BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Sirih Merah (Piper ornatum N). - Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper ornatum N) Asal Pematang Siantar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Sirih Merah (Piper ornatum N).

  Berdasarkan taksonomi tanaman, Klasifikasi daun sirih merah hasil identifikasi tumbuhan dilaboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

  Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper ornatum N

Gambar 2.1. Daun Sirih Merah Tanaman daun sirih merah merambat, daun berbentuk jantung atau bulat-telur.

  bunga berbentuk bulir. Beberapa jenis sirih dibedakan menurut rasa pedas dan warna (sirih Jawa, sirih Banda, sirih kuning, sirih cengkeh, sirih hitam, dan lain – lain).

  

Betelvine–oil , minyak sulingan daun sirih, telah digunakan dalam industri farmasi

  (bahan baku obat batuk dan asma), tetapi jumlah produksi dan yang diperdagangkan tidak tercatat (Harris, 1987). Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama, yaitu tanaman merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh berselang-seling dari batangnya. Sirih merah dapat dibedakan dengan sirih hijau dari daunnya. Selain daunnya berwarna merah keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir serta aromanya lebih wangi (Manoi, 2007).

  2.1.1 Kandungan Kimia Daun sirih Merah

  Kandungan kimia dari sirih merah antara lain flavonoid, alkaloid, polevenolad, tanin, dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat antioksidan, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi. Sedangkan senyawa alkoloid mempunyai sifat antineoplastik yang juga ampuh menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Sudewo, 2005).

  2.1.2 Manfaat Daun Sirih Merah

  Beberapa pengalaman di masyarakat menunjukkan bahwa sirih merah dapat menurunkan penyakit darah tinggi, juga dapat menyembuhkan penyakit hepatitis. Sirih merah juga bisa dipakai mengobati penyakit diabetes, dengan meminum air rebusan sirih merah setiap hari akan menurunkan kadar gula darah sampai pada tingkat yang normal. Kanker merupakan penyakit yang cukup banyak diderita manusia dan sangat mematikan, dapat disembuhkan dengan menggunakan serbuk atau rebusan dari daun sirih merah (Sudewo, 2005). Ekstrak daun sirih digunakan sebagai obat kumur dan batuk, juga berkhasiat sebagai anti jamur pada kulit. Khasiat obat ini dikarenakan senyawa aktif yang dikandungnya terutama adalah minyak atsiri (Moeljatno, 2003).

2.2 Minyak Atsiri

  Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut minyak terbang, dinamakan demikian karena minyak tersebut mudah menguap. Selain itu, minyak atsiri juga disebut essential oil (dari kata essence) karena minyak tersebut memberikan bau pada tanaman (Koensoemardiyah, 2010). Minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai komponen kimia, seperti senyawa – senyawa monoterpen (Gunawan, 1991). Minyak atsiri dibagi 2 kelompok, yaitu: 1.

  Minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen- komponen atau penyusun murninya, komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk - produk lain. contohnya: minyak sereh, minyak terpentin.

2. Minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murni. contohnya minyak nilam, minyak kenanga.

  Minyak atsiri dari tanaman menghasilkan aroma yang berbeda, bahkan 1 jenis tumbuhaan yang sama bila ditanam ditempat yang berlainan mampu menghasilkan aroma yang berbeda, iklim, keberadaan tanah, dan sinar matahari. Cara pengolahaan tidak hanya mempengharui rendeman minyak atsiri tetapi berpengaruh pula pada aromanya (Harris, 1987). Aktivitas kerja minyak atsiri dalam menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri yaitu dengan cara mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk secara tidak sempurna (Ajizah, 2004). Hasil identifikasi komponen utama minyak atsiri sirih merah tersusun atas senyawa terpenoid yaitu monoterpen dan seskuiterpen (Bulleti et al., 2004).

2.2.1. Komponen Kimia Minyak Atsiri

  Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.

  Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1.

  Golongan hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan Terpen Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), dan Hidrogen (H). Jenis Hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), dan politerpen.

2. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

  Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dari golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, ester, fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, dan ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.

  Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan terbentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Ketaren, 1985). Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan (Harborne, 1987).

2.2.2. Biosintesa pembentukan Minyak Atsiri

  Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpen yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000).

