REAKTUALISASI ‘SEMANGAT KEPUBLIKAN BIROKRASI’ DI ERA REFORMASI

REAKTUALISASI ‘SEMANGAT KEPUBLIKAN BIROKRASI’ DI ERA REFORMASI

Dadi Junaedi Iskandar

Dosen STIA Bagasasi Bandung e-mail: kang.dadijunaedi@yahoo.com

Abstrak

Citra dan wibawa pemerintahan yang efektif tercermin dari profil pemerintahan yang efektif dan kompeten. Akuntabilitas kinerja PNS dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya perlu terus diaktualisasikan. Sebab, perspektif administrasi publik modern menekankan pentingnya dimensi profesionalisme, transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai public servant. Era dan semangat reformasi belum mampu mengangkat birokrasi yang lebih profesional, mumpuni dan berkarakter “the spirit of publicness”.

Pelayanan publik yang adil, profesional dan memenuhi aspek-aspek kualitas dan kepuasan layanan merupakan hakiki cerminan kinerja aparatur pemerintahan yang efektif dan akuntabel. Undang-undang RI No. 26 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Intinya menjelaskan bahwa negara berkewajiban melayani warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan keburuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Masyarakat sangat mendambakan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kata Kunci:

Birokrasi, Pelayanan Sepenuh Hati, ‘Semangat Kepublikan Birokrasi’.

Reactualization 'The Spirit of Bureaucratic Publicness' in The Reform Era Abstract

The image and prestige of effective governance is reflected from profile of effective and competent governance. Accountability of performance the civil servants in carrying out its duties and responsibilities need to be actualized. Therefore, the perspective of a modern public administration stressed the importance of the dimensions of professionalism, transparency and accountability of government bureaucracy in carrying out the functions and role as a public servant. Era and the spirit of reform has not been able to lift the bureaucracy more professional, qualified and characterized “the spirit of publicnes”.

Public service fair, professional and fulfilling aspects of quality and service satisfaction is the ultimate reflection of the performance of government officers whom effective and accountable. Law of Indonesian republic no. 25 of 2009 on public services. essentially it explained that the state have an obliged to serve citizens and resident to fulfill the rights and basic needs within the framework of public service.

Keywords: Bureaucracy, Wholehearted Service, 'The Spirit of Publicness Bureaucracy'.

Reformasi itu memberi ruang publik yang Reformasi telah membawa dampak yang

A. PENDAHULUAN

luas bagi berlangsungnya wacana dan olah signifikan terhadap proses transformasi sosial,

demokrasi. Melalui reformasi, kita menjaga dan budaya, ekonomi dan politik di dalam masyarakat.

memelihara komitmen demokrasi, tata kerja, Reformasi membawa perubahan prinsip dan

serta semangat dan tata nilainya. semangat berpolitik dan berpemerintahan, yakni

Melalui gerakan reformasi, seharusnya semangat untuk membangun paham, budaya

semakin bisa diselenggarakan dalam seluruh dan infrastruktur yang demokratis. Intinya,

tatanan sosial yang ada, dan dapat menyentuh bahwa semangat dan tujuan reformasi itu adalah

berbagai matra kehidupan manusiawi. kemampuan membuat demarkasi (garis batas)

Elite bertanggung jawab untuk melanjutkan antara kinerja politik kekuasaan masa lalu dan masa

proses demokrasi, setelah rakyat banyak kini, sekaligus mencegah kembalinya kekuasaan,

melaksanakan bagiannya secara mengagumkan wewenang, dan kesempatan disalahgunakan

dalam pemilihan umum di alam reformasi oleh power that be, oleh pemerintahan, kekuasaan,

untuk mewujudkan reformasi yang prohak-hak pejabat, atau oleh mereka yang memegang

asasi manusia dan reformasi propemerintahan kekuasaan dan wewenang publik.

yang tidak korup. Tugas selanjutnya, semua

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

terasa dampaknya. Penyakit kronis yang masih sekarang sedang memanggul tanggung jawab

menggerogoti bangsa ini, yakni menggejalanya melanjutkan proses demokrasi tersebut.

bureaucracy corruption yang dilakukan oleh Syed Husein Alatas, guru besar Universitas

pejabat pemerintah dengan menyalahgunakan Singapura yang banyak menulis tentang korupsi

kekuasaan, wewenang dan kedudukan dalam dan modernisasi. Misalnya saja, dia dengan

jabatan publik dan birokrasi. Beragam kasus tepat mengungkapkan, bahwa sebab musabab

yang terkuak ke permukaan menyiratkan bahwa korupsi yang penting adalah tingkat moralitas

perilaku korupsi dan sejenisnya, berdampak dalam masyarakat tertentu. Bila pendapat ini

luas pada rusaknya sendi-sendi kehidupan dan dimasukan dalam konteks Indonesia, maka

kinerja sistem nasional yang dibangun. Secara dapat ditarik suatu garis pemahaman bahwa

reputasional, citra Indonesia semakin terpuruk faktor mentalitas dan moralitas bangsa kita,

di mata dunia internasional. memang sangat rentan.

Pada tataran demikian, kiranya benar apa Korupsi adalah tindak kejahatan yang

yang dikatakan Merton (1973) dan beberapa paling busuk, licik dan tidak bermoral, sehingga

penulis lainnya yang pernah menekankan terhadapnya perlu dilakukan perang besar-

kecenderungan disfungsional-patologis dalam besaran agar tidak menjadi gurita dan makin

perilaku birokrat, yang menyebabkan terjadinya masif memenuhi ruang publik yang lebih luas.

frustrasi dalam mewujudkan sasaran-sasaran Terlebih lagi bila hal itu “merasuki” ranah

organisasi. Hal ini termasuk antara lain sistem masyarakat terkecil: keluarga. 1 kekakuan, keengganan mendelegasikan otorita,

Mochtar Lubis (1975) tentang korupsi penuh dengan rahasia, dan menutup diri. mengatakan, bahwa ciri utama korupsi ialah bahwa nilai-nilainya ditentukan oleh uang.

