Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Pemangkasan dan Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Lahan Ternaungi

  4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Berdasarkan Steenis, dkk (2005) tanaman kedelai termasuk ke dalam, kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, class: Dicotyledoneae, ordo: Fabales, family: Leguminoceae, genus: Glycine, species: Glycine max (L) Merrill.

  Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah.

  Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 – 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO

  3 ) (Suprapto, 1999).

  Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70-150 cm), menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar

  5 dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya (Hidayat, 1985).

  Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (Rubatzky dan Yamaguchi,1997).

  Sebagian besar kedelai mulai berbunga pada umur antara 5-7 minggu. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong (Hidayat, 1985).

  Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga.

  6 Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia (Rukmana dan Yuyun,1996).

  Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Kedelai dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1.500 dpl. Suhu yang

  o

  dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34

  C, dengan suhu optimum bagi

  o

  pertumbuhan 23-27

  C. Perkecambahan optimal terjadi pada suhu 30 ˚ C. Selain itu penyinaran matahari 12 jam/hari atau minimal 10 jam/hari dan curah hujan yang paling optimal antara 100-200 mm/bulan (Andrianto dan Indarto, 2004).

  Kedelai menghendaki suhu lingkungan yang optimal untuk proses pembentukan bunga yaitu 25-28°C serta pembentukan polong optimal pada

  7

  o

  kisaran 26.6-32

  C. Kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian tempat berkisar 20-300 m dpl. Umur berbunga tanaman kedelai yang ditanam pada dataran tinggi mundur 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (Adisarwanto, 2005).

  Tanah Tanaman kedelai dapat tumbuh baik jika drainase dan aerasi tanah baik.

  Untuk dapat tumbuh subur kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, serta kaya bahan organik. Bahan organik yang cukup akan memperbaiki dan menjadi bahan makanan bagi organisme dalam tanah (Suprapto,1999).

  Tanah yang dapat ditanam kedelai harus memiliki air dan hara tanaman yang cukup untuk pertumbuhannya. Tanah yang mengandung liat tinggi perlu perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada jenis tanah alluvial, regosol, gumosol, latosol dan andosol (Andrianto dan Indarto, 2004).

  Pada tanah yang memiliki pH 5,5 atau pada tanah masam pertumbuhan bintil akar akan terhambat sehingga proses pembentukan nitrifikasi akan berjalan kurang baik serta kedelai dapat keracunan alumunium (Rukmana dan Yuyun, 1996).

  Pemangkasan

  Pemangkasan merupakan suatu teknik untuk mengatur bentuk tanaman agar dapat menumbuhkan tunas-tunas baru dan memungkinkan melakukan panen pada tingkat produksi tertentu serta membuang cabang yang tidak produktif (Jaya, 2009).

  8 Pemangkasan pada tanaman bertujuan untuk membentuk tajuk dan merangsang pembungaan. Bagian tanaman yang dipangkas adalah cabang, ranting, tunas, batang, dan bagian tanaman yang timbulnya berlebihan atau terserang penyakit (Putri, dkk., 2010).

  Menurut Salisbury dan Ross (1992) bahwa pertumbuhan tunas-tunas terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah dikarenakan terangsang oleh perlakuan pemangkasan. Tindakan pemotongan dilakukan agar tidak menyebabkan pengaruh yang besar terhadap kandungan karbohidrat pada batang, maka harus tetap mempertahankan tinggi pemangkasan yang optimum.

  Selain memperindah dan menyeimbangkan bentuk tanaman, pada dasarnya pemangkasan merupakan upaya perawatan yang mengacu pada manfaat atau tujuan tertentu: (1) mengatur dan mengarahkan pertumbuhan, (2) merangsang pertumbuhan bunga dan buah, (3) menyuburkan dan menyehatkan, (4) memperpanjang usia sekaligus meremajakan (Prasetyowati, 2010).

  Produksi fotosintat, sistem translokasi fotosintat dan akumulasi fotosintat pada suatu organ tertentu sangat ditentukan oleh kualitas pertumbuhan tanaman.

  Fotosintat yang dihasilkan akan optimal jika tanaman dapat melakukan proses fotosintesis secara optimal pula. Tentu hal ini sangat berhubungan dengan unsur - unsur yang terlibat dalam proses fotosintesis. Translokasi fotosintat dari sumber (source) ke pengguna (sink) diatur oleh suatu senyawa kimia pengendali pertumbuhan tanaman yang disebut dengan plant growth substances, jika merupakan senyawa buatan yang diberikan secara eksogen disebut plant growth regulator (Salisbury and Ross, 1992).

  9 Pemangkasan pucuk tanaman kedelai pada beberapa fase pertumbuhan, yakni vegetatif (V5), awal generatif (R1) dan akhir generatif (R3) terbukti secara signifikan menekan tinggi tanaman, meningkatkan luas daun, berat biji per tanaman, berat kering tajuk, cabang produktif dan jumlah polong berisi (Mawarni, 1997).

