3 BAB II GAMBARAN UMUM YAKUZA 2.1 Yakuza

  BAB II GAMBARAN UMUM YAKUZA

2.1 Yakuza

  Yakuza merupakan kelompok sindikat kejahatan tradisional Jepang yang

  melakukan berbagai aksi atau kegiatan dengan cara dan hukum mereka sendiri, tanpa memperdulikan hukum yang ada. Namun untuk melindungi dirinya anggota

  

yakuza bekerja secara terstruktur dan terorganisir, memiliki aturan dalam

  kelompok, dan eksistensinya didukung oleh kecanggihan teknologi serta sumber daya manusia yang dapat dikatakan cerdas. Yakuza dapat dikatakan sebagai penjahat kerah putih yakni uniknya walaupun sebagai organisasi kejahatan,

  yakuza hidup berdampingan dengan masyarakat dengan baik. Yakuza mampu

  berbaur dengan masyarakat dan bersikap seperti masyarakat biasa, merendah dan tak mau ketahuan sebagai yakuza.

  Keberadaan yakuza dalam masyarakat Jepang bukanlah suatu rahasia lagi, masyarakat sudah tau pergerakan anggota geng ini yang penuh kejahatan. Yakuza hidup dari pemerasan, judi, prostitusi , narkotika, penyelundupan, pencucian uang dan penyedia jasa layanan proteksi keamanan pada perusahaan-perusahaan konstruksi, termasuk menyediakan jasa buruh dan detektif swasta. Mereka melakukan pekerjaan yg orang lain tidak akan mau melakukannya, semacam pekerjaan rendah, kotor, berbahaya dan melanggar hukum.

  Yakuza bukanlah sepenuhnya sampah masyarakat, kelompok sosial ini

  juga sering melakukan hal-hal yang positif, seperti membantu masyarakat. Pada waktu jepang diguncang gempa bumi bulan Maret 2011 lalu, peranan yakuza dalam membantu korban bencana sangat besar . Pada saat semua bantuan dari pemerintah maupun asing belum tiba, anggota yakuza sudah terlebih dahulu turun ke lokasi bencana dan memberi bantuan kepada para korban . Pada saat bantuan resmi dari pemerintah datang, yakuza ikut membantu mengamankan agar tidak terjadi penjarahan dan kekacauan. Terkadang mereka juga membantu menyalurkan bantuan sampai ke daerah terpencil. Hal yang mengejutkan juga adalah saat terjadi bencana dari reaktor Nuklir Fukushima di Jepang. Yakuza ada di belakang upaya penyelamatan warga dan lebih hebat lagi mereka membantu mengendalikan radiasi di reaktor .

  Saat krisis nuklir fukushima mencapai titik kritis, banyak pekerja reaktor yg lari dan keluar dari lokasi. Penduduk di wilayah antara radius 20-30 kilometer juga sudah dievakuasi karena ancaman radiasi yg semakin berbahaya. Resiko pelelehan nuklir (nuclear meltdown) pada waktu itu sudah didepan mata . Untuk mencegah hal itu terjadi, beberapa pekerja harus tetap berada di tempat untuk mengatasi ledakan-ledakan yg terus terjadi. Mereka terus menerus menyiram reaktor yg panas mendidih itu dengan air laut karena alat pendingin otomatisnya tidak berfungsi.

  Paparan Radiasi nuklir saat itu terlepas ke udara dalam jumlah yg berbahaya, mereka yang terkena bisa saja mati pada saat itu juga atau mati perlahan dalam waktu puluhan tahun kedepan karena dampak radiasi . Itu tidak lebih dari sekedar sebuah pilihan. Saat itu muncullah istilah “Fukushima Fifty” atau 50 orang yg berani mati dan terus bekerja selama 24 jam di fukushima. Suzuki menyebutkan bahwa diantara grup heroik tersebut beberapa anggotanya adalah anggota yakuza.

