BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Belajar dan Pembelajaran 1.1.2 Pengertian Belajar dan Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Team Group Tournament (TG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1.1 Belajar dan Pembelajaran

1.1.2 Pengertian Belajar dan Pembelajaran

  Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu melalui sebuah pengalaman (Sudjana, 1989: 28). Selanjutnya belajar menurut Slameto (1990: 2) “adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, berupa hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Gagne (Rifa‟i dan Anni, 2009: 84) menyatakan bahwa “belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat pelbagai unsur yang saling kait mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Unsur-unsur tersebut yakni: peserta didik, rangsangan, memori, dan respon”.

  Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proser perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan ataupun interaksi individu dengan lingkungannya.

  Belajar tidak lepas dari pembelajaran, Menurut Johnson (Kasful, 2011: 23) pembelajaran adalah “interaksi antara pengajar dengan satu atau lebih individu untuk belajar, direncanakan sebelumnya dalam rangka menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman belajar kepada peserta didik”. Sejalan dengan Syaiful (2003: 14) yang menjelaskan bahwa “pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru dan belajar dilakukan oleh siswa”.

  Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bawa pembelajaran adalah suatu proses atau interaksi yang telah terencana untuk memperoleh perubahan perilaku dan pengetahuan seseorang.

  Pembelajaran memiliki prinsip atau landasan pembelajaran, menurut Sudjana (1989:134) terdapat lima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: a.

  Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu walaupun tidak semua perubahan perilaku individu merupakan hasil pembelajaran.

  b.

  Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan, perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan itu meliputi aspek kognitif , afektif dan motorik.

  c.

  Pembelajaran merupakan suatu proses Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan didalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.

  d.

  Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai Prinsip ini mengadung makna bahwa pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus di puaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.

  e.

  Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang ternyata dengan tujuan tertentu, pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman diri situasi nyata.

  Dari pendapat beberapa tokoh mengenai pembelajaran di atas, dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan yang baru melalui aspek kognitif (Pengetahuan), afektif (sikap), dan Psikomotorik (keterampilan).

1.2 Pembelajaran Matematika

2.2.1 Pengertian Matematika

  Sudah dijelaskan sebelumnya mengenai arti belajar dan pembelajaran, sehingga perlu dipahami hakekat materi yang akan diajarkan dalam pembelajaran. Setiap mata pelajaran memiliki hakekat serta susunan yang berbeda, terlebih dalam mata pelajaran matematika. Hakekat mata pelajaran matematika adalah memiliki objek tujuan yang abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif (Soedjadi dalam Heruman, 2007). S ecara etimologi kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani kuno “mathema” yang berarti pengkajian (Subana dan Sumantri, 2005), pembelajaran ilmu. Selanjutnya Rusfendi (Heruman, 2007) menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan; dan struktur yang terorganisasi, mulai dati unsur yang tidak terorganisasi; mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhrinya ke dalil”. Sedangkan Tinggih (Subana dan Sumatri, 2005) menyimpulkan bahwa “matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir dan tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Namun penunjukan kuantitas seperti itu belum memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu yang ditujukan kepada hubun gan pola, bentuk, dan struktur”.

  Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika, maka peneliti menyimpulkan bahwa matematika disamping sebagai ilmu yang terstruktur yang berisikan simbol-simbol atau hal-hal yang abstrak dan deduktif, besaran dan konsep-konsep tetapi juga matematika adalah bahasa simbolis sekaligus bahasa universal yang dapat membantu manusia untuk berpikir logis, dan berpikir kritis dalam menghadapi suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.2 Tujuan Pembelajaran Matematika

  Tujuan umum pembelajaraan matematika dalam Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) adalah sebagai berikut: 1.

  Menyiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan didunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar penelitian secara logis, rasional. Kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.

  2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

  Sedangkan tujuan khusus matematika untuk SD dalam GBPP adalah sebagai berikut:

  1. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

  2. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiaatan matematika.

  3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal lebih lanjut di SLTP.

  4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.

