbing (guided response), Gerakan terbiasa (mechanism), Gerakan kompleks (complex overt response), Penyesuaian pola gerakan (adaptation), Kreatifitas/keaslian (Creativity/origination).

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya.10

10

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 155.


(28)

Menurut Sudjana perbedaan hasil belajar di kalangan para siswa disebabkan oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat, dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.11

Sedangkan menurut Oemar Hamalik hasil belajar dikalangan siswa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor kematangan akibat dari kemajuan umur kronologis, latar belakang pribadi masing-masing, sikap, dan bakat terhadap suatu bidang pelajaran yang diberikan.12

Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

1) Sasaran penilaian

Sasaran atau objek evaluasi hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang. Masing-masing bidang terdiri dari sejumlah aspek. Aspek-aspek tersebut sebaiknya dapat diungkapkan melalui penilaian tersebut. Dengan demikian dapat diketahui tingkah laku mana yang sudah dikuasainya oleh peserta didik dan mana yang belum sebagai bahan bagi perbaikan dan penyempurnaan program pengajaran selanjutnya.

2) Alat penilaian

Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif meliputi tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang objektif. Penilaian hasil belajar sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan agar diperoleh hasil yang menggambarkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

11

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), Cet. Ke-VI. h. 39.

12


(29)

3) Prosedur pelaksanaan tes

Penilaian hasil belajar dilaksanakan dalam bentuk formatif dan sumatif. Penilaian formatif dilakukan pada setiap pengajaran berlangsung, yakni pada akhir pengajaran. Hasilnya dicatat untuk bahan penilaian dan untuk menentukan derajat keberhasilan peserta didik seperti untuk kenaikan tingkat. Penilaian sumatif biasanya dilakukan pada akhir suatu program atau pertengahan program. Hasilnya digunakan untuk mengetahui program mana yang belum dikuasai oleh peserta didik. 13

4. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian pembelajaran kooperatif

Cooperative Learning menurut Johnson & Johnson dikutip oleh Tonih Feronika adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerja dan belajar satu sama lain untuk mencapai tujuan kelompok di dalam belajar kooperatif siswa berdiskusi dan saling membantu serta mengajak satu sama lain untuk memahami isi materi.14

Menurut Davidson dan Warsham yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan bahwa Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengamalan individu maupun pengalaman kelompok. Sehingga dapat tercipta pembelajaran yang bersifat student center dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menghargai satu sama lain.15

Dalam upaya peningkatan hasil belajar peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif mengingat model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, sehingga

13

Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet. Ke-II. h. 179.

14

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 56.

15

Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 29.


(30)

siswa dapat bekerja sama dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran model kooperatif dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk tulisan. Para siswa secara individu lebih percaya diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah biologi.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran bersama-sama dalam suatu kelompok dengan jumlah anggota antara tiga sampai lima orang siswa. Para anggota bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan guru.

Tabel 2.2 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional.16

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Adanya saling ketergantungan positif,

saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada motivasi promotif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis

Kelompok belajar biasanya homogen

16

Trianto, Model-model Pembelajaran Invovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. Ke-I, h. 43.


(31)

kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman pemimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pimpinannya dengan caranya masing-masing

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar .

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar .

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas

b.Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar yang


(32)

lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:17

1)Hasil belajar akademik

Dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

2)Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

3)Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

17


(33)

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana yang dikemukakan Slavin yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Berikut penjelasannya: 18

1)Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan saling peduli.

2)Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. 3)Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode scoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan strategi pembelajaran lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajarannya yang lebih menekankan pada

18


(34)

proses kerjasama dalam kelompok. atau dalam mencapai tujuan pembelajaran peserta didik secara harmoni bekerjasama dengan teman kelasnya. Berdasarkan karakteristiknya, pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik sebagai berikut:19

1) Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif dilakukan secara tim, sesama anggota tim saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran atau dengan kata lain keberhasilan pembelajaran bukan ditentukan oleh individu akan tetapi oleh tim. Anggota dalam tim bersifat heterogen yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota kelompok dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.

2) Pembelajaran dengan manajemen kooperatif

Manajemen memiliki empat pilar fungsi manajemen, yaitu: fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Fungsi perencanaan memiliki makna bahwa pembelajaran dilakukan secara terencana baik tujuannya, cara mencapainya dan lain-lain. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan dan disepakati bersama. Fungsi organisasi dimaksudkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota dalam kelompok, oleh karenanya perlu diatur mekanisme tugas dan tanggung jawab setiap anggota. Fungsi kontrol sangat penting dalam pembelajaran ini, karenanya harus ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.

