BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar - Semantik Suksesi Sistem Informasi Berdasarkan Populasi Teks

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Pengantar

  Pada bab ini akan diuraikan beberapa kajian yang berkaitan dengan suksesi sistem informasi, dari sudut model, pengukuran, dan pengembangan, termasuk kemungkinan penglibatan semantik. Beberapa terminologi berkaitan dengan sistem informasi dan suksesinya diungkapkan sebagai fondasi kajian ini. Bagian selanjutnya dari bab ini mengungkapkan beberapa kajian tentang suksesi sistem informasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi dan pengembangan sistem informasi secara umum.

  2.2. Terminologi dan Definisi

  Terdapat lebih dari satu definisi tentang sistem informasi, demikian juga terdapat banyak penafsiran tentang suksesi sistem informasi (Edwards, 1967; Berryman & Kindlmann, 2008). Berikut batasan sistem informasi yang didasari oleh hukum yang berlaku di Indonesia (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Internet & Transaksi Elektronik):

  a. “Sistem informasi merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan dan menyebarkan informasi elektronik.” b. “Sistem informasi secara teknis dan menajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya.”

  c. Pengertian lain, “sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input,

  process, output, storage, dan communication.

  Akan tetapi tidak terdapat batasan yang mendasar tentang suksesi sistem informasi (Urbach et al., 2009). Oleh karena itu, setiap pemangku kepentingan mengenai sistem informasi mempunyai definisi berbeda. Misalnya, definisi awal menyatakan bahwa suksesi sistem informasi berkaitan dengan pengukuran dan penganalisisan kepuasan pengguna komputer yang dimotivasi oleh keinginan manajemen untuk meningkatkan produktivitas sistem informasi (Bailey & Pearson, 1983), dan definisi yang lain menghubungkannya dengan dampak sistem infomasi sepanjang lintasan penggunaan agar dapat memandu ke arah kinerja lebih baik secara organisatoris dengan keseluruhan biaya lebih rendah (Byrd et al., 2006). Jadi, hal kunci yang dinyatakan dalam definisi suksesi sistem informasi adalah pengukuran, yaitu mengukur suksesi sistem informasi, yang melibatkan faktor-faktor dan beberapa metode.

  Sementara itu, semantik secara khusus merupakan kajian pemaknaan yang fokus atas hubungan antara kata, frasa, atau simbol (Kruk & McDaniel, 2009). Oleh karena itu, pengukuran suksesi sistem informasi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa apabila tuntutan kepuasan pengguna dapat diwakili secara harfiah oleh teks dan apabila kata atau frasa mewakili tuntutan permintaannya, maka populasi teks dapat mewakili kepuasan pengguna secara populasi. Dengan demikian, semantik suksesi sistem informasi dapat dikatakan sebagai pengaruh sistem informasi dalam kehidupan sosial atau organisasi berdasarkan permintaan pengguna atau kajian ilmiah yang digambarkan oleh repositori dokumen seperti Web, berdasarkan alasan bahwa Web terdiri dari populasi teks yang mewakili dunia secara virtual. Studi tentang suksesi sistem informasi telah dilakukan sejak 1980-an, tetapi studi monumental dicatatkan ketika studi menghasilkan kontribusi pengukuran kinerja sistem informasi, yaitu untuk mencapai satu model sistem informasi yang bersifat universal (DeLone & McLean, 1992), yang melibatkan informasi tentang mutu sistem (system quality), mutu informasi (information quality), penggunaan sistem (system

  

use), kepuasan pengguna (user satisfaction), dampak individual (individual impact)

  dan organisatoris (organizational impact). Model dimaksudkan divalidasi sebagai usaha pensahan pengukuran (Seddon & Kiew, 1994; Rai et al., 2002): yang mengganti faedah sistem ke dalam keutungan penggunaan (benefits of use). Model ini kemudian terus-menerus diperbaharui sebagai konsekuensi penting dari penelitian dan pengembangan di bidang ini, di antaranya mengkaitkan dengan faktor organisasi, atau usaha dalam rangka mencari faktor lain yang berhubungan.

2.3.1. Kajian tentang faktor organisasi

  Aliran awal penelitian tentang suksesi sistem informasi adalah aliran yang mempertimbangkan faktor organisasi sebagai salah satu anteseden suksesi sistem informasi. Pertimbangan ini didasarkan atas faktor organisasi secara mendasar berkaitan dengan organisasi dan yang memberi dukungan terhadap sistem informasi, sebagaimana gaya pengelolaan (management style) yang digunakan dalam pengukuran konteks organisasi (Lu & Wang, 1997). Dalam hal lain, peubah-peubah yang terkait dengan organisasi dikenali sebagai missi, ukuran, dukungan pengelolaan tingkat atas, penempatan secara berjenjang eksekutif sistem informasi, kematangan fungsi sistem informasi, ukuran fungsi sistem informasi, filsafat atau gaya pengelolaan, perspektif penilai, kultur, dan ukuran anggaran sistem informasi (Saunders & Jones, 1992).

  Aliran ini telah mengidentifikasi pengaruh penggunaan teknologi informasi (Ang et al., 2001) dalam penstrukturan organisasi, ukuran organisasi, pengetahuan teknologi informasi para pengelola, dukungan pengelolan tingkat atas, sumber daya keuangan, penjajaran tujuan, dan metode penganggaran. Jadi, secara umum, aliran ini hanya mempertimbangkan faktor-faktor terkait dengan organisasi: baik laba ataupun nirlaba, walaupun dalam siklus hidup pengembangan sistem (system development life pemenuhan keperluan seluruh pengguna.

