BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Inotropik Dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Pada Isolat Jantung Tikus

  Berikut adalah sistematika tumbuhan (Ibrahim, et al., 2004). Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales Suku : Asteraceae Spesies : Vernonia amygdalina Del.

  Daun Afrika mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut: Batang tegak, tinggi 1-3m, bulat, berkayu, berwarna coklat kotor; daun majemuk, anak daun berhadapan, panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, tebal 7-10 mm, berbentuk seperti ujung tombak, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, berwarna hijau tua; akar tunggang, berwarna coklat kotor (Ibrahim, et al., 2004; Ijeh, 2010).

  Hasil penelitian (Ejoh, et al., 2007; Ijeh, 2010) menunjukkan bahwa tanaman daun Afrika banyak mengandung nutrisi dan senyawa kimia, antara lain adalah sebagai berikut: protein 19,2%, serat 19,2%, karbohidrat 68,4%, lemak 4,7%, asam askorbat 166,5 mg/100 g, karotenoid 30 mg/100 g, kalsium 0,97 g/ 100 g, besi 7,5 mg/100 g, fosfor, kalium, sulfur, natrium, mangan, tembaga, zink, magnesium dan selenium. Senyawa kimia yang terkandung dalam daun Afrika antara lain: saponin (vernoniosida dan steroid saponin), seskuiterpen lakton (vernolida, vernodalol, vernolepin, vernodalin, dan vernomygdin), flavonoid, koumarin, asam fenolat, lignan, xanton, terpen, peptida, dan luteolin.

  Daun Afrika telah banyak digunakan untuk obat-obatan dan telah banyak penelitian yang telah dilakukan untuk tumbuhan tersebut seperti antioksidan (Pinem, 2012) antimutagenik (Ginting, 2012), antikanker (Oyugi, 2009), antidiabetes (Atangwho, et al., 2007; Nwawnjo dan Nwokoro, 2004; Setiawan, 2012) dan analgetik (Njan, et al., 2008).

  Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

  Metode ekstraksi menurut Agoes (2007), Anief (2000), Ditjen POM (2000) dan Syamsuni (2006) ada beberapa cara, yaitu:

  1. Maserasi Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.

  2. Perkolasi Perkolasi adalah suatu cara penyarian simplisia menggunakan perkolator dimana simplisianya terendam dalam pelarut yang selalu baru dan umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

  3. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya dalam jangka waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

  Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.

  5. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada

  o

  suhu 40-60 C.

  6. Infus

  o

  Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90 C selama 15 menit.

  7. Dekok

  o

  Dekok adalah ekstraksi pada suhu 90 C menggunakan pelarut air selama 30 menit.

2.3 Gagal Jantung Kongestif

  Gagal jantung kongestif (GJK) adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat karena fungsi pompa sentral jantung mengalami gangguan. GJK bisa disebabkan berbagai penyakit, di antaranya penyakit yang menyebabkan lemahnya otot jantung, penyakit yang menyebabkan kaku otot jantung, dan dapat mempertinggi kebutuhan akan oksigen oleh jaringan tubuh yang melebihi kapabilitas jantung terletak dibagian atas jantung dan dua ventrikel (kiri dan kanan) yang terdapat pada bagian bawah jantung. Otot ventrikel bertindak memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga disebut pompa sentral. Jika otot ventrikel berkontraksi disebut sistole. Jantung bagian kiri inilah secara langsung yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen. Banyak penyakit yang menggangu pompa ventrikel, misalnya, karena melemasnya otot ventrikel akibat serangan jantung atau infeksi (miokarditis). Rendahnya kemampuan pompa jantung oleh ventrikel akibat lemahnya otot ventrikel (disfungsi sistolik). Setiap kali setelah ventrikel berkontraksi (sistole) akan diikuti periode relaksasi agar darah dari atrium mengisi ventrikel, periode relaksasi itu disebut diastole (Harahap dan Nasution, 2009).

