BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntung

  Memilih suatu paradigma adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh seorang peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Melalui paradigma pula seseorang peneliti akan memiliki cara pandang yang memandunya selama melakukan proses penelitian. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Mulyana (2003: 9) mengatakan paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan ekstensial dan epitimologi yang panjang.

  Paradigma memberikan sistematisasi dan sekaligus konstruksi cara pandang untuk menangkap objek realitas kebenaran yang ada pada seluruh bagian ilmu pengetahuan. Para ilmuwan juga sering mengidentifikasi paradigma sebagai perangkat “normal science”, yaitu sebuah konstruk yang menjadi wacana dalam temuan-temuan ilmiah. Paradigma akan membimbing seorang peneliti dalam merumuskan orientasinya dalam seluruh analisis-analisisnya. Paradigma dalam wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian. (Naryawa, 2006:96).

  Menurut Neuman (1997: 62-63) istilah paradigma dapat didefinisikan sebagai keseluruhan sistem pemikiran, yang mencakup asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan (penelitian) penting yang harus dijawab, tehnik-tehnik penelitian yang digunakan dan contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik.Sementara Baxter dan Babbie (2004: 66) berpendapat paradigma sebagai model dasar atau skema yang mengorganisasikan pandangan kita tentang realitas.Peneliti memiliki pendapat sendiri mengenai paradigma yaitu pandangan atau anggapan dasar tentang suatu fenomena sosial.

  Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan

  

8 Universitas Sumatera Utara teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Paradigma juga bisa berarti sebuah ideologi berpikir dan sekaligus praktik sekelompok komunitas orang yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, mereka memiliki seperangkat aturan dan kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan sekaligus menggunakan metode yang serupa. Tidak adanya seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, bisa dipastikan bahwa sebuah penelitian tertentu akan mengalami ketumpulan ataupun bias dalam penelitian. (Naryawa, 2006:96).

  Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diproritaskan dalam sebuah penelitian. Pengertian paradigma merujuk pada sistem asumsi-asumsi teori yang digunakan sebagai alat bantu untuk membangun pertanyaan ataupun perkiraan tentang fenomena yang diteliti. Singkatnya, paradigma merupakan sebuah gagasan atau pemikiran dasar yang akan mempengaruhi proses berpikir peneliti dan cara kerja juga cara bertindak dalam suatu penelitian yang dilakukan. (Naryawa, 2006:101).

  Paradigma di dalam Ilmu Komunikasi berdasarkan metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Dedy N.Hidayat (Bungin, 2009:241) ada tiga, yaitu Paradigma Klasik (Classical Paradigm), Paradigma Kritis (Critical Paradigm), dan Paradigma Konstruktivisme (Constructivism Paradigm). Paradigma Klasik (gabungan dari paradigma ‘positivism’ dan ‘post-positivsm’) bersifat ‘interventionist’, yaitu melakukan hipotesis melalui laboratorium, eksperimen, atau survey eksplanatif dengan analisis kuantitatif. Objektivitas, validitas, dan realibilitas diutamakan dalam paradigma ini. (Naryawa, 2006:101)

  Paradigma kritis lebih mengutamakan partisipasi aktif dalam penelitiannya.Artinya, peneliti dalam paradigma kritis disini mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual, multilevel analisis, dan peneliti berperan sebagai aktivis atau partisipan.Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. (Bungin, 2008: 241)

  Berdasarkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif, maka peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Hal ini dikarenakan paradigma konstruktivisme adalah cara pandang yang melihat sebuah pengetahuan sebagai struktur konsep yang dibentuk. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap perilaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara / mengelola dunia sosial mereka (Hidayat, 2003: 3).

  Paradigma konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas sosial dikonstruksikan.Fenomena sosial dipahami sebagai suatu realitas yang telah dikonstruksikan. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas itu dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam hal ini, komunikasi dilihat sebagai faktor konstruksi itu sendiri.Melalui paradigma konstruktivisme yang memandang bahwa pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku ini peneliti ingin melihat proses penyingkapan diri (self disclosure) orangtua tunggal dengan anak terutama ibu tunggal dengan remaja perempuannya di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Penelitian menekankan bagaimana strategi dan kemudahan serta kesulitan yang dihadapi oleh ibu tunggal terhadap remaja perempuannya.Maka, untuk melihat hal tersebut, peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma konstruktivisme sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian.