2.3 Model Pembelajaran

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran

  Model mengajar menurut Joyce dan Weil (Dimyanti 2006) adalah

  “suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer”. Sedangkan menurut Toeti Soekamto dan Winataputra konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

  Menurut Agus Suprijono (2009:46) “model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas ataupun tutorial”. Sedangkan menurut Naniek (2010:7) “model pembelajaran adalah pola interaksi antara mahasiswa, dosen, dan materi pembelajaran yang mencangkup strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran”.

  Menurut Soekamto (Trianto, 2011:22) “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfugsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. sejalan dengan

  Sanjaya (2006: 103) menyatakan bahwa “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar”.

  Menyimpulkan dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah langkah atau prosedur sistematis yang merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang mencangkup strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran dan dijadikan pedoman seorang pengajar agar bisa memberikan pengalaman belajar siswa dan dapat mencapai tujuan awal pembelajaran.

2.4 Model pembelajaran Kooperatif.

2.4.1 Pengertian pembelajaran Kooperatif.

  menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok ”. Sejalan dengan Nurulhayati (2002: 25) yang mengatakan

  “pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil untuk saling berinteraksi”. Selanjutnya pembelajaran kooperatif dikatakan sebagai kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Selanjutnya Robert E Slavin (2008: 7) menjelaskan bahwa model pembelajarab kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam kelas dijadikan dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 siswa, melalui kelompok tersebut diharapkan mampu menjadi wadah bagi siswa bekerja sama dan memecahkan masalah dengan teman sebayanya. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan pada waktu bersamaan menjadi nara sumber bagi siswa yang lain untuk memahami konsep yang difasilitasi guru. Mengutip pendapat Johnson (Rusman, 2012: 204):

  Pembelajaran kooperatif adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umunya terdiri dari 4-5 orang. Belajar Kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.

  Model pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (Ibrahim, 2002: 13) dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran Kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran Kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelaja pembelajaran Kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

  Menyimpulakn beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah strategi belajar yang menekankan siswa belajar dalam suatu kelompok kecil untuk dapat memecahkan sebuah masalah dalam proses pembelajaran secara bersama.

2.4.2 Unsur Penting dan Prinsip Utama Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Johnson dan Sutton (Nur, 2005: 156), terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran Kooperatif, yaitu :

  1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai adil terhadap suksesnya kelompok.

  2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar- menukar mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

  3. Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekadar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

  4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan siswa lain dengan kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

  5. Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendisikusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

2.4.3 Langkah – langkah pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase yang dimulai dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan memotivasi belajar oleh guru. Fase ini diikuti oleh penyampaian informasi secara verbal. selanjutnya, siswa dikelompokan dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti dengan bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama. Fase terakhir dalam pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi terhadap apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok atau individu. Lebih jelasnya berikut tabel langkah-langkah pembelajaran kooperatif.

Tabel 2.1 Prosedur pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif

  Fase Tingkah Laku Guru

  Fase I Guru menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai dalam memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

  Fase II Guru menyajikan informasi kepada siswa Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat jalan bacaan

  Fase III Guru menjelaskan kepada siswa bagaiamana Mengorganisasikan siswa cara membentuk kelompok belajar dan kedalam kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan kooperatif transisi secara efisien Fase IV Guru membimbing kelompok

  • – kelompok Membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas bekerja dan belajar mereka

  Fase V Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi Evaluasi yang telah dipelajari atau masing

  • – masing kelompok memperesentasikan hasil kerjanya

  Fase VI Guru mencari cara

  • – cara untuk menghargai Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

2.5 Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

2.5.1 Pengertian Group Investigation (GI)

  Model pembelajaran Group Investigation (GI) seringkali disebut model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Hal ini dikarenakan dalam model ini memadukan antara beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan kontrutivistik dan kelompok belajar kooperatif. Berdasarkan pandangan kontrutivistik, proses belajar menggunakan Group

  (GI) memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa

  Investigation

  untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari topik melalui investigasi (Budimansyah, 2007: 7). Kemudian Isjoni (rahayu, 2014) yang menyatakana bahwa Group Investigation (GI) adalah model pembelajaran yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan kontruktifisme berbasis demokrasi. Pembeajaran tipe GI sangat cocok untuk siswa yang heterogen, dimana dalam model ini siswa dibagi kedalam kelompok dengan beranggotakan 2-5 siswa. Yang selanjutnya setiap kelompok memilih sendiri subtopik yang telah disediakan oleh guru, selanjutnya siswa merancang langkah-langkah untuk menyelesaikan subtopik yang dipilih melalui bantuan guru. dan diakhiri dengan menyimpulkan hasil belajar untuk dipresentasikan di depan kelas.