19 Junaedi, et. al., 2008. Strategi Pembelajaran. Learning Assistance Program For Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Surabaya: LAPIS-PGMI, h. 10-11.


(35)

3) Kemauan untuk bekerja sama

Kerja sama dalam kelompok tidak akan efektif manakala setiap aggota tidak memiliki kemauan untuk bekerja sama atau secara terpaksa, karena dalam tim bukan hanya ada pengaturan tugas dan tanggung jawab setiap anggota tim, melainkan juga harus ditanamkan dan ditumbuhkan kebersamaan dalam kelompok yang bisa diwujudkan dalam bentuk saling membantu, saling mengingatkan dan sebagainya. 4) Keterampilan bekerja sama

Tujuan bekerja dalam kelompok adalah keberhasilan kelompok bukan hanya individu-individu dalam kelompok secara terpisah, untuk itu kemampuan dan keterampilan bekerja sama dalam kelompok sangat dibutuhkan agar setiap anggota kelompok dapat menyumbangkan ide, mengemukakan pendapat dan dapat memberikan konstribusi kepada keberhasilan kelompok.

d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 20 1) Saling ketergantungan positif

Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Siswa satu membutuhkan siswa yang lain, demikian pula sebaliknya. Hubungan yang saling membutuhkan antara siswa satu dengan siswa yang lain inilah yang disebut dengan saling ketergantungan positif. Suasana ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu sebagai berikut:

20

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-II.h. 190-192.


(36)

a) Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini masing-masing siswa merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran.

b) Saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini masing-masing siswa membutuhkan teman dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.

c) Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar. Siswa yang tidak memiliki sumber belajar (misalnya buku) akan berusaha meminjam pada temannya.

d) Saling ketergantungan peran. Siswa yang sebelumnya mungkin sering bertanya karena belum paham terhadap satu masalah pada temannya, suatu saat ia akan berusaha mengajari temannya yang mungkin mengalami masalah (berperan sebagai pengajar). e) Saling ketergantungan hadiah. Penghargaan/hadiah diberikan

kepada kelompok, karena hasil kerja adalah hasil kerja kelompok, bukan hasil kerja individual/perseorangan. Sedangkan keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran bergantung pada keberhasilan setiap anggota/individu kelompok.

2) Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Jadi dalam hal ini, semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan keterampilan bekerja sama untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok.

3) Akuntabilitas individual

Mengingat pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dalam bentuk kelompok, maka setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan pikiran demi keberhasilan pekerjaan kelompok. Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap siswa harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi


(37)

pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar yang demikian akan menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing-masing individu siswa. Tanpa adanya tanggung jawab individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai.

4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antar anggota kelompok. Dengan demikian dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan santun terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mmendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan, tapi secara sengaja diajarkan oleh guru.

Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

e. Keterampilan-keterampilan Kooperatif

Di dalam pembelajaran kooperatif terdapat keterampilan-keterampilan yang didapat siswa, diantaranya:21

1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi menggunakan kesempatan, menghargai kontribusi, berbagi tugas, mendorong partisipasi.

2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mendengarkan dengan aktif, bertanya,

21


(38)

membuat ringkasan, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, menerima tanggung jawab, menggunakan kesabaran.

3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, memeriksa secara cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, berkompromi, menghadapi masalah khusus.

f. Langkah-langkah Umum Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah umum pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 22

Tabel 2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase-2

Menyajikan informasi

Fase-3

Mengkoordinasikan siswa ke dalam kelompok bekerja dan belajar

Fase-4 membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase-5 Evaluasi

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru mrmbimbing kelompok-kelompok belajar saat merka mengerjakan tugas mereka.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah

22

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet. Ke-I. h. 67.


(39)

Fase-6

Memberikan penghargaan

dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

g. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif

Banyak pihak yang mengklaim bahwa kerja sama mempunyai keuntungan atas persaingan dalam situasi pembelajaran atau situasi belajar. Menurut Deutsch, Shaw serta Johnson yang dikutip oleh Junaedi et. al., menjelaskan bahwa telah mengidentifikasi beberapa keuntungan (keunggulan) ketika pembelajaran kooperatif diterapkan dengan baik, di antaranya:23

1)Peserta didik dalam pembelajaran kooperatif mampu bekerja sama untuk kebaikan kelompok secara keseluruhan ketimbang hanya untuk kebutuhan individu saja.