  Pada intinya paradigma konstruksionis menyatakan bahwa realitas adalah hasil konstruksi, dan pada akhirnya realitas yang ada di dunia ini tidaklah bersifat objektif, semuanya memiliki subjektifitas dari yang membuat maupun yang menerima realitas itu. Perspektif atau cara pandang dalam realitas juga mempengaruhi terhadap penilaian sesuatu realitas

  2. 2 Uraian Teoritis

  Teori merupakan seperangkat prosisi yang menggambarkan suatu gejala yang terjadi. Proposisi-proposisi yang dikandung dan membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang terjalin dalam hubungan sebab akibat. Namun, karena di dalam teori juga terkandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia sebagaimana yang terjadi diobservasi (Suyanto, 2005: 34).Sedangkan menurut Khusyairi (2006: 37) teori merupakan suatu penjelasan yang sistematis untuk mengobservasi fakta-fakta yang berkaitan dengan aspek tertentu dalam kehidupan.

  Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan masalah. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disorot (Nawawi, 2001: 39). Dalam penelitian ini teori yang relevan adalah:

  2. 2. 1 Komunikasi Antar Pribadi

  Kata komunikasi berasal dari perkataan communication, dan perkataan ini berasal dari bahasa Latin communis yang artinya sama, dalam arti kata sama makna mengenai suatu hal. Jadi komunikasi berlangsung antar orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna suatu hal yang dikomunikasi secara jelas (Effendy, 1993: 30).Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang yang saling bereaksi baik secara langsung, verbal maupun non-verbal.Pentingnya komunikasi antar pribadi adalah karena prosesnya yang dialogis yang berarti komunikasi diantara dua orang yang berinteraksi secara aktif.Komunikasi antar pribadi yang paling sering dinilai lebih aktif adalah komunikasi antar pribadi secara tatap muka. Dengan saling bertatap muka, maka akan terjadi kontak pribadi (personal contact).

  2. 2. 2 Penyingkapan Diri (Self Disclosure)

  Dalam tindakan komunikasi diri (self) termasuk tindakan yang penting apalagi dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk melakukan proses penyingkapan diri (self disclosure) seseorang harus memahami waktu, tempat, dan keakraban. Kunci sukses dan hal yang paling mendasar dari penyingkapan diri (self

  

disclosure ) adalah kepercayaan. Morton (dalam Dayakisni: 2003: 87)

  pengungkapan diri (self disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Baginya,self disclosure ini dapat bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia.Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atauperasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci ungkap Sears (1994:254).

  Sedangkan Menurut Johnson (dalam Supratiknya: 1995: 14) self

  

disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi

  yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut. Jadi yang dimaksud dengan penyingkapan diri (self disclosure) adalah sebuah proses membagi informasi dan perasaan oleh seseorang terhadap orang lain secara jujur untuk mencapai sebuah keterbukaan.Mengungkapkan yang sebenarnya mengenai diri kita kepada orang lainyang juga bersedia mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal.

  Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan DeVito (1997: 62) bahwa keterbukaan diri ialah membagikan informasi pribadi meliputi pikiran, perasaan, pendapat pribadi dan juga informasi yang disembunyikan pada orang lain. Selanjutnya DeVito (1997: 63) mengemukakan beberapa manfaat dari keterbukaan diri antara lain:

  1. Pemahaman diri yaitu kita mendapatkan perspektif baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku kita sendiri, 2. Kemampuan mengatasi kesulitan yaitu kita akan mampu menangani masalah atau kesulitan, khususnya perasaan bersalah melalui keterbukaan diri, dengan mengungkapkan perasaan dan menerima dukungan, kita menjadi lebih siap untuk mengatasi perasaan bersalah,

  3. Efisiensikomunikasi yaitu kita akan mengenal danmemahami apa yang dikatakan seseorangjika kita mengenal baik orang tersebut,karena keterbukaan diri adalah kondisi yangpenting untuk mengenal orang lain, 4.

Kedalaman hubungan yaitu kita memberitahuorang lain bahwa kita mempercayai mereka,menghargai mereka, dan cukup peduli akanmereka

  sehingga akan membuat orang lainmau membuka diri dan membentuk setidak-tidaknya awal dari suatu hubungan. Pada dasarnya penyingkapan diri (self disclosure) berguna untuk mendengarkan pengalaman orang lain yang nantinya bisa menjadi pelajaran bagi diri kita, selain itu dengan penyingkapan diri(self disclosure) kita juga bisa mengetahui seperti apa diri kita dalam pandangan orang lain, dengan hal itu kita bisa melakukan introspeksi diri dalam berhubungan. Namun di sisi lain, tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan bahkan sering terjadi salah paham sehingga malah menimbulkan masalah baru. Ketika seseorang telah mengetahui diri kita, bisa saja orang lain ini memanfatkan apa yang telah dia ketahui mengenai diri kita.