B. MENDEFINISIKAN KEMBALI FUNGSI

Potensinya untuk merusak akhlak dan moral

DAN PERAN BIROKRASI PUBLIK

juga di sini. Karena itu kebudayaan korupsi Susah mewujudkan birokrasi publik yang amat merusak nilai-nilai manusia. Kehormatan, mumpuni: dapat memberikan layanan publik martabat manusia kesetiaan pada bangsa sekali secara berkualitas dan memberikan kepuasan pun dapat dihancurkan dalam waktu singkat. kepada masyarakat. Itu artinya, dimensi Oleh karena itu, ‘bahwa salah satu jawaban kualitas aparatur yang memiliki kapabilitas dan terhadap pertanyaan bagaimana mencegah peningkatan kualitas pelayanan merupakan korupsi terdapat dalam bidang strategi politik, dua hal penting, masih harus terus di-energize, kata Mas’oed (1994:1760. Yaitu strategi politik direvitalisasi dan diaktualisasikan dengan perwakilan yang lebih terbuka dan membiarkan berbagai bentuk pembinaan kepegawaian. masyarakat menyuarakan kepentingannya Hal ini sejalan dengan suatu pemahaman melalui saluran yang sah’. mendasar bahwa sasaran dan pemikiran Rendahnya faktor etik-moral, dan administrasi negara baru jawaban klasiknya spirit kejujuran membuat orang terseret selalu: manajemen yang efisien, ekonomis melakukan tindakan menyimpang (anomaly), dan terkoordinir atas instansi pelayanan yakni melakukan korupsi. Perbuatan korupsi

(Frederickson, 1988).

merupakan cerminan mentalitas bangsa, demikian kata Prof. Koentjaraningrat 2

Dengan kata lain, eksistensi birokrasi, di

hampir banyak negara berkembang, termasuk “mentalitas yang suka menerabas”. Di sini, di Indonesia selalu menjadi fokus analisis seorang melihat korupsi dari segi individual yang menarik di kalangan ilmuwan yang morality, bahwa korupsi merupakan penggunaan concern memilih topik birokrasi sebagai studi secara lihai peluang untuk mendapatkan ilmu politik, ilmu pemerintahan maupun ilmu ganjaran sosial ekonomis. administrasi negara dan kebijakan publik. Merebaknya ‘mentalitas mencari jalan Berkaca dari berbagai kajian para ahli paling gampang’ itu, berbagai keberhasilan mengenai masalah birokrasi di Indonesia, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang umumnya terdapat tema sentral pandangan dicapai Orde Baru, lantas berantakan pada

1 Sangat miris membaca editorial Inilah Koran, edisi 17 Juni 2015 berjudul “Keluarga Suap!”. Isinya, heboh dugaan kasus suap Walikota Palembang dan istrinya yang telah mengalirkan dana Rp. 20 milyar untuk Akil Mochtar dalam pengurusan sengketa Pilkada Palembang. Tujuannya jelas agar walikota tersebut (baca: Romi Herton) ditetapkan sebagai pemenang Pilkada.

2 Koentjaraningrat, ”Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan”, Jakarta, Penerbit PT Gramedia, 1974.

140

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Jurnal 141

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

yang sama, bahwa birokrasi pemerintah Indonesia kuat, besar dan dominan. Posisi birokrasi memegang peranan amat penting, sentral dan strategis dalam proses dan dinamika sistem politik/pemerintahan dan pembangunan di Indonesia. Memang tidak dapat disangkal bahwa bahwa segera setelah memperoleh kemerdekaannya negara Indonesia dihadapkan pada kebutuhan untuk menciptakan dan menerapkan suatu sistem politik modern dengan dukungan birokrasi pemerintahan yang mapan sebagai kekuatan utama.

Kedudukan birokrasi yang sangat strategis tersebut, sebenarnya didasarkan pada suatu kenyataan bahwa birokrasi merupakan tulang punggung masyarakat Indonesia modern. Sebab tanpa birokrasi yang kuat pemerintah apa pun, tampaknya akan mengalami hambatan yang berarti dalam mendinamisasikan program- program pembangunan yang telah ditetapkan. Karenanya, selain sebagi salah satu instrumen masyarakat modern, birokrasi juga merupakan suatu lembaga yang memang disiapkan untuk menyangga tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan di Indonesia.

Ketika posisi dan peran birokrasi sangat dominan dan sentral di dalam sistem nasional kita, justru semakin hari aparatur birokrasi pemerintah semakin tidak mampu “menjaga” performance -nya sebagai alat pelaksana kebijakan negara. Masalah pengaturan dan penanganan segala sesuatu yang berhubungan dengan operasionalisasi administrasi/manajemen pemerintahan dan pembangunan, selalu mendapat sorotan terutama menyangkut efesiensi, efektifitas program, sikap perilaku, budaya kerja dan orientasi atau semangat pelayanan, terlebih lagi menyangkut aktualisasi kultur pengabdiannya kepada masyarakat yang dinilai rendah. Wajar, bila birokrasi dan aparatnya menjadi pusat pelampiasan keluhan, bahkan dipandang tidak mampu secara optimal menyelenggarakan fungsi, melaksanakan visi dan misinya dalam hampir semua aktifitas yang justru telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya yang paling dasar, yaitu selaku abdi masyarakat.

Padahal, posisi birokrasi sebenarnya merupakan mata rantai hubungan fungsional antara pemerintah selaku pelaksana tugas negara dan masyarakat sebagai “stakeholders” utama.

Dengan demikian, birokrasi mempunyai tugas penting, yaitu merealisasikan tujuan-tujuan negara dengan jalan mengimplementasikan seluruh kebijakan publik yang benar-benar menyentuh pada kepentingan dan harapan

masyarakat. Sebagai salah satu institusi politik 3 yang sangat dominan, sentral dan strategis, birokrasi dan aparaturnya nyaris tak pernah sepi dari kritik, keluhan, dan sinisme publik ikhwal sikap perilaku dan kinerjanya. Beragam komplain dialamatkan kepadanya, sehingga telah membentuk opini dan persepsi publik yang negatif terhadap sosok birokrasi Indonesia. Padahal tentu saja, tidak semua hancur, rusak, buruk dan jelek citranya di mata masyarakat.

Dalam hal pelayanan, wajah birokrasi pun menjadi aneka “warna”. Ada merah, kuning, hijau; namun ini bukan warna balon; atau lampu lalu lintas, tetapi ini soal kategorisasi standar pelayanan publik yang diselenggarakan birokrasi pemerintah. Ya. Zona merah untuk menunjukkan tingkat kepatuhan yang rendah atau tidak memenuhi Undang-undang Pelayanan Publik; zona kuning menunjukkan tingkat kepatuhan sedang; dan zona hijau menunjukkan tingkat kepatuhan yang tinggi. Zonasi tersebut dibuat Ombudsman untuk mengklasifikasi tingkat pelayanan publik lembaga-lembaga birokrasi pelayanan. Seperti diberitakan media massa, pelayanan publik masih buruk, di Jawa Barat,

45,5% di Zona Merah ( Pikiran Rakyat, 9/12) 4 . Rilis yang dikeluarkan Ombudsman tersebut merupakan hasil observasi untuk menguji kepatuhan terhadap standar pelayanan publik yang sudah ditetapkan dalam undang-undang.