  Pekerjaan memadamkan reaktor pada waktu itu sangat mengerikan, di tengah ledakan-ledakan, para pekerja memiliki resiko 100% terpapar radiasi nuklir . Masker pengaman hanya bisa mengurangi resiko hingga 50% saja, seperti kita ketahui pancaran radioaktif Alfa, Beta dan Gamma Ray bisa menembus benda-benda. Jadi sisanya pengaman mereka adalah baju khusus yg mereka pakai. Mereka juga diberikan alat pendeteksi / indikator untuk mengetahui seberapa banyak radiasi yg mengenai mereka dan akan berbunyi nyaring apabila level radiasi melewati batas normal. Namun kemudian alat itu dimatikan semuanya, karena bunyinya yang nyaring mengganggu upaya pemadaman yang mereka lakukan.

  Pekerjaan berbahaya ini beresiko hilangnya nyawa sehingga tak banyak yang mau melakukan. Tetapi yakuza di Jepang mau mengirimkan anggotanya untuk mempertaruhkan nyawa. Saat krisis nuklir mencapai puncak, yakuza direkrut dari seluruh penjuru Jepang. Mereka dibayar sekitar 50 ribu Yen (sekitar 5 juta rupiah) per hari, bahkan ada yg mencapai 200 ribu Yen. Tapi siapa yg mau menyerahkan nyawa demi uang seperti itu..? Seorang pejabat Fukushima sampai mengatakan “Bring us the living dead. People no one will miss”. Mereka mencari mayat hidup, orang yg tak memiliki siapa-siapa lagi sehingga rela mati, dan itu adalah para anggota yakuza.

  Yakuza pada kenyataannya tetaplah sebuah kelompok preman yg

  melakukan kejahatan-kejahatan. Kasus pembunuhan, penyelundupan, dan baku tembak di depan umum masih terjadi dan meresahkan masyarakat Jepang.

  Pemerintah Jepang secara terang-terangan mengumumkan perang terhadap yakuza dan pihak kepolisian Jepang bahkan telah mengusulkan ke parlemen undang- undang yg isinya menangkap sindikat kejahatan yakuza.

2.2 Sejarah Yakuza

  Yakuza adalah sebuah organisasi sosial di Jepang yang dikenal sangat

  jahat, organisasi ini berdiri jauh sebelum pemerintahan Jepang ada, sekitar tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa dan menumbangkan Shogun Terdahulu, akibatnya sekitar 500.000 Hatomo-Yakko (Pelayan Para Shogun) kehilangan tuannya, atau biasa di sebut kaum Ronin. Banyak dari kaum ronin ini menjadi penjahat, mereka menyebut diri mereka sebagai kabuki-mono, karena kesetiaan diantara meraka yang begitu tinggi sehingga kelompok ini sulit dibasmi.

  Kaum kabuki-mono selalu mengancam penduduk desa sehingga banyak dari penduduk desa tersebut membentuk satuan desa yang terdiri dari pekerja sukarela demi keamanan mereka disebut Machi-Yoko. Walaupun jumlahnya sedikit dan kurang terlatih tetapi para Machi-Yoko ini mampu menjaga daerah mereka dari serangan-serangan para kaum kabuki-mono. Pada abad 17 rakyat Jepang menganggap Kaum Machi-Yoko ini sebagai pahlawan karena keberhasilan mereka menjaga desa.

  Dari pahlawan berubahlah menjadi penjahat setelah keberhasilan tersebut para kaum Machi-Yoko ini banyak yang meninggalkan profesi asli mereka dan menjadi preman, dan parahnya para shogun ikut memelihara mereka. Kaum

  Machi-Yoko ini terbagi 2 kelas yaitu kaum Bakuto (Penjudi) dan kaum Tekiya

  (Pedagang), pada dasarnya kaum Tekiya ini cuma menumpang nama saja menjadi pedagang karena pada kenyataannya kaum Tekiya ini sering menipu dan memeras para pedagang, namun begitu kaum ini mempunyai sistem kekerabatan yang kuat, ada hubungan kuat antara : Oyabun (Boss-bapak) dan Kobun (bawahan-anak), serta Senpai-Kohai (Senior-Junior) yang biasa kita temukan pada organisasi

  

yakuza saat ini. Sedang kaum Bakuto ini di jadikan alat para Shogun untuk berjudi

  dengan petugas konstruksi dan irigasi agar uang mereka habis di meja judi dan bisa di pekerjakan dengan gaji murah.

  Nama yakuza menurut cerita berhubungan dengan dunia judi, dulu ada permainan yang sering dimainkan oleh kaum Bakuto namanya Hanafuda.

