THE 5 TH URECOL PROCEEDING MODEL KEBIJAK
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
MODEL KEBIJAKAN DISTRIBUSI BAWANG MERAH DAN PUTIH
DI WILAYAH EKS KARESIDENAN SURAKARTA
DENGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Soepatini1, Imronudin Muhammad2, Setyawan Anton3, Nugroho Sidiq4
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pembentukan harga dan distribusi bawang
putih dan bawang merah di kawasan eks karesidenan Surakarta. Rerangka analisis yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah rerangka manajemen rantai pasok (supply chain
management). Bawang putih dan bawang merah adalah komoditas penting yang fluktuasi
harganya memberikan kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia.
Kawasan eks karesidenan Surakarta adalah salah satu wilayah yang terkena dampak dari
fluktuasi harga bawang merah dan bawang putih. Bawang merah dan bawang putih
merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi yang cukup besar di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta. Kebutuhan bawang merah dan bawang putih di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta masih bergantung dari impor dari daerah lain maupun dari luar
negeri. Produksi Bawang merah di eks karisidenana Surakarta berada di wilayah Boyolali
dan Karang anyar. Ketergantungan pasokan bawang merah dan bawang putih dan
panjangnya jalur distribusi ini juga mempunyai dampak negatif, yaitu harga komoditas
ditetapkan oleh para tengkulak atau pedagang yang menyalurkan bawang merah dan putih
dari para produsen ke konsumen. Tingginya permintaan kedua komoditas tersebut apabila
harga komoditas bawang merah dan bawang putih sedikit mengalami kenaikan, dapat
menyumbang inflasi yang cukup besar. Harga jual hasil panen bawang merah di level petani
antar Rp 8.000 sampai Rp 9.000 kemudian dikirim kepada Pedagang Besar yang berada di
wilayah lain. Distributor menjual kepada pedagang eceran dengan harga Rp 11.000 sampai
Rp 12.000 dan untuk konsumen bisnis dengan harga Rp 16.000 sampai dengan Rp 18.000.
Dari Pedagang eceran dijual kepada konsumen akhir RP 13.00 hingga Rp 14.000. Harga jual
bawang putih dari importir dengan dua jenis yaitu cating antara Rp 11.600 sampai Rp
11.700 dan cincau antar Rp 9.000 sampai Rp 10.000 kemudian dikirim kepada Agen. Agen
menjual kepada distributor yang berada di wilayah lain dengan harga cating antara Rp
11.700 sampai Rp 11.800 dan cincau Rp 10.1100. Kemudian untuk harga jual kepada
Pedagang eceran yang ditentukan oleh distributor dengan harga cataing Rp 12.000 dan
cincau Rp 12.000. selanjutnya harga jual untuk konsumen bisnis dari distributor dengan
harga Rp 16.000 untuk kating dan cincau Rp 18.000.
Kata kunci : Bawang merah, Bawang putih, Rantai pasok, Inflasi
1. PENDAHULUAN
Penelitian tentang harga merupakan
sebuah kajian penting yang terkait dengan
inflasi, stabilisasi makro ekonomi dan juga
aspek distribusi komoditas. Inamura et al.,
(2011) mengemukakan bahwa perubahan
harga komoditas saat ini mempunyai
kontribusi besar terhadap indeks harga
konsumen. Chen et al., (2008) pada sisi lain
menemukan bahwa harga komoditas bisa
berdampak secara tidak langsung pada nilai
tukar mata uang.
Bawang putih dan bawang merah
adalah komoditas penting yang fluktuasi
harga memberikan kontribusi bagi tingkat
inflasi di beberapa wilayah di Indonesia.
Kawasan eks karesidenan Surakarta adalah
salah satu wilayah yang terkena dampak
dari fluktuasi harga bawang merah dan
bawang putih. Bawang merah dan bawang
1013
THE 5TH URECOL PROCEEDING
putih merupakan salah satu komoditas
penyumbang inflasi yang cukup besar di
wilayah Eks Karesidenan Surakarta.
Dengan bobot inflasi sebesar 0,41% untuk
bawang merah dan 0,34% untuk bawang
putih (data BPS) dengan nilai konsumsi per
tahun untuk bawang merah sebesar 22.527
ton sehingga apabila harga komoditas
bawang merah dan bawang putih sedikit
mengalami kenaikan, dapat menyumbang
inflasi yang cukup besar.
Pada tahun 2012, konsumsi bawang
merah di wilayah Eks Karesidenan
Surakarta mencapai 22.527 ton sedangkan
tingkat produksi mencapai 41.325 ton
dengan daerah penghasil terbesar adalah
Kabupaten Boyolali diikuti Karanganyar
dan Sragen (data surplus defisit bahan
pangan Soloraya, 2013). Namun demikian,
bawang merah yang ada di pasar-pasar di
wilayah Eks Karesidenan Surakarta ratarata berasal dari luar wilayah Eks
Karesidenan
Surakarta.
Berdasarkan
informasi yang didapatkan oleh KPw BI
Solo, petani bawang merah di daerah
Boyolali misalnya, tidak bisa langsung
masuk ke pasar yang berada di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta melainkan harus
melalui pihak distributor di Jawa Timur
terlebih dahulu.
Hal tersebut menandakan bahwa
kebutuhan bawang merah dan bawang putih
di wilayah Eks Karesidenan Surakarta
masih bergantung dari impor dari daerah
lain maupun dari luar negeri meskipun
sebenarnya jumlah produksinya masih
surplus. Sehingga apabila terjadi gangguan
dalam pengiriman pasokan bawang merah
dari daerah lain maka akan menyebabkan
kelangkaan komoditas bawang yang dapat
berakibat kenaikan harga.
Ketergantungan pasokan bawang
merah dan bawang putih dan panjangnya
jalur distribusi ini juga mempunyai dampak
negatif, yaitu harga komoditas ditetapkan
oleh para tengkulak atau pedagang yang
menyalurkan bawang merah dan putih dari
para produsen ke konsumen. Sehingga
terkadang petani lokal di daerah Boyolali,
Sragen maupun Karanganyar juga tidak
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
mempunyai bargaining power terhadap
penentuan harga bawang.
Dengan mekanisme tersebut diatas,
apabila harga bawang merah itu naik maka
pihak yang menikmati keuntungannya
adalah tengkulak. Karena harga di petani
biasanya akan tetap stabil dan tengkulak
serta distributor dapat memainkan harganya
di pasar. Lain halnya apabila terjadi panen
raya dan harga bawang sedang turun, maka
petani
harus
mengalami
dampak
langsungnya sehingga mereka harus mau
menjual produksi hasil taninya dengan
harga yang relatif rendah.
Penelitian ini untuk menganalisis
pembentukan harga dan bentuk distribusi
bawang merah dan bawang putih. Kerangka
dari penelitian ini menggunakan Supply
Chain Management (SCM). Tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Menganalisis dan memetakan rantai
distribusi dan pemasaran bawang
merah dan bawang putih di wilayah
Eks Karesidenan Surakarta
2. Menganalisis pembentukan harga
komoditas bawang merah dan
bawang putih di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta.
3. Menyusun rekomendasi kebijakan
kepada Pemda dan stakeholder
lainnya dalam rangka pengendalian
harga komoditas bawang merah dan
bawang putih terhadap inflasi serta
untuk melindungi para petani
bawang.
4. Menganalisis
disamping
ketersediaan pasokan, apakah ada
faktor lain yang mempengaruhi
fluktuasi harga bawang merah dan
bawang putih.
2. KAJIAN LITERATUR
Rerangka Analisis dengan Supply
Chain Management
Menurut Simchi-Levi, et
al. (2003), Supply
Chain
Management (SCM)
merupakan
serangkaian pendekatan yang diterapkan
untuk mengintegrasikan
pemasok,
pengusaha,
gudang
dan
tempat
penyimpanan lainnya
secara
efisien
1014
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
perusahaan dari level strategis, taktis
sampai operasional.
Sebuah rantai pasok mempunyai
empat ukuran kinerja, yaitu efisiensi
biaya, kualitas fleksibilitas dan waktu
pengiriman. Keberhasilan sebuah sistem
manajemen rantai pasok tergantung pada
seberapa cepat produk atau jasa sampai ke
tangan konsumen dengan kualitas terjaga
dengan harga yang bisa diterima. Dalam
sebuah sistem rantai pasok, maka titik
kritis sangat penting. Titik kritis adalah
sebuah bagian dari proses rantai pasok
yang paling menentukan dari sisi efisiensi
waktu-biaya dan standar kualitas yang
terjaga. Gambar dibawah ini menunjukkan
rerangka
analisis
supply
chain
management.
sehingga
produk
dihasilkan
dan
didistribusikan dengan kuantitas yang
tepat, lokasi dan waktu yang tepat untuk
memperkecil biaya serta memuaskan
kebutuhan pelanggan. SCM bertujuan
untuk membuat seluruh sistem menjadi
efisien dan efektif; minimasi biaya system
total, dari transportasi dan distribusi
sampai inventory bahan mentah, bahan
dalam proses
dan
produk
jadi.
Berdasarkan tujuan tersebut, penekanan
SCM
tidak
hanya sebatas
meminimalisasikan biaya transportasi atau
mengurangi inventory, tetapi lebih kepada
melakukan pendekatan untuk SCM. SCM
bergerak disekitar integrasi pemasok,
pabrik, gudang dan toko-toko secara
efisien, mencakup
aktivitas-aktivitas
dibandingkan jika setiap mata rantai
tersebut beroperasi secara independen.
Dalam manajemen rantai pasok pada
komoditas bawang merah dan putih
yang memiliki risiko penurunan nilai
karena mudah busuk dalam jangka
waktu
relatif
singkat,
sehingga
pembatasan persediaan dan aliran
barang yang lebih cepat atau pendek
akan meningkatkan efisiensi dalam
rangkaian pasokan.