  Teori penyingkapan diri (self disclosure) yang didasarkan pada model interaksi manusia. Asumsi ini membawa Joseph Luft dan Harry Ingham menciptakan suatu teori atau model sebagai salah satu cara untuk melihat dinamika kepedulian terhadap diri sendiri (self-awareness) yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif manusia.Teori ini dikenal dengan Jendela Johari (Johari Window). Sebutan ini diambil dari nama kedua tokoh tersebut, yaitu Joseph Luft dan Harry Ingham.

  Dalam Tubbs (1996: 13) salah satu model inovatif untuk memahami tingkat-tingkat kesadaran dan penyingkapan diri dalam komunikasi insan adalah Jendela Johari (Johari Window). Secara berurutan, kuadran-kuadran tersebut dapat dilihat melalui gambar berikut :

  Gambar 2.1Jendela Johari Sumber: Tubbs (1996: 13) 1.

Daerah Publik (Open Area)adalah informasi tentang diri kita yang diketahui oleh orang lain seperti nama, jabatan, pangkat, status

  perkawinan, lulusan mana, dan lain-lain. Area terbuka merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Bagi orang yang telah mengenal potensi dan kemampuan dirinya sendiri, kelebihan dan kekurangannya sangatlah mudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain sehingga orang dengan tipe ini pasti selalu menemui kesuksesan setiap langkahnya, karena orang lain tahu kemampuannya begitu juga dirinya sendiri. Ketika memulai sebuah hubungan, kita akan menginformasikan sesuatu yang ringan tentang diri kita. Makin lama maka informasi tentang diri kita akan terus bertambah secara vertikal sehingga mengurangi hidden area. Makin besar open area, makin produktif dan menguntungkan hubungan interpersonal kita.

  2. Derah Buta (Blind Area), yang menentukan bahwa orang lain sadar akan sesuatu tapi kita tidak. Pada daerah ini orang lain tidak mengenal sementara kita tahu kemampuan dan potensi diri sendiri, bila hal tersebut yang terjadi maka umpan balik dan komunikasi merupakan cara agar lebih dikenal orang terutama kemampuan kita, hilangkan rasa tidak percaya diri mulailah terbuka. Misalnya bagaimana cara mengurangi grogi, bagaimana caranya menghadapi dosen A, dan lain-lain. Sehingga dengan mendapatkan masukan dari orang lain, blind areaakan berkurang. Makin kita memahami kekuatan dan kelemahan diri kita yang diketahui orang lain, makaakan bagus dalam bekerja tim. Merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak diketahui oleh orang lain.

  3. Daerah Tersembunyi (Hidden Area), berisi informasi yang kita tahu tentang diri kita tapi tertutup bagi orang lain. Informasi ini meliputi perhatian kita mengenai atasan, pekerjaan, keuangan, keluarga, kesehatan, dan lain-lain. Dengan tidak berbagi mengenai hidden area, biasanya akan menjadi penghambat dalam berhubungan. Hal ini akan membuat orang lain salah pengertian tentang kita, yang kalau dalam hubungan kerja akan mengurangi tingkat kepercayaan orang merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri kita sendiri.

  4. Daerah Tidak Disadari (Unconsciousness Area), adalah informasi yang orang lain dan juga kita tidak mengetahuinya. Sampai kita dapat pengalaman tentang sesuatu hal atau orang lain melihat sesuatu akan diri kita bagaimana kita bertingkah laku atau berperasaan. Misalnya ketika pertama kali menyukai orang lain selain anggota keluarga kita. Kita tidak pernah bisa mengatakan perasaan “cinta”. Jendela ini akan mengecil sehubungan kita tumbuh dewasa, mulai mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman. Yang dimaksud dengan daerah publik adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh dirinya dan orang lain. Daerah buta adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh orang lain tetapi tidak diketahui oleh dirinya. Dalam berhubungan interpersonal, orang ini lebih memahami orang lain tetapi tidak mampu memahami tentang diri, sehingga orang ini seringkali menyinggung perasaan orang lain dengan tidak sengaja. Daerah tersembunyi adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh diri sendiri tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Dalam daerah ini, orang menyembunyikan/menutup dirinya.Informasi tentang dirinya disimpan rapat- rapat. Daerah yang tidak disadari membuat bagian kepribadian yang direpres dalam ketidaksadaran, yang tidak diketahui baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Namun demikian ketidaksadaran ini kemungkinan bisa muncul. Oleh karena adanya perbedaan individual, maka besarnya masing-masing daerah pada seseorang berbeda dengan orang lain. Gambaran kepribadian di bawah ini dapat memberikan contoh mengenai daerah-daerah dalam Jendela Johari.