  Permainan ini mirip Black Jack setiap orang yang main dibagikan masing-masing tiga kartu, kemudian maka angka terakhir yang akan menang, kartu berjumlah 20 sering di sumpahi oleh orang-orang karena berakhir dengan angka nol, salah satu konfigurasi kartu ini adalah angka 8-9-3 dan jika disebut dalam bahasa Jepang Ya-

  

Ku-Za . Kaum Bakuto juga mempunyai tradisi menato seluruh anggota tubuh

  mereka, orang Jepang menyebutnya Irezumi dan memotong jari (Yubitsume) sebagai simbol penyesalan atau hukuman. Seiring waktu Kaum Bakuto dan Kaum

  Tekiya menjadi satu identitas dan sekarang lebih di kenal dengan nama yakuza.

2.3 Struktur Organisasi Yakuza

  Yakuza dikenal sebagai organisasi kejahatan yang memiliki ciri khas

  tersendiri dengan struktur organisasi yang rapi, sehingga hal inilah yang membedakan yakuza dengan organisasi-organisasi kejahatan lainnya di dunia.

  

Yakuza bukan hanya sekedar kumpulan penjahat dan orang-orang yang memiliki

  latar belakang berbeda, tetapi mereka semua tergabung dalam suatu ikatan keluarga. Dalam organisasi yakuza terdapat istilah ikka, yaitu suatu bentuk keluarga yang anggotanya tidak memiliki hubungan darah satu sama lain. Dalam

  

yakuza , kata ikka diganti dengan istilah gumi yang berarti kelompok atau kai yang

  berarti asosiasi. Kata tersebut diletakkan setelah nama suatu kelompok, misalnya

  

Yamaguchi-gumi atau Inagawa-kai. Struktur organisasi yakuza berbeda dengan

strukur organisasi kejahatan di negara lain.

  Dalam struktur organisasi yakuza terdapat tiga struktur yang mendasar, yaitu hirarki formal dalam tugas dan tingkatan, hirarki berdasarkan sistem Ie tradisional Jepang, dan hirarki dalam internal kelompok. Struktur organisasi

  

yakuza memiliki bentuk yang sama dengan sistem keluarga inti Ie di Jepang. Ie

  adalah sebuah bentuk keluarga yang mempunyai sistem tersendiri yang berurat berakar pada masyarakat Jepang. Oleh karena itu, Ie mempunyai hubungan yang dalam dengan sistem nilai dan struktur masyarakat Jepang dan juga merupakan suatu sistem masyarakat dalam kesejarahan Jepang tersendiri (Sistem Ie berbentuk

  

patrilineal yaitu suatu keluarga yang berlangsung terus menerus melalui garis

  keturunan ayah. Keluarga Ie dipimpin oleh kacho (ayah) sebagai keluarga dan

chonan (anak laki-laki pertama) yang akan menjadi kacho generasi berikutnya.

  Objek dari kesinambungan sistem Ie adalah hubungan darah (hubungan orang tua dengan anak, hubungan abang dengan adik), hubungan tempat tinggal (rumah dan pekarangan), dan hubungan ekonomi (produksi, konsumsi, usaha dan harta). Karena keluarga Ie merupakan kelompok untuk menjalankan kehidupan, maka orang yang bukan hubungan darah pun dimungkinkan menjadi anggota keluarga.

  Yakuza mengadopsi sistem Ie ke dalam hubungan orang tua-anak yang

  disebut hubungan oyabun-kobun. Oyabun berarti orang yang memiliki status oya, yaitu sebagai orang tua dalam kelompoknya atau sebagai pemimpin dari suatu organisasi dan kobun adalah orang yang memiliki status ko, yaitu sebagai anak dalam kehidupan keluarga atau sebagai bawahan dalam suatu organisasi. Oyabun mengatur, membawahi dan memberikan perlindungan terhadap kobun. Sedangkan kobun selalu tunduk dan setia menjalankan perintah yang diberikan Oyabun.