Pasokan produk pertanian juga
merupakan sistem ekonomi yang
mendistribusikan manfaat maupun risiko
antar partisipan. Dengan demikian,
Supply Chain mendorong pemberlakuan
mekanisme
internal
serta
mengembangkan insentif sepanjang
rantai untuk memastikan jadwal
produksi dan komitmen penghantaran
tepat waktu (Iyer & Bergen, 1997,
Lambert & Cooper, 2000. Individu
pemasok, produsen dan pemasar yang
berasosiasi melalui suatu Supply Chain
akan
mengkoordinasikan
nilainya
masing-masing
untuk menciptakan
kegiatan bersama, sehingga nilai yang
terakumulasi menjadi lebih besar
Identifikasi Anggota Supply Chain
Pelaksanaan
SCM
meliputi
pengenalan anggota Supply Chain
dengan siapa mereka berhubungan,
proses apa yang perlu dihubungkan
1015
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
dan putih untuk menghasil produk
dalam jumlah yang lebih banyak
4. Pengepul (Fungsi)
Pengumpul merupakan pedagang yang
memasarkan hasil panenan petani
atau mencari barang dagangan untuk
distributor pasar dan pedagang pasar.
Pedagang pengumpul
biasanya mencari petani yang sedang
panen, kemudian tawar-menawar
dalam harga.
5. Distributor
Distributor merupakan pedagang yang
menerima barang dari petani ataupun
importir, dengan kemampuan modal
besar. Modal besar yang dimiliki
Distributor ini dapat mendatangkan
bawang merah dan putih dari
berbagai daerah, sesuai permintaan
pasar.
6. Pengecer
Pedagang yang melakukan pembelian
dari petani maupun distributor untuk
dijual kembali kepada konsumen
akhir
7. Konsumen Bisnis
Perorangan ataupun badan hukum yang
menggunakannya
dalam
proses
produksi menjadi produk akhir
dengan tiap anggota inti dan jenis
penggabungan apa yang diterapkan pada
tiap
proses
hubungan
tersebut.
Tujuannya
adalah
untuk
memaksimalkan
persaingan
dan
keuntungan bagi perusahaan dan seluruh
anggotanya, termasuk pelanggan akhir.
Anggota Supply Chain meliputi semua
perusahaan dan organisasi yang
berhubungan dengan perusahaan inti
baik secara langsung maupun tidak
langsung
melalui
pemasok
dan
pelanggannya
dari point
of
origin hingga point consumption. Prima
ry members (anggota primer) adalah
semua perusahaan atau unit bisnis
strategi yang benar-benar menjalankan
aktivitas operasional dan manajerial
dalam proses bisnis yang dirancang
untuk menghasilkan keluaran tertentu
bagi pelanggan atau pasar. Secondary
members (anggota sekunder) adalah
perusahaan-perusahaan
yang
menyediakan sumberdaya, pengetahuan,
utilitas atau aset-aset bagi anggota
primer. Melalui definisi anggota primer
dan anggota sekunder diperoleh
pengertian the
point
of
origin dari supply chain adalah titik
dimana tidak ada pemasok primernya.
Semua pemasok adalah anggota
sekunder,
sedangkan the
point
consumption adalah titik dimana tidak
ada pelanggan utama (Miranda dan
Tunggal, 2005). Dalam penelitian ini
dalam anggota inti rantai suplai adalah
1. Importir adalah
Pengusaha yang melakukan pembelian
bawang merah dan putih dari luar
negeri untuk didistribusikan kepada
konsumen
untuk
memenuhi
permintaan dalam negeri
2. Agen importir (Fungsi)
Orang/pengusaha sebagai representasi
dari importir yang berada di suatu
lokasi
pasar
yang
bertugas
menyediakan informasi pasokan
bawang putih dan bawang merah
3. Petani
Perorangan yang melakukan pengolahan
tanah yang ditanami bawang merah
Kebijakan Harga
Levy et al., (2004) menyebutkan
bahwa strategi harga disebabkan oleh
beberapa hal antara lain struktur biaya,
persaingan, strategi komunikasi dengan
konsumen dan strategi pemasaran secara
umum. Pasar oligopoli bisa mendorong
adanya disparitas pembagian keuntungan
antara
lembaga
perantara
dengan
produsen. Harga pada level konsumen
bisa jadi lebih banyak disebabkan karena
disparitas informasi. Ferreira dan Ferreira
(2010) menunjukkan dalam kajiannya
bahwa struktur pasar oligopoli bisa
menguntungkan pihak yang mempunyai
informasi untuk mengambil keuntungan
lebih banyak dalam sebuah jalur
distribusi.
Berbagai jenis strategi harga
menyebabkan pola pembentukan harga
menjadi lebih kompleks. Penentuan harga
1016
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
tidak hanya ditentukan dengan rumusan
sederhana yaitu struktur biaya ditambah
dengan ekspektasi pemasar terhadap
tingkat keuntungan. Penentuan harga juga
bisa ditentukan dari berbagai aspek yaitu
struktur pasar, karakteristik konsumen,
pola distribusi dan strategi pemasaran.
Harga keseimbangan terbentuk dari
supply-demand process dimana jumlah
barang yang diminta sama dengan yang
ditawarkan (Nicholsen, 2005).
1. Demand
Qd = D (P,a) dimana a
merupakan
parameter
yang
mempengaruhi pergeseran kurva
permintaan, seperti pendapatan
konsumen, harga produk lain atau
perubahan preferensi.
2. Supply
Qs=S (P,ß), dimana ß
merupakan parameter penggeser
kurva penawaran yang antara lain
disebabkan oleh faktor harga input,
perubahan teknis atau harga produk
lainnya.
Beberapa faktor pembentuk harga:
1. Variabel input dan faktor produksi
lainnya yang digunakan dalam
proses produksi untuk menjadi
output.
2. Variabel non-produksi, seperti
biaya distribusi, biaya pemasaran,
margin keuntungan.
3. Struktur pasar yang mencerminkan
derajat persaingan dan kemampuan
mempengaruhi harga.
Agen ekonomi dapat memperoleh
keuntungan dengan melakukan salah
satu dari tiga bentuk kegiatan
penambahan nilai ekonomis suatu
komoditas. Namun, kegiatan distribusi
tetap menjadi ujung tombak dari semua
kegiatan tersebut karena berhubungan
langsung dengan pengguna akhir atau
konsumen. Untuk beberapa jenis
komoditas pertanian seperti sayuran,
bahkan tidak perlu melalui kegiatan
pengubahan bentuk dan penyimpanan
karena terkait dengan karakteristik
komoditas maupun cita rasanya. Selain
itu, sifat komoditas yang perishable
membuat kegiatan distribusi untuk
menyampaikan komoditas tersebut
UAD, Yogyakarta
kepada konsumen menjadi lebih
dominan.
Harga komoditas yang terbentuk
pada
tingkat
akhir
atau
level
pengguna/konsumen sangat tergantung
pada efisiensi dari kegiatan distribusi
tersebut.
Efisiensi
dari
kegiatan
distribusi komoditas atau dikenal
dengan istilah ‘tata niaga’ sangat
dipengaruhi oleh panjang mata rantai
distribusi
dan
besarnya
marjin
keuntungan yang ditetapkan oleh setiap
mata rantai distribusi.
Struktur Pasar dan Strategi Bisnis
Penjelasan dari struktur pasar
didasarkan atas jumlah dan ukuran
perusahaan yang berada pada suatu
industri dalam menyediakan dan
menjual suatu produk kepada pasar atau
sekumpulan
pembeli.
Pengamatan
terhadap struktur pasar dilakukan
dengan melihat karakteristik pasar
terutama tentang perilaku penjual dan
pembeli ketika melakukan transaksi
perdagangan.
Perilaku
perusahaan
berkaitan dengan penetapan target
penjualan, aset, dan laba, serta
penetapan metode persaingan yang
digunakan. Struktur pasar didefinisikan
sebagai kumpulan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kompetensi di
pasar dipengaruhi oleh
tingkat
penguasaan
teknologi,
elastisitas
permintaan terhadap suatu produk,
lokasi, hambatan masuk ke pasar dan
tingkat efisiensi. Untuk mengukur
perilaku perusahaan, produsen maupun
penjual, dalam menjalankan strategi
bisnis untuk mencapai pertumbuhan
pangsa pasar (market share). Ukuran
pangsa pasar dapat digunakan untuk
mengukur rasio konsentrasi dan indeks
Herfindahl. Rasio konsentrasi mengukur
derajat horizontal market power. Ukuran
lain yang digunakan untuk mengetahui
dinamika struktur pasar yaitu ada atau
tidaknya hambatan masuk ke pasar
(barriers to entry).
Informasi tentang market
power tersebut dapat digunakan
1017
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
di pasar tersebut; (ii) ada tidaknya
hambatan bagi perusahaan/agen/penjual
untuk masuk dan keluar dari pasar; dan
(iii) karakteristik dari komoditas yang
diperdagangkan. Struktur pasar tersebut
berpengaruh terhadap kekuatan dari para
agen/penjual
di
dalamnya
untuk
mempengaruhi harga pasar. Secara
teoritis, struktur pasar dapat berbentuk
pasar monopoli, duopoli, oligopoli,
persaingan monopolistik (monopolictic
competition), dan persaingan sempurna
(perfect competition).
untuk
mengetahui
kondisi
structural pasar yaitu:
1. Apakah sejumlah perusahaan yang
memiliki market power berpeluang
melakukan kolusi atau bersaing
bebas
2. Adakah ada dominasi oleh satu atau
beberapa
perusahaan
(posisi
dominan)
3. Adakah kesulitan bagi calon
pesaing untuk bergabung masuk
pasar
Persaingan
yang
efektif
berdasarkan struktur pasar tertentu akan
menentukan tingkat
persaingan.
Kategori persaingan pasar, selain
ditentukan oleh tingkat market power,
biasanya didasarkan atas jenis produk
dan jangkauan geografis. Dalam teori
mikroekonomi ada 6 kategori pasar
berdasarkan tingkat persaingan yang
diindikasikan oleh penguasaan pangsa
pasar yaitu:
1. Pure monopoly : satu perusahaan
menguasai pangsa pasar 100%
2. Dominant firm : satu perusahaan
menguasai pangsa pasar 40-99%
3. Tight oligopol y: empat perusahaan
menguasai pangsa pasar lebih 60%
4. Loose oligopoly : empat perusahaan
menguasai pangsa pasar kurang dari
60%
5. Monopolistic competition : banyak
perusahaan
bersaing
dengan
masing-masing memiliki market
power yang tidak sama
6. Pure
competition
:
banyak
perusahaan
bersaing
dengan
masing-masing tidak memiliki
market power
Atas kegiatan produksi, perubahan
bentuk, penyimpanan dan distribusi yang
dilakukan,
para
agen
ekonomi
menetapkan
marjin
keuntungan.
