BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbedaan Self-Directed Learning Ditinjau dari Pola Pembelajaran E-learning Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada paradigma lama proses belajar mengajar pada umumnya berlangsung
di ruang kelas dan ditandai dengan kehadiran pendidik di muka kelas. Pendidik memiliki tanggung jawab penuh terhadap jalannya proses belajar mengajar dan bisa dianggap sebagai salah satu sumber daya paling penting dari sebuah proses belajar mengajar. Sebaliknya pada paradigma baru proses belajar mengajar harus berfokus pada aktifitas “belajar” dan bukan pada aktifitas “mengajar” seperti pada paradigma lama. Para paradigma baru mahasiswa menjadi active learner. Oleh karena itu, mahasiswa harus difasilitasi sesuai kebutuhannya masing-masing. (Widhiartha, 2008).
Perubahan paradigma untuk perguruan tinggi berkaitan dengan konsep pembelajaran, peran dosen, delivery system, dan sarana pendukung. Sementara bagi mahasiswa perubahan paradigma berkaitan dengan pembentukan persepsi dan kebiasaan belajar. Mahasiswa dituntut untuk bisa mengontrol, membimbing pembelajarannya secara sendiri (otonom dan independent, serta mahasiswa mampu untuk belajar secara mandiri (Hardianto, 2007). Hal ini bisa dilakukan salah satunya dengan mengasah kemampuan self directed learning secara baik agar memungkinkan mahasiswa untuk menyesuaikan dan mengontrol cara-cara mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas, mengembangan keterampilan dengan pengembangan karakter, serta menyiapkan mahasiswa untuk bisa belajar selama seumur hidup mereka (Gibbons, 2002).
Dalam hal ini yang dimaksud dengan self directed learning adalah suatu peningkatan pengetahuan, kemampuan, pencapaian atau pengembangan diri yang dipilih individu dan membuat usaha mereka sendiri dengan mengunakan metode dan situasi apapun pada setiap waktu. Selain itu, mahasiswa mengontrol atas pengalaman belajarnya, mampu mengembangkan ketrampilannya dalam pembelajaran, mahasiswa juga mengubah diri pada kinerja yang paling baik, mampu untuk manajemen diri dan yang terakhir adalah motivasi diri serta penilaian diri (Gibson, 2002).
Self-directed learning memberikan kesempatan kepada mahasiwa untuk
menentukan tujuan belajar, merencanakan proses belajar, menggunakan sumber- sumber belajar yang dipilih, membuat keputusan-keputusan akademis, dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan belajar. Self-directed
learning merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa
pendidikan jarak jauh atau pengguna e-learning. Karena pada pendidikan jarak jauh atau e-learning merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan untuk mengatasi keterpisahan yang hampir permanen dalam jarak ruang dan waktu antara mahasiswa dan dosen. Penyelenggaraan pendidikan e-learning ini lebih menitikberatkan pada penggunaan media dan sistem belajar yang lebih banyak menyerahkan kendali pembelajaran kepada mahasiswa (Seamolec, 2008).
Pendidikan jarak jauh atau e-learning ini memiliki definisi yang sangat luas dan cukup banyak dikemukakan dalam berbagai sudut pandang, namun pada dasarnya mengarah pada pengertian yang sama. Huruf “e” pada e-learning berarti elektronik, sedangkan kata learning sering diartikan dengan belajar pendidikan (education) atau pelatihan (training). Jadi, e-learning bisa diartikan pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Dalam pelaksanakannya, e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer atau kombinasi dari ketiganya yang dilakukan melalui network (jaringan). Ini berarti dengan e-learning memungkinkan tersampainya bahan ajar kepada mahasiswa menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan jaringan internet atau intranet (Munir, 2008).
Pembelajaran melalui e-learning sudah mulai diterapkan di universitas- universitas yang ada di Indonesia, salah satunya di Universitas Sumatera Utara (USU). Kepala Pusat Sistem Informasi (PSI) USU menjelaskan bahwa konsep pembelajaran e-learning sudah dijalankan sejak tahun ajaran 2009/2010, hanya saja masih banyak dosen yang belum memanfaatkan fasilitas e-learning ini. Beliau juga menyatakan bahwa hanya sekitar 10 persen dosen USU yang memakai e-learning (dalam Muslim, 2010).