  Contoh Daerah- Daerah dalam Jendela Johari Gambar 2.1.1

  A B C D Gambar 1

  A B C D Gambar 2

  A B C D Gambar 3

  Pengenalan diri dapat dilakukan melalui 2 tahap, tahap yang pertama penyingkapan diri (self disclosure) dan tahap yang kedua menerima umpan balik (feedback). Tahap penyingkapan diri, orang memperluas daerah C (lihat gambar 1), sedangkan untuk memperluas daerah B dibutuhkan umpan balik dari orang lain (lihat gambar 2). Akhirnya, ia akan mempunyai daerah publik (A) yang semakin luas (lihat gambar 3).

  Dalam hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam pengungkapan diri. Menurut Powell (Supratiknya, 1995: 32), tingkatan- tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi, yaitu: 1.

  Basa-basi: merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal walaupun terdapat keterbukaan antara individu, tetapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi sekedar kesopananan.

  2. Membicarakan orang lain: yang diungkapkan dalam komunikasi lebih tentang orang lain. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi individu tidak mengungkapan diri.

  3. Menyatakan gagasan atau pendapat: sudah mulai dijalin hubungan yang erat individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lainnya.

  4. Perasaan: setiap individu memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan yang mendalam.

  5. Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam.

  Individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Sementara Altman dan Taylor (dalam Hare, 1996: 273) mengemukakan suatu model perkembangan hubungan dengan penyingkapan diri (self disclosure) sebagai media utamanya.Keduanya membedakan keluasan (yaitu jajaran topik) dan kedalamannya (yaitu keintiman atau kepribadian) pada penyingkapan diri (self disclosure). Proses untuk mencapai keakraban hubungan antar pribadi disebut dengan istilah penetrasi sosial. Dimensi keluasan yaitu dimana seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja baik orang asing atau dengan teman dekat.Sedangkan dimensi kedalaman dimana seseorang berkomunikasi dengan orang dekat, yang diawali dan perkembangan hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi tentang dirinya.

  Menurut Sears (1994: 255) pada umumnya ketika berhubungan dengan orang asing penyingkapan diri (self disclosure) sedikit mendalam dan rentang sempit (topik pembicaraan sedikit).Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan diri lebih mendalam dan rentang lebih luas.Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik pembicaraan semakin banyak).

  Dalam proses penyingkapan diri (self disclosure) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh DeVito (1997: 62-65) berikut ini : a.

  Efek Diadik Dalam proses self disclosure nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik).

  Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya mengharapkan orang lain memperlakukan sama seperti memperlakukan mereka.

  b.

Ukuran Khalayak

  Penyingkapan diri (self disclosure) lebih besar kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam komunikasiantarpribadi atau komunikasi kelompok kecil. Jika khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil saja maka kita bisa mengontrol situasi komunikasi dan bisa melihat umpan balik itu.

  c.

  Topik Bahasan Pada awalnya orang akan selalu berbicara hal-hal yang umum saja.

  Makin akrab maka akan makin mendalam topik pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicara soal-soal yang sangat pribadi, pada orang yang baru kita kenal atau orang yang tidak akrab. Kita akan lebih memilih topik percakapan yang umum, seperti soal cuaca, politik secara umum, kondisi keuangan negara atau kondisi sosial.

  d.

  Valensi Ini terkait dengan sifat positif atau negative self disclosure.Pada umumnya, manusia cenderung lebih menyukai valensi positif atau self

  disclosure positif dibandingkan dengan self disclosurenegatif.

  e.

  Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan ternyata wanita memang lebih terbuka dibandingkan dengan pria.Meski bukan berarti pria juga tidak melakukan self disclosure.Bedanya, apabila wanita mengungkapkan dirinya pada orang yang dia sukai maka pria mengungkapkan dirinya pada orang yang dipercayainya.

  f.

  Kepribadian Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan exstrovert melakukan self disclosurelebih banyak daripada mereka yang kurangpandai bergaul dan lebih introvert.Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat self

  disclosure . Rasa gelisah adakalanya meningkatkan self disclosure kita dan

  kali lain mengulanginya sampai batas minimum. Individu yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri ketimbang mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.

  g.