Besarnya marjin keuntungan yang dapat
ditetapkan
oleh para agen ekonomi
sangat dipengaruhi oleh struktur pasar
dari komoditas yang diperdagangkan.
Struktur pasar ditentukan oleh beberapa
kriteria,
yaitu
(i)
jumlah
perusahaan/agen/penjual yang beroperasi
3. METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
desain penelitian kuantitatif survey dan
kualitatif in depth interview. Desain
penelitian survey dipergunakan untuk
menganalisis data tentang struktur biaya,
tingkat keuntungan dan delivery time dari
masing-masing lembaga dalam jalur rantai
pasok. Desain kualitatif dengan in depth
interview
dipergunakan
untuk
menganalisis perilaku lembaga perantara
dalam rantai pasok bawang putih dan
bawang merah.
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah
semua pihak yang terlibat dalam rantai
pasok bawang putih dan bawang merah,
yang terdiri dari petani, tengkulak,
koperasi, pedagang besar, pedagang
eceran moderen dan tradisional,
konsumen bisnis dan konsumen akhir
yang ada di wilayah eks karesidenan
Surakarta. Penelitian ini menggunakan
metode pengambilan sampel kombinasi
dari purposive random sampling dan
quota
sampling
untuk
survey.
Karakteristik khusus dari responden
adalah mereka merupakan petani,
pedagang, pelaku distribusi
dan
konsumen bisnis dengan skala bisnis
menengah
sampai
besar.
Quota
sampling terkait dengan kondisi spasial
eks
karesidenan
Surakarta
yang
mempunyai karakateristik beragam. 7
kabupaten/kota di kawasan ini masingmasing 30 responden, sehingga total
1018
THE 5TH URECOL PROCEEDING
jumlah responden adalah 210 responden.
Penentuan
responden
sebagai
narasumber in depth interview dengan
menggunakan snow ball sampling yaitu
satu responden kunci memberikan
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
informasi tentang responden kunci lain
dalam satu jalur rantai pasok.
Variabel dan Pengukuran
Variabel yang diukur dalam penelitian ini
adalah:
Tabel 1. Struktur Biaya dan Harga dari Petani, Pengepul, Distribusi, Pedagang Eceran
Petani
Harga Jual Pada
Level Petani
Biaya
a. Ekspektasi
pengadaan bibit.
keuntungan
Biaya
b.Harga
tertinggi
pemeliharaan
(tergantung musim)
lahan
c. Harga
terendah
Biaya pupuk.
(tergantung musim)
d.Harga
jual
pada
Biaya obat anti
perantara
hama
Biaya
tenaga
kerja.
Biaya
transportasi.
Biaya
penyimpanan.
Biaya
lainlain.......
Struktur Biaya
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
a.
b.
c.
d.
e.
Distributor
Struktur Biaya
a.Harga kulakan dari
pengepul
b.
Biaya tenaga
kerja.
c.Biaya transportasi.
d.
Biaya
penyimpanan.
e.Biaya lain-lain....
Harga Jual Pada
Level Petani
a.Ekspektasi
keuntungan....
b.
Harga
tertinggi.....
c.Harga terendah....
d.
Harga
jual
pada
pedagang
besar.....
Struktur
Biaya
Harga kulakan
dari petani
Biaya tenaga
kerja.
Biaya
transportasi.
Biaya
penyimpanan.
Biaya
lainlain....
Pengepul
Harga jual pada
level Pengepul
a.Ekspektasi
keuntungan....
b.
Harga
tertinggi.....
c.Harga terendah....
d.
Harga jual pada
pedagang besar.....
Pedagang Eceran
Struktur
Biaya
a.Harga kulakan
dari Pedagang
Besar
b.
Biaya
tenaga kerja.
c.Biaya
transportasi.
d.
Biaya
penyimpanan.
e.Biaya
lainlain....
Harga jual pada
level Pengepul
a.Ekspektasi
keuntungan....
b.
Harga
tertinggi.....
c.Harga terendah....
d.
Harga jual pada
pedagang besar.....
Alat analisis yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah Data
Envelopment Analysis (DEA).
DEA
dipergunakan
dalam
penelitian ini untuk mengkaji efisiensi
dari lembaga dalam rantai pasok mulai
dari petani sampai dengan konsumen
bisnis. Efisiensi dari setiap perusahaan
diukur dengan persamaan berikut:
es = uiyis / vixis,
dimana i= 1,….,m dan j= 1,….,n,
(1)
Tabel diatas menunjukkan struktur
biaya dan pembentukan harga pada
masing-masing level. Informasi diatas
menunjukkan tentang bagaimana petani,
distributor,
Distributor,
Pedagang
Eceran membagi keuntungan mereka.
Struktur biaya pada level petani bawang
merah mempunyai struktur biaya paling
kompleks dibanding dengan level yang
lain.
Alat Analisis
1019
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
100 sehingga penggunaan sumber daya
bisa dikatakan efisien apabila hasil yang
ada menunjukkan angka 100.
Dalam persamaan (1) diatas yis
adalah jumlah output yang dihasilkan
perusahaan, xis, adalah input yang
digunakan oleh perusahaan. Rasio
efisiensi (es) ini kemudian di
maksimumisasi dengan menggunakan
persamaan (2):
uiyir / vjxir 1,
untuk r = 1,……N dan ui serta vj 0
(2)
Persamaan ini memastikan bahwa rasio
efisiensi harus lebih besar atau sama
dengan 1 dan bernilai positif. Dalam
perhitungan
menggunakan
software
WDEA rasio yang dipergunakan adalah 1-
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Survey ini dilakukan di kawasan
Eks Karesidenan Surakarta yang
meliputi 7 Kabupaten/Kota. Responden
yang direncanakan dalam survey ini
sejumlah 210 responden, namun
demikian hanya 208 responden yang
melengkapi jawaban dari pertanyaan
dalam kuesioner. Respon rate dalam
penelitian ini mencapai 99%.
Gambar 1
pengecer sebesar 37,50% dan konsumen
bisnis 19,71%
Dalam penelitian ini sampel
responden yang di survei adalah 208
responden diambil sampel dari 7
Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan
Surakarta. Komposisi dari resoponden
adalah petani sebesar 20,67%, importir
sebanyak 0,96%, agen penjualan sebesar
1,44%, distributor 20,67%, sedangkan
Analisis Rantai Pasok Bawang Merah
Dan Bawang PutihBagan Alur Rantai
Pasok Bawang Putih Impor & Lokal di
Wilayah Eks Karesidenan Surakar
1020
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Gambar 2
Komoditas bawang putih lokal hanya
ada pada bulan Mei saja karena terkait
dengan musim. Biaya yang muncul
adalah pupuk, tenaga kerja, bibit, obat
anti hama dan transportasi yang dihitung
per musim tanam (70-80 hari). Jenis
bawang putih lokal yang ditanam lebih
kecil daripada jenis impor. Biaya
termasuk
untuk
pengelolaan
diversifikasi tanaman yaitu lombok dan
sayuran. Penjualan bawang putih lokal
pada pengepul yang juga tetangga
sendiri dan dijual ke pasar Ngargoyoso.
Bawang putih lokal dari petani di daerah
Magelang dan Temanggung di kirim ke
pasar Boyolali, sedangkan hasil panen
dari petani Ngargoyoso, Kemuning dan
Tawang Mangu dikirim ke pasar di
Kabupaten Karang Anyar dan Pasar
Bunder Sragen.
Bawang putih yang beredar di
pasar eks Karesidenan Surakarta
sebagain besar dikirim dari importir di
Surabaya. Bawang putih tersebut 90% di
impor
berasal
dari
Tiongkok.
Pemerintah pusat hanya membuka untuk
pintu masuk impor bawang putih di
pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan
pelabuhan Belawan di Medan Sumatra
Utara. Impor bawang putih yang masuk
ke wilayah Indonesia tersedia sepanjang
tahun. Jenis bawang putih impor ada 2
macam yaitu Cating dan Cincau. Dari
importir di Surabaya, bawang putih
didistribusikan ke Pasar Legi di
Surakarta kemudian didistribusikan ke
beberapa pasar-pasar di seluruh eks
Karisidenana Surakarta. Selain dikirim
ke pasar di eks Karisidenan Surakarta
bawang putih di kirim keluar daerah
yaitu ke daerah Ungaran, Ambarawa dan
Salatiga.
Bagan Alur Rantai Pasok Bawang Merah Impor dan Lokal di Wilayah Eks Karesidenan
Surakarta
1021
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Gambar 3. Rantai Suplai Bawang Merah
Petani
di
kawasan
Cepogo
berkonsentrasi menanam bawang merah.
Kategori bawang merah ada 3 jenis.
Penentuan harga berdasarkan keputusan
pengepul dengan range harga antara Rp
8000 sampai dengan Rp 20.000. Biaya
yang muncul antara lain biaya pupuk,
biaya tenaga kerja, biaya pengadaan
bibit dan biaya transportasi yang
dihitung per musim tanam. Harga
bawang merah sebagai bibit Rp 14.000
per kilogram (1 kg bibit menghasilkan 3
kg bawang merah basah).
Dari sentra penghasil bawang
merah lokal di wilayah Karang Pandan
dan Tawang Mangu harga jual per kg Rp
8000 - Rp 20.000 penentu harga berasal
dari pasar. Harga ini adalah harga
setengah kering. Rata-rata hasil panen
per 1000 meter persegi adalah 600 kg.
Per 1 kg bibit menghasilkan 6 - 8 kg
bawang merah. Pupuk yang digunakan
adalah pupuk kandang dan kimia.
Pengadaan bibit yang digunakan oleh
petani berasal dari hasil panenan musim
tanam yang lalu. Bawang Merah yang
dihasilkan oleh petani di wilayah
Tawang Mangu dan di daerah Karang
Pandan sebagian besar dikirim ke
wilayah Sragen, Karanganyar dan
Wonogiri untuk dikirim kembali ke
Wilayah Pacitan dan Ponorogo di Jawa
Timur. Khusus bawang merah dari
petani Mangu Colomadu dikirim ke
pedagang di Pasar Kartasura Sukoharjo
dan pasar Mangu Colomadu karena
jumlah hasil panen yang sangat sedikit
Pasokan bawang merah lokal di
wilayah Eks Karesidenan Surakarta
berasal dari petani luar daerah yaitu dari
Nganjuk, Purwodadi, Malang, Demak,
Brebes dan Ngawi dan juga dari Impor.