Terkait dengan fungsi dan peran Ombudsman, hal ini dinyatakan secara tegas di dalam diktum UU RI No 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Pada huruf a berbunyi: “bahwa pelayanan kepada masyarakat dan penegakkan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

3 Elaborasi yang mendalam mengenai hal ini, dapat dibaca Syukur Abdullah, ”Budaya Birokrasi Indonesia” dalam Profil Budaya Politik Indonesia, 1991, hal. 222. 4 Lihat juga, Tajuk Rencana Pikiran Rakyat: “Pelayanan Publik”, edisi 10 Desember 2014.

Reformasi hendaknya menjadi akar tumbuhnya kebebasan sipil (civil liberties) tunjang dalam membangun paham, budaya

yang merupakan elemen yang sangat umum dan infrastruktur yang demokratis. Karena

dikenal dalam sebuah demokrasi normal. Dan itu, paradigma baru peran birokrasi dalam

melalui eksistensi, peran serta fungsinya yang pengembangan masyarakat madani untuk

“mandiri dan otonom”, masyarakat warga menuju Indonesia baru yang demokratis

dapat melakukan kontrol publik yang efektif merupakan keniscayaan sejarah. Secara

terhadap kinerja birokrasi publik, sehingga demikian, reformasi dalam kaitan administrasi

perwujudan good governance akan mejadi negara, berkonteks dan bersubstansi pada

kenyataan ketimbang pernyataan. seperangkat tindakan untuk membangun pemeritahan yang tidak korup, serta menjadikan

C. MEMAHAMI MAKNA ERA REFORMASI

birokrasi pemerintahan sebagai mediating agent

DALAM SISTEM ADMINISTRASI

antara rakyat dan negara.

PUBLIK

Inti dari reformasi birokrasi publik adalah Tuntutan demokratisasi yang bergulir untuk mewujudkan good governance. Sedangkan

di akhir tahun 1990-an telah menciptakan salah satu aspek reformasi dalam konteks

perubahan mendasar dalam konsep dan praktik tersebut, adalah meningkatkan kinerja birokrasi

sistem administrasi negara. Administrasi di berbagai level; sekaligus memperbaiki

negara diartikan secara lebih luas sebagai proses berbagai kelemahan dalam berbagai praktik

penyelenggaraan kekuasaan negara yang penyelenggaraan pemerintahan dan pem-

dilaksanakan melalui lembaga-lembaga negara bangunan. Karena itu, di era reformasi dan

dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat. demokratisasi sekarang ini, peranan pemerintah

Di dalam proses transisi demokrasi bukan- sebagai agen perubahan dan pembaruan

lah hal mudah untuk membangun kembali seharusnya segera meninggalkan orientasi top

down dan sikap patronizing dalam kebijaksanaan sistem administrasi negara yang mampu mengantarkan terwujudnya tujuan berbangsa

maupun perencananan pembangunan. Orientasi dan bernegara seperti diamanatkan Pembukaan pembangunan harus diubah menjadi demokratis

UUD 1945.

(bottom-up) dan partisipatif, dengan melibatkan Namun nadanya jelas, publik meng- secara maksimal potensi dan aspirasi masyarakat

harapkan bahwa dengan terjadinya reformasi, dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun

akan diikuti pula dengan perubahan besar pengawasan kebijakan publik.

pada disain kehidupan bermasyarakat, ber- Karena itu pula konteks perubahan

bangsa dan bernegara, baik menyangkut paradigma berpemerintahan ditawarkan

dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi, oleh Mustopadidjaja (1999) yakni perlunya

maupun kultural. Perubahan struktur, kultur, perubahan dari pola manajemen gotong royong

dan paradigma birokrasi dalam berhadapan menjadi remunerasi, dari paternalistis menjadi

dengan masyarakat, menjadi begitu mendesak rasionalistis, dari otoriter menjadi demokratis,

untuk segera dilakukan mengingat birokrasi dari sentralistis menjadi desentralistis, dari

mempunyai kontribusi besar terhadap terjadi- tertutup menjadi terbuka, dari kaku menjadi

nya krisis multidimensional yang tengah terjadi luwes, dari birokratis menjadi debirokratis, dari

sampai saat ini (Dwiyanto, 2008). ‘government’ menjadi ‘governance’, serta dari ‘bad’

Menciptakan pemerintahan yang bersih menjadi ‘good governance’ yang menekankan

dan berwibawa merupakan pangkal tolak kolaborasi antara sektor pemerintah, sektor

gerakan reformasi, karena itu usaha untuk swasta dan masyarakat madani, atau civil society.

memfungsionalkan eksistensi birokrasi yang Mengacu kepada pendapat pakar di atas,

bersih, profesional berkarakter, efektif, efisien dapat dikemukakan bahwa demokratisasi

dan senantiasa mempunyai semangat pelayanan memang akan memberikan peluang kepada

publik yang optimal merupakan tuntutan dan masyarakat untuk berkembang ke arah

kebutuhan masyarakat Indonesia yang maju terwujudnya civil society, yakni suatu bentuk

dan modern. Upaya untuk mencapai ke arah bangun masyarakat yang self organizing,

itu, adalah merevitalisasi kinerja birokrasi yang berkemampuan menjadi warga (civic

agar mampu mengantisipasi kompleksitas competence), mandiri, sadar akan hak dan

permasalahan yang dihadapi pada era kewajibannya sebagai warga sebuah negara.

globalisasi dewasa ini. Intervensi dan dominasi Di sisi lain, dengan adanya penguatan civil

birokrasi pemerintah dalam setiap aspek society akan memberi dan membuka peluang

kehidupan sebaiknya dikurangi, sebaliknya 142

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

kepada masyarakat (Jurnal Administrasi dimensi pelayanan kepada masyarakat.

Negara Vol. II, No. 1, September 2001:13-30) Dengan kata lain, agar birokrasi pemerintah

antara lain karena semakin derasnya tuntutan tidak menjadi sosok yang terus-menerus dibenci

agar pemerintah mampu menumbuhkan atau dicitrakan negatif oleh masyarakat, maka

adanya good governance yaitu suatu sistem patologi birokrasi harus segera dicarikan

penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, terapinya. Dengan kata lain, dalam konteks dan

bertanggung jawab dan profesional. Rekruitmen perspektif peningkatan pelayanan publik yang

penyelenggara pemerintahan di semua jenjang baik (prima), maka pembaruan dan penyegaran

harus benar-benar didasarkan pada persyaratan kinerja birokrasi merupakan aspek yang sangat

merit system dan menolak favoritisme dan penting, krusial dan mendesak, agar unsur

nepotisme. Selanjutnya, semakin tajamnya kritik birokrasi pada setiap levelnya makin peka

masyarakat atas semakin rendahnya kualitas (responsif) dan mempunyai semangat melayani

pelayanan publik. Masyarakat telah merasa yang tinggi kepada masyarakat.