  (GI) sendiri pertama kali dikembangkan oleh

  Group Investigation

  Sharan (1976) ini merupakan salah satu metode kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan

  skill berfikir tingkat tinggi. Secara umum perencaan pengorganisasian

  kelas dengan menggunakan teknik GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 siswa, tiap kelompok bebas memilih topik dari keseluruhan materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, yang membuat atau menghasilkan laporan kelompok.

  Slavin (Rusman: 220) berpendapat bahwa “model GI ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas- tugas spesifik”. Dalam GI, guru bertugas untuk menginisiasi pembelajaran dengan menyediakan pilihan dan kontrol terhadap para siswa untuk memilih strategi penelitian yang akan mereka gunakan. Metode ini bisa diterapkan untuk semua tingkat kelas dan bidang pelajaran.

  Menurut Mahfun (Sanjaya, 2006: 222) berpendapat “model pembelajaran Kooperatif tipe group investigation dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial”.

2.5.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Group Investigation (GI)

  Langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation (GI) menurut Sharan (Rahayu 2014):

  Tahap 1: Seleksi Topik

  Para siswa memilih berbagai subtopik dari sebuah bidang masalah umum yang biasanya digambarkan terlebih dahulu oleh guru. Selanjutnya diorganisasikan dalamkelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas yang beranggotakan 2-6 orang.

  Tahap 2: perencanaan kerja sama

  Para siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur bekerja khusus, tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih pada langkah sebelumnya.

  Tahap 3: Implementasi

  Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada tahab sebelumnya.

  Tahap 4: Analisis dan Sintesis

  Para siswa menganalisis dan membuat sintesis atas berbagai informasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya, lalu berusaha meringkasnya menjadi suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

  Tahap 5: Penyajian Hasil Akhir

  Semua kelompok menyajikan presentasinya atas topik-topik yang telah dipelajariagar semua siswa dapat terlibat dan mencapai suatu prespektif yang luas mengenai topik tertentu.

  Tahap 6: Evaluasi

  Para siswa dan guru melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.

2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation: A. Kelebihan pembelajaran model group investigation: 1.

  Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group

  Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

  3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.

  4. Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.

5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

  B.

  

Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation:

  Kekurangan model pembelajaran Group Investigation (GI) adalah setiap kelompok menerima materi yang berbeda-beda sehingga dapat terjadi kemungkinan setiap kelompok hanya memahami materi yang sudah diterimanya. Untuk mengatasi kelemahan model ini dapat dilakukan dengan cara memberi lembar kerja siswa sebelum pembelajaran dalam kelompok dimulai, lembar kerja siswa tersebut berisi tentang tugas siswa untuk merangkum seluruh materi yang akan dibahas oleh masing masing-masing kelompok nantinya.

2.5 Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

2.5.1 Pengertian Teams Games Tournament (TGT).

  Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe

  • pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok

  kelompok kecil beranggotakan 2-5 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing- masing. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok nyang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Slavin (2005: 165) menjelaskan bahwa TGT merupakan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan turnamen akademik dengan menambahkan kuis-kuis, dimana para siswa bersaing secara akademik dengan anggota kelompok

  Model pembelajaran tipe TGT merupakan model pembelajaran yang mudah diterapkan, model ini melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Aktifitas permainan yang dirancang dalam TGT ini membuat siswa lebih rileks, disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterkaitan belajar (Kiranawati, 2010) dalam TGT siswa memainkan permainan dengan kelompok lain untuk memperoleh poin untuk skor tim mereka. Menurut Saco (Rusman, 2012: 224) “dalam TGT siswa memainkan permainan dengan angota- anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing.

  Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran”. Huda (2011: 117) menambahkan bahwa dengan TGT siswa akan menikmati suatu turnamen, karena mereka berkompetisi dengan kelompok yang setara, membuat TGT terasa lebih adil dibandingkan dengan kompetisi dalam pembelajaran konvensional pada umumnya.

  Menyimpulkan beberapa pendapat ahli di atas, pembelajaran kooperatif tipe Team Group Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran dalam kelompok atau tim yang menumbuhkan tanggung jawab dan kerjasama dalam kelompok yang melibatkan aktifitas seluruh anggota kelompok dalam mengikuti pembelajaran yang disusun dengan permainan atau tournament untuk memperoleh skor atau poin bagi tim mereka. Dimana pembagian tim dalam belajar TGT berdasarkan tingkat kemampuan siswa.

2.6.2 Komponen TGT

  Ismail (Trianto, 2011) berpendapat tentang lima komponen utama dalam TGT yaitu : a.

  Penyajian kelas penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau ceranah, diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian ini siswa harus benar

  • – benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game akan menentukan skor kelompok.

  b.

  Kelompok (team) Kelompok biasanya terdiri dari 2 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen diluhat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan rasa tau etnik.Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal.

  c.

  Game Game terdiri dari pertanyaan

  • – pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
  • – belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor inilah yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

  d.

   Tournament

  Turnamen adalah susunan game yang dipertandingkan dalam meja turnamen. Biasanya turnamen dilakukan pada akhir unit. setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen.Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa berikutnya pada meja II dan begitu seterusnya. Penempatan meja turnamen dapat dilihat melalui gambar berikut:

  

Gambar 1

Pola Tim dalam Meja Turnamen Model Pembelajaran TGT

  Keterangan : MT1, MT2, MT3, MT4 : Meja tournament A-1, B-1, C-1 : Siswa berkemampuan akademik tinggi A-2, B-2, C-2 : Siswa berkemampuan akademik sedang A-3, B-3, C-3 : Siswa berkemampuan akademik sedang A-4, B-4, C-4 : Siswa berkemampuan akademik rendah e.

  Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing – masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata

  • – rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.

  Ada beberapa langkah dalam penggunaan model pembelajaran TGT yang perlu diperhatikan. Langkah-langkah penggunaan model pembelajaran TGT menurut Slavin (2005: 170) sebagai berikut:

  

A-1 A-2 A-3 A-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

MT 1 MT 1 MT 1 MT 1

  B-1 B-2 B-3 B-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

  TEAM A TEAM B TEAM C

2.6.3 Langkah – langkah Pembelajaran Model TGT

  2. Belajar tim. Para siswa mengerjakan lembar kerja kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.

  3. Turnamen. Para siswa memainkan games akademik dalam kemampuan yang homogen.

  4. Rekognisi team. Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka mampu melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Selanjutnya menurut trianto (2011) langkah-langkah TGT secara runtut yaitu:

  1. Siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan 4-5 siswa yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

  2. Guru menyiapkan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan semua anggota tim menguasai pelajaran tersebut.

  3. Guru memberi reward kepada tim yang mendapat nilai melebihi kriteria yang ditentukan.

  4. Seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu.

  Berdasarkan pada dua teori diatas, penulis menyimpulkan langkah- langkah dalam belajar TGT sebagai berikut:

  1. Membentuk kelompok yang heterogen beranggotakan 4-5 siswa.

  2. Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian kelompok belajar dalam tim untuk mengerjakan lembar kegiatan.