  Gagal jantung berasal dari dalam miokardium yang terjadi akibat kemampuan tekanan otot jantung untuk mengembang secara adekuat terganggu (gagal miokardium). Di samping itu juga dapat disebabkan karena gangguan mekanis, yaitu kegagalan pengisian ventrikel atau kegagalan menyemburkan darah dari jantung ke seluruh tubuh. Secara garis besar, ada tiga tipe gagal jantung. Pertama, gagal jantung ventrikel kiri. Kedua, gagal jantung ventrikel kanan, dan yang ketiga gagal jantung kongestif (kombinasi pertama dan kedua). Secara klinis, sindrom umum gagal jantung kongestif (GJK) berdasarkan hemodinamik ditandai dengan rendahnya keluaran jantung, kongestif venus (biasa pada pulmonary saja, sistemis atau keduanya sekaligus).

  Tanda-tanda ini sejak lama telah diakui para ahli. Manifestasi GJK yang sering dan asites (Harahap dan Hadisahputra, 1995).

2.4 Tipe Dan Penyebab Gagal Jantung

  Penyebab khusus gagal jantung sering tidak dapat dipastikan dan diidentifikasi, meskipun dalam waktu yang lama seorang penderita mengalami hipertensi. Tetapi yang jelas, hipertensi mempunyai pravalensi yang tinggi untuk berkembang menjadi GJK. Akan tetapi GJK juga disebabkan abnormalitas pada bagian tertentu di jantung. Pertambahan umur, secara perlahan akan menurunkan fungsi dan performa jantung. Oleh karena itu, pada orang yang berusia lanjut gagal jantung merupakan suatu keadaan yang membahayakan. Pada jantung normal, gagal jantung biasa juga terjadi apabila dalam keadaan hipertiroidisme (Harahap dan Hadisahputra, 1995).

  Pada keadaan istirahat, sekitar 80 ml darah dikeluarkan dari ventrikel ke dalam pulmonary dan sistem sirkulasi pada setiap sistolik. Dan hal ini akan menghasilkan total kardiak output 160 ml/denyut. Keluaran (output) ventrikel kiri ke dalam aorta setiap denyut disebut isi sekuncup (stroke volume). Dalam keadaan istirahat dengan laju denyut (heart rate) ± 72 d/m, keluaran jantung (cardiac output) = (HR x SV) = 72 x 80 ml = 5760 ml. Sejumlah inilah darah yang dipompakan dari jantung ke sirkulasi sistemik setiap menit. Isi kandungan ventrikel ± 130 ml darah. Jadi, dengan demikian setiap denyut jantung menyemburkan darah ± 60% dari kandungan ventrikel (± 60 ml sisa sebagai volume residu). Pada jantung yang lemah, isi sekuncup (SV) sangat rendah dan volume residu akan meningkat. Jadi pengisian rongga jantung cenderung serabut otot ventrikel akan meregang secara berlebihan (over stretching) sehingga fungsi jantung tidak efesien. Penampilan jantung dipengaruhi oleh tekanan terhadap otot jantung pada akhir pengisian dan selama pengosongan. Tekanan pada saat pengisian disebut preload, sedangkan tahanan atau rintangan pada saat pengosongan darah disebut afterload. Oleh karena itulah daya kekuatan yang terdapat pada sirkulasi arterial harus mampu ditentang oleh jantung oleh sistem pompanya agar penyaluran darah terjadi dengan baik (Harahap dan Hadisahputra, 1995).

