BAB 2 LANDASAN TEORI - Studi Tentang Variabel Dominan yang Mempengaruhi Minat Belanja Di Pasar Modern Dengan Analytic Hierarchy Process (AHP)

LANDASAN TEORI

2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP)

  Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleg Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School diawal tahun 1970, yang digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatau permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Dalam penetuan prioritas diperlukan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

  Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio dari perbandingan.. Metode AHP adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan sebuah persoalan kedalam bagian-bagiannya. Selanjutnya menata bagian atau variabel tersebut dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel sehingga diperoleh variabel yang dominan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui variabel dominan yang mempengaruhi minat belanja Mahasiswa MIPA USU di pasar modern. Kemudian menetapkan variabel yang mana memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

  Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah

  yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa keriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikeriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta

  Metode AHP membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstuktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen stukturnya.

  Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik

  yang terdiri dari : 1.

  Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan.

  1 Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari B maka B adalah kali lebih penting dari A.

  2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

  3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete

  hierarchy ) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

  4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun kualitatif. Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut :

  1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

  2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan keriteria dan alternatif pilihan yang ingin dirangking.

  Membentuk matriks perbandigan berpasangan yang mengganmbarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau keriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatau elemen dibandingkan elemen lainnya.

  4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

  5. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintensis pilihan dalam penetuan priorotas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

  6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

  7. Menguji konsistensi hiararki. Jika tidak memenuhi dengan Rasio Konsistensi (CR) yaitu CR < 0,100, maka penilaian harus diulangi kembali.

  Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio Konsistensi dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka perbandingan pada perbandingan berpasangan adalah 1 sampai 9. dimana : a.

  Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya.

  b.

  Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya.

  c.

  Skala 7 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya.

  d.

  Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya.

  e.

  Skala 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan. Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process. Dalam meyelesaikan persoalan dengan metode Analytical Hierarchy Process ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

1. Decomposition.

  Pengertian Decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsure-unsurnya kebentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan tersebut complete jiksa semua elemen pada suatu tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan darin hirarki yang complete yakni tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan (gambar 2.1 dan 2.2). Pada umumnya

  problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete.

  Bentuk struktur decomposition yakni : Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Gold) Tingkat kedua : Keriteria Tingkat ketiga : Alternatif

  Tujuan Kriteria N Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 …

Alternatif 1 Alternatif 2 … Alternatif M

Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang Complete Tujuan

  

Kriteria 1 Kriteria 2 … Kriteria N

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4Alternatif M

Sub-alternatif 1 Sub-alternatif 2 Sub-alternatif P

Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplet dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

2. Comparative Judgement

  Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang

  kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen–elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal

  

importance ) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan

yang paling tinggi (extreme importance).

  3. Synthesis of Priority

  

Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vektor

method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur

  pengambilan keputusan.

  4. Logical Consistency

  

Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini

  dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu

  vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan ( A A …, A ) yang

  1, 2, n

  akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain dan dipresentasikan dalam matriks Pair-wise Comparison.

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

   A A A

  1 2 n

  A a a a

  1

  11 12 1n

  A a a a

  2

  21 22 2n

… … … …

  ⋱

   A a a a

m m1 m2 mn

  Nilai a adalah nilai perbandingan elemen (baris) terhadap (kolom) yang

  11

  1

  1

  menyatakan hubungan :

  a) (baris) terhadap suatu kriteria

  1 Seberapa jauh tingkat kepentingan

  dibandingkan dengan (kolom) atau

  1

  b) (baris) terhadap (kolom) atau Seberapa jauh dominasi

  1

  1

  c) (baris) dibandingkan

  Seberapa banyak sifat keriteria terdapat pada

  1 dengan (kolom).

  1 d) 11 = a 22 = … a mn = 1 yaitu diagonal utama.

