Hubungan Antara Nyeri Dan Fleksibilitas Sendi Lutut

What are treatment options?
The treatment options for osteoarthritis, include:


Joint and muscle exercises to improve strength and flexibility



Weight management to relieve stress on weight-bearing joints



Anti-inflammatory drugs for degenerative joint disorders



Heat/Cold therapies



Synovectomy (surgical removal of inflamed synovial tissue)




Osteotomy (restructuring of the bones to shift stresses from diseased to more healthy
tissue)



Partial knee replacements (unicompartmental knee - replaces only diseased portion of the
joint)



Total knee replacement (used when severe osteoarthritis is present)

http://www.zimmer-latinoamerica.com/ctl?
template=PC&template=PC&op=global&action=1&id=380
2011
DR.Noer Rachma,dr.SpRM.
Margono,dr.,Mkk.

Anik Lestari,dr.,MKes.
Siswarni,dr.SpRM.
Veronika Ika B.,dr.
Osteoartritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang disebabkan perubahan
pada tulang rawan dan tulang sekelilingnya. Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman
sensoris dan emosional berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial.
Fleksibilitas merupakan salah satu bagian yang berpengaruh untuk membentuk gerakan
yang diinginkan, berhubungan dengan lingkup gerak sendi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui adakah hubungan antara nyeri dan fleksibilitas sendi lutut dengan kecepatan
berjalan pada penderita OA lutut.
Osteoartritis adalah penyakit sendi yang paling sering ditemukan di
antara penyakit sendi lainnya, dikenal dengan singkatan OA. Pada OA primer, sendi
lutut adalah yang paling sering terkena dibanding sendi yang lain, dimana gangguan
fungsi terjadi karena merupakan sendi penumpu berat ( Soeroso, 2008 ).
OA lutut merupakan sebagian penyebab disabilitas lokomotor. Nyeri
sendi merupakan keluhan utama yang sering dirasakan sehingga membawa penderita

berobat ke dokter atau rumah sakit. Mula-mula nyeri dirasakan setelah melakukan
aktivitas, akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari serta tidur penderita pada
stadium lanjut. Keluhan keterbatasan gerak sendi terutama dalam gerakan fleksi dan

ekstensi maksimal acapkali dirasakan oleh penderita OA lutut. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan kemampuan penderita untuk berjalan, menaiki, dan
menuruni tangga serta kegiatan sehari-hari lainnya ( Sterling. et al,2002 ).
Intervensi Rehabilitasi Medik meliputi : pengurangan rasa nyeri,
pemeliharaan serta pemulihan lingkup gerak sendi dan kekuatan otot, pengurangan
beban sendi, pencegahan atau pengurangan kontraktur, serta pemeliharaan
kesegarisan sendi. Seperti kita ketahui bahwa tujuan utama dari program Rehabilitasi
adalah menolong penderita mendapatkan kembali kemampuan fungsional pada
tingkat yang setinggi mungkin, diantaranya dalam hal pola berjalan ( Soeroso,2008 ).
2
Evaluasi pola berjalan dipakai secara luas karena pengukuran klinis dari
kekuatan otot, lingkup gerak sendi dan kesegarisan postural saja kurang dapat
menggambarkan kemampuan seseorang dalam berjalan. Tujuan evaluasi pola berjalan
antara lain untuk melihat derajat ketidakmampuan berjalan penderita, untuk
menentukan penanganan yang sesuai, dan untuk mencari mekanisme penyebab
terjadinya fungsi berjalan yang tidak normal ( Norkin, 2001 ).
Pola berjalan pada penderita OA lutut dipengaruhi oleh banyak faktor,
maka perlu diketahui faktor-faktor pengaruh tersebut di antaranya : nyeri lutut, dan
fleksibilitas lutut. Untuk itu ingin dicari hubungan antara nyeri lutut, fleksibilitas
lutut, dan pola berjalan dalam hal ini kecepatan berjalan pada penderita OA lutut.

