BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

  negara. Hampir semua sektor usaha yang perumahan sangat membutuhkan bank

  1

  sebagai mitra dalam melakukan transaksi keuangan. Semua sektor usaha maupun individu saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan bahkan menjadi kebutuhan dalam menjalankan aktivitas keuangan dalam mendukung kelancaran usaha. Peran bank bagi masyarakat individu, maupun masyarakat bisnis sangat penting bahkan bagi suatu negara, karena bank sebagai suatu lembaga yang sangat berperan dan berpengaruh dalam

  2 perekonomian suatu negara.

  Negara-negara berkembang, seperti Indonesia dan negara di Asia lainnya, pemahaman sebagian masyarakat tentang bank masih sedikit masih pada masyarakat perkotaan. Masyarakat pedesaan masih menganggap keberadaan bank hanya untuk kalangan tertentu. Pada masyarakat hanya menganggap bank sebagai tempat menyimpan dan meminjam uang. Bagi masyarakat di pedesaan, pemahaman tentang bank sangat minim bahkan ada yang tidak tahu sama sekali tentang bank. Masyarakat desa, bahkan merasa takut berhubungan dengan bank, sehingga tidak banyak yang melakukan transaksi keuangan dibank. Keterbatasan akan pengetahuan masyarakat terhadap bank tersebut berdampak pada 1 Ismail, Manajemen Perbankan: Dari teori menuju aplikasi (Jakarta: Kencana Media Group: 2010), hlm.2. terhambatnya pertumbuhan bank di pedesaan, sehingga menyebabkan lambatnya

  3 laju pertumbuhan ekonomi di pedesaan.

  Masyarakat kota melihat bahwa peran bank sangat penting. Masyarakat kota mengetahui bahwa keberadaan bank tidak hanya sebagai tempat meminjam dan menyimpan uang, akan tetapi banyak aktivitas keuangan yang diperlukan untuk mendukung kelancaran dalam melakukan transaksi. Masyarakat kota, baik pengusaha maupun bukan pengusaha memerlukan keberadaan bank untuk melaksanakan berbagai aktivitasnya. Masyarakat kota, membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan berbagai macam aktivitas keuangan. Aktivitas keuangan yang bisa ditawarkan oleh bank tidak terbatas pada aktivitas usaha, akan tetapi banyak aktivitas layanan jasa lain yang dapat diberikan oleh bank dalam

  4 melayani keperluan nasabah.

  Bank mempunyai peran dalam menghimpun dana masyarakat, karena merupakan lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dari berbagai macam

  5

  kalangan dalam menempatkan dananya secara aman. Masyarakat percaya bahwa dana yang ditempatkan di bank keamanannya lebih terjamin dibanding ditempatkan di lembaga lain. Disisi lain bank berperan dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung mendapat pinjaman dari bank, sepanjang masyarakat pengguna dana tersebut dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh bank. Dengan demikian pada dasarnya bank mempunyai peran dalam dua sisi, yaitu menghimpun dana yang berasal dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana kepada 3 4 Ibid., hlm.3.

  Djoni Gazali, Hukum Perbankan (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm.34. masyarakat yang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kedua fungsi tersebut, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan sekaligus menyalurkannya, sehingga bank merupakan lembaga perantara keuangan bagi masyarakat dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

  6 kembali kepada masyarakat.

  Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi

  7

  kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya. Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan kepercayaan masyarakat yang memegang peranan penting dalam sistem perekonomian, sehingga dapat dikatakan bank merupakan urat nadi dari sistem keuangan yang beraktifitas menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, deposito dll, yang kemudian dana

  8 yang terkumpul dari masyarakat tersebut disalurkan dalam bentuk kredit.

  Semakin meningkatnya atau semakin tinggi tingkat kredit dari bank yang disalurkan kepada masyarakat, maka kemungkinan akan timbulnya kredit bermasalah adalah sangat mungkin terjadi karena tidak semua jumlah kredit yang disalurkan kepada masyarakat dalam kondisi sehat, namun ada juga kredit dengan kualitas yang buruk. Jika kredit yang disalurkan kepada mengalami masalah atau bahkan mengalami kredit macet, maka akan berdampak berkurangnya sebagian

  9 besar pendapatan bank.

  6 7 Djoni Gazali, Op.Cit.,hlm.35 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm.1. 8 Ismail,Op.Cit.,hlm.6

  Proses pemberian kredit kepada masyarakat oleh bank harus memperhatikan beberapa hal yang menyangkut tentang keselamatan dari bank itu sendiri, karena kredit yang disalurkan kepada masyarakat tidak semua akan berjalan dengan baik dan dapat menimbulkan masalah. Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang

  10 telah ditandatangani oleh bank dan nasabah.