melaksanakan kewajiban-kewajibannya tetapi Reformasi birokrasi dalam seringkali hak-haknya terpasung oleh aparat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan pelayanan. Dalam hal ini, maka semua aparat dan pelayanan publik diarahkan untuk

pemerintah dituntut untuk mempunyai sense menciptakan kinerja birokrasi yang profesional

of crisis sehingga mereka benar-benar paham dan akuntabel. Birokrasi dalam melakukan

bahwa kita sekarang sangat membutuhkan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan

aparat pelayanan yang mampu to do more with diharapkan lebih berorientasi pada kepuasan

less artinya dalam situasi yang penuh dengan pelanggan, yakni masyarakat pengguna jasa.

krisis ini aparat pelayanan harus bekerja Kepuasan total dari masyarakat pengguna

lebih keras dan lebih produktif dengan serta jasa tersebut dapat dicapai, apabila birokrasi

kelangkaan sumber–sumber. pelayanan menempatkan masyarakat pengguna

Hal tersebut, mengharuskan aparat jasa sebagai citizen yang “harus diorangkan”.

pemerintah dituntut agar bekerja lebih Artinya, warga (citizen) tidak diperlakukan

profesional dengan mengedepankan ter- sebagai pelanggan dan konsumen (customer

penuhinya public accountability and responsibility and consumer) tetapi lebih sebagai warga negara

yaitu dengan menekan sekecil mungkin (as citizen) yang memiliki hak untuk meminta

pemborosan penggunaan sumber-sumber pertanggungjawaban pemerintah atas tindakan

negara dan juga sekaligus memperkuat yang diambilnya atau atas kegagalan dalam

peraturan perundangan yang berlaku (the body melaksanakan kewajibannya. Warga negara juga

of rules) sebagai fondasi untuk melaksanakan memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan

tugas-tugasnya. Sehingga dengan demikian, akan hak-haknya, didengar suaranya, sekaligus

masyarakat, sebagai pihak yang harus dipenuhi

dan dilindungi kepentingannya (public interest), dapat menempatkan hak dan martabat yang

dihargai nilai atau preferensinya. 5 Itu artinya,

menuntut agar pemerintah memperhatikan dilayani sebagai insan manusiawi pada setiap

dengan sungguh-sungguh aspirasi mereka dan gejala pemberian pelayanan publik. Perubahan

sejauh bisa memenuhinya.

paradigma pelayanan publik tersebut diarahkan Ke lima hal di atas hanyalah sebagian kecil pada perwujudan kualitas pelayanan prima

dari sekian banyak tuntutan masyarakat yang kepada publik, melalui instrumen pelayanan

harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh yang memiliki orientasi pelayanan lebih cepat,

oleh birokrasi pemerintah. Sebab, reformasi lebih baik dan lebih murah.

administrasi pada hakikatnya menyangkut Mengapa kita perlu menyusun agenda

dimensi dan spektrum yang sangat luas dan kebijaksanaan reformasi administrasi kompleks dengan tujuan yang sangat jelas yaitu negara yang berujung pada penyempurnaan

meningkatkan administrative performance dari manajemen pelayanan publik? Dalam konteks

birokrasi pemerintah.

ini, setidak-tidaknya ada lima hal dan sekaligus Pandangan ini mendapatkan pijakan menjadi tuntutan masyarakat yang harus

konstitusional dalam UUD 1945 hasil dipenuhi oleh administrasi negara dalam rangka

amandemen dimana kekuasaan tidak lagi

5 Lihat Hendrikus Triwibawanto Gedeona, “Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara”, Jurnal Ilmu Administrasi III, Volume VII, No. 4, Desember 2010.

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

merupakan akar permasalahan rendahnya negara. Perubahan-perubahan yang diciptakan

kinerja pemerintah adalah amandemen melalui amandemen UUD 1945 telah melahirkan

UUD hasil amandemen sebanyak empat kali suatu proses desentralisasi, demonopolisasi,

selama kurun waktu 1999 sampai 2004, yang debirokratisasi kekuasaan negara.

menciptakan pemerintahan parlementer semu. Namun sejarah juga secara jujur mencatat,

UUD hasil amandemen telah merubah bahwa terjadi kecenderungan kemerosotan

secara mendasar sistem pemerintahan negara kinerja pemerintahan dalam sejarah kebangsaan

menjadi sistem presidensial, padahal oleh para kita. Kalau mau mengakui, sebenarnya mulai

founding fathers sistem tersebut dipandang terasa pada Pemerintahan Rekonsiliasi Nasional

kurang tepat sebagai sistem pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Abdurahman

negara-bangsa yang berlandaskan faham Wahid. Gaya kepemimpinan Gus Dur yang “khas

kekeluargaan untuk menciptakan keadilan dan unik” acapkali ada kebiasaan mengadakan

sosial.

perubahan-perubahan secara erratic dan seakan- Sebagai wahana progresivisme, makna akan kurang terencana. Catat beberapa di

reformasi mencakup berbagai aspek kehidupan antaranya seperti mengadakan lima jabatan

kenegaraan secara total dan fundamental. Jadi, Sekretaris yang setingkat pada Sekretariat

pada hakikatnya reformasi itu merupakan Negara, resuffle Kabinet yang dilakukan

upaya bangsa yang perlu dilakukan tiada henti beberapa kali, dan intervensi Presiden dalam

untuk selalu mencari dan menemukan format penunjukkan jabatan teras pada birokrasi pusat

baru di berbagai bidang kehidupan dalam dan daerah merupakan faktor utama yang

rangka menyempurnakan kualitasnya. mendorong terjadinya kondisi entrofi tersebut.

Secara fundamental, reformasi itu adalah Pada pemerintahan Kabinet Gotong

merupakan a major change of the mind-set untuk Royong yang terdiri dari para menteri dari

mengubah tata/pola pikir yang keliru, menuju kalangan profesional yang mempunyai reputasi

ke tata pikir yang lebih mendasar sesuai tinggi di bawah pimpinan Presiden Megawati,

dengan cita-cita dan kepentingan masyarakat entrofi pemerintahan mulai menghilang karena

dan bangsa. Dalam konteks ini, berarti bahwa kepercayaan rakyat mulai menguat kembali.

penyempurnaan kualitas administrasi negara Sayangnya, pada pemerintahan Kabinet

Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat Indonesia Bersatu (KIB) kinerja pemerintah

‘never ending process’, sekaligus “sebuah proses muncul kembali karena didorong oleh dua faktor

menjadi”.

penyebab: Pertama, rendahnya kepercayaan Agenda kebijaksanaan reformasi masyarakat pada kemampuan para pembantu

administrasi negara (administrative reform) perlu Presiden. Kedua, yang justru merupakan

disusun dan diarahkan menuju ke peningkatan faktor penyebab utama, adalah karena

kinerja pemerintah yang tidak saja secara klasik UUD hasil amandemen nampaknya kurang

demi tercapainya tujuan yang efektif dan efisien memberikan landasan konstitusional untuk

tetapi juga sejauh mungkin tujuan itu tercapai sistem pemerintahan yang memiliki kapasitas

sesuai dengan kriteria public accountability and tinggi, yaitu suatu pemerintahan negara yang

responsibility yang harus dipenuhi oleh setiap melindungi segenap bangsa Indonesia dan

aparat pemerintah/birokrasi negara di semua seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

lini dan tingkatan.