Dengan diketahuinya hubungan antara faktor-faktor tersebut diharapkan dapat
dipakai sebegai arah dan ketepatan terapi Rehabilitasi Medik pada penderita OA
lutut.
1. Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut
a. Sendi, Ligamen Articular, Dan Meniscus
Lutut, sendi terbesar merupakan sendi condylar, terbentuk dari 3 artikulasi (persendian) yaitu
tibiofemoral lateral dan medial, dan patellofemoral dan terdapat cavum. Tulang lutut distabilisasi
oleh ligamen, capsula articular, ligamentum patella, ligamentum collateral medial (tibial) dan
ligamentum collateral lateral (fibular), dan ligamentum cruciatum anterior dan posterior.
Bantalan femoral dan condylus tibial adalah discus fibrocartilagenous lateral dan medial,
meniscus. (Isbagio,2001 ; Tulaar, 2007)
Lutut yang berisi ligamen yang lebar dimana membantu mengatur gerakan dengan mengikat
tulang dan menyangga sendi juga mencegah gerakan yang abnormal.
Discus fibrocartilagineous sebagai bantalan lutut / membantu menahan tekanan lutut selama
gerakan. Kartilago artikular merupakan jenis jaringan penyambung yang paling sering terserang
penyakitpenyakit reumatik. Biasanya pada kartilago artikular tak ada pembuluh darah maupun
saraf. Kartilago ini menerima nutrisi dari cairan sendi yang meliputinya atau dari pembuluhpembuluh darah yang memperdarahi lempeng ujung tulang. (Rochman, 2007)
b. Membran Synovial Dan Bursa
Membran synovial lutut membran terbesar, pada tepi atas patella,
membentuk kantong tendon otot quadriceps femoris.

Regio lutut terdapat beberapa bursa :

1) Bursa prepatellar relatif besar terletak pada aspek anterior lutut dan memisahkan kulit dari
patella.
2) Bursa infrapatellar superficial terletak antara kulit dan bagian proksimal ligamentum patella.
3) Bursa infrapatellar dalam terletak pada bagian distal ligamentum patella.
4) Subpopliteal terletak posterior pada aspek lateral sendi dan memisahkan tendon otot popliteus
dari condylus lateral femur, perluasan dari membran
synovial sendi lutut.
5) Bursa gastrocnemius terletak pada aspek posterior dan medial sendi antara caput. Medial otot
gastrocnemius dan capsula articular. Secara klinis dianggap penting, bursa juga berhubungan
dengan sendi lutut, dan dengan bursa semimembranosus yang terletak lebih superficial.
6) Bursa semimembranosus terletak posterior dari aspek medial lutut. Terletak antara otot
semimembranosus dan caput medial otot gastrocnemius.
7) Bursa anserine sebelah medial dan terletak antara ligamentum collateral medial dan tendon
otot sartorius, gracillis dan semitendinosus.
Fungsi utama bursa adalah : menyokong dan melindungi tubuh dan organ-organ interna. Selain
itu, juga mempunyai peran utama dalam
(1) menyalurkan nutrisi dan produk sisa dan
(2) proses peradangan dan perbaikan yang terjadi dalam jaringan-jaringan yang cedera. Tiga

jenis protein fibrilar yang terdapat dalam jaringan penyambung adalah : elastin, retikulin, dan
kolagen, sedangkan kolagen merupakan jenis protein yang paling banyak jumlahnya
dibandingkan dengan yang lain. (Thompson,1998)
c. Otot
Otot yang paling penting adalah quadriceps femoris. Merupakan otot ekstensor terbesar dari
tungkai, menyatu dengan ligamentum patella menutupi patella, dan insersi pada tuberositas
tibial. Fleksi tungkai oleh otot hamstring (biceps femoris, semitendinosus, dan
semimembranosus).
Rotasi eksternal tibia dan fibula adalah fungsi dari otot biceps femoris, dan rotasi internal adalah
fungsi dari otot popliteus dan semitendinosus.
Otot gastrocnemius, membentuk sebagian besar betis, membantu membatasi hyperekstensi lutut,
juga plantar fleksi kaki.
2. Osteoartritis
a. Pengertian
Di Amerika Serikat dengan pemeriksaan radiologis ditemukan lebih dari 50% populasi usia 65
tahun menderita kelainan OA pada sendi lutut dan semua populasi pada usia > 75 tahun
mempunyai kelainan pada sendi lututnya, walaupun demikian sebagian besar dari populasi ini
tidak menunjukkan gejala OA. Oleh karena itu OA tidak dapat disebut sebagai tanda-tanda atau
ciri-ciri pada lansia normal. (Fife RS, 2008)
Menurut Brandt (2000) Diantara semua penyakit sendi yang spesifik, OA merupakan penyakit