  Seperti dijelaskan diawal bahwa sumber dana perbankan yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan dana milik sendiri yang tetapi dana yang berasal dari masyarakat, sehingga penyalurannya harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian melalui analisa kredit yang akurat dan perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit

  11 yang meliputi pinjaman pokok dan bunga.

  Setiap kredit berpotensi menjadi bermasalah, oleh karena itu pengawasan terhadap pemberian kredit harus dilaksanakan. Dengan adanya pengawasan ini akan membantu pihak perusahaan untuk meminimalisasi resiko kredit yang bisa muncul. Setiap bank menginginkan kualitas risk assets yang sehat dalam arti

  productive dan collectible sehingga setiap tahap dari proses kegiatan perkeditan

  harus dimonitor dengan baik untuk mengetahui secara dini penyimpangan yang

10 Gatot supramono, Perbankan dan Masalah Perkreditan (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm.56.

  terjadi dari kegiatan perkreditan, sehingga bank dapat mengambi langkah-langkah

  12 secepat mungkin untuk diperbaiki.

  Salah satu contoh dari penyimpangan dari ketentuan kredit yang serius adalah pemberian kredit yang tidak mengikuti ketentuan dan prosedur yang berlaku, dimana pihak bank ikut mengambil bagian dalam proses penyimpangan pemberian kredit tersebut.

  Dalam praktek, pelaksanaan kebijakan pemerintah dibidang perbankan masih terdapat beberapa kelemahan/kekurangan, sehingga dimanfaatkan oleh segolongan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak

  

13

  pidana dengan bank sebagai sasarannya. Kegiatan perbankan ini digerakkan oleh aparat bank yang didukung masyarakat, yang dalam hal ini memerlukan perhatian perlindungan bank, baik dari perbuatan aparat bank sendiri maupun dari masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan peran wewenang lembaga yang melakukan

  14 pengawasan terhadap perbankan.

  Lembaga yang berwenang untuk menangani adanya dugaan penyimpangan kredit adalah lembaga Otoritas Jasa Keuangan. Sebagai lembaga independen, lembaga Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan. Dengan mulai beroperasinya lembaga tersebut, maka sejak republik ini berdiri baru pertama kalinya lahir Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) yang mengawasi lembaga secara terintegrasi 12 Muhammad Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia (

  Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.70 13 Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank (Jakarta: PT Nusantara Lestari Ceria Pratama,1995), hlm.20. 14 Leden Marpaung, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana terhadap Perbankan

  15

  yaitu lembaga keuangan bank dan non bank. Lembaga independen tersebut akan mengambil alih tugas dan pengawasan lembaga keuangan bank dan non bank yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai pengawas bank dan Bapepam LK untuk lembaga keuangan non bank.

  Sesuai dengan amanah yang diberikan, lembaga OJK melakukan pengawasan bank sesuai dengan regulasi yang ada. OJK dapat melakukan investigasi terhadap suatu perbankan yang dinilai telah melakukan penyalahgunaan, seperti halnya terjadinya penyimpangan kredit perbankan.

  Sejalan dengan tugas pokok yang telah dilaksanakan oleh OJK dalam rangka mengatur dan mengawasi bank, OJK dapat menemukan penyimpangan ketentuan perbankan. Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK) mengamanatkan kepada OJK kewenangan untuk melakukan penyidikan disektor jasa keuangan. Oleh karena itu hasil dugaan penyimpangan perbankan selanjutnya diteruskan untuk dilakukan

  16 pemeriksaan oleh OJK.

B. Rumusan Permasalahan

  Berdasarkan Latar belakang yang telah dijelaskan diatas, dalam skripsi yang berjudul

  “Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit

Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan”, maka rumusan masalah yang ditarik

  oleh penulis yaitu : 15 OJK Pengawas Lembaga Keuangan yang Baru, (diakses tanggal 02 Februari 2015). 16 Pengaturan dan Pengawasan OJK, http://tugas-dan-fungsi ojk (terakhir

  1. Bagaimana pengaturan pemberian kredit perbankan di Indonesia menurut Undang-Undang Perbankan? 2. Bagaimana bentuk kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi perbankan?