2.3.2. Tahap perencanaan sistem informasi

  Tahap awal dalam SDLC adalah perencanaan (planning). Perencanaan memegang peranan penting dalam pengembangan sebarang sistem informasi, terutama sistem informasi strategis yang menentukan hidup mati suatu organisasi. Tahap perencanaan (Mentzas, 1997), pertama melibatkan perencanaan tentang perancanaan itu sendiri, kedua berkaitan dengan menganalisis lingkungan terkini atau analisis situasi, ketiga melakukan penyusunan strategi alternatif, keempat tentang pemilihan strategi atau perumusan strategi, dan terakhir adalah perencanaan implementasi strategi. Tahap perencanaan menentukan suksesi sistem informasi, yaitu dengan melakukan analisis menyeluruh agar keperluan suatu organisasi dapat dikenali. Tahap ini didukung oleh pendekatan analisis ([PA]) (atau dikenali juga sebagai kerangka kerja perencanan sistem) yang secara khusus mendukung suksesi sistem informasi dari sudut kerangka kerja pengembangan sistem informasi, yaitu: a. [PA1] Faktor suksesi kritis (critical success factor), atau CSP.

  b. [PA2] Teknik analisis proses (process analysis technique).

  c. [PA3] Analisis kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), kesempatan (opportunities), dan ancaman (threats), atau SWOT analysis.

  d. [PA4] Analisis normatif (normative analysis).

  e. [PA5] Analisis pemaknaan sasaran (ends-means analysis)

  f. [PA6] Analisis strategi bisnis (business strategy analysis) g. [PA7] Lima model kekuatan Porter (Porter’s five forces model).

  h. [PA8] Analisis rantai nilai (value chain analysis) Diasumsikan bahwa semua nama kerangka kerja analisis ini akan banyak dibicarakan bersama sistem informasi, kemudian menjadi bagian dari laporan, karya ilmiah, atau pembicaraan tentang sistem informasi, dan secara dokumentasi akan terekam di dalam Web sebagai bukti sosial tentang suksesi sistem informasi. Terdapat faktor yang mempengaruhi organisasi. Faktor yang secara tidak langsung akan berkaitan dengan perencanaan sistem informasi untuk organisasi itu, yang diajukan sebagai faktor sekunder suksesi sistem informasi atau menjadi fondasi keberadaan sistem informasi. Namun demikian, dimensi pengukuran yang dipertimbangkan dalam hal ini berkaitan dengan faktor organisasi dan pendekatan perencanaan sistem, seperti yang diuraikan dalam bagian-bagian berikut.

2.4.1. Faktor organisasi

  Salah satu faktor yang mempengaruhi suksesi sistem informasi adalah faktor organisasi, selain faktor sumber daya yang lain: penglibatan teknologi, tenaga ahli, dan sebagainya. Faktor organisasi ([FO]) melibatkan: a. [FO1] Struktur pembuatan keputusan (decision-making structure).

  b. [FO2] Dukungan pengelolaan tingkat atas (top management support).

  c. [FO3] Penjajaran sasaran (goal alignment).

  d. [FO4] Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial IT knowledge).

  e. [FO5] Gaya pengelolaan (management style) f. [FO6] Pengalokasian sumber daya (resources allocation).

  g. [FO7] Metode penganggaran (budgeting method).

2.4.1.1. Struktur pembuatan keputusan

  Stuktur pembuatan keputusan (decision-making strukture) dinyatakan sebagai jenis pengendalian atau delegasi kewenangan pembuatan keputusan di seluruh organisasi dan luasnya partisipasi oleh anggota organisasi dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan sistem informasi (Hage & Aiken, 1969). Studi yang ada mendapatkan pembuatan keputusan terdesentralisasi sebagai salah satu fasilitator kekuatan adopsi sistem informasi antar organisasi berbasis pelanggan (Grover, 1993) dan penggunaan teknologi informasi dalam organisasi yang besar dan kompleks (Boynton et al., 1994). Dengan kata lain, beberapa studi telah mengindikasikan bahwa rancangan

  Bostrom, 1994).

  2.4.1.2. Dukungan pengelolaan tingkat atas

  Keterlibatan dan partisipasi eksekutif atau pengelola tingkat atas dari sesuatu organisasi dalam aktivitas sistem informasi merupakan konsep dukungan pengelolaan terhadap penggunaan sistem informasi (Jarvenpa & Ives, 1991). Berdasarkan peranan penting para pengelola bagi organisasinya, tidak mengherankan bahwa dukungan pengelola tingkat atas telah menjadi salah satu faktor organisatoris dibicarakan paling luas dalam beberapa studi tentang sistem informasi maupun penerapan teknologi informasi, di antaranya adalah

  a. pengaruh teknologi informasi (Ang et al., 2001),

  b. adaptasi teknologi informasi (Grover, 1993), dan c. strategi penggunaan (King & Teo, 1996).

  Studi lain misalnya berkaitan dengan Sistem Dukungan Keputusan (decision support

  

system disingkat DSS) (Sanders & Courtney, 1985), sejauh mana kesuksesan

  mengadopsi teknologi (Cahill et al., 1991), tentang kesuksesan penerapan sistem informasi strategis (King & Teo, 1996), dan penggunaan teknologi yang secara khusus dinyatakan sebagai komputer-mikro (Igbaria et al., 1996).

  2.4.1.3. Penjajaran sasaran

  Penjajaran sasaran (goal alignment) melibatkan pentautan sasaran-sasaran bisnis dan sasaran-sasaran organisasi. Dalam hal ini, pencapaian terhadap sasaran organisatoris berkaitan erat dengan adanya hubungan perancanaan sistem informasi dan perencanaan organisatoris (Saunders & Jones, 1992). Akan tetapi, kecenderungan terhadap isu ini tertumpu kepada kepentingan praktisi dalam sektor publik dan pribadi (Tallon et al., 2000).

  2.4.1.4. Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi

  Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial information

  

technology knowledge) merujuk kepada pengalaman dan pengetahuan pengelola para pengelola, pengalaman dan kesadarannya dalam aktivitas sewaktu bersama teknologi informasi ataupun sistem informasi. Artinya diperlukan potensi mengenali sebaik apa kemampuan para pengelola dalam rangka merencanakan secara strategis sistem informasi (Boynton et al., 1994). Hal ini didasarkan kepada hubungan erat antara latarbelakang dan keterlibatan dalam satu aktivitas (Jarvenpa & Ives, 1991). Oleh karena itu, pengetahuan teknologi informasi seorang pengelola menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan sistem informasi.

