2.1 Kerangka Teori - Pengaruh Pelayanan Customer Service Terhadap Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Pelayanan Customer Service terhadap Citra Terminal Terpadu Amplas Medan)

  BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

  Teori komunikasi pada dasarnya sangat dibutuhkan dalam segala bentuk komunikasi apapun, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang proses komunikasi.

2.1.1 Komunikasi

  Komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatus yang berarti berbagi atau milik bersama. Dimana komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan (Marhaeni Fajar, 2009:31).Manusia sebagai makhluk social sangat memerlukan komunikasi sebagai hal yang paling mendasar dalam berinteraksi. Hal ini dilakukan untuk kebutuhan dirinya sendiri maupun orang lain. Tentunya komunikasi juga dilakukukan dengan berbagai tujuan tertentu. Sebab komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar sesuai dengan keinginan dari pelakunya.

  Adapun tujuan dari komunikasi (Marhaeni Fajar, 2009:39), diantaranya:

  • Untuk mengubah sikap (to change the attitude)
  • Untuk mengubah opini, pendapat atau pandangan (to change the opinion)
  • Untuk mengubah perilaku (to change the behavior)
  • Untuk mengubah masyarakat (to change the society)

  Menurut William I. Gorden terdapat empat fungsi komunikasi (Mulyana, 2007:5) yaitu: Komunikasi Sosial Fungsi komunikasi sebagai komunikasi social mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Implisit dalam fungsi komunikasi social ini adalah fungsi komunikasi kultural. Dimana, para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian dari komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.

  2. Komunikasi Ekspresif Komunikasi ekspresif dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi). Perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal.

  3. Komunikasi Ritual Komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup.

  Para antropolog menyebutnya sebagai rites of passage mulai dari kelahiran, khitanan, ulang tahun, pernikahan, kematian dan sebagainya. Dalam acara- acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik.

  4. Komunikasi Instrumental Komunikasi instrumental memiliki beberapa tujuan, diantaranya untuk menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan juga menghibur. Kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (persuasive). Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasive dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya layak diketahui. Oleh karena komunikasi adalah serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan dan berkaitan satu sama lain dalam kurun waktu tertentu, maka komunikasi merupakan suatu proses. Komunikasi juga bersifat transaksional yang pada dasarnya menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima (Marhaeni Fajar, 2009:34). Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia yang saling timbal balik dan berkelanjutan.

2.1.2 Komunikasi Kelompok

  Komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh. Komunikasi kelompok lebih tertarik pada deskripsi dan analisa proses diskusi daripada merumuskan bermacam-macam persyaratan untuk meningkatkan efektivitas suatu diskusi kelompok. Bukan berarti bahwa komunikasi kelompok tidak menaruh perhatian pada cara-cara bagaimana meningkatkan keterampilan komunikasi. Tetapi bahwa tujuan dari pengembangan keterampilan komunikasi hendak dicapai (apakah secara langsung ataupun tidak) dengan cara meneliti proses diskusi melalui suatu gaya yang ilmiah. Jadi bukan dengan cara merumuskan prinsip-prinsip diskusi yang perlu ditaati peserta diskusi yang ingin meningkatkan keterampilannya (Alvin dan Carl, 1985:8).

  Dalam penelitian ini, para customer service officer dan pelanggan merupakan anggota dari suatu kelompok kecil. Dimana keduanya saling berinteraksi dan berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal. Selain itu, juga terjadi menilai tingkah laku. Sehingga akan muncul perasaan-perasaan negatif maupun positif yang timbul dari anggota kelompok terhadap kelompok lain. Perasaan- perasaan ini akan berpengaruh besar terhadap interaksi yang akan terjadi nantinya, dan erat kaitannya dengan tingkat kepuasan pelanggan yang akan muncul terhadap pelayanan yang diberikan.

  Komunikasi kelompok sekilas terlihat mirip dengan komunikasi antar pribadi. Tetapi, terdapat perbedaan diantara banyaknya kesamaan diantara kedua model komunikasi ini. Komunikasi antar pribadi biasanya dikaitkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur, sedangkan komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. Komunikasi kelompok lebih sering dilakukan secara sengaja dibandingkan dengan komunikasi antar pribadi, dan umumnya pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing (Alvin dan Carl, 1985:9).