  Nilai perbandingan a Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini. Tingkat Kepentingan

  Defenisi Keterangan

  1 Equal importance (sama penting)

  Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

  3 Weak importance of one over one another (sedikit lebih penting)

  Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

  5 Essential or strong importance (lebih penting)

  Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya

  7 Demonstrated imported (sangat penting)

  Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat dibandingkan dengan elemen pasangannya

  9 Extreme importance (mutlak lebih penting)

  Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi.

  2,4,6,8 Intermediate values between the two adjacent judgments

  Nilai diantara dua pilihan yang berdekatan Resiprokal Kebalikan

  Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan. Berikut ini contoh suatu Pair-Wise pada suatu level of hierarchy, yaitu:

  Comparison Matrix

  Baris 1 kolom 3: jika E dibandingkan dengan G, maka E lebih penting daripada G yaitu sebesar 4, artinya: E essential atau strong importance dari pada G, dan Angka 4 bukan berarti bahwa E empat kali lebih besar dari G, tetapi E strong

  importance dibandingkan dengan G. Sebagai ilustrasi matriks resiprokal atau

  berkebalikan, jika F dibandingkan dengan H, maka F strong importance daripada H dengan nilai judgement sebesar 5. Dengan demikian pada baris 4 kolom 2 diisi

  1

  dengan kebalikan dari 5 yakni . Artinya, H dibanding F ⇒ F lebih kuat dari H.

5 Jika G dibandingkan dengan F, maka G strong importance daripada F dengan

  nilai judgement sebesar 3. Jadi baris 3 kolom 2 diisi dengan nilai 3 dan seterusnya.

  Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara keriteria – keriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui keriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level (tingkatan).

  Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai vektor dari n dimensi, eigen value dan

  eigen vector 1.

  Vektor dari n dimensi Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua

  n vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan R .

  Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut: �⃗ ∈

  1

  2 n

  �⃗ = � � ⋮ 2.

   Eigen value dan Eigen vector n

  Defenisi: jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam R

  dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:

  

Ax =

  Skalar dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan

  . Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang

  Ax =

  atau (

  I A) x = 0 Agar

  λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari

  persamaan ini. Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika: det (

  λIA) = 0

  persamaan ini dinamakan sebagai persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen terhadap elemen adalah , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni = 1/ Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor , , ,…, . Nilai menyatakan bobot

  ω = ( ω ω ω ω ) ω

  1

  2 3 n n n kriteria A terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem.

  Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi

  a . a

  konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan atau jika

  ij jk a . a = a untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten. ij jk ik

  Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor dapat

  ω , maka elemen

  ditulis menjadi:

  ai, j =1,2,3, , n (1) ij = ;

  Jadi matriks konsisten adalah:

  a a a (2) ij . jk = . = ik ;

  Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pair-wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini:

  1

  1 a

  (3)

  ij = = =

  Dari persamaan (3) dapat dilihat bahwa :

  a = 1 ; ∀i, j =1, 2, 3,…, n (4) ij .

  Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi :

  1

  . . = n ; ∀i, j =1, 2, 3,…, n (5) ∑

  =1

  . . ∀i, j =1, 2, 3,…, n (6)

  = n . ;

  ∑

  =1

  Persamaan (6) ekivalen dengan bentuk persamaan matriks dibawah ini : A.

  (7) = n. Dalam teori matriks, formulasi (7) diekspresikan bahwa adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n.

  Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut: 1 1 1 1 2 ⋯ ⎡ ⎤ 2 2 2

  1

  1

  ⎢ ⎥

  2

  2 1 2

  . (8) ⎢ ⎥

  � � = n. � � ⋮ ⋮

  ⎢ ⎥ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮

  ⎢ ⎥ 1 2 ⋯ ⎣ ⎦

  Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa a = (9)

  ij

  Salah satu faktor penyebabnya adalah karena unsur manusia (decision

  maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan.

  Dengan kata lain, bahwa judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.

  1. Jika , , … adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan:

  1

2 A. x = (10)

  . x Dengan eigen value dari matriks A dan jika a =1; ∀ i =1,2, , n ; maka

  ij

  dapat ditulis: = n (11)

  ∑ Misalkan jika suatu pair-wise comparison matrix bersifat ataupun perkalian elemen matriks sama dengan 1.