  2.4.1.5. Gaya pengelolaan

  Gaya pengelolaan (management style) berkaitan dengan cara mana pengelolaan cenderung untuk mempengaruhi, mengkoordinasikan, dan mengarahkan aktivitas orang sesuai dengan objektif kelompok itu (Aldag & Sterns, 1991). Dengan demikian, para pengelola yang berorientasi tenaga kerja akan mempertimbangkan hubungan antar personal dan berkonsentrasi kepada saling percaya, persahabatan, rasa hormat, dan kehangatan (Lu & Wang, 1977). Hubungan antar personal merupakan konsentrasi yang menuntut munculnya struktur sosial di dalam sistem informasi. Jadi, gaya pengelolaan berkaitan dengan kesuksesan sistem secara berbeda seperti digambarkan dalam tahap-tahap pertumbuhan sistem informasi pengelolaan (management

  

information system disingkat MIS). Sebaliknya, para pengelola berorientasi tugas

  cenderung lebih fokus terhadap aspek pekerjaan dan hanya mempertimbangkan tugas pengorganisasian untuk pencapaian sasaran.

  Komponen penting gaya pengelolaan adalah gaya kepemimpinan. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan dan suksesi sistem informasi berkorelasi secara signifikan dan positif. Namun demikian, terdapat beberapa isu perlu digali berkaitan dengan gaya kepemimpinan dan pengelolaan, yaitu adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dan pemenuhan hajat pemakai (Igbaria & Nachman, 1990).

  2.4.1.6. Alokasi sumber daya

  Sumber daya: uang, orang, dan waktu (Ein-Dor & Segev, 1978) diperlukan untuk menyempurnakan projek secara sukses. Sumber daya memandu ke arah komitmen berorganisasi yang lebih baik dan mengatasi rintangan berorganisasi (Tait & Vessey, 1988). Sumber daya yang cukup juga menyebabkan kesuksesan implementasi secara dan implementasi projek teknologi informasi saat ini mempunyai kaitan yang berarti (Wixom & Watson, 2001). Dengan demikian, pengalokasian sumber daya akan berdampak terhadap suksesi sistem informasi.

2.4.1.7. Metode penganggaran

  Peranan strategis teknologi informasi, memberi justifikasi modal untuk teknologi informasi dan karena hubungannya dengan kebutuhan suksesi sistem informasi. Sejak komputer hadir sebagai bagian dari teknologi informasi, organisasi telah mendapatkan potensi baru untuk bersaing melalui penerapan teknologi informasi (Burchett, 1988). Dengan demikian, penanaman modal tahunan untuk teknologi informasi mewakili sebagian perbelanjaan organissi, yang tujuannya adalah atas nama aspek biaya dan mutu (Ang et al., 2001). Jadi ketergantungan objektif organisasi, justifikasi penanaman modal didasarkan atas mutu dan biaya, dengan mana pengembangan berkonsentrasi terhadap mutu dan biaya anggaran.

2.4.2. Pendekatan analisis perencanaan

  Perancangan sistem informasi menjadi bagian yang penting agar penggunaan teknologi informasi bermanfaat dalam organisasi, yang berarti bahwa suksesi sistem informasi diidentifikasi sebagai hal penting untuk meyakinkan keberlanjutan jalannya organisasi dan menjadi kunci bagi para pengelola sistem informasi (Grover & Segars, 2005). Kerangka kerja perancangan yang mempengaruhi suksesi sistem informasi sebagai berikut.

2.4.2.1. Faktor suksesi kritis

  Faktor kesuksesan kritis (critical success factor) merupakan teknik yang tidak ekslusif, yang fokus terhadap penjajaran strategi organisasi dengan strategi sistem informasi. Faktor suksesi kritis hanya berkaitan dengan sedikit area di sebarang bisnis organisasi, yaitu untuk meyakinkan bahwa kinerja persaingan organisasi adalah sukses (Rockard, 1979). Faktor ini digunakan untuk memahami informasi apa yang diperlukan oleh pengelola tingkat atas dalam melaksanakan tugasnya di dalam organisasi. Akan tetapi, teknik ini diperluas dan digunakan dalam konteks perencanaan strategis bagi sistem informasi dengan ketentuan bahwa objektif harus operasional. Pengidentifikasian keperluan ini dapat dilakukan dengan bertingkat- tingkat menurut satuan di dalam organisasi, seperti satuan administrasi bisnis, dan satuan fungsi pada tingkat manajerial.

  Teknik analisis proses berkonsentrasi atas penganalisisan proses-proses yang berlangsung di dalam organisasi. Proses merupakan basis untuk dukungan sistem informasi. Teknik ini dipandang sebagai metodologi untuk berkonsentrasi atas pemahaman proses urusan yang wujud dalam rangka mendukung tujuan sesuatu urusan atau administrasinya (atau determine existing enterprise requirements) dan mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris didasarkan suatu pengidentifikasian (atau determine future / potential requirements). Metodologi didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama pengidentifikasian, pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang dapat mendukungan objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan yang dapat memprakarsai. Akan tetapi, asumsi yang mendasari teknik ini adalah bahwa telah ada sehimpunan proses organisasi yang dapat diterima dalam organisasi itu. Teknik ini menekankan pemilihan proses kunci guna memperbaikinya (support multiple level

  analysis). Karena itu, teknik ini berguna untuk mengkontribusikan tahap kedua untuk

  mana proses ada, proses yang telah dipahami seperti untuk mengevaluasi adanya situasi terkini. Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanan dengan mana identifikasi kunci dan proses baru diselenggarakan untuk mempertingkatkannya.