Ras, Nasionalitas, dan Usia

  Ini juga bisa saja dipandang sebagai bentuk stereotip atas ras, nasionalitas, dan usia. Namun, kenyataan menunjukkan memang ada ras- ras tertentu yang lebih sering melakukan self disclosure dibandingkan dengan ras lainnya, begitu pula dengan keterkaitannya dengan usia. Masa remaja merupakan suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 tahun pada wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya ke kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orangtua mereka.Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu:(Kartono, 1995:36)

  Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat iniremaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya.Selain itu pada masa iniremaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.

  2. Masa remaja pertengahan, 15 – 18 tahun Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akankepribadian dan kehidupan badaniah sendiri.Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya.Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

  3. Masa remaja akhir, 18 – 21 tahun Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil.Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian.Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya.Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono (dalam Deswita: 2006: 192) membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10–12 tahun, masa remaja awal 12–15 tahun, masa remaja pertengahan 15– 18 tahun, dan masa remaja akhir 18–21 tahun.Dari pengertian tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-21 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.

  Ciri-ciri masa remaja seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciriyang membedakan denganperiode sebelum dan sesudahnya. Hurlock(1980: 207) menerangkan beberapa ciri-ciriremaja sebagai berikut: a.

  Periode peralihan Dinamakan periode peralihan sebab pada masa ini, status remaja tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.

  Bukan anak-anak dan juga bukan dewasa. Keadaan ini memberikan waktu bagi remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang sesuai dengan dirinya.

  b.

Periode perubahan

  Saat remaja, perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik.Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat pesat sehingga perubahan perilaku dan sikap juga berubah dengan pesat. Remaja akan mulai merasa ingin mandiri dan terlepas dari orangtua. Sehingga tak jarang hal ini dianggap semacampemberontakan.

  c.

Usia bermasalah

  Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh laki- laki maupun perempuan. Dalam keadaan seperti ini, remaja akanmembutuhkan orang lain untuk berbagi. Jika pada masa sebelumnya (kanak-kanak) seseorang akan berbagi dengan orangtua, maka padamasa ini seorang remaja lebih suka bila berbagi dengan teman sebayanya. Dengan menceritakan keadaannya, maka seorang remaja akan merasa lebih mudah dalam menghadapi sebuah permasalahan.

  d.

Masa mencari identitas

  Pada masa remaja, mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas bila sama dengan teman sebayanya dalam segala hal. Remaja berkeinginan untuk tampil sesuai dengan jati dirinya yang sebenarnya. Pada saat itu remaja akan mencari figur-figur tertentu yang sesuai dengan dirinya. Selain itu pengungkapan dirinya juga dapat membantunya dalam menemukan jati diri. Dengan seorang remaja terbuka terhadap orang lain, maka saat itulah dia mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dia miliki sehingga nantinya akan terbangun sebuah konsep diri. e.

  Masa yang tidak realistik Remaja memandang dirinya sendiri dan orang lainsebagaimana yang dia inginkan dan bukan sebagaimana adanya.Pada remaja akhir, pada umumnya sering terganggu oleh idealisme yangberlebihan bahwa mereka yang bebas bila telah mencapai status orang dewasa.

  f.

Ambang masa dewasa

  Dengan semakin mendekatnyausia kematangan yang sah, para remaja mulai memusatkan diri untuk mulai bertindak dan berperilakuseperti orang dewasa.Tuntutan untuk bekerja, berumah tangga, danlain sebagainya menyebabkan remaja dirundung kecemasan. Untuk mengurangi tingkat kecemasan tersebut, seorang remaja akanmengkomunikasikannya dengan orang lain guna mendapatkan supportsebagai bentuk timbal balik yang diperolehnya.

  h.

  Mitra dalam Hubungan Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman

  self disclosure maka lawan komunikasi atau mitra dalam hubungan akan

  menentukan self disclosure itu. Kita melakukan self disclosurekepada mereka yang kita anggap sebagai orang yang dekat misalnya teman dekat atau sesama anggota keluarga. Di samping itu, kita juga akan memandang bagaimana respon mereka. Apabila kitapandang mereka itu orang yang hangat dan penuh perhatian maka kitaakan melakukan self disclosure, apabila sebaliknya yang terjadi maka kita akan lebih memilih untuk menutup diri.

  Self disclosure merupakan kegiatan memberikan informasi tentang perasaan dan pikiran kepada orang lain yang disampaikan secara verbal.