  Untuk kasus ini, customer service officer dan pelanggan memiliki peranan masing-masing. Keduanya saling berinteraksi dan berkomunikasi atas adanya sasaran maupun tujuan bersama. Mereka juga memiliki tanggung jawab masing-masing,

  

customer service officer bertanggungjawab untuk melayani pelanggan yang telah

  lebih dulu memenuhi tanggung jawab mereka dengan membayar biaya atas pelayanan yang mereka harapkan.

  Teori pertukaran sosial memusatkan perhatian terutama pada kelompok yang terdiri dari dua orang anggota atau diad. Bahwa usaha memahami tingkah laku yang kompleks dan kelompok-kelompok besar mungkin dapat diperoleh dengan cara menggali pola hubungan diadis (dua orang). Model Thibaut dan Kelley mendukung asumsi-asumsi yang dibuat oleh Homans dalam teorinya tentang proses pertukaran sosial, khususnya bahwa interaksi manusia mencakup pertukaran barang dan jasa, serta bahwa tanggapan-tanggapan individu-individu yang muncul melalui interaksi diantara mereka mencakup baik imbalan (rewards) maupun pengeluaran (costs). Apabila imbalan tidak cukup, atau apabila pengeluaran melebihi imbalan, interaksi akan terhenti atau individu-individu yang terlibat didalamnya akan merubah tingkah laku mereka dengan tujuan mencapai apa yang mereka cari (Alvin dan Carl, 1985:54).

  Dalam hubungan antara pelanggan dan customer service officer, hal ini dapat terlihat dengan jelas. Pelanggan membayar untuk mendapatkan imbalan berupa layanan yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Begitupun sebaliknya,

  

customer service officer berkewajiban untuk melayani pelanggan untuk mendapatkan

  imbalan dari pelanggan. Dalam model ini, imbalan dan pengeluaran menentukan siapa berinteraksi dengan siapa dan tentang apa sehingga terjadi interaksi. Begitupun interaksi yang terjadi antara pelanggan dan CSO, masing-masing pihak melakukan pengeluaran guna mendapatkan imbalan yang diharapkan.

2.1.4 Public Relations

  Public Relations merupakan kegiatan menumbuhkan hubungan baik antara

  segenap komponen lembaga maupun perusahaan dalam rangka memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi (Soemirat, 2010:12). Dimana, fungsi utama dari Public Relations adalah menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari badan atau kedua belah pihak. (Liliweri, 2011 : 659).

  Mengenai sejarah public relations, seperti pendapat Glenn Grisworld dan Denny Grisworld dalam buku mereka “Your Public Relations” (Danandjaja, 2011:2),

  

public relations sama tuanya dengan peradaban manusia, terutama sekali bila dilihat

  dalam kegiatan perdagangan (commerce). Hanya saja pada waktu itu kegiatan tersebut belum dikenal dengan kegiatan public relations. Kegiatan ini bahkan sudah ada sejak zaman Neolithic, meskipun pada masa itu hanya terbatas dari segi pertukaran barang atau barter. Kemudian kegiatan tersebut mulai berkembang lebih sejak zaman pemerintahan Ratu Cleopatra dari Mesir yang menjamu tamunya dengan segala kemewahan sebagai seorang ratu, sehingga tercipta suatu hubungan antara tamu sebagai duta perdagangan dengan ratu Cleopatra. Dari sini, kedua belah pihak yang terlibat secara tidak langsung telah melakukan kegiatan public relations, antara lain seperti menumbuhkan kerjasama (goodwill), menumbuhkan saling pengertian (mutual understanding) dan menciptakan keuntungan bersama (mutual favourable).

  Pada Abad Pertengahan, banyak gereja Nasrani yang memakai public

  

relations dalam rangka pembentukan opini publik melalui kata-kata dalam bentuk

  selebaran tercetak. Dari sini dapat terlihat bahwa perkembangan public relations di Abad Pertengahan disebabkan karena adanya perkembangan dari kegiatan propaganda. Public relations juga semakin berkembang atas adanya dampak sosial yang kuat pada masyarakat internasional terutama di Eropa seiring dengan lahirnya revolusi industry. Pada masa ini, public relations semakin mengarah kepada suatu konsep. Dimana, para cendikiawan ataupun ahli menggunakan public relations sebagai bentuk usaha untuk memperoleh dukungan publik terhadap suatu gagasan, ide, pendapat maupun juga pembaharuan (Danandjaja, 2011:3).