Untuk bawang merah impor didatangkan
dari Tanjung Perak Surabaya hanya pada
Bulan Januari sampai Maret. Sedangkan
untuk bawang merah impor, petani di
Indonesia bisa menghasilkan sendiri
meskipun harus bersaing dengan
bawang merah yang diimpor dari
Vietnam, Thailand, Filipina, dan
sebagian kecil lainnya dari India.
Bawang merah dari Pasar Legi di
Surakarta kemudian di distribusikan ke
pasar-pasar di seluruh eks Karesidenan
Surakarta.
.
1022
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
dalam kajian ini adalah biaya total dan
biaya tenaga kerja, sedangkan output
dalam model DEA ini adalah omzet
penjualan dalam Rupiah dan total
penjualan dalam kilogram. Hasil analisis
DEA untuk rantai pasok bawang putih di
Solo Raya adalah sebagai berikut:
Analisis Dea Efisiensi Rantai Pasok
Bawang Merah Dan Bawang Putih
Analisis
Data
Envelopment
Analysis dilakukan untuk menganalisis
tingkat efisiensi pelaku ekonomi pada
setiap tahapan rantai pasok. Analisis
DEA ini menggunakan model matematis
input output. Input dari model DEA
Tabel 2.Hasil Analisis DEA Pelaku Usaha Bawang Putih di Solo Raya
No
Unit Usaha
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Importir 1
Importir 2
Importir 3
Distributor 1
Distributor 2
Distributor 3
Distributor 4
Distributor 5
Pedagang eceran 1
Pedagang eceran 2
Pedagang eceran 3
Pedagang eceran 4
Pedagang eceran 5
Nilai Efisiensi
100,00
76,57
90,52
100,00
7,82
12,95
72,56
44,64
2,53
5,58
7,51
1,79
2,39
Keputusan
Efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Efisien
Tidak Efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Kondisi berbeda terjadi pada
ditributor dan importir, meskipun hanya
satu importir dan pedagang besar yang
beroperasi secara efisien, rata-rata
efisiensi importir dan distributor sudah
mencapai 75%. Berdasarkan pola ini,
maka rantai pasok bawang putih di
kawasan Solo Raya mempunyai masalah
inefisiensi yang serius.
Selanjutnya
dilakukan
analisis terhadap efisiensi rantai
pasok bawang merah. Hasil analisis
DEA dari rantai pasok bawang
merah diringkas dalam tabel 2.
Hasil analisis DEA menunjukkan
bahwa dalam rantai pasok bawang putih
di Eks Karesidenan Surakarta, sebagian
besar pelaku dalam rantai pasok
mempunyai proses bisnis yang tidak
efisien. Ketidak efisienan ini disebabkan
oleh
mekanisme
alokasi
biaya
transportasi, biaya simpan dan biaya
tenaga kerja yang tidak efisien. Pelaku
rantai pasok yang mempunyai proses
bisnis paling tidak efisien adalah
pedagang eceran, efisiensi mereka kurang
dari 10%.
Tabel 3. Hasil Analisis DEA Rantai Pasok Bawang Merah di Solo Raya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Unit Usaha
Nilai Efisiensi
Keputusan
3.45
16.67
24.00
24.00
20.00
100.00
100.00
48.99
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Efisien
Efisien
Tidak efisien
Petani 1
Petani 2
Petani 3
Petani 4
Petani 5
Distributor 1
Distributor 2
Distributor 3
1023
THE 5TH URECOL PROCEEDING
9
10
11
12
13
14
15
18 February 2017
Distributor 4
Distributor 5
Pedagang eceran1
Pedagang eceran 2
Pedagang eceran 3
Pedagang eceran 4
Pedagang eceran 5
Sumber : Analisis DEA
Hasil analisis DEA untuk raantai
pasok bawang merah di Eks Karesidenan
Surakarta menunjukkan hanya distributor
yang mempunyai proses bisnis yang
efisien, yaitu mencapai 100 persen. Petani
dan pedagang eceran ternyata mempunyai
proses bisnis yang tidak efisien.
Tingkat efisiensi pada level petani
berada di bawah 30%. Ketidakefisienan
ini disebabkan alokasi biaya bibit, biaya
pupuk dan biaya tenaga kerja. Petani
bawang merah di kawasan Tawang
Mangu bisa memperoleh keuntungan
karena ada produk turunan dari bawang
merah yaitu daun dan bunga. Tanpa
penjualan daun dan bunga, petani bawang
merah di Tawang mangu mengalami
kerugian rata-rata Rp 4 juta setiap musim
tanam.
Penentuan Harga Bawang Merah
Harga jual hasil panen bawang
merah di level petani antar Rp 8.000
sampai Rp 9.000 kemudian
dikirim
kepada Pedagang Besar yang berada di
wilayah lain. Distributor menjual kepada
pedagang eceran dengan harga Rp
11.000 sampai Rp 12.000 dan untuk
konsumen bisnis dengan harga Rp 16.000
sampai dengan Rp 18.000. Dari Pedagang
eceran dijual kepada konsumen akhir RP
13.00 hingga Rp 14.000.
Penentuan Harga Bawang Putih
Harga jual bawang putih dari
importir dengan dua jenis yaitu cating
antara Rp 11.600 sampai Rp 11.700 dan
cincau antar Rp 9.000 sampai Rp 10.000
kemudian dikirim kepada Agen. Agen
menjual kepada distributor yang berada di
wilayah lain dengan harga cating antara
Rp 11.700 sampai Rp 11.800 dan cincau
Rp 10.1100. Kemudian untuk harga jual
91.70
86.78
8.57
3.45
60
13.69
32.88
UAD, Yogyakarta
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
kepada Pedagang eceran yang ditentukan
oleh distributor dengan harga cataing Rp
12.000 dan cincau
Rp 12.000.
selanjutnya harga jual untuk konsumen
bisnis dari distributor dengan harga Rp
16.000 untuk kating dan cincau Rp
18.000.
5. SIMPULAN:
1. Fluktuasi Harga Untuk Bawang
Merah disebabkan karena:
a. Musim
tanam
dan
perubahan iklim.
b. Kualitas
bibit
dan
penguasaan pasar bibit.
c. Kartel
perdagangan
bawang
merah
pada
berbagai tingkatan.
d. Bulan-bulan
tertentu
musim hajatan.
2. Fluktuasi Harga untuk Bawang
Putih disebabkan karena:
a. Ketergantungan impor yang
mencapai 90 persen.
b. Jumlah importir sedikit (hanya
91 perusahaan).
c. Hanya ada 2 pintu pelabuhan
impor (Surabaya dan Medan)..
3. Pembentuk harga paling dominan
dari bawang merah adalah biaya
transportasi, sedangkan pembentuk
harga paling dominan dari bawang
putih adalah biaya tenaga kerja.
4. Faktor lain yang mempengaruhi
fluktuasi harga dari bawang merah
dan putih adalah biaya transportasi
yang disebabkan oleh pasokan
yang harus didatangkan dari luar
daerah (Brebes, Malang, Demak,
Purwodadi, Kudus, Ngawi) dan
prasarana jalan yang kurang baik.
6. REKOMENDASI
1024
THE 5TH URECOL PROCEEDING
1. Bawang putih impor dalam
mekanisme
tataniaga
sudah
berjalan dengan baik, dengan
catatan 91 importir tersebut tidak
menjadi kartel dengan pengawasan
pemerintah melalui dinas pertanian,
mengenai pelaporan jumlah impor
dan tujuan distribusi
2. Fluktuasi harga bawang merah di
pasar terjadi karena adanya kartel
di setiap sentra pertanian bawang
merah dan juga pada level
perdagangan besar. Pemerintah
perlu melakukan perbaikan tata
kelola dengan memberdayakan
lembaga ekonomi di tingkat
pedesaan
untuk
mengurangi
pengaruh kartel.
3. Informasi tentang pergerakan harga
dan jumlah pasokan serta tingkat
kebutuhan bawang merah dan putih
akan memberikan dampak pada
pengambilan kebijakan dalam
menjaga kestabilan harga dan
pasokan.
4. Penyumbang kenaikan harga juga
disebabkan
oleh
kelayakan
infrastruktur (jalan dan jumlah
armada) yang kurang mendukung
sehingga pemerintah melalui dinas
terkait perlu melakukan perbaikan
maupun pembenahan di sektor
transportasi.
5. Bawang merah menunjukkan gejala
yang sama dengan sektor pertanian
lainnya yaitu inefisiensi.
6. Pengendalian harga bawang merah
dan putih akan memiliki peran
penting dalam pengendalian inflasi,
namun
karakteristiknya
yang
inelastic
terhadap
kebijakan
pengendalian harga tidak bisa
secara langsung mempengaruhi
pergerakan harga tersebut.
7. DAFTAR PUSTAKA
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
29, 2008). Economic Research
Initiatives at Duke (ERID) Working
Paper No. 1.68
F.A.
Ferreira,
and
F.
Ferreira,
“Environmental policies in an
international mixed duopoly,” in
Applications of Mathematics in
Engineering and Economics, edited
by George Venkov et al., AIP
Conference
Proceedings
1184,
American Institute of Physics, New
York, 269–276 (2009).
Inamura, Y, Kimata, T , Kimura, T, Muto,
T, (2011), “Recent Surge in Global
Commodity Prices, Impact of
financialization of commodities and
globally accommodative monetary
conditions,”
Bank
of
Japan
Review,March 2011
Iyer, A.V. & M.E. Bergen. 1997. Quick
response in manufacturer-retailer
Channels”,
ManagementScience,
Vol.43, No. 4, pp. 559-570.
Lambert D.M., Cooper M.C., 1998, "Issues
in supply chain management’’.
Industrial
MarketingManagement.
29, 65-83.
Levy, Daniel, Shantanu Dutta, and Mark
Bergen (2002), “Heterogeneity in
Price Rigidity:
Nicholson, W. (2004), Microeconomic
Theory: Basic Principles and
Extensions, 9th edition.
nomics 60, 133-169.
Simchi-Levi, D., P. Kaminsky and E.