  3. Siswa dalam tim memainkan game dalam turnamen dalam kemampuan yang homogen.

  4. Guru memberikan penghargaan kepada tim yang mendapat nilai melebihi kriteria yang ditetapkan sebelumnya.

  5. Siswa mengerjakan kuis individual untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa.

2.7 Media Pembelajaran

  2.7.1 Pengertian Media Pembelajaran

  Dalam pandangan siswa SD secara umum matematika adalah mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dimengerti, memerlukan ketelitian dalam berhitung, ketepatn dalam menggunakan rumus-rumus, dan memahami konsep materi yang ada. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sarana untuk membantu siswa SD agar lebih mudh memahami pelajaran matematika. Saranaa tersebut merupakan sebuah media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan pelajaran matematika.

  Briggs (Rudi, 2008) berpendapat bahwa medaia merupakan alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar. Sejalan dengan pendapat Briggs, Miarso (Rudi, 2008) menyatakan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar.

  Dari pendapat kedua ahli diatas dapat disimpulkan, media pembelajaran merupakan suatu alat yang digunakan sebagai perantara dalam penyampaian pemahaman kepada siswa untuk menumbuhkan semangat siswa dalam belajar dan memahami materi yang akan diajarkan.

  2.7.2 Manfaat Media Pembelajaran

  Manfaat media pembelajaran menurut Dede Rosyada (2010: 37) antara lain:

  1. Sebagai sumber belajar Sumber belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang terdapat disekitar siswa dan memungkinkan untuk terjadi suatu proses belajar.

  2. Fungsi sematik Sematik berarti media memiliki kemampuan untuk menyimbolkan suatu kata sehingga mudah dipahami siswa.

  Media memiliki dua kemampuan yaitu mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi.

  4. Fungsi psikologis Media harus memiliki kemampuan untuk menumbuhkan sikap baik serta daya keterampilan siswa.

  5. Fungsi sosio-kultural Media harus mampu mengatasi permasalahan komunikasi yang dialami siswa dalam belajar.

2.7.3 Media Pembelajaran Kartu Pecahan

  Terdapat banyak sekali media yang dapat digunakan dalam sarana pembelajaran, terlebih dalam mata pelajaran matematika yang terdiri dari hal-hal abstrak yang sulit dipahami peserta didik. Salah satu diantaranya adalam media kartu pecahan.

  Darmin (2001) berpendapat bahwa kartu pecahan juga digunakan untuk menghafal fakta dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, dan digunakan dalam mengahfal bangun-bangun geometri.

  Dalam pembelajaran matematika dengan materi pecahan setiap peserta didik harus dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga jika peserta didik aktif akan lebih mudah dalam memahami konsep tentang pecahan. Pecahan merupakan perbandingan dari dua angka yang digunakan untuk membandingkan antara bagian tertentu dengan bagian keseluruhannya.

  Pemahaman konsep pecahan ini sejalan dengan teori Burner (Aisyah, 2007) yang menjelaskan bahwa matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antar konsep-konsep struktur matematika itu.

  Berdasarkan pola piker di atas peneliti memilih media kartu pecahan sebgai saran dalam menyampaikan materi pecahan dalam mata pelajaran matematika. Alas an penulis memilih kartu pecahan karena media ini cukup mudah digunakan serta sesuai jika diterapkan dalam pembelajaran dengan model GI dan TGT yang kedua model tersebut memiliki karakter yang sama dalam hal menumbuhkan minat peserta didik dalam belajar secara berkelompok.

2.8 Hasil Belajar

  Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran dan kompetensi melalui kegiatan belajar.

  Hasil belajar adalah tingkat penguasaaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, dalam Sudjana 1986)

  Menurut Gagne (dalam Sudjana 1996) hasil belajar terdiri dari lima macam kemampuan yaitu : a.

  Ketrampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis, hitu sampai kepada penalaran yang rumit b.

  Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berfikir seseorang di dalam arti seluas

  • – luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.

  c.

  Informasi ferbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta d. Sikap dan nilai, hubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimulai dari seseorang

  Keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar. Menurut Ahmad Susanto (2013: 5) hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Sejalan dengan Agus (2009: 6) Yang berpendapat bahwa hasil belajar itu mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

  Berdasarkan dari pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor setelah menerima pembelajaran sebagai hasil dari kegiatan belajar. Perolehan hasil belajar tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hasil belajar dapat dipengaruhi dari beberapa faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmani siswa, kelelahan siswapun menjadi faktor intern kemudian psikologi siswa. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor keluarga, masyarakat dan faktor sekolah (Slameto, 2010:54).