  Mekanisme dari tahap tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Cleisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim a melakukan kondensasi sejenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) oleh enzim isomerase, IPP sebagi unit isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerasi isoprene untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion Pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme yang sama seperti anatara IPP dan DMAPP menghasilkan Farnesil Pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-senyawa diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan FPP dengan mekanisme yang sama. Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnaya dari senyawa antara GPP, FPP, GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi kamar, seperti isomerasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya. Berikut ini adalah gambar biosintesa terpenoid sapat dilihat pada gambar dibawah ini:

ATP -ADP

Gambar 2.2 Biosintesis Terpenoid (Achmad, 1985).

  Untuk menjelaskan dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol dan linalool dari yang satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini adalah contoh perubahan senyawa monoterpen, dapat dilihat pada gambar 2.3

  Senyawa- senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans- farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farnesil pirofosfat menjadi seskuiterpen terlihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena (Achmad, 1985) 2.2.3.

   Sumber Minyak Atsiri

  Minyak atsiri merupakan salah satu akhir proses metabolisme sekunder dalam tanaman tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family

  

Pinaceae , Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Piperaceae,

Zingiberaceae , Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap

  bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, batang, kulit, akar, dan rimpang (Ketaren, 1985).

2.2.4. Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi

  Dalam tanaman minyak atsiri, biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat, maka untuk mempercepat proses difusi sebelum melakukan penyulingan terlebih dahulu bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong - potong atau digerus. Peristiwa terpenting yang terjadi dalam proses penyulingan dengan metode hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran bahan yang disuling, terjadinya hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas (Guenther, 1987). Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fase atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahaan minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering disebut steam destilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran bahwa penyulingan dapat dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak atsiri dengan air (Sastrohamidjojo, 2004).

  Beberapa jenis tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang terdapat didalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjar minyak dapat selebar mungkin (Lutony, 1994). Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu: 1.

  Penyulingan air (Hidrodestilasi) Pada metode ini bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan mengapung diatas air atau terendam seluruhnya (Sastrohamidjojo, 2004).

2. Penyulingan uap (Steam destilasi)

  Penyulingan uap disebut juga penyulingan tak langsung. didalam proses penyulingan dengan uap ini, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori dan berada dibawah bahan tanaman yang akan disuling. Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas

3. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam distillation)

  Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang ditopang diatas dasar alat penyulingan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 1994).

2.3. Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS

  Minyak atsiri yang memiliki komponen tunggal dengan porsi yang sangat besar, kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan berbagai tipe. Karena itu analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Jadi, untuk menganalisa minyak atsiri perlu diseleksi metode yang akan diterapkan. Sejak ditemukan kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat akhirnya dapat melahirkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling menguntungkan atau saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometri massa (GC-MS). Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas (Agusta, 2000).

2.3.1. Analisis Kromatograf Gas

  Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling akhir (Eaton, 1989). Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003)

  

Gambar 2.5 Skema Alat Gas Kromatografi (

  

  Komponen utama dalam Kromatografi Gas : 2.3.1.1.

   Gas pembawa

  Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu bergantung pada detektor yang dipakai : hantar hambang, ionisasi nyala, tangkap elektron, atau khas terhadap unsur. Nitrogen, Helium, Argon, Hidrogen, dan Karbon dioksida adalah gas yang paling sering dipakai sebagai gas pembawa karena mereka tidak reaktif serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam kemasan tangki bervolume besar dan bertekanan tinggi. Hal yang menentukan ialah bahwa kita harus memakai gas paling murni (Gritter, 1991) 2.3.1.2.

   Sistem injeksi

  Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :

  1. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% masuk menuju kolom.

  2. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.

  3. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup.

  4. Injeksi langsung ke kolom (on coloum injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom. Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap, karena kalau penyuntikkannya melalui lubang suntik, dikwatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (Rohman, 2009).

  2.3.1.3. Kolom

  Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahaan karena didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Rohman, 2009).

  2.3.1.4. Fase diam Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, semi polar dan polar.

  Berdasarkan minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat nonpolar (Agusta, 2000).

  2.3.1.5. Suhu

  Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom (Agusta, 2000).