  11

  12

  1 A = = (12)

  � �⇒

  21 12

  21

22 Eigen value dari matriks A,

  AX A = 0

  (A – (13)

  I ) X = 0 |

  − |= 0 Jika diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13) hasilnya adalah :

  1

  11 − 12 − 1

  • – (14)

  21

  22

  = 1 1 − = 0 Dari persamaan (14) jika diuraikan untuk mencari harga eigen value

  maximum ( ) yaitu :

  2

  (1 − ) − 1 = 0

  2

  1 − 2 + − 1 = 0

  2

  − 2 = 0 (

  )( − 2) = 0 = 0 ; = 2

  1

2 Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks

  yang konsisten, dimana nilai λ-max sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten).

  ij

  2. Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks a maka eigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika: a.

  Elemen diagonal matriks A ( – 1)

  ∀i, j =1, 2, 3,…, n b.

  • – 1) Dan jika matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari (

  ∀i, j =1, 2, 3,…, n akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.

  c. Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar.

  Saaty telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo

  n dapat diperoleh dengan rumus: −

  CI =

  (15)

  ( −1)

CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index)

  = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n

   n = Orde matriks

  Apabila CI bernilai nol, maka pair wise comparison matrix tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

  CR =

  (16)

  CR = rasio konsistensi RI = indeks random

  Orde matrkis Random indeks

  Orde matriks Random indeks

  Orde matriks Random indeks

  1 0,000 6 1,240 11 1,510 2 0,000 7 1,320 12 1,480 3 0,580 8 1,410 13 1,560 4 0,900 9 1,450 14 1,570 5 1,120

  10 1,490 15 1,590 Sumber : Syaifullah, 2010

  Bila matriks pair–wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.

2.3 Penentuan Variabel Dominan yang Mempengaruhi Minat Belanja Di Pasar Modern dengan AHP.

  Penentuan variabel dominan yang mempengaruhi minat belanja mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam pemilihan tempat belanja di pasar Modern dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) dilakukan melalui langkah-langkah berikut : 1.

  Mendefisinikan masalah dan menentukan tujuan yang diinginkan.

  2. Penyusunan keriteria meliputi : harga, lokasi, pelayanan, kelengkapan produk, kenyamanan dan promosi. Alternatif meliputi : Ramayana Pringgan, Metro Medan Plaza, Macan Yaohan, Brastagi Mall dan Carrefour Plaza Medan Fair.

  3. Menyusun nilai perbandingan berpasangan antar kriteria dan antar alternatif pada setiap kriteria yang diperoleh dari kuisioner.

  4. Perhitungan masing-masing bobot pada matriks perbandingan antar kriteria dan antar alternatif menurut semua kriteria.

  5. Perhitungan total nilai bobot hirarki prioritas pilihan jenis tanaman berdasarkan perkalian bobot kriteria dengan masing-masing nilai bobot alternatif pada setiap kriteria yang telah dihitung. Penyusunan kuisoner merupakan hal yang sangat penting untuk dalam perbandingan secara berpasangan untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan masing-masing elemen. Dalam menentukan tingkat kepentingan dari elemen-elemen keputusan pada setiap tingkat hirarki keputusan, penilaian pendapat dilakukan dengan menggunakan fungsi berfikir, dikombinasikan dengan preferensi perasaan dan penginderaan. Penilaian dapat dilakukan dengan komparasi berpasangan yaitu dengan membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap keriteria sehingga didapat nilai kepentingan elemen dalam bentuk pendapat yang bersifat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian Saaty sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif).

  Kuisoner yang sudah disusun disebarkan ke mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam hal ini responden yang diambil adalah mahasiswa stambuk 2010 sampai 2013 di fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA).