2.9 Kajian yang Relevan

  Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian, untuk model GI diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Yunita Yuli dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Berpautan Media Gambar Tehadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN 21 Dauh Puri” data hasil penelitian diperoleh 46 butir soal yang valid, dari 46 soal yang valid dengan tingkat reliabel 0,854. Tingkat rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model GI meningkat sebanyak 80,64%. Dari data tersebut disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa dengan menggunakan model belajar Kooperatif tipe GI berbantuan media gambar dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Penelitian lain dengan menggunakan model GI adalah penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN Se-Gugus Singoprono Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014” dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan terhadap sikap dan hasil belajar siswa yang belajar dengan menggunakan model GI.

  Sedangkan penelitian yang menggunakan model TGT diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran TGT Terhadap Hasil belajar IPA Pada Siswa Kelas V SD” data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan terdapat peningkatan rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan model TGT dari 71,80% menjadi 97,40% . Dari data tersebut dapat dikatakan terdapat pengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran TGT dengan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Penelitian lain yang menggunakan model TGT adalah penelitian yang dilakukan oleh Yunita Tri Kartika dengan judul “Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Meningkatkan Hasil Belajar dan Keaktifan Pada Pembelajaran Matematika Kelas IV SD N Cukil 01 Semester II 2013/2014”. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perubahan yang signifikan terhadap hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran TGT, ini diketahui dengan banyak siswa yang mendapatkan nilai lebih baik. Untuk hasil belajar afektif dan psikomotor belum nampak dalam pembelajaran menggunakan model TGT.

  Penelitian yang relevan tersebut membuat peneliti untuk mencoba untuk meneliti tentang efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan TGT, untuk inivasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan adanya penambahan media berupa kartu pecahan. Peneliti akan menerapkan model GI dan TGT dalam mata pelajaran matematika dengan materi pecahan, peneliti ingin mengetahui adakah perubahan yang signifikan oleh siswa ketika dilakukan pembelajaran menggunakan model GI dan TGT dengan berbantuan media kartu pecahan.

2.10 Kerangka Pikir

  Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan bagi mereka apalagi saat siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran. Pengalaman belajar tersebut juga akan berdampak positif terhadap hasil belajarnya. Untuk dapat tercapainya pegalaman belajar yang menyenangkan perlu digunakan model pembelajaran yang menari dan menyenangkan. Diantaranya adalah dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan Team Group Tournament (TGT). Berdasarkan kajian teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu yang relevan maka, kerangka berfikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Model pembelajaran TGT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitanya dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat pada tahap awal dalam tahap-tahap pembelajaran TGT, yaitu adanya penyajian informasi atau materi pelajaran oleh guru kepada siswa. Perbedaan model ini dengan model konvensional terletak pada adanya pemberian permainan serta turnamen, juga adanya pemberian hadiah kepada kelompok yang menjadi juara.

  2. Model pembelajaran GI merupakan model pembelajaran kooperatif yang mencakup konsep penelitian (inquiry), pengetahuan (knowledge) dan dinamika belajar kelompok (the dynamics of the learning). Pada model ini siswa tidak dituntut untuk menemukan masalah, tetapi lebih dituntut untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan masalah. Penerapan model pembelajaran investigasi kelompok dapat menghasilkan pemikiran dan tantangan perubahan konseptual. Di samping itu, jika para siswa memiliki keterampilan investigasi kelompok tingkat mahir, mereka memiliki keterampilan mengelaborasi suatu konsep yang menghasilkan suatu pemahaman lebih dalam dan kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi yang pada akhirnya menumbuhkan motivasi positif dan sikap yang lebih baik. Pemecahan masalah dalam seting investigasi kelompok dapat mempercepat pembentukan konsensus dan resolusi konflik kognitif antar anggota kelompok siswa yang menjadi bagian penting dalam pengkonstruksian struktur kognitif baru dan pemahaman yang lebih baik dalam belajar.