2.3.1.6. Detektor

  Detektor pada kromatografi gas adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

2.3.2. Analisis Spektrometri Massa

  Spektrometer massa adalah suatu alat berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi dan sistem molekul. Prinsip spektrometri massa (MS) ialah senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z). Terpisah fragmen ion positif didasarkan pada massanya. Kejadian tersederhana adalah tercampaknya satu elektron dari molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan membentuk suatu

  • kation radikal (M )

  • M e 2e + • •

  → M Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan elektron pada kamar pengion spektrometer massa adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif, karena molekul senyawa organik mempunyai elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal yang mengandung satu elektron tidak berpasangan.

  • M M •
Proses lain molekul yang berupa uap tersebut menangkap sebuah elektron membentuk ion radikal bermuatan negatif dengan kemudian terjadi jauh lebih kecil

  • 2 (10 ) dari pada ion radikal bermuatan positif (Sudjadi, 1983).

Gambar 2.6. Skema alat Spektroskopi Massa

  (http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/04/fisika-inti-partikel-penyusun-inti-atom)

  Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron

  

Impact ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000).

  Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :

  1. Menentukan massa suatu molekul

  2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra) 3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya.

  2. 4. Bakteri

  Bakteri termasuk dalam golongan prokariot, secara fisik memiliki morfologis seperti yang telah dikemukan oleh Antony Van Leeuwenhoek, dengan ukuran hanya beberapa mikron sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (Pelczar dan Chan, 1988). Dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, berkembang biak secara antibiotika. Beberapa bakteri ada yang dapat bergerak aktif karena memiliki flagela (Dzen et al., 2003).

  Bakteri secara tradisional dibagi dalam dua golongan besar: patogen, menunjukkan pada bakteri penyebab penyakit, dan nonpatogen menunjukkan pada mereka yang tidak menyebabkan penyakit. Patogen secara klasik diduga memiliki sifat-sifat tertentu yang memperkuat kemampuan mereka menimbulkan penyakit (Shulman et al., 1994). Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata (Buckle, 2009).

2.4.1. Bakteri Gram Negatif

  Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikan dan membran luar. Dinding selnya tidak mengandung teichoic acid. Membran luar terususun atas lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid. Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan (Tortora, 2001). Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan (Fardiaz, 1992). Pada umumnya berbentuk batang (basil) kecuali basillus antharias , dibawah mikroskop tampak berwarna merah (Nasution, 2014).

2.4.1.1. Genus Pseudomonas aeruginosa

  Genus Pseudomonas aeruginosa mempunyai habitat normal ditanah dan air dan berperan dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik. Pseudomonas aeruginosa bergerak aktif dengan flagella polar dan mempunyai ukuran lebar 0,5 - 1µm dan panjang 3 - 4 µm, dan bersifat aerob ( Brooks et al., 2005). Organisme ini juga dapat menimbulkan infeksi apabila secara mekanis ditempatkan dalam saluran kencing sewaktu penusukan lumbar (bagian pinggang) (Volk & Wheeler, 1989).

  

Pseudomonas aeruginosa kadang-kadang kedapatan didalam luka pada hewan atau

manusia. Bakteri ini menyebabkan timbulnya nanah yang kebiruan (Irianto, 2006).

Gambar 2.7 Pseudomonas aeruginosa

  

2.4.2.

   Bakteri Gram Positif

  Bakteri gram positif sering berubah sifat pewarnaannya sehingga menunjukkan reaksi gram variabel. Sebagai contoh, kultur gram positif yang sudah tua dapat kehilangan kemampuannya untuk menyerap pewarna violet kristal sehingga dapat berwarna merah seperti bakteri gram negatif. Perubahan tersebut dapat juga disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan atau modifikasi teknik pewarnaan. Bakteri gram positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi lebih tahan terhadap perlakuan fisik dibandingkan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1992). Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas beberapa lapisan peptidoglikan dan strukturnya tebal dan keras. Dinding selnya juga tersusun atas teichonic acid yang mengandung alkohol (seperti gliserol) dan posfat (Tortora, 2001).

2.4.2.1. Genus Listeria. monocytogenes

  masuk ketubuh melalui saluran gastrointestinal, ketika

  Listeria monocytogenes makanan terkontaminasi oleh Listeria monocytogenes seperti keju atau sayur-mayur.