2.4.2.2. Teknik analisis proses

  Teknik analisis proses (process analysis technique) berkonsentrasi terhadap penganalisisan proses-proses yang berlangsung di dalam organisasi. Proses merupakan basis untuk dukungan sistem informasi. Teknik ini dipandang sebagai metodologi untuk berkonsentrasi terhadap pemahaman proses urusan yang wujud dalam rangka mendukung tujuan sesuatu urusan atau administrasinya, dan mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris yang didasarkan kepada pengidentifikasian. Metodologi ini didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama pengidentifikasian, pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang dapat mendukungan objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan yang dapat memprakarsainya (Ward & Peppard, 2002). Akan tetapi, asumsi yang dalam organisasi itu. Teknik menekankan pemilihan proses kunci guna memperbaikinya. Dengan demikian, teknik ini berguna untuk membangun kontribusi tahap kedua dengan mana proses telah dipahami sebagai pengevaluasi situasi terkini. Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanaan dengan mana identifikasi kunci dan proses baru dapat diselenggarakan untuk meningkatkannya. Dengan demikian, teknik ini memiliki fitur mendukung analisis multi tingkat (support multiple level analysis).

  Akan tetapi, teknik ini tidak menyertakan sebarang mekanisme pemutusan untuk situasi organisasi yang tidak menjelaskan proses pemutusan, atau terdapat sehimpunan proses baku yang akan dapat menerima semua pemeran di dalam organisasi. Bersama alasan itu, kurangnya mekanisme teknik ini menjadi unsur pemandu terbaik untuk melengkapi pemaknaan (termasuk pemaknaan semantik) untuk memilih sehimpunan proses organisasi baku yang akan dapat diterima oleh pemeran di dalam organisasi. Jadi, teknik ini melangkapi penentuan keperluan organisasi saat ini (determine existing enterprise requirements).

  Teknik analisis proses tidak menyertakan pautan untuk menentukan keperluan informasi lebih lanjut untuk mendukung proses identifikasi. Lagi pula, teknik ini masih memberikan harapan terbesar sebab telah mengidentifikasi salah satu dari unsur paling berguna dari organisasi yang merupakan proses dengan mana keperluan informasi dapat diturunkan. Lagi pula, kondisi ini menjadi dasar yang baik untuk proses urusan merancang kembali inisiatif berkaitan dengan itu. Dengan demikian, teknik ini hanya dapat menentukan keperluan masa depan atau berpotensi (determine future / potential requirements) sebagai fitur berdasarkan fitur sebelumnya.

2.4.2.3. Analisi SWOT SWOT merupakan akronim untuk strengths, weaknesses, opportunities, dan threats.

  Salah satu teknik yang berguna untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi dan menguji kesempatan dan ancaman berpotensi. Penggunaan SWOT membantu untuk fokus terhadap area dengan mana organisasi kuat dan mempunyai kesempatan terbesar. Teknik memberikan cara tercepat untuk memodelkan situasi dengan menanyakan sehimpunan pertanyaan penting seperti: Apakah urusan utama kelemahan organisasi? Teknik ini sama seperti teknik yang lain, misalnya PLEETS (Robson, 1994), yang muncul secara konvensional tetapi mempunyai modal untuk memungkinkan pertimbangan secara hakiki diberikan terhadap faktor-faktor yang perlu dan berpengaruh terhadap organisasi. Penilaian kesempatan dan ancaman akan jelas mengkontribusikan pemahaman lingkungan internal dan eksternal organisasi. Secara simultan, ini juga memudahkan proses pengidentifikasian strategi yang berpotensi untuk diimplementasikan untuk masa depan organisasi. Pada satu sisi, teknik ini sederhana dan cukup memberikan arah yang dapat digunakan oleh para analis kapan saja tanpa memperhatikan ukuran dan struktur organisasi. Pada sisi lain, teknik ini cukup naïf digunakan sendiri tanpa pemahaman komprehensif dan layak mengenai sumber informasi dan konteks dengan mana masukan informasi diambil. Oleh karena itu, teknik ini secara sejajar mampu menghasilkan penentuan keperluan organisasi saat ini (determine existing enterprise requirements) dan penentuan keperluan masa depan atau yang berpotensi (determine future / potential requirements).

  Teknik ini juga secara khusus sebagai cara untuk mengidentifikasi sumber informasi yang layak, yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasi. Akan tetapi, kurangnya mekanisme untuk memberikan struktur terhadap situasi organisasi (sebagaimana tidak adanya sumber informasi terstruktur tentang suksesi sistem informasi yang berkaitan dengan situasi organisasi itu) menyebabkan tidak terdapat cara yang mungkin digambarkan untuk menyertakan ruang lingkup atau panduan, dan tidak terdapat luaran baku yang dapat diekstrak dan disajikan sebagai hasil penggunaan teknik ini.

2.4.2.4. Analisis normatif

  Teknik analisis normatif (normative analysis) fokus atas sehimpunan kelas dasar sistem objek yang ditemukan ada dalam banyak situasi organisasi (Davis, 1982). Himpunan dasar kelas ini dirasakan sebagai norm (bobot) dan harus digunakan sebagai himpunan keperluan resep atau normatif. Setiap analisis dari situasi ini akan menjahit atau menyesuaikan sehimpunan keperluan normatif yang sesuai dengan keperluan situasi teranalisis yang dihasilkan di dalam keperluan lebih spesifik yang telah diturunkan. Dalam hal ini, teknik ini mampu menentukan keperluan organisasi diutilisasi teknik ini dengan melibatkan beragam unsur untuk menjadi himpunan normatif dari unsur penggerak dalam menghasilkan keperluan-keperluan yang lebih spesifik. Salah satu darinya adalah metode analisis informasi bisnis dan teknik integrasi (Business Information Analysis and Integration Technique, disingkat BIAIT), yang fokus atas unsur tentang ‘order’ sebagai konsep dan menyertakan sehimpunann pertanyaan untuk memperoleh keperluan berdasarkan kepada konsep itu.