  Pada masa yakuza awal, hubungan oyabun-kobun membentuk kekuatan dan hubungan yang erat yang luar biasa, bahkan sampai menciptakan pengabdian fanatik kepada bos. Sampai sekarang, sistem oyabun-kobun masih terus menyuburkan kesetiaan, ketaatan, dan kepercayaan diantara para yakuza. Kobun harus bisa bertindak sebagai

  teppōdama (peluru) dalam sebuah perkelahian

  dengan geng lain. Mereka harus berdiri paling depan, menghadang senjata dan pedang musuh, serta mempertaruhkan nyawanya demi melindungi oyabun. Dan adakalanya kobun mengambil alih tanggungjawab dan masuk penjara atas kejahatan yang dilakukan oleh oyabunnya.

  Tingkatan dalam organisasi yakuza tradisional dan modern bersifat feodal, yaitu satu pemimpin (oyabun) membawahi semua bawahan (kobun). Tingkatan hirarki dalam organisasi yakuza sangat jelas perbedaan stratanya. Masing-masing tingkatan memiliki kewajiban, status dan hak istimewa yang berbeda-beda. Urutan tingkat dari yang teratas adalah kumi-

  chō atau yang disebut dengan oyabun, yaitu

  pemimpin dari suatu organisasi, wakagashira atau pemimpin muda,

  saikō kanbu

  atau eksekutif senior, kanbu atau eksekutif, kumi-in atau prajurit, dan jun-

  kōsei-in

  atau anggota magang. Kemudian terdapat juga

  kigyōshatei yaitu hubungan bisnis

  antar saudara yang tidak berhubungan langsung dengan ikka, tetapi tetap mendapatkan keuntungan dari kelompok ikka tersebut.

  Kumi- chō bertugas sebagai pemimpin dari suatu organisasi dan bertugas

  memberi arahan dan tugas terhadap bawahan dan sebagai pengambil keputusan dalam suatu tindakan. Wakagashira bertugas sebagai penasehat oyabun, dan kedudukan wakagashira layaknya orang kepercayaan oyabun. Diantara oyabun dan wakagashira terdapat

  kōmon yang bertugas sebagai penasehat oyabun juga,

  sehingga oyabun selalu mendapat nasehat dan masukan dari dua pihak bila menyangkut urusan kelompok.

  Saikō kanbun dan kanbun masing-masing

  memiliki anak buah tersendiri untuk bekerjasama dalam melakukan tugas dan kewajibannya.

  Kumi-in bertugas sebagai bawahan yang mengurusi segala urusan

  kelompok seperti mengangkat telepon kantor, supir, bertanggungjawab dalam penjagaan atau keamanan, dan melayani tamu. Masing-masing dari mereka kurang lebih sepuluh orang harus berjaga dua puluh empat jam untuk menjaga kantor pusat organisasi, karena mereka tidak akan tahu apa yang akan terjadi, apakah adanya serangan dari kelompok lain atau menerima telepon yang penting. Di luar pekerjaan itu semua, kadang-kadang kumi-in juga diminta untuk bekerja dalam bisnis milik oyabun, dan apabila terjadi perkelahian dengan kelompok

  

yakuza lain, kumi-in harus bisa melawan di barisan paling depan. Bentuk hirarki

  yang lain dalam struktur organisasi yakuza adalah hirarki dalam kelompok terkecil.

  Dalam tiap tingkatan atau strata memiliki kobun tersendiri, yaitu tingkatan yang terdapat hubungan oyabun-kobun. Sehingga dalam satu kelompok memiliki dua posisi, yaitu posisi kobun dalam keseluruhan ikka dan posisi kobun dalam kelompok terkecil (kelompok internal). Anggota yang terdapat dalam kelompok terkecil ini tidak lebih dari sepuluh anggota.

  Organisasi yakuza yang memiliki kekuatan yang besar umumnya menguasai kelompok yakuza yang lebih lemah untuk berganung dan menguasai kelompok tersebut ke dalam payung kekuasaan. Kelompok kecil yang tergabung tersebut akan menjadi kobun di dalam organisasi yang menguasainya. Kumi-

  chō

  dari kelompok yang lemah akan menjadi kobun dari kumi-

  chō dari kelompok

  penguasa atau menjadi kobun dalam badan eksekutif kelompok penguasa. Dalam kehidupan organisasi yakuza, peranan wanita sama sekali tidak dilibatkan dalam urusan kelompok.