  Atas dasar pemikiran di atas model pembelajaran GI diharapkan dapat menghasilkan hasil belajar matematika siswa yang lebih baik dibandingkan dengan model TGT.

  3. Penyampaian pokok bahasan matematika “pecahan” menuntut partisipasi aktif dari siswa. Partisipasi tersebut akan dapat terlaksana apabila ditunjang oleh kemandirian belajar siswa secara sosial psikologis, karena individu pada hakekatnya selalu menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungannya. Tanpa kemandirian individu tidak mungkin mempengaruhi dan menguasai lingkungan, tetapi akan lebih banyak tergantung pada lingkungan dan bahkan akan menjadi individu yang dikuasai lingkungan. Kemandirian merupakan modal dasar bagi siswa dalam menentukan sikap dan tindakan terhadap proses belajar. Belajar merupakan aktivitas dan proses psikis, maka keberhasilan belajar banyak ditentukan oleh individu itu sendiri. Kemandirian belajar seseorang mendorong untuk berprestasi, berinisiatif dan berkreasi. Dengan demikian kemandirian mengantarkan seseorang menjadi produktif dan selalu ingin maju. Sehingga dalam pembelajaran matematika siswa yang memiliki kemandirain belajar tinggi akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang dan rendah.

  4. Model pembelajaran cooperative tipe GI dan TGT merupakan model pembelajaran yang mengharuskan guru menyiapkan masalah untuk sekelompok siswa pada jenjang kemampuan tertentu. Siswa menghadapi masalah yang kemudian diarahkan kepada menemukan konsep atau prinsip. Karena siswa secara bersama-sama menemukan konsep atau prinsip, maka diharapkan konsep tersebut tertanam dengan baik pada diri siswa yang pada akhirnya siswa menguasai konsep atau prinsip yang baik pula. Hal ini akan dapat berhasil jika ditunjang oleh siswa-siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik. Hal ini berarti jika siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi dengan Penerapan belajarnya juga akan baik dan begitu sebaliknya. Dari uraian di atas, maka kerangka penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Pembelajaran Model GI Kelas berbantuan

  Prete Post

  eksperimen media kartu pecahan

  Uji beda hasil postest apakah ada perbedaan Hasil pretest signifikan antara harus homogen penggunaan modelGI dan TGT .

  Pembelajaran Kelas Model TGT

  Prete Post

  Kontrol berbantuan media kartu pecahan

  Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian Model Group Investigation dan Team Group Tournament

2.11 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis tindakan yaitu: : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan model pembelajaran Group

  Investigation (GI) dan Team Group Tournament (TGT) berbantuan media kartu pecahan.

  : Terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan model Group Investigation (GI) dan Team

  H 1

  : Hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajara

  Group Investigation (GI) lebih baik dibandingkan hasil belajar menggunakan model Team Group Tournament (TGT). H 2

  : Hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran Team Group tournament (TGT) lebih baik dari dibandingkan hasil belajar menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI).

Dokumen yang terkait

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 21

Sistem Informasi Bantuan Uang Duka Dengan SMS Gateway Pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

0 0 24

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 11

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 17

2.1.1.1 Pengertian Mata Pelajaran PKn - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar PKN Melalui Model Pembelajaran Mind Mapping pada Siswa Kelas 4 Tahun Pelaran 2016/2017

0 0 15

3.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar PKN Melalui Model Pembelajaran Mind Mapping pada Siswa Kelas 4 Tahun Pelaran 2016/2017

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar PKN Melalui Model Pembelajaran Mind Mapping pada Siswa Kelas 4 Tahun Pelaran 2016/2017

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar PKN Melalui Model Pembelajaran Mind Mapping pada Siswa Kelas 4 Tahun Pelaran 2016/2017

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar PKN Melalui Model Pembelajaran Mind Mapping pada Siswa Kelas 4 Tahun Pelaran 2016/2017

0 0 57

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Team Group Tournament (TGT) terhadap Hasil Belajar

0 0 8