Monocytogenes dapat bergerak dari sel ke sel tanpa terpapar dengan antibodi

  (Jawetz et al., 1996). Listeria monocytogenes menyebabkan penyakit zoonosis yang disebut Listeriosis, yang ditandai dengan kenaikan jumlah monosit didalam darah penderita. Listeria monocytogenes ditemukan pada tahun 1926 oleh Webb, Murray dan Swan dari suatu penyakit yang menyerang kelinci dan marmut dengan gejala adanya kenaikan jumlah sel leukosit jenis monosit. Pada saat itu, bakteri ini disebut dengan Bacterium monocytogenes. Selanjutnya pada tahun 1952, Seeliger menemukan Listeria monocytogenes (Brooks et al., 2005).

Gambar 2.8 Listeria Monocytogenes

  

2.5. Antibakteri

  Antibakteri adalah obat yang digunakan sebagai pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia atau pathogen. Berdasarkan aktivitasnya terhadap bakteri suatu zat antibakteri dapat digolongkan menjadi dua, yaitu zat yang hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri saja disebut bakteriostatik dan zat yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisid (Setiabudy dan Vincent, 1995). Suatu obat antibakteri memperlihatkan toksisitas selektif jika obat ini lebih toksik terhadap organisme yang menyerang daripada sel hospes (Katzung & Trevor, 1994). Zat sehingga sel hanya dibatasi oleh membran sel yang tipis (Jawetz et al., 1996). Adapun Ukuran Besar Zona hambat antibakteri : 1.

  Diameter zona hambat < 8 mm kurang sensitive 2. Diameter zona hambat 9 -14 mm Sensitif 3. Diameter zona hambat 15 – 19 mm Sangat sensitive 4. Diameter zona hambat > 20 mm Luar biasa sensitive (Kusuma, 2010).

2.5.1. Pengujian aktivitas antibakteri

  Penentuan kerentanan pathogen bakteri terhadap obat-obatan antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu metode utama yaitu metode difusi dan metode dilusi.

  Metode utama yang dapat digunakan antara lain adalah:

  2.5.1.1. Metode difusi

  Metode difusi dilakukan dengan cara menginokulasikan kuman kedalam media perbenihan yang berupa agar dan antibakteri uji diberikan pada permukaan agar dalam tempat tertentu sehingga antibakteri uji akan berdifusi dalam permukaan agar

  Jawetz

  yang telah diinokulasikan dengan kuman ( et al ., 1996). Apabila zat antimikroba efektif maka zona hambat akan terbentuk disekitar cakram setelah inkubasi (Tortora, 2001).

  2.5.1.2. Metode Dilusi

  Metode dilusi dilakukan dengan cara mencampurkan zat antibakteri yang akan diuji dengan media dan kemudian diinokulasikan dengan kuman. Pengamatan dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pertumbuhan kuman (Pelezar dan Chan, 1988).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 29

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Pene

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Penerbangan Dalam Hal Kenaikan Harga Tiket yang Tinggi Ketika Musim Libur dan Keselamatan Penerbangan (Studi Pada PT. Garuda Indonesia Kantor Cabang Medan)

0 0 11

BAB II PENGATURAN PERSAINGAN USAHA A. Pengertian Persaingan Usaha - Persaingan Sesama Merek (Intrabrand) dikaitkan Dengan Pembatasan Perdagangan Secara Vertikal

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Persaingan Sesama Merek (Intrabrand) dikaitkan Dengan Pembatasan Perdagangan Secara Vertikal

0 0 17

BAB II PENGATURAN TENTANG PERBUATAN ORANG YANG DENGAN SENGAJA TIDAK MELAPORKAN ADANYA TINDAK PIDANA MENGUASAI NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NARKOTIKA A. Narkotika - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Dengan Sengaja Tidak Melaporkan Adanya Tinda

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Dengan Sengaja Tidak Melaporkan Adanya Tindak Pidana Menguasai Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 409/Pid.B/2014/PN.Mdn.)

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Kepolisian dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Hukum POLRES Tobasa)

0 1 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Bakteri Coliform Pada Air Minum Dengan Menggunakan Metode Most Probable Number (Mpn)

0 0 12