  Manfaat yang jelas dari teknik ini adalah ketentuan struktur untuk proses penentuan keperluan informasi dan panduan terhadap para analis dalam menyelenggarakan tugasnya. Karena itu, struktur dan panduan demikian begitu diperlukan dalam situasi organisasi yang kompleks dalam hal mana terdapat banyak pengguna yang dapat menyertakan beragam versi atau ulasan keperluan, yaitu kemampuan mengalamati kompleksitas organisasi (address complex enterprise

  

situation). Akan tetapi, sumber penggerak himpunan turunan atau kelas-kelas dasar

  sistem objek menjadi himpunan normatif pendekatan yang kritis. Sumber berpotensi dari himpunan turunan objek untuk jenis tertentu situasi organisasi boleh diturunkan dari pengujian banyak situasi keadaan dan menurunkan similaritas di antaranya. Sumber potensi yang lain adalah untuk menurunkan himpunan turunan keperluan- keperluan dari teori organisatoris tertentu atau model yang dipercaya boleh menyertakan manfaat yang jelas terhadap keseluruhan situasi. Dengan kata lain, melalui teknik ini penentuan masa depan atau keperluan berpotensi (determine future /

  potential requirement) dapat dilakukan.

  Dalam tahap perencanaan, teknik ini bermanfaat digunakan untuk mendukung tahap pertama, kedua, dan ketiga. Jika telah tersedia pembakuan tertentu atau model keperluan, tahap penaksiran dan tahap konsepsi strategis dapat dengan mudah diselenggarakan, sebab pembakuan dapat secara mendasar memandu untuk menghadirkan keperluan organisasi. Teknik analisis normatif dipandang baik dengan mekanisme tertentu untuk mendukung pemodelan dan perwakilan keperluan- keperluan organisasi dan menghubungkannya dengan keperluan-keperluan informasi yang sesuai. Secara umum, teknik ini mendukung analisis banyak tingkat (support

  multiple level analysis).

  Teknik ini atau ends-means analysis didasarkan atas teori sistem (have sound

  

theoretical basis), yang menekankan pengidentifikasian para pengelola organisasi

  handal yang dapat menspesifikasikan keperluan-keperluan informasi, luaran-luaran dan ukuran efisiensi dan ukuran efektivitas proses organisasi kunci. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi keperluan organisasi informasi baik yang ada (determine existing enterprise requirements) atau masa akan datang (dermine future /

  

potential requirements. Secara sederhana, teknik ini memerlukan bahwa organisasi

  mengenali sasaran (tujuan akhir) dari setiap urusan dan kemudian menyatakan masukannya dan proses. Masukan dan proses mewakili pemaknaan teknik. Tahap yang dilibatkan dalam teknik ini adalah sebagai berikut:

  a. Spesifikasi sasaran

  b. Spesifikasi pemaknaan

  c. Spesifikasi pengukuran efisiensi

  d. Spesifikasi pengukuran keefektivan Organisasi perlu juga mendefinisikan ukuran efisiensi bagi dirinya sendiri, yang merupakan utilisasi sumber daya seperti dibandingkan dengan luaran yang dihasilkan, atau menyatakan ukuran efektivitas yang merupakan kelayakan luaran untuk mendukung proses berikutnya di dalam keseluruhan proses organisasi. Teknik ini secara mendasar fokus terhadap sasaran atau objektif yang disepakati di dalam organisasi. Ini menjadi kemampuan melekat untuk meningkatkan, merevisi atau mendefinisikan kembali proses organisasi atau administrasi guna mencapai objektif organisasi. Untuk tahap perencanaan, teknik ini dapat memberi kontribusi kepada tahap kedua, ketiga dan keempat. Jadi teknik ini dibekali dengan kemampuan melakukan dukungan terhadap banyak tingkat analisis (support multiple level

  

analysis). Akan tetapi, teknik ini mengasumsikan terdapat objektif bisnis terdefinisi

  dengan baik atau para pengguna organisasi juga terdefinisi dengan baik yang dapat menyediakan sumber-sumber masukan yang handal terhadap teknik. Karena itu, teknik ini kurang mekanisme untuk memberikan struktur terhadap situasi organisasi dan tidak terdapat mekanisme untuk menspesifikasikan model dan mewakili keperluan-keperluan yang diturunkan dari analisis. Ini tidaklah secara langsung

  

determine existing enterprise requirements dan determine future / potential

requirements.

2.4.2.6. Analisis strategis bisnis

  Pendekatan analisis ini memungkinkan organisasi untuk menurunkan hakikat organisasi berdasarkan atas strategis bisnis (business strategy analysis). Secara dasar, teknik ini berkaitan erat dengan himpunan bisnis organisasi seperti missi, objektif, strategi dan kendala-kendala yang ada. Asumsi dasar berkaitan dengan betapa pentingnya keefektivan sehingga perencanaan perlu untuk berganti atau mentransformasikan himpunan bisnis organisasi menjadi himpunan strategi sistem informasi (Robson, 1994). Langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan transformasi melibatkan pengidentifikasian pemangku kepentingan (stakeholder), pengidentifikasian grup-grup yang berpengaruh di dalam organisasi, pengidentifikasian sasaran-sasaran dan pengidentifikasian tujuan sebaik strateginya untuk mencapai sasaran-sasaran yang diidentifikasi. Teknik ini fokus terhadap kesempatan yang dimanifestasikan dalam strategi bisnis yang memandu kepada strategi sistem informasi atau suksesi sistem informasi. Teknik dengan keistimewaannya ini fokus terhadap penjajaran strategi bisnis dengan strategi sistem informasi. Fokus yang menyebabkan teknik ini dipandang sempit dan secara utama berkonsentrasi atas himpunan bisnis organisasi yang boleh memerankan keperluan- keperluan riil dari keseluruhan organisasi atau hanya mencerminkan pemahaman orang di dalam organisasi. Namun, beberapa metodologi dipandang baik, salah satunya adalah Business System Planning and Information Engineering menyebabkan himpunan bisnis organisasi menjadi sumber keperluan informasi.