  3. Bagaimana penanganan dugaan penyimpangan kredit perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan? C.

   Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Tujuan dalam penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui kedudukan kredit dalam peraturan perundang-undangan di bidang Perbankan di Indonesia

  2. Untuk mengetahui kewenangan dan keberadaan lembaga OJK sebagai lembaga pengawas jasa keuangan di Indonesia

  3. Untuk mengetahui penanganan dugaan penyimpangan kredit perbankan yang ditangani oleh lembaga OJK Disamping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat dari segi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

  1. Kegunaan teoritis Tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan Hukum Ekonomi dan khususnya dibidang perbankan yang berwenang memberikan kredit kepada masyarakat serta dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengakibatkan sistem pengawasan bank diambil alih oleh lembaga independen yang disebut dengan OJK, yang kemudian mempunyai wewenang untuk menyelidiki tindak pidana perbankan.

2. Kegunaan praktis

  Tulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat pada umumnya tentang bank dan pengawasannya. Bank mempunyai peranan penting dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit, maka dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

  Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh, maka dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul

  “Analisis

Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan oleh Otoritas

Jasa Keuangan”.

  Untuk mengetahui keaslian penulisan, sebelumnya dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan universitas cabang fakultas hukum USU melalui surat tertanggal 23 Oktober 2014 yang menyatakan bahwa

  “tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (sekretaris) departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menerima judul yang diajukan, karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Pengertian bank didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan deposito, maupun giro dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bank dalam kegiatan sehari-hari harus mempunyai dana agar dapat menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

  Bank menghimpun dana masyarakat, kemudian menyalurkan dananya kepada masyarakat dengan tujuan bahwa dengan adanya intermediasi ini, maka

  17

  bank dapat mendorong peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Dengan menyalurkan dana kepada masyarakat yang sedang membutuhkan melalui pemberian kredit, misalnya kepada masyarakat bisnis, maka secara tidak langsung akan memberikan pengaruh positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat banyak.

  Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang, perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.

  Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi

  18 semua sektor perekonomian.

  Dilihat dari kegiatannya bank terdiri dari, bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Bank umum yang dikenal masyarakat luas dapat juga disebut bank komersial, bank niaga, atau bank dagang. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

  19 tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

  Bank memiliki fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development) dalam kaitannya dengan kredit yang diberikan untuk pembangunan. Bank bertindak selaku agent of truth yaitu kepercayaan baik dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana. Selain itu bank juga kepada masyarakat. Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi 18 19 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.7.

  Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen Bisnis (Bandung: Kappa-Sigma, bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki

  20 tanggung jawab sosial.

  Kata Kredit berasal dari bahasa romawi yaitu credere yang artinya “kepercayaan”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena debitur dapat dipercaya untuk membayar lunas pinjamannya

  21 setelah jangka waktu yang telah ditentukan.

  Rumusan pengertian kredit menjelaskan bahwa kredit itu merupakan pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur.

  Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya

  22 dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar) lunas.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Dalam pemberian kredit tidak dapat dipungkiri bahwa ada resiko yang akan terjadi. Menurut Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian, bahwa yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Berkaitan dengan

  20 Thomas Suyatno, et al, Kelembagaan Perbankan ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm.3. 21 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 28. pemberian kredit oleh bank kepada debitur tentu pula mengandung resiko usaha

  23 bagi bank.

  Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.

  24 Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah accesoir. Ada dan

  berakhirnya perjanjian jaminan bergantung kepada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. Perjanjian kredit perbankan pada umumnya

  

25

  mempergunakan bentuk perjanjian baku. Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya memperlajari dan memahaminya dengan baik.

  Resiko kredit adalah resiko yang timbul dalam hal debitur gagal memnuhi kewajiban untuk membayar angsuran pokok ataupun bunga sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit. Disamping resiko suku bunga, resiko kredit merupakan salah satu resiko utama dalam pelaksanaan pemberian kredit bank dan hal ini juga akan berpengaruh terhadap kolektibilitas kredit.

  Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa penyimpangan diartikan sebagai perilaku menyimpang yang artinya adalah sebagai tingkah laku, perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat. Menurut Paul B.

  23 24 Ismail, Op.Cit., hlm.56 25 M.Bahsan, Op.Cit., hlm.72 H.P Panggabean, Praktik Standard Contract (Perjanjian baku) dalam Perjanjian

  Horton penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai

  26 pelanggaran terhadap norma-norma yang ada didalam masyarakat.

  Pengawasan merupakan segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas atau pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dii tetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan. Dalam hal ini pengawasan juga penting karena dapat menjadi tolak ukur dalam memberikan penilaian terhadap pekerjaan seseorang dalam sebuah lembaga. Pengawasan dalam sebuah lembaga sangat dibutuhkan apabia lembaga tersebut akan mencapai sebuah tujuan.