Salah satu bentuk e-learning yang dijalankan di USU antara lain adalah pola-pola pembelajaran via e-learning pada program pendidikan strata satu (S1).
Romiszowski (dalam Naidu, 2006) menyatakan bahwa e-learning memiliki empat pola dari e-learning yang digunakan untuk keperluan pembelajaran. Pertama yaitu
individualized self-paced e-learning online yang mengacu pada situasi di mana
seorang individu belajar dengan mengakses sumber belajar melalui database atau
course content online via intranet atau internet. Kedua adalah individualized self-
paced e-learning offline yang mengacu pada situasi di mana seorang individu
belajar dengan bantuan media elektonik secara offline. Ketiga adalah group-based
e-learning synchronously mengacu pada situasi di mana sekelompok pelajar
bekerja sama melalui intranet atau internet. Terakhir group-based e-learning
asynchronously mengacu pada situasi di mana sekelompok pelajar bekerja melalui
intranet atau internet dan dalam pertukaran atau proses pembelajaran antara peserta terjadi dengan adanya jeda waktu (dalam Naidu, 2006).
Selaras dengan ini penelitian oleh Duma (2009) terhadap mahasiswa USU yang meneliti tentang sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning. Hasil dari penelitian ini bahwa sampel berada di kategori netral pada setiap pola pembelajaran e-learning, yaitu pada pola pembelajaran individualized self-paced
e-learning online , individualized self-paced e-learning offline, group-based e-
learning synchronously dan group-based e-learning asynchronously. Sampel
berada dikategori netral dapat diartikan bahwa mahasiswa yang tidak memiliki kepercayaan, perasaan ataupun kecenderungan perilaku yang terlalu positif maupun negatif terhadap pola pembelajaran e-learning. Hal ini terjadi karena kurangnya pengalaman para mahasiswa dengan dunia teknologi sehingga mereka tidak mengemukakan sikap yang positif maupun negatif pada e-learning yang digunakan.
Pada proses pembelajaran e-learning ini, self-directed learning sangat bermanfaat karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian mahasiswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari dosen (Rusman, 2010). Selain itu, Wedemeyer (dalam Rusman, 2010) menyatakan self-
directed learning bisa membantu para mahasiswa supaya mereka dapat
mengontrol diri mereka sendiri dalam pembelajaran dan mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya untuk mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri.
Self-directed learning dapat mengontrol mahasiswa dalam melakukan
pembelajaran dengan menggunakan e-learning secara mandiri. Mahasiswa dapat mengakses berbagai referensi dan bahan belajar yang disediakan. Tidak ada instruktur ataupun waktu khusus untuk berdiskusi dengan sesama peserta didik. Masing-masing peserta didik melakukan proses belajar sesuai dengan kebutuhannya. Pada pembelajaran e-learning sebenarnya menuntut para mahasiswa untuk bisa mengontrol, merencanakan pembelajarannya, memonitor dirinya sendiri serta mengevaluasi dan menilai dirinya sendiri (Widhiartha, 2008).
Untuk melihat gambaran self-directed learning pada pembelajaran yang menggunakan e-learning pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara, peneliti melakukan survey awal pada 75 orang mahasiswa Universitas Sumatera Utara yaitu, mahasiswa di Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi, Fakultas Hukum, Fakultas Teknik, Fakultas ISIP, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Ekonomi, Fakultas Pertanian, Fakultas Farmasi, Fakultas MIPA dan Fakultas Keperawatan. Hasil survey ini menemukan bahwa 81,33% mahasiswa yang belum bisa mengontrol cara pembelajarannya dengan baik saat menggunakan pola pembelajaran e-learning. Hal ini disebabkan karena para mahasiswa memiliki kebiasaan untuk menunda mengerjakan tugasnya, lebih sering menyalin tugas melalui internet, dan mahasiswa tidak bisa fokus dalam mengerjakan tugasnya karena lebih tertarik membuka jejaring sosial.