  Analisis strategi bisnis dapat digunakan untuk mengidentifikasi proses berpotensi atau yang diinginkan dan didukung oleh teknologi. Pada satu sisi, himpunan strategis bisnis melengkapkan sumber keperluan informasi yang kaya, sumber bersifat bias karena himpunan bisnis organisasi yang diturunkan berasal dari hanya para pemakai terpilih tertentu. Teknik demikian akan lebih layak untuk situasi berstruktur dengan para pemakai teridentifikasi, tetapi tidak secara spesifik melayani situasi yang melibatkan banyak pemain yang mengakibatkan pengguna tidak tentu tanggungjawab dan keperluannya dengan pasti. Teknik ini menawarkan analisis dari analisis atau pemahaman secara keseluruhan berpotensi bagi organisasi, tetapi hal ini tidak dibicarakan atau tidak dinyatakan dengan baik. Teknik ini juga kurang mekanisme untuk menyajikan dan memodelkan keperluan-keperluan organisasi yang ditentukan dari analisis yang telah diselenggarakan. Dengan kata lain, teknik ini kurang menentukan keperluan yang ada (determine existing enterprise requirements), tetapi lebih kepada penentuan kebutuhan masa depan atau berpotensi (determine

  future / potential requirements).

2.4.2.7. Lima model kekuatan Porter

  Lima kekuatan wujud dalam dunia dinamis yang terus berubah dengan mana organisasi dan sistem informasi juga ada. Model ini telah digunakan secara luas dalam perencanaan strategi bisnis sebaik perencanaan sistem informasi. Fokusnya dikenali dengan a. Persaingan antara pesaing

  b. Ancaman dari pendatang baru

  c. Ancaman produk dan jasa pengganti

  d. Kekuatan pembeli

  e. Kekuatan penyedia Beberapa faktor yang memberikan kontribusi dikenali dengan setiap kekuatan untuk mencirikannya. Model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan sistem informasi atau kesempatan bisnis yang dapat membantu mempengaruhi kekuatan secara berarti. Contohnya, dengan melibatkan pengidentifikasian kesempatan sistem informasi dekat dengan ancaman yang berasal dari pendatang baru atau untuk mengubah kemampuan tawar-menawar pembeli berpotensi.

  Lima model kekuatan Porter (Porter, 1980) merupakan model generik yang berguna untuk memudahkan organisasi agar mampu menaksir situasi saat ini, kesempatan dan ancaman dari lingkungannya. Model yang dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasi aplikasi sistem informasi berpotensi hingga dapat membantunya dalam mengimplementasikan strategis bisnis. Dengan kata lain, model kekuatan Porter adalah teknik yang dapat menentukan keberadaan kebutuhan saat ini sistem informasi memerlukan organisasi untuk tidak hanya fokus terhadap keperluan internal tetapi juga mengalamati semua kekuatan berpengaruh dalam lingkungan agar organisasi tetap dapat bersaing. Akan tetapi, lima model kekuatan Porter sangat generik dan tidak menyertakan garis pandu terinci untuk pengidentifikasian, mewakili, dan menspesifikasian kebutuhan lebih lanjut bagi organisasi (determine future /

  

potential requirements). Teknik yang berfungsi sebagai salah satu alat dalam kerangka

kerja perbandingan.

2.4.2.8. Analisis rantai nilai

  Analisis rantai nilai (value chain analysis) adalah salah satu teknik yang berkonsentrasi untuk mencari kesempatan yang dapat dieksploitasi atau didukung oleh teknologi informasi, yaitu teknik yang dapat dikategorikan sebagai kerangka kerja untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan. Suatu pendekatan yang hampir sama seperti faktor lima Porter (Porter’s five factor) dan perencanaan analisis pertalian (linkage analysis planning) (Primozic et al., 1991). Secara konsep, rantai nilai dapat dinyatakan sebagai berikut (Porter, 1980): Rantai nilai merujuk kepada himpunan barisan aktivitas yang terdiri dari aktivitas primer dan sekunder. Aktivitas primer adalah semua yang memberikan kontribusi untuk memungkinkan produk atau layanan menjadi satu langkah lebih terlindungi dari pengguna sedangkan aktivitas sekunder adalah semua yang mendukung aktivitas primer. Dengan memodelkan aktivitas dalam rantai nilai dan menganalisis pautan antara mereka, organisasi mempunyai perubahan itu untuk mengidentifikasi kesempatan sistem informasi untuk meningkatkan aktivitas. Kesempatan untuk meningkatkan aktivitas primer sebagai kesempatan untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Konsep ini dapat diubah menjadi konsep sistem nilai. Sistem nilai berbasis industri yang dapat dirumuskan dengan memodelkan semua bisnis dalam keseluruhan industri, yaitu penentuan kebutuhan yang ada (determining existing enterprise requirements). Dengan cara ini, suatu organisasi memungkinkan untuk mengidentifikasi kesempatan dan potensi sistem informasi dan kepentingan sistem informasi dalam menghubungkan penyedia, pengguna dan pesaing dalam konteks lebih luas.

  Meskipun analisis rantai nilai berguna dalam mengidentifikasi proses penambahan nilai kunci, analisis rantai nilai dikritik sebagai terlalu abstrak dalam teknik ini tidak menyertakan sebarang garis pandu atau pemaknaan untuk penentuan data lebih lanjut dan informasi dan pemodelannya. Akan tetapi, analisis rantai nilai fokus atas area yang kritis untuk mencari kesempatan terhadap penerapan teknologi informasi, yaitu penentuan kebutuhan berpotensi dan yang diperlukan pada masa akan datang (determining future / potential requirements). Untuk tahap perencanaan, teknik ini memberikan kontribusi terhadap tahap kedua untuk memahami situasi saat ini dan tahap ketiga dari pengidentifikasian kesempatan dalam penerapan teknologi informasi. Teknik ini dapat diterima sebagai salah satu alat penting organisasi dalam rangka mengamati kesempatan penggunaan teknologi informasi. Sebagai alat bersifat generik atau kerangka kerja yang mempertimbangkan kesempatan. Pendekatan ini dikategorikan sebagai teknik analisis rantai nilai (Earl, 1989) yang perlu digunakan dengan teknik pelengkap lain agar tercapai perencanaan lebih kokoh.