2.5 Tanda-Tanda Dan Simptom Gagal Jantung

  Simptom yang paling utama dalam keadaan ini adalah sesak nafas menyebabkan terjadinya pengurasan tenaga dan dapat menyebabkan ambruk (orthopnoea). Pasien sangat mudah lelah akibat rendahnya suplai darah ke otot-otot tubuh. Jika pasien mengalami edema disertai batuk dan sesak nafas, tidur pasien akan terganggu. Peningkatan produksi urin bisa terjadi dan pengosongan bladder umumnya terjadi pada malam hari (nocturia). Orthopnoea dapat mempercepat serangan yang membuat pasien terengah- engah pada malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnoea, PND). Simptom lain yang berhubungan erat dengan pengurangan suplai darah ke jaringan dan organ adalah kebingungan, gagal ginjal, hepatomegali, perut kembung, anoreksia, nausea, sakit pada abdominal. Kulit menjadi pucat, tangan dingin dan berkeringat juga termasuk simptom yang sering ditemukan (Harahap dan Hadisahputra, 1995).

  Kongestif

  Gagal jantung kongestif (GJK) dapat disebabkan oleh gangguan kemampuan otot jantung berkontraksi atau meningkatnya beban kerja dari jantung. Penyebab dasar gagal jantung kongestif antara lain penyakit jantung arteriosklerosis, penyakit hipertensi, penyakit katup jantung, kardiomiopati yang melebar. Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan curah jantung. Tiga golongan obat menunjukkan efektivitas klinis dalam mengurangi gejala-gejala dan memperpanjang kehidupan: 1) vasodilator yang mengurangi beban miocard; 2) obat diuretik yang menurunkan cairan ekstraseluler dan; 3) obat-obat inotropik yang meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (Mycek, et al., 2001; Chaidir dan Munaf, 2006).

2.6.1 Vasodilator

  Pada gagal jantung kongestif, gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh peningkatan kompensasi pada preload dan afterload. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole. Peningkatan

  preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan. Afterload adalah tekanan

  yang harus diatasi jantung ketika memompa darah ke sistem atrial. Peningkatan

  afterload menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa darah ke sistem

  arterial. Vasodilatasi berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan. Dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena; dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Vasodilator akan Munaf, 2006).

  A. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACE) Inhibitor ACE merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif dan lebih baik dibandingkan vasodilator lain. Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk vasokonstriksor kuat angiotensin II. Obat-obat ini juga menghilangkan kecepatan inaktivasi bradikinin. Vasodilatasi terjadi sebagai akibat efek bersama vasokonstriktor yang lebih rendah yang disebabkan berkurangnya angiotensin II dan efek vasodilator yang kuat dari peningkatan bradikinin. Dengan mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi, inhibitor ACE juga mengurangi sekresi aldosteron, menyebabkan penurunan retensi natrium dan garam. Inhibitor ACE bekerja pada jantung dengan menurunkan resistensi vaskular, vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung. Obat ini juga menghambat peningkatan epinerfrin akibat hipertensinogen II dan aldosteron dalam GJK (Mycek, et al., 2001; Chaidir dan Munaf, 2006).

  B. Relaksan otot polos langsung Dilatasi pembuluh vena menyebabkan penurunan preload jantung dengan meningkatan kapasitas vena; dilator arterial mengurangi retensi sistem arteriolar dan menurunkan afterload. Nitrat biasanya diberikan pada dilator vena untuk pasien GJK. Jika pasien intoleransi terhadap inhibitor ACE, biasanya digunakan kombinasi hidralzin dan isosorbit dinitrat. Amlodipin dan felodipin mempunyai efek inotropik negatif dibanding dengan penyekat kanal 2001; Chaidir dan Munaf, 2006).

2.6.2 Diuretik

  Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat- obat ini berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan venous return ke jantung (preload). Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tekanan darah (Mycek, et al., 2001; Chaidir dan Munaf, 2006).

  Pada fungsi ginjal yang normal, golongan tiazid adalah obat pilihan

  untuk gagal jantung. Obat golongan ini meningkatkan ekskresi Na dan Cl

  • melalui urine. Secara sekunder terjadi pengeluaran K akan membahayakan penderita yang juga mendapat digitalis sebab bisa terjadi hipokalemia, karena jantung akan lebih rentan terhadap digitalis sehingga akan mudah terjadi keracunan digitalis. Dalam hal ini perlu pemeriksaan elektrolit secara berkala.
Pasien juga harus diberikan sediaan mengandung kalium (KCl) atau banyak makan buah-buahan (Chaidir dan Munaf, 2006).