  Hubungan seperti ini akan menumbuhkan hubungan interpersonal dan faktor terpenting dalam hubungan interpersonal adalah hubungan komunikasi. Menurut Rakhmat (2004: 129) ada tiga faktor yang mempengaruhi komunikasi yaitu:

  1. Percaya (trust) Sejak tahap pertama dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan) sampai pada tahap kedua (tahap peneguhan), “percaya” menentukan efektivitas komunikasi. “Percaya” oleh Jalaludin Rakhmat didefinisikan dengan mengandalkan perilaku orang lain untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko. Definisi tersebut mengemukakan ada tiga unsur percaya yaitu: a.

  Ada situasi menimbulkan resiko, b.

  Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain, c.

Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya

  “Percaya” akan meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikasi untuk mencapai maksudnya. Tanpa adanya percaya tidak akan ada pengertian, tanpa pengertian terjadi kegagalan komunikasi. Hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Menurut Deustch (1958), harga diri dan otoritarianisme mempengaruhi kepercayaan (Rakhmat, 2004: 130) orang yang memiliki harga diri positif akan lebih mudah mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter sukar mempercayai orang lain. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi sikap percaya :

  • kepada orang lain yang dianggap memilikikemampuan, keterampilan atau pengalaman dalam bidangtertentu. Seseorang yang memiliki reliabilitas berarti dapatdiandalkan, dapat diduga, jujur dan konsisten.

  Karakteristik dan maksud orang lain. Seseorang akan menaruhkepercayaan

  • kekuasaan terhadap orang lain.

  Hubungan kekuasaan. Percaya akan tumbuh apabila seseorangmempunyai

  • dan tujuan sudah jelas, maka akan tumbuh sikap percaya.

  Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka,maksud

  • tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalahsikap yang melihat orang lain sebagai manusia (individu) yang patut dihargai. Menerima tidaklah berarti menyetujui semuaperilaku orang lain atau rela menanggung akibat- akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai pribadi seseorangberdasarkan prilakunya yang tidak kita senangi.

  Menerima. Kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan

  • yang tidak mempunyai arti emosional. Dalam empati, seseorang dapat menempatkan diri pada posisi orang lain secara emosional dan intelektual. Berempati berarti berusaha melihat dan ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain.

  Empati. Empati dianggap sebagai suatu perasaan memahamiorang lain

  • sebaliknya keterbukaan akan mendorong orang lain percaya.Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga, ini membuat orang lain untuk percaya.

Kejujuran. Ketidakjujuran akan menimbulkan ketidakpercayaan

  2. Sikap Suportif Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Seseorang yang bersikap defensif akan sulit menerima orang lain, tidak jujur dan tidak empatis, yang akhirnya akan mempengaruhi hubungan interpersonal. Orang yang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman sehingga pesan dalam komunikasi tidak tersampaikan. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah,dan pengalaman defensif. Aspek dalam sikap sportifyaitu

  a) Deskripsi adalah penyampaian perasaan tanpa menilaidan menerima mereka sebagaiindividu yang patutdihargai.

  b) Orientasi masalah adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencaripemecahan masalah.

  c) Spontanitas adalah sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

  d) Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis.Dalam sikap persamaan kita tidak mempertegas perbedaan.

  3. Sikap Terbuka Sikap terbuka (open-mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Seseorang yang memiliki sikap terbuka mempunyai karakteristik sebagai berikut :

  a) Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan keajegan logika.

  b) Dapat membedakan sesuatu dengan mudah dan melihat nuansa.

  c) Berorientasi pada isi maksudnya lebih mementingkan isi dari suatu informasi ketimbang siapa yang menyampaikan informasi.

  d) Mencari informasi dari berbagai sumber.

  e) Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah kepercayaannya.

  f) Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaan.

  2. 2. 3 Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory)

  Hubungan antarpribadi merupakan hal yang hidup dan dinamis. Hubungan ini selalu berkembang (DeVito, 2011 : 250). Untuk mengetahui bagaimana suatu hubungan antarpribadi berkembang atau sebaliknya, rusak, dapat dilakukan dengan mempelajari sebuah teori komunikasi yang disebut teori penetrasi sosial (social penetration theory) dari Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973).Social

  

penetration theory merupakan sebuah teori yang menggambarkan suatu pola

  pengembangan hubungan, yaitu sebuah proses yang Altman dan Taylor identifikasi sebagai penetrasi sosial.