  Puncak perkembangan public relations adalah ketika seseorang bernama Ivy Ledbetter Lee pada tahun 1906 melihat suatu keadaan yang mencemaskan terhadap sektor industry di Amerika Serikat di satu pihak, sedang di pihak lain adanya reporter dari “Wall Street” yang sangat terampil melakukan publisitas media bagi kepentingan lembaga atau perusahaan, bahkan popularitas seseorang (Alvin Moscow dalam Danandjaja, 2011:5). Atas kasus tersebut maka Ivy memberikan prasyarat kepada Pensylvania Railroad untuk mengatasi krisis tersebut, yaitu:

  1. Ia diperkenankan duduk dalam jajaran manajemen.

  2. Ia diberi kebebasan atau wewenang untuk memberikan publikasi kepada pers mengenai fakta, sejauh tidak merugikan perusahaan secara finansial.

  Tindakan Ivy ini merupakan hal yang sangat penting dalam sejarah public

  relations . Dimana, publik dinyatakan berhak untuk mengetahui atas kegiatan-

  kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan ataupun lembaga. Oleh karenanya, ia kemuadian dikenal sebagai “The Father of Public Relations”. Julukan itu dianugerahkan kepadanya oleh para ahli public relations atas perannya dalam menyempurnakan dan mempraktekkan konsep public relations secara utuh. Hingga kini konsep dan gagasannya tentang public relations tersebut masih terus dipegang oleh para praktisi public relations.

  Publik dalam Public Relations dibedakan menjadi publik internal dan publik eksternal (Soemirat, 2010:15), yaitu:

  1. Publik Internal merupakan publik yang berada di dalam organisasi ataupun perusahaan seperti: supervisor, karyawan pelaksana, manajer, pemegang saham dan direksi perusahaan.

  2. Publik eksternal adalah publik yang tidak berkaitan langsung dengan perusahaan seperti: pers atau wartawan, pemerintah, pelanggan, komunitas dan pemasok.

  Public Relations sektor jasa kini semakin mudah ditemukan. Dari 13 sektor

  industry yang digunakan oleh PR Weekdalam Contact Directory League Table pada tahun 2003, paling tidak enam ‘sektor industri’ merupakan public relations sektor media (hi-tech, jasa keuangan, pariwisata dan travel, jasa professional, pengecer dan bagi sebuah perusahaan jasa mirip dengan aktivitas public relations komunikasi pemasaran, business-to-business maupun keuangan, tetapi ‘public relations sektor jasa’ terbaik memiliki sembilan tema pokok (Anne Gregory, 2004:155), yaitu:

  1. Karena penawarannya tidak nyata, maka manfaatnya perlu dibuktikan.

  2. Kata-kata tidak ada artinya, sehingga carilah pelanggan yang puas dan tunjukkan mereka pada public.

  3. Jangan mengatakan ‘Saya yang terbaik’, carilah pengesahan atau pengakuan pihak ketiga.

  4. Kreativitas sangatlah penting.

  5. Karena beberapa organisasi memahami permasalahan industri dan dapat memberikan pandangan yang dianggap sebagai jalan tengah mengenai perkembangan terakhir, ‘pemikiran kepemimpinan’ harus dibangun dan dipelihara.

  6. Seringkali, cara untuk dapat berhasil adalah dengan menggunakan modal intelektual (intellectual capital) dalam perusahaan dan mempublikasikan sebagian dari modal tersebut.

  7. Media cenderung mengetahui hal-hal yang diperuntukkan bagi media, sehingga spesialis hubungan antar media sangat diperlukan.

  8. Jika merek bersifat tidak nyata atau tidak berwujud, maka hal itu dapat ditutupi dengan merek lainnya.

  9. Berkembangnya nuansa mistik dapat membuat ketidaknyataan jasa sebagai sesuatu yang menguntungkan.

2.1.5 Customer Service Customer Service merupakan ilmu sekaligus seni dalam melayani orang lain.

  

Customer Service dikatakan sebagai ilmu dimana customer service itu bisa dipelajari,

  diajarkan dan dipraktekkan kepada siapa saja yang berminat, karena sudah ada dikembangkan, seperti pemasaran, penjualan, pelayanan dan kepuasan pelanggan (Suharto Abdul Majid, 2009:4). Namun, dari sisi lain customer service merupakan seni, dikarenakan aplikasi customer service sangat membutuhkan unsur kreatifitas, inisiatif dan kepandaian atau keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain.

  Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Customer service adalah ilmu dan seni tentang melayani pelanggan sebagai ujung tombak perusahaan yang berada di garis paling depan, yang secara fungsional berada di semua lini, baik di tahap sebelum, selama maupun sesudah dalam kegiatan produksi maupun non produksi suatu perusahaan (Suharto Abdul Majid, 2009:7).

  Customer Service Officer adalah orang atau sumber daya manusia yang

  menjalankan fungsi customer service. Umumnya berperan di garis depan dan bertugas menjawab berbagai pertanyaan, permintaan informasi, keluhan, pesanan dan berbagai masalah yang dihadapi oleh pelanggan maupun pengguna jasa. Dan tentunya bertanggung jawab terhadap pembentukan citra perusahaan.

  Tugas utama Customer Service Officer adalah memberikan pelayanan dan membina hubungan baik dengan masyarakat, sehingga harus ditekuni dengan penuh kemampuan, kecekatan dan kesabaran. Seorang Customer Service Officer juga harus bertanggungjawab dari awal sampai selesainya suatu pelayanan.

  Customer Service Officer dapat berfungsi sebagai (Kasmir, 2005:182):

  1. Penerima Tamu (Receptionist) Dalam hal ini Customer Service melayani pertanyaan yang diajukan tamu dan memberikan informasi yang diinginkan selengkap mungkin dengan ramah, sopan, menarik dan menyenangkan. Harus selalu memberikan perhatian , bicara dengan suara lembut dan jelas, serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

  Artinya bahwa Customer Service adalah orang yang dapat membina hubungan baik dengan seluruh tamunya, sehingga merasa senang, puas dan makin percaya.

  3. Komunikator Dengan cara memberikan segala informasi dan kemudahan-kemudahan kepada tamunya, juga sebagai tempat menampung keluhan, keberatan atau tempat konsultasi.

  Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Customer Service Officer dapat dibagi dalam tiga tahap (Lytle dalam Suharto Abdul Madjid, 2009:35), yaitu:

  1. Sebelum transaksi (Pre-Transaction): informasi dan pembentukan hubungan baik dengan konsumen.

  2. Saat transaksi (In-Transaction): memberikan pelayanan dan bukti.

  3. Sesudah transaksi (Post-Transaction): menanggapi keluhan, kebutuhan- kebutuhan pelanggan yang dirasa kurang terpenuhi, saran-saran, termasuk pelayanan purna jual (after sales service) Menurut Parasuraman, et al dalam Rambat Lupiyoadi (2001:148) pelayanan pelanggan (customer service) yang berkualitas dapat dilihat dari:

  1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

  2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

  Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

  Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.

  4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemapuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

  5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik serta memilliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

  Ted Johns, seorang pimpinan dari “The Prosper Consortium” dalam bukunya Perfect Customer Care bahkan mengungkapkan bahwa lebih baik meningkatkan

  

front-line customer-service daripada untuk PR yang menarik dan tidak membodohi

  siapapun, paling tidak para pelanggan yang menggeluti bisnis PR (Ted Johns, 2003:36). Pernyataan tersebut tidak berarti bahwa public relations tidak penting, tetapi kalimat tersebut lebih ditujukan untuk menggambarkan peran penting dari para

  

customer service officer harus harus benar-benar cakap dan profesional dalam

  menjalankan tugas mereka. Sebab, mereka adalah garda terdepan dalam suatu perusahaan. PR bisa saja bertugas untuk membentuk suatu citra yang baik bagi perusahaan lewat media dan berbagai kegiatan yang berkaitan lainnya. Tetapi, hal tersebut tidak akan banyak berguna apabila para petugas customer service (CSO) tidak melakukan tugas mereka guna memuaskan para pelanggan. Karena bukan hal yang tidak mungkin apabila para pelanggan adalah mereka yang ternyata menjadi sumber pemberitaan buruk apabila hal-hal yang demikian terjadi.

2.1.6 Citra Perusahaan

  Citra perusahaan adalah image yang terbentuk di masyarakat (konsumen/pelanggan) tentang baik dan buruknya perusahaan (Suharto Abdul Majid, 2009:70). Ada dua faktor utama yang mempengaruhi pembentukan citra perusahaan.