yang paling sering menyebabkan keluhan reumatik.
Pada pemeriksaan radiology, pada populasi yang lebih dari 55 tahun,lebih dari 80%
menunjukkan adanya OA. Akan tetapi tidak semua penderita menunjukkan gejala atau keluhan,
10-20% mengalami keterbatasan gerak pada sendi yang terkena.
Secara makroskopis kelainan pada penderita OA pada awalnya dimulai dengan terjadinya
irregularitas dari permukaan sendi, dilanjutkan dengan terjadinya fibrilasi dan kerusakan pada
rawan sendi. Secara mikroskopis pada permukaan rawan sendi akan tampak irregularitas atau

fibrasi, kemudian terjadi celah dan akhirnya rawan sendi akan menipis sampai menghilang
sehingga terjadi kontak antara ke-2 tulang persendian.
Pada awal terjadinya OA, dapat ditemukan sel-sel inflamasi akan tetapi keadaan ini hanya
ditemukan dalam waktu yang singkat, kecuali OA pada tangan terutama penderita wanita.
b. Faktor resiko
M enurut Berenbaum (2008), faktor terjadinya semua perubahan
ini masih belum pasti. Tetapi ada beberapa faktor resiko yang
memungkinkan seseorang untuk memgalami osteoarthritis, y aitu:
3) Kesegarisan tungkai
Kesegarisan (alignment) tungkai termasuk salah satu faktor yang penting dalam penyebab OA
lutut.
Sudut femoral-tibial diukur dalam posisi berdiri dengan pandangan AP sebagai parameter

deformitas varus, di mana pada OA bisa lebih dari 180 derajat.
Pada orang Jepang umur 20-35 tahun, didapatkan lebih valgus.
c. Patogenesis dan patologi OA lutut
OA merupakan hasil akhir proses biokimiawi, seluler dan enzimatik yang dicetuskan oleh
bermacam-macam mekanisme. Pada OA lutut, faktor biomekanik memegang peranan penting.
(Thompson,1998)
3. Pola Berjalan
Berjalan yang normal dapat diartikan sebagai suatu serial gerak
yang ritmis, bergantian dari anggota gerak bawah yang menghasilkan
pergerakan pusat gravitasi ke depan.
Beberapa terminology dalam gait ( Braddom,2000) :
a. Siklus gait, satu siklus gait terdiri dari aktivitas yang terjadi antara saat tumit menyentuh lantai
(heel strike) dari satu tungkai sampai ke heel strike berikutnya dari tungkai yang sama. Satu
siklus gait dapat dibagi atas 60% stance fase dan 40% swing phase.
b. Stance phase, yaitu suatu gerakan yang dimulai dari saat heel strike dan berakhir saat ibu jari
kaki tungkai yang sama terangkat dari lantai (toe-off).
Stance phase dapat dibagi atas 4 bagian yaitu :
1) Heel strike, yaitu saat tumit mulai menyentuh lantai. Ada penulis lain
yang menyebutnya initial contact.
2) Foot flat, yaitu saat segera setelah heel strike, di mana telapak kaki

menyentuh lantai. Saat ini juga merupakan permulaan dari periode
double support, dan berat badan secara cepat bergerak ke bagian depan.
3) Mid Stance, yaitu saat di mana seluruh berat badan berada tepat di atas
tungkai yang menumpu.
4) Push Off, yaitu saat antara heel off dan toe off dari tungkai yang sama.
c. Swing fase, yaitu saat tungkai bawah mengayun ke depan (melangkah),
yaitu dimulai saat toe off dan berakhir saat heel strike
16
Fase Swing dapat bibagi atas 3 bagian :
1) Akselerasi , yaitu saat kaki mulai lepas landas dari lantai, pada saat ini
terjadi percepatan agar kaki tersebut dapat berada di depan tubuh
untuk mempersiapkan heel strike berikutnya.