2.5. Faktor Suksesi Sistem Informasi

  Berdasarkan uraian yang pada bagian terdahulu dapat disimpulkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan suatu sistem informasi secara efisien seperti yang telah diungkapkan, yaitu faktor primer dan faktor sekunder.

  Faktor primer ([FP1]) dapat dinyatakan sebagai berikut (DeLone & McLean, 1992; Seddon, 1997): a. [FP1] Mutu informasi (information quality).

  b. [FP2] Mutu sistem (information system).

  c. [FP3] Kepuasan pengguna (user satisfaction).

  d. [FP4] Kegunaan yang dirasakan (perceived usefulness). Sedangkan hasil dari analisis faktor atas faktor-faktor suksesi sistem informasi ([FF]) dirumuskan sebagai berikut (Rai et al., 2002): a. [FFa] Sistem mudah digunakan (Systems easy to use).

  b. [FFb] Sistem akrab pengguna (Systems are user friendly). c. [FFc] Sistem mudah dipelajari (Systems are easy to learn).

  d. [FFd] Mudah untuk sistem melakukan apa yang kita inginkan (Easy to get system to do what we want to do).

  e. [FFe] Mudah terampil (Easy to become skillful).

  f. [FFf] Luaran disajikan dalam format yang berguna (Output presented in useful format).

  g. [FFg] Puas dengan keakuratan sistem (Satisfied with accuracy of system).

  h. [FFh] Informasi jelas (Information is clear). i. [FFi] Sistem akurat (Systems are accurate). j. [FFj] Sistem memberikan informasi yang memadai (System provide sufficient information). k. [FFk] Sistem memberikan informasi terbarukan (System provide up-to-date information). l. [FFl] Informasi sesuai dengan waktu yang diperlukan (I get the info I need in time). m. [FFm] Sistem memberikan informasi yang tepat (System provide precise information). n. [FFn] Konten informasi memenuhi kebutuhan (Information contents meet my needs). o. [FFo] Menyelesaikan tugas dengan lebih cepat (Accomplish tasks more quickly). p. [FFp] Menggunakan sistem meningkatkan prestasi kerja (Using the systems improves job performance). q. [FFq] Menggunakan sistem meningkatkan produktivitas (Using system increases productivity). r. [FFr] Sistem membuat pekerjaan lebih mudah (Systems make the job easier). s. [FFs] Sistem meningkatkan efektivitas dalam pekerjaan (Systems enhance effectiveness in job). t. [FFt] Sistem berguna untuk pekerjaan (System useful to job). u. [FFu] Sistem memadai untuk memenuhi kebutuhan informasi pengelolahan (System adequate to meet info processing needs). v. [FFv] Sistem efisien (Systems are efficient). w. [FFw] Sistem efektif (Systems are effective). x. [FFx] Secara keseluruhan puas dengan sistem (Overall, satisfied with systems).

  Sedangkan faktor sekunder berasal dari faktor organisasi dan perencanaan sistem informasi seperti diuraikan pada bagian terdahulu. Namun demikian, selain faktor teknis seperti PA1 sampai PA2 dalam perencanaan sistem informasi terdapat situasi organisasi sebagai fitur-fitur yang dapat dikenali seperti dirangkumkan sebagai berikut:

  a. [FE1] Mengatasi situasi organisasi yang kompleks (address complex enterprise situation).

  b. [FE2] Mendukung analisis banyak tingkat (support multiple level analysis).

  c. [FE3] Mendukung pemodelan data / informasi (support information data / modeling).

  d. [FE4] Memiliki landasaan teoritis (have sound theoretical basis).

  e. [FE5] Menentukan kebutuhan organisasi yang ada (determine existing enterprise requirements).

  f. [FE6] Menentukan kebutuhan berpotensi dan akan datang (determine future / potensial requirements).

2.6. Representasi Semantik

  Kata atau frasa kata (yang dikenali secara umum sebagai istilah) secara harfiah mewakili sebarang objek yang berkaitan dengan istilah itu (Nasution, 2011a). Suatu istilah dapat dinotasikan sebagai t x = {w

  1 w 2 …w k } untuk objek x, k adalah banyak kata

  yang membangun istilah t . Secara umum, istilah mewakili dokumen, yaitu kumpulan

  x

  kata d = {w

  1 , w 2 , …, w n }, dan setiap kata dalam dokumen secara statistik mempunyai

  bobot probabilitas seperti berikut (Nasution dan Noah, 2011):

  p = 1/n (2.1) w dan n adalah banyak kata dalam dokumen d. Namun, berdasarkan kosakata diperoleh

  p(w) = w dalam d p w (2.2)

  Σ Berdasarkan persamaan (2.1), untuk m dokumen dalam kumpulan dokumen D = {d

  1 ,d 2 ,…,d m } diperoleh probabilitas setiap kata seperti berikut: p = 1/(n*m) (2.3) wd

  sedangkan bobot untuk kosakata w dalam kumpulan dokumen adalah

  p(w) = w dalam D p wd (2.4)

  Σ

  2.6.1. Similaritas kosinus

  Secara semantik, probabilitas kata sebagai vektor dalam kumpulan dokumen yang dapat memberikan makna tertentu bagi dokumen atau objek yang diwakili oleh istilah dimaksudkan. Andaikan dari dua kumpulan dokumen diperoleh vektor | w

  1 | =

  [w ,w ,...,w ], vektor | ,w ,...,w ], dan vektor |

  1

2 l2 w

  1 2 | untuk kata yang sama

  1 2 l1 w 2 | = [w

  ∩w

  antara {w

  1 ,…,w l1 } dan {w 1 ,…,w l2 }, maka similaritas antara dokumen atau antara

  kumpulan dokumen dapat dihitung dengan menggunakan similaritas kosinus berikut (Deza & Deza, 2007):

  simkos = | w | /sqrt(|w | *|w |) (2.5)

  1

  2

  1

  2 ∩w

  Dengan syarat bahwa | | | | |. Secara semantik, similaritas

  w

  1

  2 1 dan |w

  1

  2

  2

  ≤ |w |w

  ∩w ∩w

  kosinus berfungsi untuk mencari kesamaan makna berdasarkan vektor yang dihasilkan melalui kumpulan dokumen.