  Wanita di dunia yakuza hanya sebatas sebagai pelacur, penghibur di bar, dan sebagai nyonya di anggota kelompok (istri oyabun). Istri oyabun sering disebut ane-san (saudara kakak perempuan). Mereka sebagai wanita sangat dipandang rendah dalam pekerjaan yakuza. Namun, bukan berarti wanita sama sekali tidak terlibat di dalamnya. Salah satu contoh peran wanita dalam yakuza adalah ketika Taoka Fumiko, istri dari pemimpin kelompok Yamaguchi-gumi generasi ketiga memimpin kelompoknya untuk sementara karena pemimpin yang terpilih pada saat itu masuk penjara.

  Dalam penerimaan anggota baru, kelompok yakuza melakukan suatu ritual sebagai tanda terjalinnya suatu hubungan darah antara individu dengan kelompok yang disebut sakazuki. Sakazuki adalah ritual pertukaran mangkuk sake sebagai tanda terjalinnya hubungan darah. Sakazuki adalah ritual penting di dunia yakuza yang mengekspresikan semangat yakuza dalam penentuan anggota, memperkuat ikatan organisasi, dan kompleksitas hubungan antarposisi dan fungsi dalam organisasi. Ritual ini tidak hanya sebagai tanda masuknya anggota baru dalam kelompok, namun juga sebagai tanda terjalinnya hubungan oyabun-kobun. Ritual ini dilakukan dengan cara formal. Ritual ini dilakukan di ruangan yang beralaskan

  

tatami (tikar Jepang) dengan para partisipasi ritual yang menggunakan pakaian

haori hakama (pakaian luar untuk mempermewah kimono) dan terdapat nakōdo

  (perantara) untuk membantu pelaksanaan dan sebagai saksi upacara. Ritual dilaksanakan di depan altar dan suatu persembahan dilakukan pertama kali untuk ditujukan kepada dewa Shinto yang diletakkan di atas altar sebelum ritual sakazuki dilakukan.

  Individu yang akan bergabung dan membentuk suatu jalinan dengan kelompok duduk di tatami dengan

  nakōdo di dekatnya. Pada saat pertukaran

  mangkuk sake, jumlah sake yang dituangkan ke dalam mangkuk berbeda-beda sesuai dengan status dan hubungan yang akan dibuat. Jika yang dihubungkan merupakan antarsaudara maka volume sake yang dituangkan sama banyaknya. Mangkuk sake diisi penuh oleh nakodo dan memberikannya ke masing-masing pihak yang akan dihubungkan. Apabila yang akan dihubungkan adalah saudara tua dan saudara muda, maka mangkuk sake untuk saudara tua di isi sebanyak enam persepuluh dan mangkuk sake untuk saudara muda di isi sebanyak empat persepuluh. Sedangkan apabila yang dihubungkan merupakan hubungan oyabun-

  

kobun , maka mangkuk sake yang dibutuhkan hanya satu. Manguk sake tersebut

  diisi penuh oleh

  nakōdo, lalu diminum setengahnya oleh oyabun, dan sisanya diberikan kepada kobun yang akan dihubungkan.

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 - Pembuatan Komposit Biodegradabel dari α-Selulosa Ampas Tebu Bz 132 (Saccharum officinarum) dan Polipropilena dengan Menggunakan Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida dan Divinil Benzena Sebagai Agen Pengikat Silang

0 0 6

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 44

BAB II URGENSI PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI DI INDONESIA A. Latar Belakang Lahirnya Pembatasan Transaksi Tunai di Indonesia. - Pembatasan Transaksi Tunai Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Pencucian Uang Di Indonesia

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pembatasan Transaksi Tunai Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Pencucian Uang Di Indonesia

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pengeringan - Analisa Saluran Pengering Berbentuk Silinder Pada Mesin Pengering Pakan Ternak Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1 Pk

0 0 36

BAB III METODE PENELITIAN - Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area

0 0 56

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area

0 1 7

HUBUNGAN USIA PENDERITA DENGAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI KANKER OVARIUM DI KOTA MEDAN TAHUN 2010-2011 TESIS DAHLIANI WARUWU NIM. 107108001

0 0 18

BAB 2 LANDASAN TEORI - Model Pembelajaran Berbasis Komputer Mengenai Sistem Pencernaan Manusia pada Siswa Kelas XI SMA

0 0 22