2) Mid Swing , yaitu terjadi ketika tungkai menyusul ke depan dan tepat
berada di bawah badan. Pada saat ini tungkai harus cukup memendek
agar kaki dapat tinggal landas dengan sempurna.
3) Deselarasi , terjadi setelah mid swing di mana gerakan ke depan dari
tungkai diperlambat untuk mengontrol posisi kaki dalam
mempersiapkan heel strike berikutnya.
Double Support yaitu suatu periode kedua kaki kontak dengan lantai secara

bersama-sama. Terjadi saat heel off dan toe off sisi yang satu serta heel strike
dan foot flat sisi yang lain.
Double Support hanya terjadi pada saat berjalan, sedangkan pada saat berlari
hal ini tidak terjadi.
Peran sendi lutut dalam berjalan :
Fungsi lutut dalam berdiri dan pola berjalan manusia harus diketahui
sebelum melakukan evaluasi pola berjalan. Semua aspek dari tubuh dan
17
ekstremitas bawah khususnya lutut, berperan dalam koordinasi pola jalan
yang sinkron. (Calliet, 1992)
Faktor-faktor yang berperan dalam hal ini adalah :
a. Koordinasi neuromuskuler
b. Kelompok otot Quadrisep
c. Pengaruh kelompok otot hamstring
d. Pergerakan sendi yang adekuat
e. Struktur sekitar lutut
f. Sistim proprioseptif
g. Pengaruh sendi paha dan kaki
Semua yang tersebut di atas harus dipertimbangkan dalam evaluasi fungsi
lutut pada pola berjalan.

4. Kecepatan Berjalan
Disebut juga Walking velocity , yaitu waktu yang diperlukan untuk
menempuh suatu jarak tertentu, diukur dengan satuan panjang per waktu
(meter per detik). Kecepatan berjalan sangat bervariasi, pada umumnya untuk
meningkatkan kecepatan berjalan adalah dengan meningkatkan cadence atau
stride length. (Pramudiyo, 2008)
18
5. Cadence
Yaitu jumlah langkah dalam 1 menit. Pada orang dewasa normal
akan berjumlah sekitar 90-120 kali permenit.
6. Stride Length
Yaitu panjang langkah seseorang dimana pijakan kaki kanan sampai
dengan langkah kaki kanan selanjutny a (cm)
7. Nyeri
Ny eri merupakan keluhan yang paling sering dijumpai dan adakalanya
memberi tantangan dalam upaya mengatasinya, serta dapat mengakibatkan
kecacatan.
Ny eri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial ataupun yang

digambarkan dalam kerusakan serupa.
Ny eri dapat bersifat akut atau kronik. Nyeri akut dengan semua respon
autonomik, psikologik, emosional serta perilaku yang berkaitan dicetuskan
oleh rangsangan noksius (tidak enak) akibat cedera dan atau penyakit kulit,
struktur somatik yang tidak menyebabkan kerusakan jaringan aktual.
Walaupun faktor psikologik mempunyai pengaruh besar terhadap pengalaman
nyeri akut namun nyeri akut (dengan kekecualian langka) bukan secara primer
19
disebabkan pengaruh psikopatologi atau lingkungan. Ini dibandingkan dengan
nyeri kronik yang menetap berbulan-bulan atau tahunan setelah penyakit atau
cedera seharusnya sudah sembuh, dapat juga disebabkan suatu proses
patologik kronik pada struktur somatik atau visera, atau oleh disfungsi bagian
sistem saraf perifer atau pusat, serta faktor psikopatologi dan lingkungan yang
memainkan peranan penting. (Adnan, 2008)
Klasifikasi nyeri sangat sulit karena banyak perbedaan pendapat,
malahan komite ICD – 9 membutuhkan waktu 6 tahun untuk mengembangkan
taksonomi nyeri. Salah satu jenis klasifikasi adalah menurut sistem yang
terlibat terdiri atas :
a. Sistem saraf (pusat, perifer, autonomik, dan khusus)
b. Sistem Respiratori dan Kardiovaskular
c. Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat.
d. Kelenjar Kutan dan Subkutan dan yang berhubungan.
e. Sistem Genito - Urinari.
f. Organ dan Visera lain.
g. Lebih dari Satu Sistem.
Penatalaksanaan nyeri yang baik dan berhasil haruslah tepat dan
memerlukan suatu evaluasi nyeri yang harus memperhatikan berbagai
rangsangan nyeri pada daerah tertentu serta mengetahui anatomi dan
kinesiologi fungsional daerah tersebut.
20
Nyeri Muskuloskeletal
Terdapat lima (5) perubahan patologik yang dapat mempengaruhi ketujuh
struktur anatomik dan menyebabkan gejala muskuloskeletal sebagai berikut :
STRUKTUR ANATOMI
1) Tulang dan periosteum
2) Rawan Hialin
3) Kapsul Sinovial
4) Ligamen
5) Otot, t endon, dan sarungnya
6) Meniskus intra art ikular
7) Bursa
PERUBAHAN PATOLOGIK
1) Trauma
a) ekstrinsik
b) int rinsik
2) Inflamasi (radang)
3) Penyakit metabolic
4) Neoplasma