Selain data yang diatas terdapat beberapa hal yang menyebabkan para mahasiswa tidak melakukan proses pembelajarannya dengan baik. Hal ini disebabkan 45,33% mahasiswa tidak mengetahui letak fasilitas e-learning, seperti Wi-Fi, bahkan beberapa mahasiswa tidak mengetahui fitur-fitur e-library dan e-
journal pada situs Universitas. Selain itu disebabkan terbatasnya akses ke fasilitas
e-library yang memuat berbagai literature yang dibutuhkan oleh mahasiswa.Bukan hanya hal yang diatas saja, fakta menunjukkan bahwa sebenarnya para mahasiswa sudah banyak yang mengenal komputer dari kecil. Bahkan seperlima dari mahasiswa mengaku telah menggunakan komputer pada usia 5-8 tahun, dan semua mahasiswa sudah bisa memiliki komputer pribadi dan dua per tiga sudah memiliki akun e-mail pribadinya. Selain itu, tiga per empat mahasiswa memakai internet selama 4 jam per minggu atau lebih, sedangkan seperlimanya memakai selama 12 jam per minggu atau lebih. Setengah mahasiswa diwajibkan memakai email dalam perkuliahan. Dan untuk tujuan akademik, sebahagioan besar mahasiswa diwajibkan memakai e-mail dalam perkuliahan. Dan untuk tujuan membuat janji dengan profesor (62%), mendiskusikan nilai (58%), atau sekadar meminta penjelas terhadap tugas (75%). Tetapi, hampir 75% mahasiswa mengaku bahwa mereka online untuk berkomunikasi dengan teman-temannya (Williams & Sawyer, 2004).
Warsita (2008) mengatakan bahwa keberadaan e-learning sebenarnya dapat memudahkan mahasiswa dalam proses pembelajaran karena e-learning bertujuan untuk memecahkan masalah atau memfasilitasi dalam kegiatan pembelajaran pada mahasiswa. Pembelajaran e-learning memang memiliki potensi memudahkan dalam penyampaikan modul baru pembelajaran, mengatasi sumber daya, waktu, dan kendala tempat, dan menyamakan kesempatan belajar.
Sebanarnya pada pembelajaran e-learning, self-directed learning bisa sangat membantu karena para mahasiswa dituntut lebih aktif dalam melakukan pembelajaran (Song & Hill, 2007). Tetapi, pada kenyataannya ada beberapa mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang masih belum mampu menggunakan
e-learning secara baik, selain itu dengan fasilitas e-learning pada setiap Fakultas
juga belum setara. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara self-directed learning dengan pola pembelajaran e-
learning pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini apakah ada perbedaan self-directed learning ditinjai dari pola pembelajaran e-learning pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
C. Tujuan Peneletian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan self-
directed learning ditinjau dari pola pembelajaran e-learning pada mahasiswa
Universitas Sumatera Utara.D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dan membantu mengembangkan ilmu psikologi khususnya Psikologi Pendidikan dan bidang lainnya dalam aplikasinya dan memberikan sumbangsih karya ilmuiah yang berhubungan dengan perbedaan self-directed learning ditinjau dari pola pembelajaran e-learning pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara sehingga dapat memperkaya teori yang ada sebelumnya.
2. Manfaat Praktis a.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan
self-directed learning ditinjau dari pola pembelajaran e-learning yang
dimiliki oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara kepada pembaca khususnya mahasiswa psikologi dan pendidik serta masyarakat luas.
b.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai self-directed learning dan pola pembelajaran e-learning.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Bab I berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : Landasan Teori Bab II berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Disini peneliti mencoba menguraikan teori-teori yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini, yang kemudian disimpulkan dalam suatu hipotesa.
BAB III : Metode Penelitian Berisikan mengenai metode-metode dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel, dan metode analisis data.
Bab IV : Analisa dan Interpretasi Data Hasil Penelitian Terdiri dari analisis data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.