Simchi-Levi. 2003. Designing and
Managing the Supply Chain, pp. 15–
165. New Delhi: Irwin McGraw-Hill
Companies
Chen, Yu-Chin and Rogoff, Kenneth and
Rossi, Barbara, Can Exchange Rates
Forecast Commodity Prices? (June
1025
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
MODEL KEBIJAKAN DISTRIBUSI BAWANG MERAH DAN PUTIH
DI WILAYAH EKS KARESIDENAN SURAKARTA
DENGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Soepatini1, Imronudin Muhammad2, Setyawan Anton3, Nugroho Sidiq4
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pembentukan harga dan distribusi bawang
putih dan bawang merah di kawasan eks karesidenan Surakarta. Rerangka analisis yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah rerangka manajemen rantai pasok (supply chain
management). Bawang putih dan bawang merah adalah komoditas penting yang fluktuasi
harganya memberikan kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia.
Kawasan eks karesidenan Surakarta adalah salah satu wilayah yang terkena dampak dari
fluktuasi harga bawang merah dan bawang putih. Bawang merah dan bawang putih
merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi yang cukup besar di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta. Kebutuhan bawang merah dan bawang putih di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta masih bergantung dari impor dari daerah lain maupun dari luar
negeri. Produksi Bawang merah di eks karisidenana Surakarta berada di wilayah Boyolali
dan Karang anyar. Ketergantungan pasokan bawang merah dan bawang putih dan
panjangnya jalur distribusi ini juga mempunyai dampak negatif, yaitu harga komoditas
ditetapkan oleh para tengkulak atau pedagang yang menyalurkan bawang merah dan putih
dari para produsen ke konsumen. Tingginya permintaan kedua komoditas tersebut apabila
harga komoditas bawang merah dan bawang putih sedikit mengalami kenaikan, dapat
menyumbang inflasi yang cukup besar. Harga jual hasil panen bawang merah di level petani
antar Rp 8.000 sampai Rp 9.000 kemudian dikirim kepada Pedagang Besar yang berada di
wilayah lain. Distributor menjual kepada pedagang eceran dengan harga Rp 11.000 sampai
Rp 12.000 dan untuk konsumen bisnis dengan harga Rp 16.000 sampai dengan Rp 18.000.
Dari Pedagang eceran dijual kepada konsumen akhir RP 13.00 hingga Rp 14.000. Harga jual
bawang putih dari importir dengan dua jenis yaitu cating antara Rp 11.600 sampai Rp
11.700 dan cincau antar Rp 9.000 sampai Rp 10.000 kemudian dikirim kepada Agen. Agen
menjual kepada distributor yang berada di wilayah lain dengan harga cating antara Rp
11.700 sampai Rp 11.800 dan cincau Rp 10.1100. Kemudian untuk harga jual kepada
Pedagang eceran yang ditentukan oleh distributor dengan harga cataing Rp 12.000 dan
cincau Rp 12.000. selanjutnya harga jual untuk konsumen bisnis dari distributor dengan
harga Rp 16.000 untuk kating dan cincau Rp 18.000.
Kata kunci : Bawang merah, Bawang putih, Rantai pasok, Inflasi
1. PENDAHULUAN
Penelitian tentang harga merupakan
sebuah kajian penting yang terkait dengan
inflasi, stabilisasi makro ekonomi dan juga
aspek distribusi komoditas. Inamura et al.,
(2011) mengemukakan bahwa perubahan
harga komoditas saat ini mempunyai
kontribusi besar terhadap indeks harga
konsumen. Chen et al., (2008) pada sisi lain
menemukan bahwa harga komoditas bisa
berdampak secara tidak langsung pada nilai
tukar mata uang.
Bawang putih dan bawang merah
adalah komoditas penting yang fluktuasi
harga memberikan kontribusi bagi tingkat
inflasi di beberapa wilayah di Indonesia.
Kawasan eks karesidenan Surakarta adalah
salah satu wilayah yang terkena dampak
dari fluktuasi harga bawang merah dan
bawang putih. Bawang merah dan bawang
1013
THE 5TH URECOL PROCEEDING
putih merupakan salah satu komoditas
penyumbang inflasi yang cukup besar di
wilayah Eks Karesidenan Surakarta.
Dengan bobot inflasi sebesar 0,41% untuk
bawang merah dan 0,34% untuk bawang
putih (data BPS) dengan nilai konsumsi per
tahun untuk bawang merah sebesar 22.527
ton sehingga apabila harga komoditas
bawang merah dan bawang putih sedikit
mengalami kenaikan, dapat menyumbang
inflasi yang cukup besar.
Pada tahun 2012, konsumsi bawang
merah di wilayah Eks Karesidenan
Surakarta mencapai 22.527 ton sedangkan
tingkat produksi mencapai 41.325 ton
dengan daerah penghasil terbesar adalah
Kabupaten Boyolali diikuti Karanganyar
dan Sragen (data surplus defisit bahan
pangan Soloraya, 2013). Namun demikian,
bawang merah yang ada di pasar-pasar di
wilayah Eks Karesidenan Surakarta ratarata berasal dari luar wilayah Eks
Karesidenan
Surakarta.
Berdasarkan
informasi yang didapatkan oleh KPw BI
Solo, petani bawang merah di daerah
Boyolali misalnya, tidak bisa langsung
masuk ke pasar yang berada di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta melainkan harus
melalui pihak distributor di Jawa Timur
terlebih dahulu.
Hal tersebut menandakan bahwa
kebutuhan bawang merah dan bawang putih
di wilayah Eks Karesidenan Surakarta
masih bergantung dari impor dari daerah
lain maupun dari luar negeri meskipun
sebenarnya jumlah produksinya masih
surplus. Sehingga apabila terjadi gangguan
dalam pengiriman pasokan bawang merah
dari daerah lain maka akan menyebabkan
kelangkaan komoditas bawang yang dapat
berakibat kenaikan harga.
Ketergantungan pasokan bawang
merah dan bawang putih dan panjangnya
jalur distribusi ini juga mempunyai dampak
negatif, yaitu harga komoditas ditetapkan
oleh para tengkulak atau pedagang yang
menyalurkan bawang merah dan putih dari
para produsen ke konsumen. Sehingga
terkadang petani lokal di daerah Boyolali,
Sragen maupun Karanganyar juga tidak
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
mempunyai bargaining power terhadap
penentuan harga bawang.
Dengan mekanisme tersebut diatas,
apabila harga bawang merah itu naik maka
pihak yang menikmati keuntungannya
adalah tengkulak. Karena harga di petani
biasanya akan tetap stabil dan tengkulak
serta distributor dapat memainkan harganya
di pasar. Lain halnya apabila terjadi panen
raya dan harga bawang sedang turun, maka
petani
harus
mengalami
dampak
langsungnya sehingga mereka harus mau
menjual produksi hasil taninya dengan
harga yang relatif rendah.
Penelitian ini untuk menganalisis
pembentukan harga dan bentuk distribusi
bawang merah dan bawang putih. Kerangka
dari penelitian ini menggunakan Supply
Chain Management (SCM). Tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Menganalisis dan memetakan rantai
distribusi dan pemasaran bawang
merah dan bawang putih di wilayah
Eks Karesidenan Surakarta
2. Menganalisis pembentukan harga
komoditas bawang merah dan
bawang putih di wilayah Eks
Karesidenan Surakarta.
3. Menyusun rekomendasi kebijakan
kepada Pemda dan stakeholder
lainnya dalam rangka pengendalian
harga komoditas bawang merah dan
bawang putih terhadap inflasi serta
untuk melindungi para petani
bawang.
4. Menganalisis
disamping
ketersediaan pasokan, apakah ada
faktor lain yang mempengaruhi
fluktuasi harga bawang merah dan
bawang putih.
2. KAJIAN LITERATUR
Rerangka Analisis dengan Supply
Chain Management
Menurut Simchi-Levi, et
al. (2003), Supply
Chain
Management (SCM)
merupakan
serangkaian pendekatan yang diterapkan
untuk mengintegrasikan
pemasok,
pengusaha,
gudang
dan
tempat
penyimpanan lainnya
secara
efisien
1014
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
perusahaan dari level strategis, taktis
sampai operasional.
Sebuah rantai pasok mempunyai
empat ukuran kinerja, yaitu efisiensi
biaya, kualitas fleksibilitas dan waktu
pengiriman. Keberhasilan sebuah sistem
manajemen rantai pasok tergantung pada
seberapa cepat produk atau jasa sampai ke
tangan konsumen dengan kualitas terjaga
dengan harga yang bisa diterima. Dalam
sebuah sistem rantai pasok, maka titik
kritis sangat penting. Titik kritis adalah
sebuah bagian dari proses rantai pasok
yang paling menentukan dari sisi efisiensi
waktu-biaya dan standar kualitas yang
terjaga. Gambar dibawah ini menunjukkan
rerangka
analisis
supply
chain
management.
sehingga
produk
dihasilkan
dan
didistribusikan dengan kuantitas yang
tepat, lokasi dan waktu yang tepat untuk
memperkecil biaya serta memuaskan
kebutuhan pelanggan. SCM bertujuan
untuk membuat seluruh sistem menjadi
efisien dan efektif; minimasi biaya system
total, dari transportasi dan distribusi
sampai inventory bahan mentah, bahan
dalam proses
dan
produk
jadi.
Berdasarkan tujuan tersebut, penekanan
SCM
tidak
hanya sebatas
meminimalisasikan biaya transportasi atau
mengurangi inventory, tetapi lebih kepada
melakukan pendekatan untuk SCM. SCM
bergerak disekitar integrasi pemasok,
pabrik, gudang dan toko-toko secara
efisien, mencakup
aktivitas-aktivitas
dibandingkan jika setiap mata rantai
tersebut beroperasi secara independen.
Dalam manajemen rantai pasok pada
komoditas bawang merah dan putih
yang memiliki risiko penurunan nilai
karena mudah busuk dalam jangka
waktu
relatif
singkat,
sehingga
pembatasan persediaan dan aliran
barang yang lebih cepat atau pendek
akan meningkatkan efisiensi dalam
rangkaian pasokan.