2)Peserta didik dalam kelompok pembelajaran kooperatif dapat didorong untuk membantu siswa yang mempunyai masalah dalam belajar atau membantu siswa yang cacat.

3)Prosedur pembelajaran kooperatif memudahkan integrasi sosial dari kebutuhan khusus siswa. Akibat yang dihasilkan adalah sikap yang lebih toleran kepada mereka yang mempunyai perbedaan dalam kemampuan, latar belakang sosial, kelas sosial, ras, dan latar belakang akademik

4)Metode pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk menyediakan penghargaan atau reward (hadiah) baik kepada siswa berprestasi tinggi maupun siswa berprestasi rendah.

23


(40)

5)Pembelajaran kooperatif memudahkan pembagian usaha dan tugas yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu. 6)Mendorong komunikasi antar siswa, dan hasilnya adalah

pembelajaran yang lebih baik dan hubungan antar personal yang semakin membaik.

5. Pembelajaran Kooperatif Teknik Student Team-Achievement Divisions

(STAD)

Pembelajaran kooperatif model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas John Hopkin USA. Dalam STAD siswa ditempatkan dalam tim-tim belajar beranggotakan 4-5 siswa yang heterogen. Adanya penghargaan kelompok dari hasil penilaian merupakan salah satu ciri dari STAD.

STAD bertugas membantu anggota kelompok untuk bekerja memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, membuat kelompok bekerja yang saling mengemukakan pendapat maupun menghadapi tes atau ulangan. Team STAD berusaha supaya anggota kelompok atau individu dapat lebih menonjol pengetahuannya daripada kelompok lain dan menekankan bahwa anggota kelompok bekerja paling baik dibandingkan kelompok lainnya.24

Secara umum cara penerapan model STAD di kelas adalah sebagai berikut:25

a. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok.

b. Tiap kelompok siswa terdiri dari 4-5 orang yang bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan, jenis kelamin, budaya, dan sebagainya.

c. Tiap kelompok diberi bahan ajar dan tugas-tugas pembelajaran yang harus dikerjakan.

24

Tonih Feronika, Op. Cit., h. 65.

25


(41)

d. Tiap kelompok didorong untuk mempelajari bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran melalui diskusi kelompok

e. Selama proses pembelajaran secara kelompok guru berperan sebagai fasilitator dan motivator.

f. Tiap minggu atau dua minggu sekali, guru melaksanakan evaluasi, baik secara individu maupun kelompok untuk mengetahui kemajuan belajar siswa.

g. Bagi siswa dan kelompok siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna diberi penghargaan. Demikian pula jika semua kelompok memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna maka semua kelompok tersebut wajib diberi penghargaan.

Menurut Robert E. Slavin model pembelajaran kooperatif teknik STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu:26

a. Presentasi kelas

Presentasi kelas yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan informasi materi pokok secara garis besar.

b. Tim

Tim terdiri dari 4-5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan khususnya mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.

c. Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual.

26


(42)

d. Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya.

e. Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim juga dapat digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif teknik STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain:27

a. Perangkat pembelajaran

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), berserta lembar jawabannya

b. Membentuk kelompok kooperatif

Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. c. Menentukan skor awal

Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis.

27


(43)

d. Pengaturan tempat duduk

Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif.

e. Kerja kelompok

Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif teknik STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok agar mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.

Menurut Yatim Riyanto ada 8 fase di dalam model pembelajaran kooperatif teknik STAD yaitu:28

Fase 1 : Guru presentasi, memberikan materi yang akan dipelajari secara garis besar dan prosedur kegiatan, juga tata cara kerja kelompok.

Fase 2 : Guru membentuk kelompok, berdasar kemampuan, jenis kelamin, ras, suku, jumlah antara 2-5 siswa.

Fase 3 : siswa bekerja dalam kelompok, siswa belajar bersama, diskusi atau mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Fase 4 : Scafolding, guru memberikan bimbingan

Fase 5 : Validation, yaitu guru mengadakan validasi hasil kerja kelompok dan memberikan kesimpulan tugas kelompok.