2.6.3 Glikosida Jantung

  Pada Tahun 1775 William Withering telah menangani dropsy dengan memberi infus dari berbagai tanaman. Di antara tanaman itu ialah Purple

  foxglove (Digitalis purpurea) yang termasuk familia Scropulariaceae.

  Beberapa tahun kemudian diisolasilah bahan kimia yang aktif dalam karena efeknya memperkuat otot jantung. Senyawa tersebut mampu mengubah ritme jantung sehingga memperpanjang kontraksi sistolik. Glikosida jantung juga dapat memperbaiki sirkulasi umum, mengurangi edema yang sering dihubungkan dengan GJK dan membantu sekresi renal (Harahap dan Hadisahputra, 1995).

  Struktur glikosida jantung terdiri dari dua bagian. Bagian gula (glikon) dan bagian non gula (aglikon) (Claus, et al., 1971; Mehana, 2008). Pada bagian aglikon terdapat inti steroid berupa siklopenantren dan cincin lakton. Sedangkan pada bagian glikon terdapat gugus gula seperti D-glucose, D- digitoxose, L-rhamnose, dan D-cymarose (Gambar 2.1) (Claus, et al., 1971; Melero, et al., 2000; Mehana, 2008; Weis, et al., 2005).

  O O CH CH H

3

H H OH OH CH 3 H cincin lakton (S) (S) H OH H H H CH3 (S) O H O H OH H OH CH (S) H 3 (R) O O H H O H H

  3 O H H OH bagian non gula (aglikon) bagian gula (glikon)

Gambar 2.2. Rumus struktur Glikosida jantung (Melero, et al., 2000)

  Berbagai glikosida jantung telah digunakan sebagai obat selama berabad-abad. Dahulu, efek manfaatnya pada gagal jantung diyakini berasal dari efek inotropik positif untuk miokardium yang lemah dan khasiatnya dalam mengendalikan laju respons ventrikel terhadap fibrilasi atrium. Namun, sekarang disadari bahwa glikosida jantung juga memodulasi aktivasi sistem saraf simpatik, suatu mekanisme tambahan yang mungkin berperan penting terhadap khasiatnya untuk gagal jantung (Mehana, 2008).

2.6.3.1 Mekanisme Kerja Glikosida Jantung

  Glikosida jantung mempunyai mekanisme kerja penghambatan Na /K

  ATPase yang merupakan inhibitor transport aktif Na dan K yang kuat dan sangat selektif untuk melintasi membran sel, dengan cara berikatan pada suatu

  tempat khusus pada sisi ekstrasitoplasma di sub unit α pada Na /K -ATPase, sejenis enzim “pompa Na” dalam sel. Pengikatan glikosida jantung dengan

  Na /K -ATPase dan penghambatan pompa ion dalam sel ini bersifat reversible dan dihantarkan secara entropik. Obat-obatan ini khususnya berikatan dengan enzim tersebut setelah fosforilasi pada suatu β-aspartat di sisi sitoplasma pada

  • sub unit α dan menstabilkan konformasi ini. K eksternal menyebabkan defosforilasi enzim tersebut sebagai tahap awal translokasi aktif kation ini ke dalam sitosol, sehingga menurunkan afinitas enzim tersebut untuk mengikat glikosida jantung (Weis, et al., 2005; Melero, et al., 2000).

  Inotropik positif (peningkatan daya kontraksi) yang diinduksikan oleh glikosida jantung adalah karena kemampuannya menghambat secara langsung

  • 2+

  2+

  peningkatan Ca intrasel dan memperpanjang slow inward Ca selama berlangsung potensial aksi. Digitalis pada konsentrasi terapeutik pengaruhnya tidak secara langsung terhadap protein kontraktil jantung. Begitu juga efek inotropik positif digitalis bukan disebabkan tindakannya terhadap mekanisme intraseluler yang menyediakan energi kimia untuk proses kontraksi tersebut.