Pasokan produk pertanian juga
merupakan sistem ekonomi yang
mendistribusikan manfaat maupun risiko
antar partisipan. Dengan demikian,
Supply Chain mendorong pemberlakuan
mekanisme
internal
serta
mengembangkan insentif sepanjang
rantai untuk memastikan jadwal
produksi dan komitmen penghantaran
tepat waktu (Iyer & Bergen, 1997,
Lambert & Cooper, 2000. Individu
pemasok, produsen dan pemasar yang
berasosiasi melalui suatu Supply Chain
akan
mengkoordinasikan
nilainya
masing-masing
untuk menciptakan
kegiatan bersama, sehingga nilai yang
terakumulasi menjadi lebih besar
Identifikasi Anggota Supply Chain
Pelaksanaan
SCM
meliputi
pengenalan anggota Supply Chain
dengan siapa mereka berhubungan,
proses apa yang perlu dihubungkan
1015
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
dan putih untuk menghasil produk
dalam jumlah yang lebih banyak
4. Pengepul (Fungsi)
Pengumpul merupakan pedagang yang
memasarkan hasil panenan petani
atau mencari barang dagangan untuk
distributor pasar dan pedagang pasar.
Pedagang pengumpul
biasanya mencari petani yang sedang
panen, kemudian tawar-menawar
dalam harga.
5. Distributor
Distributor merupakan pedagang yang
menerima barang dari petani ataupun
importir, dengan kemampuan modal
besar. Modal besar yang dimiliki
Distributor ini dapat mendatangkan
bawang merah dan putih dari
berbagai daerah, sesuai permintaan
pasar.
6. Pengecer
Pedagang yang melakukan pembelian
dari petani maupun distributor untuk
dijual kembali kepada konsumen
akhir
7. Konsumen Bisnis
Perorangan ataupun badan hukum yang
menggunakannya
dalam
proses
produksi menjadi produk akhir
dengan tiap anggota inti dan jenis
penggabungan apa yang diterapkan pada
tiap
proses
hubungan
tersebut.
Tujuannya
adalah
untuk
memaksimalkan
persaingan
dan
keuntungan bagi perusahaan dan seluruh
anggotanya, termasuk pelanggan akhir.
Anggota Supply Chain meliputi semua
perusahaan dan organisasi yang
berhubungan dengan perusahaan inti
baik secara langsung maupun tidak
langsung
melalui
pemasok
dan
pelanggannya
dari point
of
origin hingga point consumption. Prima
ry members (anggota primer) adalah
semua perusahaan atau unit bisnis
strategi yang benar-benar menjalankan
aktivitas operasional dan manajerial
dalam proses bisnis yang dirancang
untuk menghasilkan keluaran tertentu
bagi pelanggan atau pasar. Secondary
members (anggota sekunder) adalah
perusahaan-perusahaan
yang
menyediakan sumberdaya, pengetahuan,
utilitas atau aset-aset bagi anggota
primer. Melalui definisi anggota primer
dan anggota sekunder diperoleh
pengertian the
point
of
origin dari supply chain adalah titik
dimana tidak ada pemasok primernya.
Semua pemasok adalah anggota
sekunder,
sedangkan the
point
consumption adalah titik dimana tidak
ada pelanggan utama (Miranda dan
Tunggal, 2005). Dalam penelitian ini
dalam anggota inti rantai suplai adalah
1. Importir adalah
Pengusaha yang melakukan pembelian
bawang merah dan putih dari luar
negeri untuk didistribusikan kepada
konsumen
untuk
memenuhi
permintaan dalam negeri
2. Agen importir (Fungsi)
Orang/pengusaha sebagai representasi
dari importir yang berada di suatu
lokasi
pasar
yang
bertugas
menyediakan informasi pasokan
bawang putih dan bawang merah
3. Petani
Perorangan yang melakukan pengolahan
tanah yang ditanami bawang merah
Kebijakan Harga
Levy et al., (2004) menyebutkan
bahwa strategi harga disebabkan oleh
beberapa hal antara lain struktur biaya,
persaingan, strategi komunikasi dengan
konsumen dan strategi pemasaran secara
umum. Pasar oligopoli bisa mendorong
adanya disparitas pembagian keuntungan
antara
lembaga
perantara
dengan
produsen. Harga pada level konsumen
bisa jadi lebih banyak disebabkan karena
disparitas informasi. Ferreira dan Ferreira
(2010) menunjukkan dalam kajiannya
bahwa struktur pasar oligopoli bisa
menguntungkan pihak yang mempunyai
informasi untuk mengambil keuntungan
lebih banyak dalam sebuah jalur
distribusi.
Berbagai jenis strategi harga
menyebabkan pola pembentukan harga
menjadi lebih kompleks. Penentuan harga
1016
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
tidak hanya ditentukan dengan rumusan
sederhana yaitu struktur biaya ditambah
dengan ekspektasi pemasar terhadap
tingkat keuntungan. Penentuan harga juga
bisa ditentukan dari berbagai aspek yaitu
struktur pasar, karakteristik konsumen,
pola distribusi dan strategi pemasaran.
Harga keseimbangan terbentuk dari
supply-demand process dimana jumlah
barang yang diminta sama dengan yang
ditawarkan (Nicholsen, 2005).
1. Demand
Qd = D (P,a) dimana a
merupakan
parameter
yang
mempengaruhi pergeseran kurva
permintaan, seperti pendapatan
konsumen, harga produk lain atau
perubahan preferensi.
2. Supply
Qs=S (P,ß), dimana ß
merupakan parameter penggeser
kurva penawaran yang antara lain
disebabkan oleh faktor harga input,
perubahan teknis atau harga produk
lainnya.
Beberapa faktor pembentuk harga:
1. Variabel input dan faktor produksi
lainnya yang digunakan dalam
proses produksi untuk menjadi
output.
2. Variabel non-produksi, seperti
biaya distribusi, biaya pemasaran,
margin keuntungan.
3. Struktur pasar yang mencerminkan
derajat persaingan dan kemampuan
mempengaruhi harga.
Agen ekonomi dapat memperoleh
keuntungan dengan melakukan salah
satu dari tiga bentuk kegiatan
penambahan nilai ekonomis suatu
komoditas. Namun, kegiatan distribusi
tetap menjadi ujung tombak dari semua
kegiatan tersebut karena berhubungan
langsung dengan pengguna akhir atau
konsumen. Untuk beberapa jenis
komoditas pertanian seperti sayuran,
bahkan tidak perlu melalui kegiatan
pengubahan bentuk dan penyimpanan
karena terkait dengan karakteristik
komoditas maupun cita rasanya. Selain
itu, sifat komoditas yang perishable
membuat kegiatan distribusi untuk
menyampaikan komoditas tersebut
UAD, Yogyakarta
kepada konsumen menjadi lebih
dominan.
Harga komoditas yang terbentuk
pada
tingkat
akhir
atau
level
pengguna/konsumen sangat tergantung
pada efisiensi dari kegiatan distribusi
tersebut.
Efisiensi
dari
kegiatan
distribusi komoditas atau dikenal
dengan istilah ‘tata niaga’ sangat
dipengaruhi oleh panjang mata rantai
distribusi
dan
besarnya
marjin
keuntungan yang ditetapkan oleh setiap
mata rantai distribusi.
Struktur Pasar dan Strategi Bisnis
Penjelasan dari struktur pasar
didasarkan atas jumlah dan ukuran
perusahaan yang berada pada suatu
industri dalam menyediakan dan
menjual suatu produk kepada pasar atau
sekumpulan
pembeli.
Pengamatan
terhadap struktur pasar dilakukan
dengan melihat karakteristik pasar
terutama tentang perilaku penjual dan
pembeli ketika melakukan transaksi
perdagangan.
Perilaku
perusahaan
berkaitan dengan penetapan target
penjualan, aset, dan laba, serta
penetapan metode persaingan yang
digunakan. Struktur pasar didefinisikan
sebagai kumpulan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kompetensi di
pasar dipengaruhi oleh
tingkat
penguasaan
teknologi,
elastisitas
permintaan terhadap suatu produk,
lokasi, hambatan masuk ke pasar dan
tingkat efisiensi. Untuk mengukur
perilaku perusahaan, produsen maupun
penjual, dalam menjalankan strategi
bisnis untuk mencapai pertumbuhan
pangsa pasar (market share). Ukuran
pangsa pasar dapat digunakan untuk
mengukur rasio konsentrasi dan indeks
Herfindahl. Rasio konsentrasi mengukur
derajat horizontal market power. Ukuran
lain yang digunakan untuk mengetahui
dinamika struktur pasar yaitu ada atau
tidaknya hambatan masuk ke pasar
(barriers to entry).
Informasi tentang market
power tersebut dapat digunakan
1017
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
di pasar tersebut; (ii) ada tidaknya
hambatan bagi perusahaan/agen/penjual
untuk masuk dan keluar dari pasar; dan
(iii) karakteristik dari komoditas yang
diperdagangkan. Struktur pasar tersebut
berpengaruh terhadap kekuatan dari para
agen/penjual
di
dalamnya
untuk
mempengaruhi harga pasar. Secara
teoritis, struktur pasar dapat berbentuk
pasar monopoli, duopoli, oligopoli,
persaingan monopolistik (monopolictic
competition), dan persaingan sempurna
(perfect competition).
untuk
mengetahui
kondisi
structural pasar yaitu:
1. Apakah sejumlah perusahaan yang
memiliki market power berpeluang
melakukan kolusi atau bersaing
bebas
2. Adakah ada dominasi oleh satu atau
beberapa
perusahaan
(posisi
dominan)
3. Adakah kesulitan bagi calon
pesaing untuk bergabung masuk
pasar
Persaingan
yang
efektif
berdasarkan struktur pasar tertentu akan
menentukan tingkat
persaingan.
Kategori persaingan pasar, selain
ditentukan oleh tingkat market power,
biasanya didasarkan atas jenis produk
dan jangkauan geografis. Dalam teori
mikroekonomi ada 6 kategori pasar
berdasarkan tingkat persaingan yang
diindikasikan oleh penguasaan pangsa
pasar yaitu:
1. Pure monopoly : satu perusahaan
menguasai pangsa pasar 100%
2. Dominant firm : satu perusahaan
menguasai pangsa pasar 40-99%
3. Tight oligopol y: empat perusahaan
menguasai pangsa pasar lebih 60%
4. Loose oligopoly : empat perusahaan
menguasai pangsa pasar kurang dari
60%
5. Monopolistic competition : banyak
perusahaan
bersaing
dengan
masing-masing memiliki market
power yang tidak sama
6. Pure
competition
:
banyak
perusahaan
bersaing
dengan
masing-masing tidak memiliki
market power
Atas kegiatan produksi, perubahan
bentuk, penyimpanan dan distribusi yang
dilakukan,
para
agen
ekonomi
menetapkan
marjin
keuntungan.