Fase 6 : Quizzes, guru mengadakan kuis secara individu, hasil nilai dikumpulkan, dirata-rata dalam kelompok, selisih skor awal (base score) individu dengan skor hasil kuis (skor perkembangan) dengan perhitungan sebagai berikut:

28


(44)

Tabel 2.4 Penghitungan Skor Perkembangan pada Evaluasi Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD

NO Skor Tes Nilai Perkembangan

1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 2. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal 10 3. Skor awal sehingga 10 poin di atasnya 20 4. Lebih dari 20 point di atas skor awal 30

Fase 7 : penghargaan kelompok, berdasarkan skor perhitungan yang diperoleh anggota, dirata-rata, hasilnya disesuaikan dengan predikat tim.

Tabel 2. 5

Perolehan skor dan penghargaan tim teknik STAD29

No Perolehan skor Predikat

1 15 - 19 Good team

2 20 - 24 Great team

3 25 - 30 Super team

Fase 8 : evaluasi yang dilakukan guru.

6. Pembelajaran Kooperatif Teknik Group Investigation (GI)

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Model ini pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. 30

Dalam model pembelajaran teknik GI diketahui kemampuan berpikir siswa tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Slavin yang menyatakan bahwa proses pembelajaran kooperatif teknik GI terjadi peningkatan kemampuan

29 Yatim, Riyanto, 2009. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana. h. 27.

30


(45)

untuk melakukan analisis dan sintesis terhadap segala informasi sehingga penguasaan akan materi lebih baik. Kelebihan model kooperatif teknik GI dalam meningkatkan hasil belajar diutarakan oleh Lord, kooperatif GI dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Hal ini didukung oleh pendapat Lord yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa.31

Dalam hal ini menurut Muslimin Ibrahim et. al., ada enam tahapan yang menuntut keterlibatan anggota tim, yaitu sebagai berikut:32

a.Pemilihan topik

Sub topik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya diterapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.

b.Perencanaan kooperatif

Setelah sub topik ditetapkan, kegiatan kelompok berikutnya adalah melakukan perencanaan tugas belajar. dalam hal ini bisa saja tugas-tugas pembelajaran dibagi-bagi untuk setiap anggota, sesuai dengan topik yang ditetapkan.

c.Implementasi

Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.

31

Raharjo, The Effects of Group Investigation and Problem Based Learning Model to The Student Thinking Ability of Junior High School in Sidoarjo:Proceeding The Second International Seminar on Science Education Current Issues on Research and Teaching in Science Education, Surabaya State University, 2008. h. 473.

32


(46)

d.Analisis dan Sintesis

Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.

e.Presentasi Hasil Final

Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.

f. Evaluasi

Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif teknik Group Investigation (GI) menurut Slavin adalah:33

a. Mengidentifikasi topik dan mengatur ke dalam kelompok-kelompok penelitian.Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru mempresentasikan serangkaian permasalahan dan para siswa mengidentifikasikan dan memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari.

b. Merencanakan investigasi di dalam kelompok. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik yang akan mereka investigasi. Sebuah kelompok harus memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti, memutuskan bagaimana melaksanakannya dan menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi tersebut.

33


(47)

c. Melaksanakan investigasi. Dalam tahap ini setiap kelompok melaksanakan rencana yang telah diformulasikan sebelumnya. Biasanya ini adalah tahap yang paling banyak memakan waktu. Selama tahap ini para siswa mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan-kesimpulan, dan mengaplikasikan pengetahuan baru yang menjadi bagian mereka yang untuk menciptakan sebuah resolusi atau masalah yang diteliti kelompok.

d. Menyiapkan laporan akhir. Pada tahap ini siswa mengintegrasikan semua bagian menjadi satu keseluruhan, dan merencanakan sebuah presentasi yang bersifat instruktif sekaligus menarik.

e. Mempresentasikan laporan akhir. Pada tahap ini masing-masing kelompok mempersiapkan diri untuk mempresentasikan laporan akhir kepada kelas. Mereka harus mampu mengatasi bukan hanya tuntutan dari tugas tersebut tetapi juga harus mampu mengatasi masalah-masalah organisasional yang berkaitan dengan koordinasi seluruh pekerjaan dan perencanaan, serta membawakan presentasi.

f. Evaluasi pencapaian. Pada tahap ini, guru harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi siswa mengenai subyek yang dipelajari, bagaimana mengaplikasikan pengetahuan terhadap solusi dari masalah-masalah baru, bagaimana menggunakan kesimpulan dari apa yang dipelajari dalam mendiskusikan pertanyaan yang membutuhkan analisis dan penilaian, dan bagaimana sampai pada kesimpulan serangkaian data.