  Hidrolisis ATP oleh enzim Na /K -ATPase adalah suatu pengaruh yang

  • disebut Na pump, yaitu sistem yang terdapat di dalam sarkolema serat jan

  yang secara aktif mengekstrusi Na dan memindahkan K ke dalam serat

  jantung. Glikosida jantung secara spesifik berikatan dengan Na /K -ATPase untuk menghambat aktivitasnya. Dengan demikian tranpor aktif kedua kation monovalen tadi akan terganggu. Akibatnya secara perlahan-lahan terjadi

  peningkatan Na intraseluler dan secara perlahan pula penurunan K . Digitalis pada konsentrasi terapeutik, perubahan keluar masuk kedua kation tersebut

  • sangat kecil. Peningkatan Na inilah yang secara krusial menghasilkan

  2+

  inotropik positif akibat pemberian digitalis. Hal ini adalah karena Ca yang

  • terdapat di dalam intraseluler dipertukarkan dengan Na intraseluler oleh sistem transport yang dikendalikan oleh konsentrasi gradient dan potensial
  • trans membran. Apabila Na meningkat akibat inhibisi pump oleh digitalis,

  2+ 2+

  maka pertukaran Na-ekstraseluler untuk Ca intraseluler diperkecil, dan Ca ditingkatkan (sebelum dan selama kontraksi). Akibat dari peristiwa itu

  2+

  terjadilah peningkatan simpanan Ca di dalam retikulum sarkoplasma (RS),

  2+

  pada setiap potensial aksi pembebasan Ca dalam jumlah besar akan terjadi jantung (Harahap dan Hadisahputra, 1995).

2.6.3.2 Agonis β-adrenergik

  Stimuli β-adrenergik memperbaiki kemampuan otot jantung dengan efek inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Dobutamin adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis. Dobutamin menyebabkan peningkatan siklik-AMP intrasel yang menyebabkan aktivasi protein kinase.

  Saluran kalsium lambat merupakan tempat penting fosforilasi protein kinase. Jika difosforilasi, masuknya ion kalsium ke dalam sel miokard meningkat, sehingga meningkatkan pula kontraksi (Mycek, et al., 2001).

  Pada dosis sedang, dobutamin meningkatkan kontraksi miokard tanpa meningkatkan frekuensi denyut jantung, sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara kimia dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus aromatik sebagai

  • pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama bekerja pada β

  1 adrenoreseptor, sedikit mempengaruhi β

  2 -reseptor dan α serta tidak mempengaruhi reseptor dopamin (Chaidir dan Munaf, 2006).

2.6.3.3 Inhibitor fosfodiesterase

  Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah amiron dan miliron sebagai inhibitor fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi siklik- AMP intrasel, dan meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil uji klinis menunjukkan bahwa obat-obat memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung kongestif (Mycek, et al., 2001; Chaidir dan Munaf, 2006).

Dokumen yang terkait

Efek Inotropik Dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Pada Isolat Jantung Tikus

3 65 97

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas AntioksidanN Ekstrak Etanol Daun Cincau Perdu

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Majakani (Quercus Infectoria G. Olivier) Terhadap Tikus Putih Yang Diinduksi Karagenan

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Majakani Terhadap Tikus

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Rotan (Daemonorops draco (Willd.) Blume) terhadap Tikus yang Diinduksi Karagenan

0 4 14

Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia sp.) pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol

0 2 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Pemanfaatan Ekstrak Daun Keben (Barringtonia asiatica Kurz.) Sebagai Pewarna Rambut

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Kadar Nitrogen Monooksida Plasma Darah Tikus Sebagai Terapi Pendamping Pada Penggunaan Doksorubisin

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

0 1 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir (Solanum sanitwongsei Craib.) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tikus Wistar Normotensi dan Hipertensi

0 0 26