Besarnya marjin keuntungan yang dapat
ditetapkan
oleh para agen ekonomi
sangat dipengaruhi oleh struktur pasar
dari komoditas yang diperdagangkan.
Struktur pasar ditentukan oleh beberapa
kriteria,
yaitu
(i)
jumlah
perusahaan/agen/penjual yang beroperasi
3. METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
desain penelitian kuantitatif survey dan
kualitatif in depth interview. Desain
penelitian survey dipergunakan untuk
menganalisis data tentang struktur biaya,
tingkat keuntungan dan delivery time dari
masing-masing lembaga dalam jalur rantai
pasok. Desain kualitatif dengan in depth
interview
dipergunakan
untuk
menganalisis perilaku lembaga perantara
dalam rantai pasok bawang putih dan
bawang merah.
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah
semua pihak yang terlibat dalam rantai
pasok bawang putih dan bawang merah,
yang terdiri dari petani, tengkulak,
koperasi, pedagang besar, pedagang
eceran moderen dan tradisional,
konsumen bisnis dan konsumen akhir
yang ada di wilayah eks karesidenan
Surakarta. Penelitian ini menggunakan
metode pengambilan sampel kombinasi
dari purposive random sampling dan
quota
sampling
untuk
survey.
Karakteristik khusus dari responden
adalah mereka merupakan petani,
pedagang, pelaku distribusi
dan
konsumen bisnis dengan skala bisnis
menengah
sampai
besar.
Quota
sampling terkait dengan kondisi spasial
eks
karesidenan
Surakarta
yang
mempunyai karakateristik beragam. 7
kabupaten/kota di kawasan ini masingmasing 30 responden, sehingga total
1018
THE 5TH URECOL PROCEEDING
jumlah responden adalah 210 responden.
Penentuan
responden
sebagai
narasumber in depth interview dengan
menggunakan snow ball sampling yaitu
satu responden kunci memberikan
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
informasi tentang responden kunci lain
dalam satu jalur rantai pasok.
Variabel dan Pengukuran
Variabel yang diukur dalam penelitian ini
adalah:
Tabel 1. Struktur Biaya dan Harga dari Petani, Pengepul, Distribusi, Pedagang Eceran
Petani
Harga Jual Pada
Level Petani
Biaya
a. Ekspektasi
pengadaan bibit.
keuntungan
Biaya
b.Harga
tertinggi
pemeliharaan
(tergantung musim)
lahan
c. Harga
terendah
Biaya pupuk.
(tergantung musim)
d.Harga
jual
pada
Biaya obat anti
perantara
hama
Biaya
tenaga
kerja.
Biaya
transportasi.
Biaya
penyimpanan.
Biaya
lainlain.......
Struktur Biaya
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
a.
b.
c.
d.
e.
Distributor
Struktur Biaya
a.Harga kulakan dari
pengepul
b.
Biaya tenaga
kerja.
c.Biaya transportasi.
d.
Biaya
penyimpanan.
e.Biaya lain-lain....
Harga Jual Pada
Level Petani
a.Ekspektasi
keuntungan....
b.
Harga
tertinggi.....
c.Harga terendah....
d.
Harga
jual
pada
pedagang
besar.....
Struktur
Biaya
Harga kulakan
dari petani
Biaya tenaga
kerja.
Biaya
transportasi.
Biaya
penyimpanan.
Biaya
lainlain....
Pengepul
Harga jual pada
level Pengepul
a.Ekspektasi
keuntungan....
b.
Harga
tertinggi.....
c.Harga terendah....
d.
Harga jual pada
pedagang besar.....
Pedagang Eceran
Struktur
Biaya
a.Harga kulakan
dari Pedagang
Besar
b.
Biaya
tenaga kerja.
c.Biaya
transportasi.
d.
Biaya
penyimpanan.
e.Biaya
lainlain....
Harga jual pada
level Pengepul
a.Ekspektasi
keuntungan....
b.
Harga
tertinggi.....
c.Harga terendah....
d.
Harga jual pada
pedagang besar.....
Alat analisis yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah Data
Envelopment Analysis (DEA).
DEA
dipergunakan
dalam
penelitian ini untuk mengkaji efisiensi
dari lembaga dalam rantai pasok mulai
dari petani sampai dengan konsumen
bisnis. Efisiensi dari setiap perusahaan
diukur dengan persamaan berikut:
es = uiyis / vixis,
dimana i= 1,….,m dan j= 1,….,n,
(1)
Tabel diatas menunjukkan struktur
biaya dan pembentukan harga pada
masing-masing level. Informasi diatas
menunjukkan tentang bagaimana petani,
distributor,
Distributor,
Pedagang
Eceran membagi keuntungan mereka.
Struktur biaya pada level petani bawang
merah mempunyai struktur biaya paling
kompleks dibanding dengan level yang
lain.
Alat Analisis
1019
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
100 sehingga penggunaan sumber daya
bisa dikatakan efisien apabila hasil yang
ada menunjukkan angka 100.
Dalam persamaan (1) diatas yis
adalah jumlah output yang dihasilkan
perusahaan, xis, adalah input yang
digunakan oleh perusahaan. Rasio
efisiensi (es) ini kemudian di
maksimumisasi dengan menggunakan
persamaan (2):
uiyir / vjxir 1,
untuk r = 1,……N dan ui serta vj 0
(2)
Persamaan ini memastikan bahwa rasio
efisiensi harus lebih besar atau sama
dengan 1 dan bernilai positif. Dalam
perhitungan
menggunakan
software
WDEA rasio yang dipergunakan adalah 1-
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Survey ini dilakukan di kawasan
Eks Karesidenan Surakarta yang
meliputi 7 Kabupaten/Kota. Responden
yang direncanakan dalam survey ini
sejumlah 210 responden, namun
demikian hanya 208 responden yang
melengkapi jawaban dari pertanyaan
dalam kuesioner. Respon rate dalam
penelitian ini mencapai 99%.
Gambar 1
pengecer sebesar 37,50% dan konsumen
bisnis 19,71%
Dalam penelitian ini sampel
responden yang di survei adalah 208
responden diambil sampel dari 7
Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan
Surakarta. Komposisi dari resoponden
adalah petani sebesar 20,67%, importir
sebanyak 0,96%, agen penjualan sebesar
1,44%, distributor 20,67%, sedangkan
Analisis Rantai Pasok Bawang Merah
Dan Bawang PutihBagan Alur Rantai
Pasok Bawang Putih Impor & Lokal di
Wilayah Eks Karesidenan Surakar
1020
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Gambar 2
Komoditas bawang putih lokal hanya
ada pada bulan Mei saja karena terkait
dengan musim. Biaya yang muncul
adalah pupuk, tenaga kerja, bibit, obat
anti hama dan transportasi yang dihitung
per musim tanam (70-80 hari). Jenis
bawang putih lokal yang ditanam lebih
kecil daripada jenis impor. Biaya
termasuk
untuk
pengelolaan
diversifikasi tanaman yaitu lombok dan
sayuran. Penjualan bawang putih lokal
pada pengepul yang juga tetangga
sendiri dan dijual ke pasar Ngargoyoso.
Bawang putih lokal dari petani di daerah
Magelang dan Temanggung di kirim ke
pasar Boyolali, sedangkan hasil panen
dari petani Ngargoyoso, Kemuning dan
Tawang Mangu dikirim ke pasar di
Kabupaten Karang Anyar dan Pasar
Bunder Sragen.
Bawang putih yang beredar di
pasar eks Karesidenan Surakarta
sebagain besar dikirim dari importir di
Surabaya. Bawang putih tersebut 90% di
impor
berasal
dari
Tiongkok.
Pemerintah pusat hanya membuka untuk
pintu masuk impor bawang putih di
pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan
pelabuhan Belawan di Medan Sumatra
Utara. Impor bawang putih yang masuk
ke wilayah Indonesia tersedia sepanjang
tahun. Jenis bawang putih impor ada 2
macam yaitu Cating dan Cincau. Dari
importir di Surabaya, bawang putih
didistribusikan ke Pasar Legi di
Surakarta kemudian didistribusikan ke
beberapa pasar-pasar di seluruh eks
Karisidenana Surakarta. Selain dikirim
ke pasar di eks Karisidenan Surakarta
bawang putih di kirim keluar daerah
yaitu ke daerah Ungaran, Ambarawa dan
Salatiga.
Bagan Alur Rantai Pasok Bawang Merah Impor dan Lokal di Wilayah Eks Karesidenan
Surakarta
1021
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Gambar 3. Rantai Suplai Bawang Merah
Petani
di
kawasan
Cepogo
berkonsentrasi menanam bawang merah.
Kategori bawang merah ada 3 jenis.
Penentuan harga berdasarkan keputusan
pengepul dengan range harga antara Rp
8000 sampai dengan Rp 20.000. Biaya
yang muncul antara lain biaya pupuk,
biaya tenaga kerja, biaya pengadaan
bibit dan biaya transportasi yang
dihitung per musim tanam. Harga
bawang merah sebagai bibit Rp 14.000
per kilogram (1 kg bibit menghasilkan 3
kg bawang merah basah).
Dari sentra penghasil bawang
merah lokal di wilayah Karang Pandan
dan Tawang Mangu harga jual per kg Rp
8000 - Rp 20.000 penentu harga berasal
dari pasar. Harga ini adalah harga
setengah kering. Rata-rata hasil panen
per 1000 meter persegi adalah 600 kg.
Per 1 kg bibit menghasilkan 6 - 8 kg
bawang merah. Pupuk yang digunakan
adalah pupuk kandang dan kimia.
Pengadaan bibit yang digunakan oleh
petani berasal dari hasil panenan musim
tanam yang lalu. Bawang Merah yang
dihasilkan oleh petani di wilayah
Tawang Mangu dan di daerah Karang
Pandan sebagian besar dikirim ke
wilayah Sragen, Karanganyar dan
Wonogiri untuk dikirim kembali ke
Wilayah Pacitan dan Ponorogo di Jawa
Timur. Khusus bawang merah dari
petani Mangu Colomadu dikirim ke
pedagang di Pasar Kartasura Sukoharjo
dan pasar Mangu Colomadu karena
jumlah hasil panen yang sangat sedikit
Pasokan bawang merah lokal di
wilayah Eks Karesidenan Surakarta
berasal dari petani luar daerah yaitu dari
Nganjuk, Purwodadi, Malang, Demak,
Brebes dan Ngawi dan juga dari Impor.