(48)

Tabel 2.6 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD dan Teknik GI34

Pendekatan

Unsur Teknik STAD Teknik GI Tujuan

Kognitif

Pengetahuan akademis

faktual

Pengetahuan konseptual Akademis dan Keterampilan

Menyelidiki Tujuan Sosial Kerja kelompok

dan kerja sama

Kerjasama dalam kelompok kompleks

Struktur Tim Kelompok belajar heretogen 4-5 orang anggota

Beranggota 5-6 orang, mungkin homogen (berdasarkan kesamaan

minat) Pemilihan

Topik

Biasanya guru Guru dan siswa

Tugas Utama Siswa menggunakan worksheet dan

saling membantu

dalam menguasai materi belajar

siswa menyelesaikan penyelidikan yang kompleks

Asesmen Tes mingguan Menyelesaikan proyek dan

membuat laporan, dapat menggunakan tes essay Rekognisi Newsletter dan

publikasi lain

Presentasi lisan dan tertulis

34 Sugiyanto, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma Pustaka dan FKIP UNS, 2010). Cet. Ke-II.h. 63-64.


(49)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Putu Arnyana dengan judul Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Model belajar berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan model pengajaran langsung (2) Strategi Kooperatif GI dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan strategi kooperatif STAD (3) Interaksi model belajar berdasarkan masalah dengan strategi kooperatif teknik Group Investigation (GI ) memberikan pengaruh paling baik dalam meningkatkan hasil belajar, diikuti berturut-turut oleh interaksi model belajar berdasarkan masalah dengan strategi kooperatif teknik Student Team Achievement Divisions (STAD), dan interaksi model pengajaran langsung dengan strategi kooperatif GI.35

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Syahrul dengan judul penelitian Perbedaan Hasil Belajar Kimia Siswa antara yang Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dengan Pendekatan STAD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar kimia siswa dengan pendekatan GI lebih tinggi dari pada hasil belajar kimia siswa dengan pendekatan STAD.36

Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Santyasa, Nyoman Subratha, I N P Suwindra dengan judul Keefektifan Model Rekonstruksi Kognitif dan Teknik-teknik Kooperatif GI, MURDER, dan STAD dalam pembelajaran Fisika di SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan hasil belajar fisika antara kelompok MRK dan kelompok MPL. MRK terevaluasi lebih efektif dibandingkan dengan MPL dalam pencapaian hasil

35

Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXIX Oktober 2006. h. 710.

36

Muhammad Syahrul, “Perbedaan Hasil Belajar Kimia Siswa antara yang Menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dengan Metode STAD”, (Jakarta: Skripsi: Prodi Pendidikan Kimia Jurusan PIPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 42.


(50)

belajar fisika. (2) Terdapat perbedaan hasil belajar fisika antar kelompok-kelompok GI, MDR, dan STAD. GI teraveluasi paling unggul, disusul MDR, dan terakhir STAD dalam pencapaian hasil belajar fisika.37

Penelitian oleh Jumrah dengan judul Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa SMAN 5 Palu Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Model Kooperatif Tipe STAD Pada Pembelajaran Kimia. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Keterampilan proses siswa baik secara individu, kelompok, maupun klasikal, dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik STAD sangat baik. (2) Hasil belajar siswa baik secara individu, kelompok, maupun klasikal, dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik STAD sangat baik. (3) Terdapat pengaruh positif yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik STAD dalam meningkatkan keterampilan proses belajar siswa yang berdampak pada peningkatan ketuntasan hasil belajarnya.38

Penelitian yang dilakukan oleh Perdy Karuru dengan judul Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP. Hasil penelitian didapatkan bahwa: (1) Guru dalam mengelola pengajaran cukup baik dan dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran. (2) Guru mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik. (3) Mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student center serta dapat mendapatkan proporsi jawaban benar siswa. (4) Hasil pembelajaran yang diajar dengan pendekatan keterampilan proses dalam setting pembelajaran kooperatif teknik STAD lebih

37

I Wayan Santyasa, Nyoman Subratha, I N P Suwindra, “Keefektifan Model Rekonstruksi Kognitif dan Teknik-teknik Kooperatif GI, MURDER, dan STAD dalam pembelajaran Fisika di SMA”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2005. h. 642.