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Semua itu dilakukan untuk mencapai bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban

tujuan reformasi administrasi negara, utamanya dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

pada penyempurnaan reformasi dalam bidang perdamaian abadi serta keadilan sosial.

kepegawaian dan manajemen pelayanan publik. Kalau kita simak, sepanjang keberadaannya

Sebab, masyarakat selalu mengharapkan mem- maka sudah cukup banyak penilaian terhadap

peroleh pelayanan yang baik dari aparat kinerja KIB yang dilakukan oleh berbagai media

pemerintah (birokrasi).

cetak dan elektronik, serta para pengamat pada berbagai fora, Penilaian tersebut sudah cukup

D. INERSIA BIROKRASI VS CITIzEnShIP

untuk memberi gambaran tentang pandangan Pendekatan birokrasi dalam studi

masyarakat perihal kondisi pemerintahan administrasi dan manajemen dipelopori oleh 144

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Max Weber (1864-1920), yang dikenal sebagai Birokrasi sebagai keseluruhan aparatur bapak sosiologi modern. Meskipun pandangan

pemerintah atau pegawai negeri sipil (PNS), Weber mempunyai pengaruh pada ahli sosiologi

keseluruhan pejabat negara di bawah pejabat dan politik, namun konsep birokrasinya dapat

politik, atau keseluruhan pejabat negara pada dikatakan masih baru dipergunakan dalam

cabang eksekutif, tak pernah henti mendapat studi administrasi dan manajemen.

sorotan dan keluhan banyak pihak. Meminjam Menurut Max Weber (Depdikbud, 1982),

pendapat Prof Syukur Abdullah (1991:247), birokrasi merupakan ciri dari pola organisasi

keluhan dan sorotan masyarakat tersebut yang strukturnya dibuat sedemikian rupa

terkait dengan kelembaman birokrasi dalam sehingga secara maksimal dapat memanfaatkan

memberikan pelayanan kepada publik. tenaga ahli. Organisasi harus diatur secara

Aparatur birokrasi, tidak saja sering rasional, impersonal, dan bebas dari sikap

menyakiti orang kecil atau masyarakat miskin prasangka. Dengan demikian, birokrasi

(kelas bawah) dalam proses pelayanan Gideon dimaksudkan sebagai satu sistem otoritas yang

Sjoberg (1966), atau cenderung melayani raja ditetapkan secara rasional dalam berbagai

(pemegang kekuasaan), “boss politik” dan peraturan untuk mengorganisasi secara teratur,

berorientasi ke atas seperti kecenderungan bersifat spesialisasi, hirarkhis dan terelaborasi.

yang diperlihatkan secara kasat mata pada Max Weber berpendapat, bahwa birokrasi

birokrasi Orla dan Orba, namun belakangan, sebagai suatu bentuk organisasi yang amat

birokrasi juga tumbuh ibarat “anak jalanan” efisien, yang dapat digunakan lebih efektif bagi

yang berani tidak mematuhi amanat dan organisasi yang kompleks sifatnya misalnya

ketentuan perundang-undangan (standar perusahaan, pemerintahan, militer, dengan

pelayanan publik). Aparat dan pejabat birokrasi makin meningkatnya kebutuhan dari masyarakat

pemerintah telanjur dipahami sebagai sentra modern. Jadi setiap aktivitas yang kompleks dan

dari penyelesaian urusan masyarakat (Thoha, rutin sifatnya sehingga memerlukan koordinasi

yang ketat terhadap aktivitas orang-orang dan Sebagai contoh, bila kembali menyimak sangat terspesialisasi, maka bentuk organisasi

hasil survei yang dilakukan Komisi Pem- yang diterapkan tidak lain adalah organisasi

berantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun lalu birokratik (Kast dan Rosenweig 1982).

yang menyebutkan integritas pelayanan di Kota Organisasi birokratik ini menurut Weber

Bandung, misalnya, terburuk se-Indonesia. Hal “mendasarkan diri pada hubungan kewenangan

tersebut menarik perhatian Lembaga Penelitian menempatkan, mengangkat pegawai dengan

Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial menentukan tugas dan kewajiban di mana

(LP3ES), dan pada tahun 2009 lembaga ini perintah dilakukan secara tertulis, ada

menyurvei kembali empat pelayanan publik, pengaturan mengenai hubungan kewenangan,

yaitu pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), dan promosi kepegawaian didasarkan atas

surat izin usaha, izin mendirikan bangunan aturan-aturan tertentu”. Tetapi tidak ada

(IMB) dan layanan PDAM (Tribun Jabar, hubungannya dengan prosedur yang berbelit-

3/4/2009). Terakhir, berkaitan dengan dugaan belit (red tape), penundaan pekerjaan atau

Ombudsman RI mengenai adanya pungutan ketidakefisienan, seperti yang dibayangkan oleh

liar di Kota Bandung (PR, 6/1/2015). banyak orang dewasa ini.

Keluhan masyarakat sebagai akibat patologi

Dalam perkembangan berikutnya, birokrasi dan perbuatan dosa dalam pelayanan pemahaman atas birokrasi dapat didekati

(sense of services) , dengan mengabaikan tugas melalui tiga dimensi, yaitu postur, stuktur,

melayani masyarakat, menunjukkan adanya dan kultur. Postur menyangkut besaran dan

gejala pengingkaran kerja aparat terhadap kekuatan institusional seperti sarana, prasarana

masyarakat. Harapan adanya perubahan pola dan infrastruktur lain (fisik, fasilitas, dan lain-

pikir, mindset, cultural set, motivasi kerja dan lain). Struktur menyangkut rentang hierarki

manajemen pelayanan prima yang berbasis kewenangan dan segala hal yang terkait,

kinerja, jauh panggang dari api. Pelayanan termasuk remunerasi dan kesejahteraan. Kultur

kepada masyarakat tidak diletakan sebagai menyangkut “budaya kerja” atau “corporate

pertimbangan utama dalam mewujudkan citra culture” birokrasi.

benevolent bureucracy, sebagaimana diintrodusir Hopstede ?