  “Interpersonal closeness proceeds in a gradual and orderly fashion from

superficial to intimate level of exchange, motivated by current and projected

future outcomes. Lasting intimacy requires continual and mutual vulnerability

through breadth and depth of self disclosure” (Griffin, 2006 : 125).Melalui

  pernyataan Griffin tersebut dapat diketahui bahwa kedekatan interpersonal merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu yang terlibat bergerak dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Lebih lanjut Griffinmenyebutkan bahwa keintiman yang bertahan lama membutuhkan ketidakberdayaan yang terjadi secara berkesinambungan tetapi juga bermutu dengan cara melakukan pengungkapan diri yang luas dan dalam.

  Keintiman di sini, menurut Altman dan Taylor, lebih dari sekedar keintiman secara fisik; dimensi lain dari keintiman termasuk intelektual dan emosional, hingga pada batasan di mana kita melakukan aktivitas bersama. Artinya, perilaku verbal (berupa kata-kata yang digunakan), perilaku nonverbal (dalam bentuk postur tubuh, ekspresiwajah, dan sebagainya), serta perilaku yang berorientasi pada lingkungan (seperti ruang antara komunikator, objek fisik yang ada di dalam lingkungan, dan sebagainya) termasuk ke dalam proses penetrasi sosial. Tahap-tahap penetrasi sosial, yaitu:

  1. Tahap Orientasi (Orientation Stage): Membuka Sedikit Demi Sedikit Tahap paling awal dari interaksi, disebut sebagai tahap orientasi

  (orientation stage), yang terjadi pada tingkat publik; hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain. Komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal).Para individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi bersifat sangat umum saja. Pada tahap ini, hanya sebagian kecil dari diri kita yang terungkap kepada orang lain. Ucapan atau komentar yang disampaikan orang biasanya bersifat basa-basi yang hanya menunjukkan informasi permukaan atau apa saja yang tampak secara kasat mata pada diri individu. Pada tahap ini juga, orang biasanya bertindak menurut cara-cara yang diterima secara sosial dan bersikap hati-hati agar tidak mengganggu harapan masyarakat.Singkatnya, orang berusaha untuk tersenyum dan bertingkah laku sopan.

  Menurut Taylor dan Altman dalam (Morissan, 2010 : 191), orang memiliki kecenderungan untuk enggan memberikan evaluasi atau memberikan kritik selama tahap orientasi karena akan dinilai sebagai tidak pantas dan akan mengganggu hubungan di masa depan. Kalaupun ada evaluasi atau kritik maka hal itu akan dilakukan dengan cara halus. Kedua belah pihak secara aktif berusaha menghindarkan diri untuk tidak terlibat dalam konflik sehingga mereka mendapat peluang untuk saling menjajagi pada waktu yang akan datang. Jika pada tahap ini mereka yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi awal mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya.

  2. Tahap Pertukaran Penjajakan Afektif (Exploratory Affective Exchange Stage): MunculnyaDiri

  Tahap pertukaran penjajakan afektif (exploratoryaffective exchange stage) merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seseorang individu mulai muncul.Apa yang tadinya pribadi mulai menjadi publik.Jika pada tahap orientasi, orang bersikap hati-hati dalam menyampaikan informasi mengenai diri mereka maka pada tahap ini orang melakukan ekspansi atau perluasan terhadap wilayah publik diri mereka.

  Tahap ini terjadi ketika orang mulai memunculkan kepribadian mereka kepada orang lain. Apa yang sebelumnya merupakan wilayah pribadi, sekarang menjadi wilayah publik. Orang mulai menggunakan pilihan kata-kata atau ungkapan yang bersifat lebih personal. Komunikasi juga berlangsung sedikit lebih spontan karena individu merasa lebih santai dengan lawan bicaranya, mereka juga tidak terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu yang akan mereka sesali kemudian. Perilaku berupa sentuhan dan ekspresi emosi (misalnya perubahan raut wajah) juga meningkat pada tahap ini. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut ataukah tidak.Dalam hal ini, Taylor & Altman (dalam Morissan, 2010 : 192) mengatakan bahwa banyak hubungan yang tidak berlanjut setelah tahapan ini.

  3. Pertukaran Afektif (Exploratory Exchange Stage): Komitmen dan Kenyamanan Tahap pertukaran afektif (affective exchange stage) termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan.

  Tahap ini ditandai munculnya hubungan persahabatan yang dekat atau hubungan antara individu yang lebih intim. Pada tahap ini juga muncul perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki, kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga komitmen yang lebih besar dan perasaan yang lebih nyaman terhadap pihak lainnya juga menjadi ciri tahap ini. Selain itu, pesan nonverbal yang disampaikan akan lebih mudah dipahami. Misalnya, sebuah senyuman memiliki arti “saya mengerti”, anggukan kepala diartikan “saya setuju” dan seterusnya.Kata-kata, ungkapan atau perilaku yang bersifat lebih personal bahkan unik lebih banyak digunakan di tahap ini.