38

Jumrah, “Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa SMAN 5 Palu Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Model Kooperatif Tipe STAD Pada Pembelajaran Asam-Basa”, dalam Jurnal Media Eksakta Vol. 2(2). Juli 2006. h. 114.


(51)

baik dibanding pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif.39

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Tisnawati dengan judul Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X MAN Model Palu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah penerapan model CL tipe STAD dalam belajar siswa sesudah penerapan model CL tipe STAD lebih besar dari pada nilai sebelumnya.40

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Ngabekti dengan judul Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model investigasi kelompok lebih disenangi oleh siswa karena lebih faham materi pembelajaran dengan bertanya pada teman dalam kelompok, tugas lebih ringan, lebih mudah mengerjakan tugas, dan lebih berani bertanya. Namun bagi sebagian kecil siswa yang kemampuan akademiknya tinggi, merasa terganggu dengan pengelompokkan karena kurang konsentrasi.41

Penelitian yang dilakukan Raharjo dengan judul The Effects of Group Investigation and Problem Based Learning Model To The Student Thinking Ability of Junior High School in Sidoarjo, diperoleh hasil bahwa kemampuan berpikir tertinggi terdapat pada kombinasi materi konsep sistem ekskresi dengan dengan model pembelajaran kooperatif teknik GI, sedangkan pembelajaran yang terendah terdapat pada kombinasi materi konsep sistem ekskresi dengan model pembelajaran PBL. Skor kemampuan berpikir pada

39

Perdy Karuru, “Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 45, Tahun ke-9, November 2003. h. 803.

40

Dewi Tisnawati, “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X MAN Model Palu”, dalam Jurnal Derap Pendidikan, Vol. 2 No. 3, 2008, h. 107.

41

Sri Ngabekti, “Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok”, dalam Proceeding: Seminar Nasional Biologi Bidang Lingkungan, Bioteknologi, dan Pendidikan Biologi LPMP Semarang, 26 Agustus 2006, h. 286.


(1)

Zi = x - x SD

S (Zi) = Zn , n = Jumlah siswa n

Ltabel (Lt); karena n > 30, maka: Ltabel (Lt); = 0.886 = 0.886 = 0,1496

√ √35

Lo<Lt (0.11983<0.1496) sehingga diambil kesimpulan bahwa sampel berdistribusi


(2)

Lampiran 38

Uji Homogenitas Data

A. Penghitungan Uji Homogenitas Pretest Kedua Kelompok

Penghitungan uji homogenitas yang dilakukan adalah uji homogenitas dua varians atau uji Fisher, dengan rumus:

F = S12, Si² = n. ∑ (fXi²) – (∑fXi) ²

S11 n (n – 1)

Untuk menguji homogenitas data pretest menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hipotesis

Ho = Data yang memiliki varians homogen Ha = Data yang tidak memiliki varians homogen 2. Kriteria pengujian

a. Jika Fhitung<Ftabel, maka Ho diterima, yang berarti kedua varians homogen

b. Jika Fhitung<Ftabel, maka Ha diterima, yang berarti kedua varians tidak homogen

3. Menentukan nilai Fhitung

Diketahui varians semua skor pretest kelas ekperimen I= 107,4706 dan varians semua skor pretest kelas eksperimen II= 141,0706, maka varians terbesar (Si²) = 141,0706 dan varians terkecil (Si²) = 107,4706 dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh : F = S12 = 141,0706

S11 107,4706

Fhitung = 1,31

4. Menentukan derajat kebebasan: db= n-1

db1= 35-1 =34

db2= 35-1 =34

5. Menentukan Ftabel (lihat tabel)

Ftabel = F(α)(db1/db2) = F(0,05)(34/34) = 1,76

6. Kesimpulan

Karena Fhitung < Ftabel (1,31<1,76), berarti H0 diterima, maka memiliki varians yang


(3)

B. Penghitungan Uji Homogenitas Posttest Kedua Kelompok

Penghitungan uji homogenitas yang dilakukan adalah uji homogenitas dua varians atau uji Fisher, dengan rumus:

F = S12, Si² = n. ∑ (fXi²) – (∑fXi) ²

S11 n (n – 1)

Untuk menguji homogenitas data posttest menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hipotesis

Ho = Data yang memiliki varians homogen Ha = Data yang tidak memiliki varians homogen 2. Kriteria pengujian

a. Jika Fhitung<Ftabel, maka Ho diterima, yang berarti kedua varians homogen

b. Jika Fhitung>Ftabel, maka Ha diterima, yang berarti kedua varians tidak homogen