  Pertama, dari internal perusahaan, seperti kualitas SDM, budaya perusahaan (corporate culture), fasilitas dan peralatan kerja, pola manajemen yang diterapkan, sistem dan informasi yang dipakai, kepemimpinan top management, jenis dan klasifikasi produk yang dihasilkan, target pasar yang dibidik, penjabaran visi dan misi perusahaan, tingkat kesejahteraan karyawan dan hal lainnya yang munculnya dari kondisi internal perusahaan. Kedua, dari kondisi eksternal perusahaan, seperti lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi, kondisi budaya, ekonomi, kelas masyarakat yang menjadi pelanggan, peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat, kondisi persaingan antar perusahaan atau antar produk yang dihasilkan dan sebagainya yang munculnya dari luar perusahaan (Suharto Abdul Majid, 2009:73).

  Citra perusahaan lebih banyak dinilai oleh para pelanggan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan yang bercitra baik adalah perusahaan yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan secara berkelanjutan, dikelola secara efisien dan didukung oleh SDM atau karyawan yang professional dan berkarakter budaya pelayanan (Suharto Abdul Majid, 2009:74).

  Semua indikator dari perusahaan bercitra baik dapat dikaitkan dan dijaring dari satu kata, yaitu “profesionalisme”. Menurut Keraf (Agus Nawar, 2002:20), seorang professional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian yang tinggi; atau seorang professional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktikkan suatu keahlian sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang atau untuk mengisi waktu luang.

  Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui seseorang itu professional atau tidak dengan melihat adanya indikator-indikator sebagai berikut (Suharto Abdul Majid, 2009:72): 1.

  Adanya pengetahuan atau keterampilan khusus 2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi (biasanya dikenal dengan sebutan Kode Etik Profesi)

3. Pengabdian pada kepentingan masyarakat 4.

  Kaum professional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi 5. Biasanya ada izin khusus untuk bisa menjalankan suatu profesi. Izin ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesi yang tidak benar Ada banyak kriteria maupun indikator lain yang dapat menentukan status dari citra suatu perusahaan. Menurut Shirley Harrison (1995:71) yang dikutip oleh Siska

  Indriyanti (http://elib.unikom.ac.id/), informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi empat elemen sebagai berikut:

  1. Personality

Personality merupakan keseluruhan karakteristrik yang dipahami publik sasaran

  seperti perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial

  2. Reputation

  Reputation mencakup hak yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik

  sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain seperti kinerja keamanan transaksi

  

Value adalah nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan, dengan kata lain budaya

  perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan, karyawan yang cepat tanggap terhadap permitaan maupun keluhan pelanggan

  4. Corporate Identity

  

Corporate identity yaitu komponen-komponen yang mempermudah pengenalan

publik sasaran terhadap perusahaan seperti logo, warna, dan slogan.

  Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap citra perusahaan (Rangkuti, 2006:44), yaitu: 1.

  Harga yang ditawarkan Tingkat harga yang akan menimbulkan persepsi atas produk yang berkualitas atau tidak.

  2. Reputasi (image) perusahaan dimata pelanggan Reputasi yang baik menimbulkan persepsi terhadap citra perusahaan, sehingga pelanggan memaafkan suatu kesalahan meskipun tidak untuk suatu kesalahan selanjutnya.

  3. Jaminan atas layanan yang berkualitas Jaminan atas pelayanan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi atas citra perusahaan untuk tahap pelayanan selanjutnya, sehingga pelanggan merasa puas dengan pelayanan secara keseluruhan.

  4. Penampilan fasilitas fisik Situasi atas pelayanan fasilitas fisik dikaitkan dengan citra perusahaan sehingga mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap baik atau tidaknya citra perusahaan.

  5. Komitmen organisasi Komitmen organisasi yang dimiliki pegawai merupakan faktor yang berpengaruh terhadap citra perusahaan karena dengan komitmen yang baik dari pegawai, dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan, yang baik.

  2.2 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep merupakan suatu cara untuk membingkai konsep-konsep yang terdapat dalam suatu penelitian. Kerangka konsep biasanya berupa kerangka piker mengenai hubungan diantara variabel-variabel. Selain itu, kerangka konsep juga memudahkan identifikasi fungsi variable-variabel penelitian, sehingga akan tampak jelas mana variable yang bebas, mana yang terikat dan lain sebagainya.

  Penentuan jalur atau hubungan antara variable bebas, terikat dan antara sangat erat kaitannya dengan metodee penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini, kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

  Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

  Pelayanan Customer Service Terbentuknya citra perusahaan Terminal Officer Terminal Terpadu Amplas. Terpadu Amplas di kalangan pelanggan dan pengguna jasa Terminal Terpadu Amplas.