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

Simpul-simpul persoalan ”salah urus” pelayanan publik akan menjadi semakin dalam pemerintahan di negeri ini, dan

lembam (inert), mampat atau pejal, dan lamban. permasalahan yang melekat di dalamnya

Birokrasi semacam itu akan menjadi seperti telah sedemikian rupa bertali-temali dan

gurita raksasa, yang mencengkram seluruh berkelindan dalam aneka “pernak-pernik”

sendi kehidupan masyarakat, sementara sejarah eksistensinya sebagai officialdom

geraknya sangat lamban (Sulistiyo, 2006). (kerajaan pejabat). Konsekuensi dan implikasi

Lebih lanjut dikatakan, kelembamam sosial, budaya, politik di balik profil government

(inertia) birokrasi, yang secara serius muncul Indonesia yang dalam literatur akademik

dari tataran filosofis tersebut di atas hingga dikenal sebagai beamtenstaat, “negara birokrasi,”

praksis “pelayanan” dalam sikap yang justru bureaucratic polity, atau “negara pegawai”,

“minta dilayani” oleh klien, menimbulkan dengan segala macam atribut ‘priyaiisme’,

berbagai implikasi ekonomi-politik dan ‘feodalisme’ , dan bentuk-bentuk keningratan

sosial-kultural yang jauh ke dalam urat nadi negatif lainya, begitu kental melekat di dalam

kehidupan masyarakat.

mentalitas sebagian aparatur birokrasi publik. Terlebih lagi dalam kehidupan manusia Kendati pun, zaman, ruang dan waktu serta

modern tidak bisa dilepaskan dari organisasi, tantangan yang diakibatkan dari perubahan

sejak dia dilahirkan (membutuhkan akte orientasi modernisasi semakin “bergema”

kelahiran) sampai dia mati (membutuhkan menuntut kesetaraan dan keadilan sosial dalam

visum et repertum). Namun tentu akan lebih perlakuan yang bertumpu kepada citizenship,

parah bila penyakit inersia tersebut memasuki nyatanya tidak mudah bagi birokrasi untuk

ranah ekonomi-politik, sebab implikasinya compatible dan sepenuhnya mampu beradaptasi

dapat berupa politisasi birokrasi. dan merespons tantangan zaman yang berubah

Jika tidak dilakukan reformasi birokrasi, cepat, kritis dan terbuka saat ini. Hal ini terjadi,

maka birokrasi yang menjadi tulang punggung antara lain karena birokrasi tak jarang “bermain”

pelayanan publik akan menjadi semakin di wilayah politik, sehingga acapkali menjadi

lembam (inert), mampat atau pejal, dan lamban. pemain politik yang sesungguhnya, termasuk

Birokrasi semacam itu akan menjadi seperti kecenderungan terjadinya politisasi birokrasi

gurita raksasa, yang mencengkram seluruh (birokrasi sebagai alat kekuasaan).

sendi kehidupan masyarakat, sementara gerak- Eksistensi dan profil birokrasi Indonesia

nya sangat lamban.

yang jauh menukik ke akar masalah yang terjadi Kelembamam (inertia) birokrasi, yang di masa lampau, dan kemudian sebagian di

secara serius muncul dari tataran filosofis antaranya masih melekat dalam tubuh birokrasi

tersebut di atas hingga praksis “pelayanan” Indonesia hingga dewasa ini, melantarankan

dalam sikap yang justru “minta dilayani” masyarakat cenderung mencitrakannya dalam

oleh klien, menimbulkan berbagai implikasi wajah buruk. Padahal, reformasi administrasi

ekonomi-politik dan sosial-kultural yang jauh. dan politik pemerintahan secara inklusif

Dalam hal ekonomi-politik, implikasi tersebut menekankan reformasi birokrasi sebagai bagian

berupa politisasi birokrasi.

integral. Bahkan, diasumsikan kehadirannya Penelitian Agus Dwiyanto, dkk. (2003) menjadi pangkal gerakan reformasi di Indonesia

mengemukakan bahwa kinerja pelayanan dewasa ini.

birokrasi pemerintah pada masa reformasi Pekerjaan rumah yang bersifat mendesak

tidak banyak mengalami perubahan secara dewasa ini yaitu bagaimana menyelesaikan

signifikan. Para aparatur negara atau birokrat persoalan ‘maladministrasi’ dan patologi birokrasi

masih tetap menunjukkan derajat rendah pada yang kronis seperti memberantas korupsi,

akuntabilitas, responsivitas, dan efisiensi dalam suap dll. Seirama dengan itu, pemerintahan

penyelenggaraan pelayanan publik. reformasi seharusnya mampu membuat kontrak

Bahkan secara empirik di era reformasi ini sosial baru yang mampu memberikan jaminan

tampak sekali kolusi, korupsi, dan nepotisme akuntabilitas publik terhadap masyarakat.

(KKN) di kalangan birokrat lebih berani dan Jika tidak dilakukan reformasi birokrasi,

transparan. Kualitas layanan publik juga maka birokrasi yang menjadi tulang punggung

diperparah oleh suatu kenyataan bahwa

6 Elaborasi yang mendalam mengenai hal ini, dapat dibaca HA Kartiwa dan Nugraha, ”Mengelola Kewenangan Pemerintahan”, 2012, hal. 156-169.

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

(responsiveness) dan accountable. Sebab, di Hal tersebut tentunya berkaitan dengan

era sekarang, daya tanggap dan kepekaan masalah kinerja. Mengutip Mardiasmo

menjadi modal utama dalam meng-energized (2002:42), penilaian kinerja untuk mengetahui

birokrasi pelayanan. Sementara itu peningkatan apakah sebuah institusi telah mencapai tujuan

produktivitas dan disiplin dalam memberikan yang telah ditetapkan dan diperlukan indikator

pelayanan sepenuh hati terhadap warga negara kinerja kunci (key performance indicator) dan

menjadi ciri penting efektivitas kinerja aparat. satuan ukur untuk masing-masing aktivitas

Salah satu isu menonjol yang mengemuka yang dilakukan. Sementara itu, penggunaan

saat ini ialah ketika reformasi politik dan indikator kinerja menurut Tangkilisan perlu

reformasi sektor bidang keamanan sedang mempertimbangkan elemen atau komponen

bergulir, birokrasi justru tidak mengalami berikut ini: “a) biaya pelayanan (cost of service); b)

reformasi. Secara umum reformasi birokrasi penggunaan (utilization); c) kualitas dan standar

mencakup tiga hal, yaitu reformasi administratif pelayanan (quality and standards); d) cakupan

(administrative reform), akuntabilitas dan pelayanan (coverage); e) kepuasan (satisfaction)”. 6 efisiensi. Salah satu penekanan dalam

Hal tersebut seturut dengan pendapat revitalisasi administrasi publik yakni adanya Sedarmayanti (2010: 245), bahwa pelayanan

tuntutan inovasi, kreativitas dan responsiveness umum diharapkan: “a) mudah dalam

pada perubahan-perubahan kebutuhan di pengurusan bagi yang berkepentingan; b)

antara para administrator dan berbagai peranan mendapat pelayanan yang wajar; c) mendapat

publik.