3. Menentukan nilai Fhitung

Diketahui varians semua skor posttest kelas ekperimen I= 130,5294 dan varians semua skor posttest kelas eksperimen II= 129,04706, maka varians terbesar (Si²) = 130,5294 dan varians terkecil (Si²)= 129,04706 dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh :

F = S12 = 130,5294

S11 129,04706

Fhitung = 1,01

4. Menentukan derajat kebebasan: db= n-1

db1= 35-1 =34

db2= 35-1 =34

5. Menentukan Ftabel (lihat tabel)

Ftabel = F (α)(db1/db2) = F (0,05)(34/34) = 1,76

6. Kesimpulan

Karena Fhitung < Ftabel (1,01<1,76), berarti Ho diterima, maka memiliki varians yang

homogen.


(4)

Lampiran 39

Penghitungan Uji Homogenitas dengan N-Gain

Penghitungan uji homogenitas yang dilakukan adalah uji homogenitas dua varians atau uji Fisher, dengan rumus:

F = S12, Si² = n. ∑ (fXi²) – (∑fXi) ²

S11 n (n – 1)

Untuk menguji homogenitas data posttest menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hipotesis

Ho = Data yang memiliki varians homogen Ha = Data yang tidak memiliki varians homogen 2. Kriteria pengujian

a. Jika Fhitung<Ftabel, maka Ho diterima, yang berarti kedua varians homogen

b. Jika Fhitung>Ftabel, maka Ha diterima, yang berarti kedua varians tidak homogen

3. Menentukan nilai Fhitung

Diketahui varians semua skor posttest kelas ekperimen I = 130,5294 dan varians semua skor posttest kelas eksperimen II = 129,04706 , maka varians terbesar (Si²) = 130,5294 dan varians terkecil (Si²) = 129,04706 dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh :

F = S12 = 130,5294

S11 129,0470

Fhitung = 1,01

4. Menentukan derajat kebebasan: db= n-1

db1= 35-1 =34

db2= 35-1 =34

5. Menentukan Ftabel (lihat tabel)

Ftabel = F (α)(db1/db2) = F (0,05)(34/34) = 1,76

6. Kesimpulan

Karena Fhitung < Ftabel (1,01<1,76), berarti Ho diterima, maka memiliki varians yang


(5)

Lampiran 40

Penghitungan Uji Hipotesis

Penghitungan uji hipotesis berdasarkan data post test dengan menggunakan Uji-t. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan hipotesis

Ho : rata-rata data kelompok eksperimen 1 Ha : rata-rata data kelompok eksperimen 2 2. Menentukan α

Taraf signifikasi yang digunakan adalah α = 0,05 3. Menentukan kriteria penerimaan hipotesis

Berdasarkan uji kesamaan varians, ditunjukan bahwa kedua kelompok mempunyai varians yang homogen, maka untuk pengujian hipotesis ini digunakan rumus:

Thitung =

dengan Sg =

( ) ( )

Kriterianya : Ho diterima, jika Fhitung < ttabel dan Ha diterima, jika Fhitung > ttabel

4. Menghitung t - Mencari Sg

= ( ) ( )

= ( ) , ( ) ,

= , , = ,

= 129,775 = 11.39 = 11,4 (dibulatkan)

- Menghitung nilai thitung

thitung

=

, ,

=

,,

=

,

√ ,

,

=

,


(6)

5. Kesimpulan

Karena thitung>ttabel (2,132>2,00), berarti Ha diterima, maka rata-rata data kelompok

eksperimen I tidak sama dengan rata-rata data kelompok II, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor posttest kelompok eksperimen I dengan eksperimen II.


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik stad dan teknik jigsaw: kuasi eksperimen di SMP attaqwa 06 Bekasi

0 4 76

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sdit Bina Insani ( Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Sdit Bina Insani Kelas V Semester Ii Serang-Banten )

0 3 184

Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation siswa kelas IV SD Negeri Sukamaju 3 Depok

0 6 189

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) DENGAN STAD (STUDENTS TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) MELALUI METODE EKSPERIMEN

0 7 52

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DAN PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT Perbandingan Pembelajaran Group Investigation (GI) Dan Pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar Biologi Peserta Didik Kela

0 2 16

Antara Siswa yang Diajarkan Melalui Kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Group Investigation (GI) Di SMP Negeri 6 Lilirilau

0 1 178