  2.6.2. Singleton dan doubleton

  Web adalah kumpulan dokumen Web, yang terdiri dari laman-laman Web. Andaikan kumpulan laman-laman Web i sebagai dokumen dinotasikan sebagai i =

  ω

  Ω = {ω 1,…,p(t)} dengan mana p(t) adalah waktu pengukuran, jadi kardinalitas dari |

  Ω| = p(t), terus tumbuh sebagai media sosial yang mewakili gambaran sosial secara keseluruhan. Untuk mewakili gambaran sosial secara populasi teks dari Web dapat dilakukan pengukuran melalui singleton (Nasution, 2012) dan doubleton (Nasution, 2013), yaitu a. Singleton adalah peristiwa atau okkurensi istilah t

  x

  x untuk t x

  

 

Gambar 2.1. Jaringan semantik asumsi antara PA dan FE.

  ∩Ω x |.

  x

  istilah ini adalah hit count dan secara statistik ditulis sebagai | Ω

  y . Nilai doubleton untuk dua

  ≠ t

  ∩Ω

  dalam Ω ditulis Ω x

  x

  bersamaan dalam Ω ditulis Ω

  x dan t y secara

  b. Doubleton adalah ko-okkurensi atau peristiwa dari dua istilah t

  x |.

  Ω

  , yaitu kumpulan dokumen yang berkaitan dengan istilah t x . Nilai singleton untuk t x adalah banyaknya dokumen yang berkaitan dengan istilah t x , yang dikenali juga sebagai hit count dan secara statistik ditulis sebagai |

  Untuk mendapatkan hubungan semantik antara dua istilah berbeda dapat digunakan tetapan Jaccard (Deza & Deza, 2007) sebagai berikut:

  Ω ∩Ω Ω Ω Ω ∩Ω Dengan ketentuan bahwa | | | dan | | |.

  x x x x x y

  Ω ∩Ω ≤ |Ω Ω ∩Ω ≤ |Ω Pengukuran similaritas melibatkan tetapan Jaccard khususnya atau umumnya ko-okkurensi digunakan untuk mendapatkan secara semantik makna antara objek- objek yang mungkin terwakili di dalam media sosial sebagaimana Web. Pengukuran similaritas ini dapat membangun model jaringan semantik seperti hubungan yang dinyatakan antara pendekatan analisis ([PA]) dan ([FE]) berdasarkan studi literatur pada 2.4.2 di atas, atau hubungan seperti Gambar 2.1 (Cilibrasi & Vitányi, 2007).

  Gambar tersebut menjelaskan jika terjadi hubungan banyak butir PA dengan salah satu FE maka akan ditentukan titik antara secara kombinasi, dan dipilih salah satu kombinasi menurut urutan yang ada. Dengan demikian hubungan PA1 dengan FE5 melintasi tiga titik, yaitu 1, 2 dan 3, sedangkan hubungan antara PA4 dan FE1 melintasi satu titik, yaitu 1. Jadi, untuk mendapatkan gambaran semantik secara khusus harus melibatkan populasi teks antara PA dan FE.

2.7. Pengujian dan Penilaian

  Secara populasi, secara harfiah teks, kata atau istilah ada dalam Web. Web sebagai media sosial menjadi gambaran terhadap perilaku sosial terhadap sesuatu hal yang berkaitan dengan pribadi ataupun komunitas sosial itu, termasuk tentang sistem informasi. Web sebagai sumber informasi mengandungi dokumen ilmiah sampai dokumen pribadi yang terletak dalam blog, yang mewakili pribadi, organisasi, sekumpulan orang, atau komunitas sosial tertentu. Namun demikian, alat yang paling mudah untuk mengakses informasi ini adalah mesin cari, sebagaimana singleton dan doubleton dihasilkan dalam mewakili sesuatu secara statistik.

  Mesin cari tidaklah sedikit jumlahnya, di antaranya terdapat Google, Yahoo!, Bing, dan sebagainya dengan berbagai keistimewaan yang berbeda pula. Secara umum, mesin cari mencari informasi baru dari seluruh dunia untuk diindeks dan dijadikan sumber pengetahuan untuk dieksplorasi kemudian. Masing-masing mesin cari memiliki singleton dan doubleton berbeda besarannya, jadi setiap pengungkapan makna tertentu melibatkan mesin cari memerlukan pengujian dan penilaian.

  Nilai Butir Jumlah

  

I II III

  s

  1 u 11 u 12 u 13 j=1...3 u 1j

  Σ s

  2 u 21 u 22 u 23 j=1...3 u 2j

  Σ ... ... ... ... ... s u u u u

  n n1 n2 n3 j=1...3 nj

  Σ

  Jumlah i=1...n u i1 i=1...n u i2 i=1...n u i3 i=1...n j=1...3 u ij

  Σ Σ Σ Σ Σ

  2.7.1. Tabel kontingensi

  Tabel kontingensi mempunyai r jalur dan l lajur, dan dengan derajat kebebasan

  dk = (r-1)(l-1). (2.7)

  2 Uji (chi square) dilakukan untuk menentukan apakah data yang dihasilkan dari χ