perlakuan sama tanpa pilih kasih; d) mendapat Model tua yang netral dari sistem perlakuan jujur dan terus terang”.

administrasi mengasumsikan bahwa perubahan- Sedangkan di dalam SK Menpan No. 63

perubahan yang tidak reguler kadang-kadang Tahun 2003 tentang Pelayanan Umum, secara

diinjeksikan ke dalam sistem administrasi oleh rinci dijelaskan tentang sendi pelayanan prima

politisi yang menginginkan agar perubahan- yang dikembangkan ke dalam 14 unsur yang

perubahan khusus diimplementasikan. relevan, valid dan reliabel sebagai unsur minimal

Namun, kini administrasi sendiri diharapkan yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks

terlibat dalam pembaruan diri secara terus kepuasan masyarakat.

menerus (continual self-renewal). Birokrasi atau Pada akhirnya dapat ditegaskan kembali,

administrasi negara harus menjadi “proaktif bahwa aparat birokrasi sebagai pelayanan

daripada reaktif”, mengantisipasi masalah yang masyarakat seharusnya mengaktualisasikan

akan muncul daripada meresponnya, apakah manifesto motto “abdi masyarakat”: dituntut

persoalan itu muncul di perkotaan atau di dapat menyelami, menghayati dan mengangkat

perdesaan, apakah itu bersifat sosial, ekonomi, harapan rakyat jelata serta memainkan dirinya

budaya ataukah pertahanan; lokal, regional sebagai seorang populis, dengan tetap memegang

atau mondial.

nilai-nilai profesonalisme dan kompetensi sesuai Birokrasi pemerintahan membutuhkan dengan keunggulan teknis yang dimilikinya.

perbaikan (improvement) terus menerus dari Singkatnya, penekanan pada aspek

dalam dirinya daripada reformasi (reform) yang memberikan ciri keunggulan teknis dan

yang diinjeksikan dari luar dirinya agar dapat efisiensi, dalam pelaksanaan tentu harus tetap

diandalkan (reliable) dan dewasa/matang luwes dan berifat “kohesif” dengan ukuran

(mature) . Ini terkait dengan sifat birokrasi yang nilai-nilai kemanusiaan (human interest) dan

strukturnya amat hirarki dan mempromosikan mengedepankan sentuhan kemanusiaan (human

konformitas. Birokrasi juga memiliki touch).

sifat konservatif dan karena itu reformasi administratifnya tampak merupakan suatu

E. SPIRIT ‘HIJRAH PARADIGMA’

proses yang lambat.

Tuntutan terhadap kualitas pelayanan Coba ingat kembali misalnya, hasil observasi Ombudsman beberapa waktu lalu;

publik yang lebih baik semakin mendesak di aktualisasikan sekaligus seharusnya memang bukan hal mengejutkan. Buruknya

pelayanan bukan hanya telah menjadi persepsi men jadi komitmen birokrasi sehingga

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

dan memenuhi aspek-aspek kualitas dan publik sering dikeluhkan hampir setiap orang.

kepuasan layanan, adalah cerminan kinerja Mungkin, sembilan dari sepuluh orang yang

aparatur pemerintahan yang efektif dan pernah berurusan dengan aparat menyangkut

akuntabel. Permenpan No PER/01/M. berbagai urusan pelayanan sipil termasuk

PAN/01/2007 tentang Pedoman Evaluasi pelayanan dasar (minimal), seperti dalam

Pelaksanaan Pengembangan Budaya Kerja pengurusan surat-surat penting, terlebih lagi

Pada Instansi Pemerintah, menjelaskan bahwa perizinan, pernah merasa kecewa atas layanan

di era demokratisasi ini dan dalam rangka yang diberikan.

persiapan memasuki era globalisasi serta Sedemikian pejalnya persepsi publik

perdagangan bebas nanti, masyarakat sangat terhadap buruknya pelayanan, hingga

mendambakan perubahan yang mendasar muncul istilah ’kalau bisa dipersulit kenapa

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini, dipermudah’. ’kalau bisa diperlambat kenapa

tentu saja memerlukan perubahan budaya kerja dipercepat’, akibatnya membuka ruang untuk

aparatur yang mencakup perubahan pola pikir terjadinya “perselingkuhan” dan “main mata”

(mindset) , nilai-nilai (values), perilaku maupun untuk ber-“TST” (“tau sama tau”). Padahal,

cara kerja (kultur birokrasi) terutama dalam rumus budaya kerja aparat publik adalah ‘kalau

pemberian pelayanan kepada masyarakat bisa dipermudah kenapa dipersulit’.

Kendatipun begitu, bukan berarti Namun tidak mudah untuk mewujud- semuanya jelek, lamban, berbelit-belit, atau

kannya. Perspektif kultural birokrasi yang harus selalu ada ”uang pelicin”, sogokan, atau

masih pejal dengan kelindan unsur nilai-nilai ragam praktik moonlighting, termasuk ‘uang

tradisional yang feodal-aristokratis cenderung rokok’, atau ‘pelicin’ lainnya yang bersembunyi

persistent, secara substansial masih kental di balik selubung dan dalih ‘biaya administrasi’.

mewarnai sosok birokrasi pemerintah Indonesia. Tidak sedikit aparat birokrasi yang memiliki

Meski dalam beberapa segi memperlihatkan esprit de corps, berkinerja tinggi, kompeten dan

bentuk “ekspresi yang baru”; secara umum bekerja secara prima dan dengan penuh hati.

penampilan birokrasi publik agak sulit lepas Pelayanan publik merupakan bagian

dari karakteristik dan citra patrimonial. penting dan tak terpisahkan dari reformasi

Pejalnya persepsi buruk publik terhadap budaya pelayanan birokrasi pemerintah.

birokrasi, hingga kadang dibenci (Beetham, Hal tersebut sejalan dengan Permenpan No

1990) berbanding lurus dengan tuntutan Per/25/M.PAN/05/2006 yang menyatakan

dan asa publik terhadap kualitas, efisiensi, bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau

efektivitas dan produktivitas pelayanan publik rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

prima. Karena keyakinan yang berkembang, kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil

bahwa kualitas dimensi pelayanan publik setiap warga negara dan penduduk atau suatu

akan menjadikan peran pemerintahan semakin barang, jasa dan pelayanan administrasi yang

efektif, peka (responsiveness) dan accountable. disediakan oleh penyelenggara pelayanan

Secara praktikal, kemampuan daya publik. Demikian pula, keberadaan Undang-

tanggap dan kepekaan menjadi modal utama undang Republik Indonesia No. 23 Tahun

dalam meng-energized birokrasi pelayanan; 2009 tentang Pelayanan Publik, tentunya

dan di sisi lain peningkatan produktivitas serta tidak sampai hanya menjadi “macan kertas”,

disiplin dalam memberikan pelayanan sepenuh akan tepai dapat diwujudkan dalam segi-segi

hati merupakan indikator efektivitas kinerja pelayanan pemerintah terhadap rakyat.

aparat publik.