  CPM RP MY BM MMP

Gambar 2.3 Skema Hirarki Variabel Dominan yang Mempengaruhi Minat Belanja Di Pasar Modern

  Keterangan : Ha = Harga RP = Ramayana Pringgan Lok = Lokasi MMP = Metro Medan Plaza Pel = Pelayanan MY = Macan Yaohan Kel = Kelengkapan Produk BM = Brastagi Mall Ken = Kenyamanan CPM` = Careefour Plaza Medan Fair Pro = Promosi

  Variabel Dominan Mempengaruhi Minat

  Belanja Mahasiswa MIPA USU Di Pasar Modern

  Ha Lok Kel Pel Ken Pro

  Universitas Sumatera Utara

  (Faisal Reza, 2011) menguraikan pengertian pasar dan jenis-jenisnya. Pengertian pasar atau definisi pasar adalah tempat bertemunya calon penjual dan calon pembeli barang dan jasa. Di pasar antara penjual dan pembeli akan melakukan transaksi. Transaksi adalah kesepakatan dalam kegiatan jual-beli. Syarat terjadinya transaksi adalah ada barang yang diperjual belikan, ada pedagang, ada pembeli, ada kesepakatan harga barang, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

2.5 Jenis-Jenis Pasar 2.5.1 Jenis pasar menurut bentuk kegiatannya.

  Menurut dari bentuk kegiatannya pasar dibagi menjadi 2 yaitu pasar nyata ataupun pasar tidak nyata (abstrak). Maka kita lihat penjabaran berikut ini: 1) Pasar Nyata.

  Pasar nyata adalah pasar diman barang-barang yang akan diperjual belikan dan dapat dibeli oleh pembeli. Contoh pasar tradisional dan pasar swalayan. 2) Pasar Abstrak.

  Pasar abstrak adalah pasar dimana para pedagangnya tidak menawar barang- barang yang akan dijual dan tidak membeli secara langsung tetapi hanya dengan menggunakan surat dagangannya saja. Contoh pasar online, pasar saham, pasar modal dan pasar valuta asing.

2.5.2 Jenis pasar menurut cara transaksinya.

  Menurut cara transaksinya, jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar modern. 1)

  Pasar Tradisional Pasar tradisional adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secar langsung. Barang- barang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa barang kebutuhan pokok.

  Universitas Sumatera Utara

   Pasar Modern

  Pasar modern adalah pasar yang bersifat modern dimana barang-barang diperjual belikan dengan harga pas dan denganm layanan sendiri. Tempat berlangsungnya pasar ini adalah di mal, plaza, dan tempat-tempat modern lainnya.

  2.5.3 Jenis Pasar menurut jenis barangnya.

  Beberapa pasar hanya menjual satu jenis barang tertentu , misalnya pasar hewan, pasar sayur, pasar buah, pasar ikan dan daging serta pasar loak.

  2.5.4 Jenis Pasar menurut keleluasaan distribusi.

  Menurut keluasaan distribusinya barang yang dijual pasar dapat dibedakan menjadi: 1)

  Pasar Lokal 2)

  Pasar Daerah 3)

  Pasar Nasional dan 4)

  Pasar Internasional

  Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perkawinan Sebagai Sanksi Bagi Pelaku Khalwat Dalam Persepektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Atudi di Kota Langsa)

0 0 11

BAB II PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengaturan Hukum Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putus

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Su

0 0 34

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

0 0 58

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

0 0 50

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PIHAK TERTANGGUNG DAN ASURANSI - Perlindungan Pihak Tertanggung Dalam Asuransi Terhadap Tuntutan Ganti Kerugian dari Pihak Ketiga (Studi pada PT Asuransi Intra Asia)

0 1 36

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Pihak Tertanggung Dalam Asuransi Terhadap Tuntutan Ganti Kerugian dari Pihak Ketiga (Studi pada PT Asuransi Intra Asia)

0 1 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible Film - Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

0 1 21

Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

0 0 13

Dominan yang Mempengaruhi Minat Belanja Di Pasar Modern Dengan Analytic Hierarchy Process (AHP)

0 0 11