  Variabel Antara

Tabel 2.1 Kerangka Konsep

  2.3 Variabel Penelitian

  Setiap kegiatan penelitian pastinya memusatkan perhatiannya pada beberapa fenomena lain yang relevan. Fenomena atau gejala inilah yang dinamakan sebagai variabel. Seseuatu dinamakan variable karena secara kuantitatif maupun kualitatif, ia termasuk variabel.

  Adapun variable-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas adalah suatu variable yang variasinya mempengaruhi variable lain, atau dengan kata lain variable bebas merupakan variable lain yang pengaruhnya terhadap variable lain ingin diukur. Variable bebas dalam penelitian ini adalah Pelayanan Customer Service Officer Terminal Terpadu Amplas.

  2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat merupakan kebalikan dari variable bebas. Jika variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi, maka variable terikat merupakan variable yang dipengaruhi. Definisi variable terikat yaitu variable penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variable lain (Azwar, 2010:62). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu terbentuknya citra perusahaan Terminal Terpadu Amplas di kalangan pelanggan dan pengguna jasa Terminal Terpadu Amplas.

  3. Variabel Antara (Intervening Variable) Variabel antara adalah suatu factor yang secara teoritik berpengaruh terhadap fenomena yang diamati, akan tetapi variable itu sendiri tidak dapat dilihat, diukur, maupun dimanipulasikan sehingga efeknya terhadap fenomena yang bersangkutan harus disimpulkan dari efek variable bebas dan variable moderator (Tuckman dalam Azwar, 2010:68)

  Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara -cara untuk mengukur variable-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain yang akan menggunakan variable yang sama (Singarimbun, 2011:46). Definisi operasional diperlukan sebab data mengenai table yang bersangkutan akan diambil melalui suatu prosedur pengukuran, dimana pengukuran yang valid hanya dapat dilakukan terhadap atribut yang sudah didefinisikan secara tegas dan operasional. Variabel Teoritis Varibel Operasional 1. a. Variabel bebas (X) Tangibles atau bukti fisik

  Pelayanan Customer Service b.

  Reliability atau keandalan Terminal Terpadu Amplas.

  c. Responsiveness atau ketanggapan d.

  Assurance atau jaminan

  e. yaitu memberikan Empathy perhatian yang tulus

  2.

  a.

  Variabel Terikat (Y) Personality Terbentuknya citra perusahaan Karakteristik perusahaan Terminal Terpadu Amplas di b.

   Reputation

  kalangan pelanggan dan Keyakinan publik atas kinerja pengguna jasa Terminal Terpadu perusahaan Amplas.

  c.

   Value

  Nilai-nilai, budaya perusahaan dan sikap manajemen dan karyawan

  d.

   Corporate Identity

  Logo, warna dan slogan perusahaan

  3. a. Variabel Antara Usia b.

  Jenis kelamin Tingkat pendidikan d.

  Tujuan kunjungan

Tabel 2.2 Defenisi Operasional

2.5 Hipotesis

  Hipotesis merupakan kesimpulan yang belum sempurna , sehingga disempurnakan dengan membuktikan hipotesis, yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan (Bungin, 2001:90). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ho : Tidak terdapat hubungan antara pelayanan Customer Service Officer dalam pembentukan citra Terminal Terpadu Amplas Ha : Terdapat hubungan antara pelayanan customer Service Officer terhadap pembentukan citra Terminal Terpadu Amplas

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Pada Kentucky Fried Chicken Mongonsidi, Medan)

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik - Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provins

0 0 20

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

1 1 36

BAB I PENDAHULUAN - Peran Koordinasi Badan Pelaksana Penyuluhan Dan Ketahanan Pangan dalam Peningkatan Aksesibilitas Pangan bagi Daerah Rawan Pangan di Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 10

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Karyawan Di Bank Perkreditan Rakyat Solider Pematangsiantar

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Karyawan di Bank Perkreditan Solider Cabang Pematangsiantar

0 0 36

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Karyawan Di Bank Perkreditan Rakyat Solider Cabang Pematangsiantar SKRIPSI

0 2 13

2.1.1.1. Ruang Lingkup Komunikasi - Public Relations Sebagai Tools Marketing

0 1 24

Pengaruh Pelayanan Customer Service Terhadap Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Pelayanan Customer Service terhadap Citra Terminal Terpadu Amplas Medan)

0 1 46