Pertanyaannya, mengapa dimensi pelayanan publik menjadi amat penting dalam

F. PELAyANAN PUBLIK PRIMA

konteks manajemen kinerja institusi publik?

1. Layanan Publik Sepenuh Hati

Sebab, pelayanan publik cenderung lebih bersifat empirik, di mana stakeholders dapat

Keyakinan yang berkembang, bahwa melihat, merasakan dan mengalami secara

cerita klasik tentang sikap kerja birokrasi nyata hasil kerja aparatur dalam melayani.

tidak banyak mengalami “hijrah paradigma”.

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Sungguh ironis, di mana paradigma kekuasaan berorientasi kepada pelayanan tersebut, harus cenderung dominan. Padahal imperatif etisnya,

segera ditangani secara serius melalui paket menegaskan paradigma pelayanan semestinya

yang menyeluruh dalam kerangka reformasi sejalan dengan pemahaman bahwa unsur

birokrasi publik.

aparatur pemerintah merupakan alat pelaksana Nilai yang sebenarnya dalam layanan administasi publik.

sepenuh hati menurut Patton terletak pada Di dalam praktik sehari-hari sering terjadi

kesungguhan empat sikap “P” yaitu: tindakan diskriminasi pelayanan oleh birokrasi,

Passionate (gairah). Ini menghasilkan terutama bagi “masyarakat kecil”. Hasil kajian

semangat yang besar terhadap pekerjaan, klasik Sjoberg dkk. (Bureaucracy and The Lower

diri sendiri, dan orang lain. Antusiasme dan Class, 1966) menyimpulkan bahwa meski

perhatian yang dibawakan pada layanan birokrasi dirancang untuk melayani (terutama

sepenuh hati akan membedakan bagaimana kelas bawah), tapi organisasi ini malah tidak

memandang diri sendiri dan pekerjaan dari bisa memecahkan masalah yang dihadapi orang

tingkah laku dan cara memberikan layanan miskin. Lebih parah lagi, birokrasi bahkan

kepada para konsumen. Mereka mengetahui cenderung mempertahankan ketimpangan

apakah kita menghargai mereka atau tidak. sosial yang ada. Ini terjadi karena golongan

Gairah berarti menghasilkan kehidupan dan miskin dianggap “kurang menguntungkan jika

vitalitas dalam pekerjaan.

dilayani”, mereka rewel; harus selalu dibimbing; Progressive (progresif). Penciptaan cara bodoh, dan banyak lagi yang lainnya.

baru dan menarik untuk meningkatkan layanan Rekomendasi Sjoberg dkk tersebut

dan gaya pribadi. Pekerjaan apa pun yang kita semestinya menyentak kesadaran posisional

tekuni, jika memiliki gairah dan pola pikir untuk membangkitkan budaya kerja dan kinerja

yang progresif, akan menjadikan pekerjaan aparat pelayanan publik. Moralitas, semangat

lebih menarik. Bersikap kreatif itu dimulai kerja pengabdian birokrasi sudah saatnya

dari berpikir, bukannya membatasi diri sendiri menunjukkan totalitas performance ketika

terhadap cara memberi layanan. melakoni setiap tugas pekerjaannya sebagai

Proactive (proaktif). Supaya aktif harus abdi masyarakat.

melibatkan pekerjaan kita. Banyak orang yang Pelayanan aparat di mana pun levelnya

hanya berdiam diri dan menanti disuruh harus semakin cepat, efisien, inovatif dan

melakukan sesuatu bila diperlukan. Untuk berkualitas sejalan dengan tuntutan masyarakat

mencapai layanan yang lebih bagus diperlukan yang semakin merindukan profil birokrasi yang

inisiatif yang tepat. Nilai tambah layanan tanggap, cekatan, bekerja secara profesional,

sepenuh hati merupakan alasan yang mendasari setia kepada tugas dan mempunyai kompetensi

mengapa melakukan sesuatu bagi orang lain. dalam memecahkan dan membuat solusi

Positive (positif). Senyum merupakan kreatif manakala menghadapi persoalan dalam

bahasa isyarat universal yang dipahami semua pelayanan di tiap bidang. Semua yang digeluti

orang di muka bumi ini. Berlaku positif itu aparat birokrasi publik semestinya bersandar

sangat menarik. Sikap ini dapat mengubah pada paron orientasi hasil, dan bukan semata-

suasan dan kegairahan pada hampir semua mata orientasi proses.

interaksi konsumen. Berlaku positif berarti Di simpul ini, kita akan melihat betapa

seyogianya berlaku hangat dalam menyambut esprit de corps, koordinasi, kekompakan,

para konsumen dan tidak ada pertanyaan disiplin kerja, dan team work menjadi kata

atau permintaan yang tidak pada tempatnya. kunci dalam ‘layanan publik sepenuh hati’;

Apabila mau melapangkan perasaan dan yang dalam gagasan Patricia Patton (dalam

pikiran menjadi orang yang lebih positif dan Sinambela, 2008:8) menekankan pentingnya

senantiasa mendapat penjelasan, Anda dapat layanan yang berasal dari diri sendiri yang

melihat dunia dan orang-orang yang ada di mencerminkan emosi, watak, keyakinan, nilai,

dalamnya dengan perspektif yang berbeda. Ini sudut pandang, dan perasaan. Ini berarti, bahwa

modal yang sangat berguna dalam membangun berbagai karakteristik atau sifat-sifat yang

hubungan antarpribadi (Patton, 1998:1). tidak mendukung hadirnya sosok birokrasi

Sementara itu, Rusli (2014:93) mengutip yang profesional, berkarakter, humanis dan

pendapat pakar Fitzsimons and Fitzsimons dalam

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

kepentingan umum.

dilakukan untuk mengukur kualitas sebuah Menurut Suwaryo (dalam Mariana pelayanan publik yang excellent. Secara umum

dan Paskarina, 2010:44), bahwa penyiapan indikator tersebut adalah:

profesionalisme birokrasi dengan kemampuan

1. Tangibles: Bukti fisik yang memadai, prima, keterampilan yang berkualitas termasuk sumber daya manusia;

serta mampu menjaga dirinya dari prilaku

2. Empathy : Tingkat kemampuan secara menyimpang atau ’malpraktek’ menjadi emosional apa kebutuhan stakeholder;

sebuah kemestian yang mendesak untuk

3. Reliability: Pelayanan secara cepat dan mampu menjawab tuntutan yang kompetitif. tepat tanpa membeda-bedakan;

Untuk itulah diperlukan pembinaan spiritual (di samping intelektual dan emosional)