  Pada prasetyowati (2010) peangkasan pucuk tanaman kedelai berpengaruh nyata meningkatkan jumlah cabang produktif. Hal ini sejalan dengan Mugnisjah dkk (2000) yang menunjukkan bahwa pemangkasan pada kedelai mempengaruhi bentuk tajuk melalui penambahan jumlah cabang.

  Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

  TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22–23% TKKS atau sebanyak 220–230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama 1 jam, maka akan dihasilkan sebanyak 23 ton (Yunindanova, 2009).

  Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini mengembangkan teknologi pengomposan yang telah dipatenkan dengan menggunakan bahan baku limbah kelapa sawit (Patent No. S00200100211, Guritno et al., 2001 dalam PPKS, 2008). Teknologi ini memungkinkan tercapainya "zero waste" pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS), yang berarti semua limbah di PKS akan terolah sehingga tidak ada lagi limbah yang dibuang ke lingkungan. Kompos TKKS tersebut telah dimanfaatkan baik untuk tanaman kelapa sawit itu sendiri, tanaman pangan maupun tanaman hortikultura (PPKS, 2008). Kompos TKKS dapat diaplikasikan untuk berbagai

  10 tanaman sebagai pupuk organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk kimia (Widiastuti dan Panji, 2007).

  Peningkatan pertumbuhan akar dalam tanah yang ditambahkan dengan pupuk atau bahan organik sisa-sisa pembusukan, dapat meningkatkan produksi akar-akar cabang dalam tanah yang diaplikasikan pupuk tersebut. Setiap penambahan pupuk dapat mendorong seluruh pertumbuhan tanaman dan secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan akar pada seluruh kedalaman perakaran normal dan bahkan mendorong perakaran lebih dalam (Muslim, 2009).

  Hanafiah (2005) menyatakan bahwa pemberian bahan organik tanah dapat mempengaruhi ketersediaan fosfat melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO . Asam-asam organik seperti asam

  2

  malonat, asam oksalat dan asam tatrat akan menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.

  Pengaruh Naungan dan Mekanisme Adaptasi Tanaman Kedelai

  Menurut Salisbury dan Ross (1992) cahaya matahari sangat besar peranannya dalam proses fisiologi tumbuhan seperti proses fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, dan berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan. Pada kondisi cahaya rendah, bentuk adaptasi tanaman meliputi: 1) pengurangan kecepatan respirasi untuk menurunkan titik kompensasi. 2) peningkatan luas daun untuk memperoleh satu permukaan yang lebih besar bagi absorbsi cahaya; 3) Peningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya dan luas daun.

  11 Kedelai merupakan tanaman C

  3 yang dapat mengalami kehilangan air

  lebih banyak dibandingkan tanaman C seperti jagung dan sorgum, karena

  

4

  tanaman C

  3 memiliki rasio transpirasi yang lebih tinggi dan keadaan stomata yang

  selalu terbuka. Tanaman C4 akan tumbuh baik pada lahan terbuka, sedangkan tanaman C3 lebih mampu ditanam pada lahan ternaungi (Yunita, dkk., 2008).

  Berdasarkan hasil penelitian Soverda, dkk (2009) menyatakan pada pemberian naungan 50% berpengaruh nyata terhadap jumlah polong pertanaman.

  Penurunan jumlah polong pertanaman dikarenakan pendistribusian hasil lebih besar diberikan ke tanaman yang menerima cahaya normal. Hasil penelitian Wahyu dan Sundari (2011) jumlah polong isi pertanaman kedelai pada lingkungan tanpa naungan berkisar antara 24-35 polong dengan rata-rata 29 polong, sedangkan pada lingkungan ternaungi 50% berkisar antara 6-16 polong dengan rata-rata 12 polong, terjadi penurunan jumlah polong 42%.

  Efek pendorong auksin akibat kekurangan adanya cahaya, oleh sebab itu tunas yang mendapat penyinaran tidak tumbuh secepat tunas ditempat gelap.

  Dengan demikian pertumbuhan di lapangan merupakan hasil dari rangsangan cahaya melalui fotosintesis dan produksi bahan makanan dan hambatan cahaya melalui pengurangan efek auksin (Sitompul dan Guritno, 1995).

  Karakter morfologi tanaman ternaungi dibandingkan dengan tanaman yang mendapat cahaya penuh menurut Daubenmire (1974) dan Anderson dan Osmon (1987) dalam Wirnas (2005) ditandai dengan batang lebih kecil karena xilem kurang berkembang, luas daun per tanaman lebih besar, jarak antar buku lebih panjang, jumlah cabang lebih sedikit, akar lebih pendek, rasio akar dan tajuk rendah, bintil akar sedikit. Dari segi anatomi terlihat bahwa sel daun berukuran

  12 lebih besar dan tipis, endodermis, kutikula dan dinding lebih berkembang, kloroplas lebih banyak dan besar. Karakter fisiologi tanaman ternaungi ditandai dengan kandungan klorofil lebih tinggi, laju fotosintesis rendah, laju respirasi rendah, kandungan air lebih tinggi, tranpirasi lebih lambat dan C/N rendah.