Untuk bawang merah impor didatangkan
dari Tanjung Perak Surabaya hanya pada
Bulan Januari sampai Maret. Sedangkan
untuk bawang merah impor, petani di
Indonesia bisa menghasilkan sendiri
meskipun harus bersaing dengan
bawang merah yang diimpor dari
Vietnam, Thailand, Filipina, dan
sebagian kecil lainnya dari India.
Bawang merah dari Pasar Legi di
Surakarta kemudian di distribusikan ke
pasar-pasar di seluruh eks Karesidenan
Surakarta.
.
1022
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
dalam kajian ini adalah biaya total dan
biaya tenaga kerja, sedangkan output
dalam model DEA ini adalah omzet
penjualan dalam Rupiah dan total
penjualan dalam kilogram. Hasil analisis
DEA untuk rantai pasok bawang putih di
Solo Raya adalah sebagai berikut:
Analisis Dea Efisiensi Rantai Pasok
Bawang Merah Dan Bawang Putih
Analisis
Data
Envelopment
Analysis dilakukan untuk menganalisis
tingkat efisiensi pelaku ekonomi pada
setiap tahapan rantai pasok. Analisis
DEA ini menggunakan model matematis
input output. Input dari model DEA
Tabel 2.Hasil Analisis DEA Pelaku Usaha Bawang Putih di Solo Raya
No
Unit Usaha
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Importir 1
Importir 2
Importir 3
Distributor 1
Distributor 2
Distributor 3
Distributor 4
Distributor 5
Pedagang eceran 1
Pedagang eceran 2
Pedagang eceran 3
Pedagang eceran 4
Pedagang eceran 5
Nilai Efisiensi
100,00
76,57
90,52
100,00
7,82
12,95
72,56
44,64
2,53
5,58
7,51
1,79
2,39
Keputusan
Efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Efisien
Tidak Efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Kondisi berbeda terjadi pada
ditributor dan importir, meskipun hanya
satu importir dan pedagang besar yang
beroperasi secara efisien, rata-rata
efisiensi importir dan distributor sudah
mencapai 75%. Berdasarkan pola ini,
maka rantai pasok bawang putih di
kawasan Solo Raya mempunyai masalah
inefisiensi yang serius.
Selanjutnya
dilakukan
analisis terhadap efisiensi rantai
pasok bawang merah. Hasil analisis
DEA dari rantai pasok bawang
merah diringkas dalam tabel 2.
Hasil analisis DEA menunjukkan
bahwa dalam rantai pasok bawang putih
di Eks Karesidenan Surakarta, sebagian
besar pelaku dalam rantai pasok
mempunyai proses bisnis yang tidak
efisien. Ketidak efisienan ini disebabkan
oleh
mekanisme
alokasi
biaya
transportasi, biaya simpan dan biaya
tenaga kerja yang tidak efisien. Pelaku
rantai pasok yang mempunyai proses
bisnis paling tidak efisien adalah
pedagang eceran, efisiensi mereka kurang
dari 10%.
Tabel 3. Hasil Analisis DEA Rantai Pasok Bawang Merah di Solo Raya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Unit Usaha
Nilai Efisiensi
Keputusan
3.45
16.67
24.00
24.00
20.00
100.00
100.00
48.99
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Efisien
Efisien
Tidak efisien
Petani 1
Petani 2
Petani 3
Petani 4
Petani 5
Distributor 1
Distributor 2
Distributor 3
1023
THE 5TH URECOL PROCEEDING
9
10
11
12
13
14
15
18 February 2017
Distributor 4
Distributor 5
Pedagang eceran1
Pedagang eceran 2
Pedagang eceran 3
Pedagang eceran 4
Pedagang eceran 5
Sumber : Analisis DEA
Hasil analisis DEA untuk raantai
pasok bawang merah di Eks Karesidenan
Surakarta menunjukkan hanya distributor
yang mempunyai proses bisnis yang
efisien, yaitu mencapai 100 persen. Petani
dan pedagang eceran ternyata mempunyai
proses bisnis yang tidak efisien.
Tingkat efisiensi pada level petani
berada di bawah 30%. Ketidakefisienan
ini disebabkan alokasi biaya bibit, biaya
pupuk dan biaya tenaga kerja. Petani
bawang merah di kawasan Tawang
Mangu bisa memperoleh keuntungan
karena ada produk turunan dari bawang
merah yaitu daun dan bunga. Tanpa
penjualan daun dan bunga, petani bawang
merah di Tawang mangu mengalami
kerugian rata-rata Rp 4 juta setiap musim
tanam.
Penentuan Harga Bawang Merah
Harga jual hasil panen bawang
merah di level petani antar Rp 8.000
sampai Rp 9.000 kemudian
dikirim
kepada Pedagang Besar yang berada di
wilayah lain. Distributor menjual kepada
pedagang eceran dengan harga Rp
11.000 sampai Rp 12.000 dan untuk
konsumen bisnis dengan harga Rp 16.000
sampai dengan Rp 18.000. Dari Pedagang
eceran dijual kepada konsumen akhir RP
13.00 hingga Rp 14.000.
Penentuan Harga Bawang Putih
Harga jual bawang putih dari
importir dengan dua jenis yaitu cating
antara Rp 11.600 sampai Rp 11.700 dan
cincau antar Rp 9.000 sampai Rp 10.000
kemudian dikirim kepada Agen. Agen
menjual kepada distributor yang berada di
wilayah lain dengan harga cating antara
Rp 11.700 sampai Rp 11.800 dan cincau
Rp 10.1100. Kemudian untuk harga jual
91.70
86.78
8.57
3.45
60
13.69
32.88
UAD, Yogyakarta
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
kepada Pedagang eceran yang ditentukan
oleh distributor dengan harga cataing Rp
12.000 dan cincau
Rp 12.000.
selanjutnya harga jual untuk konsumen
bisnis dari distributor dengan harga Rp
16.000 untuk kating dan cincau Rp
18.000.
5. SIMPULAN:
1. Fluktuasi Harga Untuk Bawang
Merah disebabkan karena:
a. Musim
tanam
dan
perubahan iklim.
b. Kualitas
bibit
dan
penguasaan pasar bibit.
c. Kartel
perdagangan
bawang
merah
pada
berbagai tingkatan.
d. Bulan-bulan
tertentu
musim hajatan.
2. Fluktuasi Harga untuk Bawang
Putih disebabkan karena:
a. Ketergantungan impor yang
mencapai 90 persen.
b. Jumlah importir sedikit (hanya
91 perusahaan).
c. Hanya ada 2 pintu pelabuhan
impor (Surabaya dan Medan)..
3. Pembentuk harga paling dominan
dari bawang merah adalah biaya
transportasi, sedangkan pembentuk
harga paling dominan dari bawang
putih adalah biaya tenaga kerja.
4. Faktor lain yang mempengaruhi
fluktuasi harga dari bawang merah
dan putih adalah biaya transportasi
yang disebabkan oleh pasokan
yang harus didatangkan dari luar
daerah (Brebes, Malang, Demak,
Purwodadi, Kudus, Ngawi) dan
prasarana jalan yang kurang baik.
6. REKOMENDASI
1024
THE 5TH URECOL PROCEEDING
1. Bawang putih impor dalam
mekanisme
tataniaga
sudah
berjalan dengan baik, dengan
catatan 91 importir tersebut tidak
menjadi kartel dengan pengawasan
pemerintah melalui dinas pertanian,
mengenai pelaporan jumlah impor
dan tujuan distribusi
2. Fluktuasi harga bawang merah di
pasar terjadi karena adanya kartel
di setiap sentra pertanian bawang
merah dan juga pada level
perdagangan besar. Pemerintah
perlu melakukan perbaikan tata
kelola dengan memberdayakan
lembaga ekonomi di tingkat
pedesaan
untuk
mengurangi
pengaruh kartel.
3. Informasi tentang pergerakan harga
dan jumlah pasokan serta tingkat
kebutuhan bawang merah dan putih
akan memberikan dampak pada
pengambilan kebijakan dalam
menjaga kestabilan harga dan
pasokan.
4. Penyumbang kenaikan harga juga
disebabkan
oleh
kelayakan
infrastruktur (jalan dan jumlah
armada) yang kurang mendukung
sehingga pemerintah melalui dinas
terkait perlu melakukan perbaikan
maupun pembenahan di sektor
transportasi.
5. Bawang merah menunjukkan gejala
yang sama dengan sektor pertanian
lainnya yaitu inefisiensi.
6. Pengendalian harga bawang merah
dan putih akan memiliki peran
penting dalam pengendalian inflasi,
namun
karakteristiknya
yang
inelastic
terhadap
kebijakan
pengendalian harga tidak bisa
secara langsung mempengaruhi
pergerakan harga tersebut.
7. DAFTAR PUSTAKA
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
29, 2008). Economic Research
Initiatives at Duke (ERID) Working
Paper No. 1.68
F.A.
Ferreira,
and
F.
Ferreira,
“Environmental policies in an
international mixed duopoly,” in
Applications of Mathematics in
Engineering and Economics, edited
by George Venkov et al., AIP
Conference
Proceedings
1184,
American Institute of Physics, New
York, 269–276 (2009).
Inamura, Y, Kimata, T , Kimura, T, Muto,
T, (2011), “Recent Surge in Global
Commodity Prices, Impact of
financialization of commodities and
globally accommodative monetary
conditions,”
Bank
of
Japan
Review,March 2011
Iyer, A.V. & M.E. Bergen. 1997. Quick
response in manufacturer-retailer
Channels”,
ManagementScience,
Vol.43, No. 4, pp. 559-570.
Lambert D.M., Cooper M.C., 1998, "Issues
in supply chain management’’.
Industrial
MarketingManagement.
29, 65-83.
Levy, Daniel, Shantanu Dutta, and Mark
Bergen (2002), “Heterogeneity in
Price Rigidity:
Nicholson, W. (2004), Microeconomic
Theory: Basic Principles and
Extensions, 9th edition.
nomics 60, 133-169.
Simchi-Levi, D., P. Kaminsky and E.
Simchi-Levi. 2003. Designing and
Managing the Supply Chain, pp. 15–
165. New Delhi: Irwin McGraw-Hill
Companies
Chen, Yu-Chin and Rogoff, Kenneth and
Rossi, Barbara, Can Exchange Rates
Forecast Commodity Prices? (June
1025