  Menurut Winardi pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan

  27

  hasil yang direncanakan. Sedangkan menurut Basu Swasta pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasul seperti yang diinginkan dan berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan untuk langkah perbaikan terhadap penyimpangan

  28 dan rencana yang berarti.

  Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga yang bertugas untuk mengawasi perbankan guna mengoptimalkan fungsi perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana. Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan 26 Penyimpangan, (diakses tanggal 02 Februari 2015). 27 Frengky Lady, “Pengawasan Perbankan oleh Otoritas Moneter, Studi Mengenai

Evaluasi Pemberian Kredit di PT BPR Artha Panggung,” (Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas

  Muhamadyah Malang, 2008), hlm.29 didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan

  29

  masyarakat. Disamping itu juga pembentukan OJK ini agar Bank Indonesia fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank

  30 karena bank merupakan sektor perekonomian.

F. Metode Penulisan

  Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Skripsi ini sebagai hasil penelitian tentu dihasilkan dari penerapan metodologi penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu

  31 hukum.

1. Spesifikasi penelitian

  Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif, yaitu

  32

  penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan. Perundang- undangan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain Undang- Undang 20 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah terakhir kali dengan 29 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

  Keuangan, Bab I, Pasal 4 30 Liputan Khusus,(diakses tanggal 25 November 2014). 31 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet. Ketiga (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia(UI Press), 2005), hlm.3.

  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU BI) serta beberapa peraturan terkait lainnya.

  Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek penelitian yakni Bank dan OJK. Penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan serta literature hukum yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.

2. Data penelitian

  Data penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang terdiri dari: a.

  Bahan hukum primer, yaitu : berbagai dokumen peraturan perundang- undangan yang tertulis mengenai bank, kredit dan OJK, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia Serta peraturan perundang-undangan yang lainnya yang terkait dengan bank.

  b.

  Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Seperti hasil seminar atau makalah-makalah dari para pakar hukum, koran, majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan pemasalahan yang dibahas.

  c.

  Bahan hukum tersier, yaitu mencakup bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.

  3. Teknik pengumpulan data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research), atau bisaa dikenal dengan sebutan studi kepustakan, walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun internet.

  4. Analisis data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V Bab yang masing-masing bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:

  BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan objek penelitian secara latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

  BAB II PENGATURAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA BERDASARKAN UU PERBANKAN Bab ini menguraikan secara umum mengenai pengertian kredit, jenis kredit, perjanjian kredit, tata cara pemberian kredit dalam perbankan serta membahas mengenai ketentuan kriteria kredit perbankan.

  BAB III KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PERBANKAN

  Dalam bab ini menguraikan latar belakang lahirnya Otoritas Jasa Keuangan, pengertian Otoritas Jasa Keuangan yang didalamnya membahas status Otoritas Jasa Keuangan. Pada bab ini juga dipaparkan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan.

  BAB IV PENANGANAN DUGAAN PENYIMPANGAN KREDIT PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN Dalam bab ini menjelaskan mengenai mekanisme bentuk suatu penyimpangan kredit, unsur-unsur dugaan yang dapat dikatakan telah terjadi penyimpangan, upaya penanganan dugaan penyimpangan kredit perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan serta membahas dan menguraikan pencegahan dan penanggulangan penyimpangan kredit perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisikan kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diuraikan dan yang ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang yang penulis anggap perlu dari isi yang diuraikan tersebut.

Dokumen yang terkait

PENANGANAN KEBERSIHAN DI DAERAH TUJUAN WISATA (Study Deskriptif tentang Penanganan Kebersihan di Daerah Tujuan Wisata Pemandian Karang Anyar Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun )

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cahaya - Perancangan Dan Pembuatan Alat Pendeteksi Keberadaan Alfatokoferol Pada Paprika Hijau Dengan Menggunakan Sensor Warna TCS3200

0 0 29

BAB II PROFIL INSTANSI - Strategi Optimalisasi Pendapatan Dinas Pasar Dan Pengaruhnya Terhadap Keuangan Daerah

0 0 10

BAB II PROFIL PERUSAHAAN - Analisis Perbandingan Anggaran Dan Realisasi Dana Dekonsentrasi Pada Dinas Pertambangan Dan Energi Provinsi Sumatera Utara

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

0 0 29

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENGAWASAN PENJUALAN OBAT - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsu

0 0 29

1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

0 0 17

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Perjanjian Pelayanan Kesehatan Pasien Kurang Mampu Antara Pihak Rumah Sakit Umum Dengan Pasien

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perjanjian Pelayanan Kesehatan Pasien Kurang Mampu Antara Pihak Rumah Sakit Umum Dengan Pasien

0 0 12

Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

0 0 37