  Namun demikian, tahapan ini juga ditandai dengan adanya perilaku saling kritik, perbedaan pendapat dan bahkan permusuhan antar individu, tetapi semua itu menurut Altman & Taylor, belum berpotensi mampu mengancam kelangsungan hubungan yang sudah terbina. Pada tahap ini, tidak ada hambatan untuk saling mendekatkan diri, namun demikian, banyak orang masih berupaya untuk melindungi diri mereka agar tidak merasa terlalu lemah atau rapuh dengan tidak mengungkapkan informasi diri yang terlalu sensitif.

  4. Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage): Kejujuran Total dan Keintiman Tahap pertukaran stabil (stable exchange stage) berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi.Tidak banyak hubungan antar individu yang mencapai tahapan ini. Individu menunjukkan perilaku yang sangat intim sekaligus sinkron yang berarti perilaku masing-masing individu sering kali berulang, dan perilaku yang berulang itu dapat diantisipasi atau diperkirakan oleh pihak lain secara cukup akurat. Para pendukung social penetration theory percaya kesalahan interpretasi makna komunikasi jarang terjadi pada tahap ini. Hal ini disebabkan masing-masing pihak telah cukup berpengalaman dalam melakukan klarifikasi satu sama lain terhadap berbagai keraguan pada makna yangdisampaikan.Pada tahap ini individu telah membangun sistem komunikasi personal mereka yang menurut Altman dan Taylor akan menghasilkan komunikasi yang efisien. Artinya, pada tahap ini, makna dapat ditafsirkan secara jelas dan tanpa keraguan.

  2. 3 Kerangka Pemikiran

  Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional dan merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001: 40).Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis.Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti.

  Berikut peneliti menampilkan kerangka pemikiran dalam penulisan proposal ini dalam bentuk bagan di bawah ini : Orang Tua Tunggal

   Self Disclosure

  • Komunikasi Antar Pribadi 

  Social Penetration Theory

  Anak Remaja Perempuan 

  Social Penetration Theory

  Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti

  1. Orangtua Tunggal Subjek dari penelitian ini adalah orangtua tunggal yang lebih di khususkan kepada ibu tunggal, selanjutnya akan menjadi informan yang diharapkan dapat memberikan informasi terkait fenomena sosial yang diangkat oleh peneliti ke dalam tulisan ini.

  2. Komunikasi Antar Pribadi Pada tahap ini peneliti ingin menelaah komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh orangtua tunggal, khususnya ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya. Dalam melakukan komunikasi interpersonal ini digunakan strategi

  

self disclosure (penyingkapan diri) dan proses yang dilakukan dengan

menggunakan teori penetrasi sosial.

  3. Anak Remaja Perempuan Objek penelitian merupakansasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu.Selain itu objek penelitian merupakan sifat keadaan dari suatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi objek untuk diteliti adalah self disclosure ibu tunggal dengan orang per-orang dalam cakupan usia remaja dan berjenis kelamin perempuan.

  4. Social Penetration Theory Bagian terakhir dari bagan kerangka pemikiran adalah hasil yang di dapat melalui asumsi sementara yang diambil oleh peneliti. Pada penelitian ini, social

  

penetrationtheory merupakan teori yang dipilih oleh peneliti dalam kaitannya

  dengan komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu tunggal dengan anak remaja perempuannya.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Teanteanan Dalam Masyarakat Batak Toba: Kajian Sosial Budaya

0 5 8

TEANTEANAN DALAM MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN

1 1 14

2.1 Sintesis Fe2 - Pengembangan Bahan Magnetik Berbasis BaNixAl6-xFe6O19 Untuk Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial - Modal Sosial Sistem Bagi Hasil Dalam Beternak Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan Dolok Batu Naggar, Kabupaten Simalungun

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Modal Sosial Sistem Bagi Hasil Dalam Beternak Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan Dolok Batu Naggar, Kabupaten Simalungun

0 0 8

MODAL SOSIAL SISTEM BAGI HASIL DALAM BETERNAK SAPI PADA MASYARAKAT DESA PURWOSARI ATAS, KECAMATAN DOLOK BATU NANGGAR KABUPATEN SIMALUNGUN Studi kasus : Sistem Gaduh Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalung

0 0 9

Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat Teluk Nibung Kota TanjungBalai

0 0 29

Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

0 0 28