5) Kelainan bawaan (Kongenital)

20
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi nyeri muskuloskeletal
adalah (Adnan, 2008) :
1) Onset (terjadinya) nyeri
a) Nyeri akut : dengan / tanpa trauma
b) Ny eri kronik
2) Sifat trauma (cedera)
a) Makrotrauma c) Ekstrinsik
b) M ikrotrauma d) Intrinsik
3) Sifat nyeri
Berdenyut, tajam atau tumpul, membakar, terus menerus atau intermiten
(terputus-p utus), malam hari, dan lain sebagainya.
4) Pengaruh istirahat pada nyeri
a) Mengurangi
b) Menambah kekakuan
5) Pengaruh aktivitas pada nyeri
a) Menambah
b) Aktivitas awal mengurangi kekakuan dan nyeri tetapi aktivitas terus
menerus menambah nyeri
6) Bengkak
7) Keterlibatan satu sendi atau lebih
8) Kelemahan
9) Atrofi
21
10) Sensasi (perabaan)
11) Keterbatasan gerak
Pemeriksaan fisik dilakukan juga pada waktu istirahat dan pemeriksaan gerak
dalam rentang secara volunter maupun pasif. Pemeriksaan gaya jalan (gait)
adalah penting dan membantu diagnosis. Pemeriksaan sendi dan otot secara
khusus, disertai evaluasi saraf dan vaskuler perifer.
8. Flexibilitas
Dalam gerak manusia fleksibilitas merupakan salah satu bagian
yang berpengaruh untuk membentuk gerakan yang diinginkan. Ada 2
komponen utama yang mempengaruhi terbentuknya gerakan yang efektif dan
efisien (tepat sasaran & tepat waktu). Yang pertama adalah fleksibilitas otot,
jaringan konektif (connective tissue) dan kulit. Jaringan tersebut memelihara
atau mengatur gerakan dengan proses pemanjangan dan pemendekan sesuai
dengan kebutuhan dari mobilitas sendi yang diinginkan dalam kegiatan seharihari.
Komponen kedua dari fleksibilitas adalah berhubungan dengan lingkup
gerak sendinya. Struktur sendi harus dapat bekerja sesuai dengan gerakan yang
akan dibutuhkan. Kemampuan struktur sendi tersebut dapat menentukan arah
dan bentuk gerakan yang dihasilkan, sehingga dengan fleksibilitas yang baik
dari jaringan maka akan menghasilkan gerakan yang efektif dan efisien. (Paget
et al., 2000)
22
Dari fleksibilitas jaringan yang dijelaskan di atas maka ada 2 hal yang

perlu diperiksa yaitu fleksibilitas statis (Static fleksibility ) dan fleksibilitas
dinamis (Dynamic fleksibility ). Pemeriksaan dengan fleksibilitas statis
menunjukkan jarak gerak sendi yang dimungkinkan, sedangkan dengan
fleksibilitas dinamis menunujukkan tahanan pada sendi dari gerakan aktif yang
dilakukan. Semakin meningkat tahanan maka semakin menurun fleksibilitas
dinamis yang dimiliki. (Frontera et al., 2002)
Perkembangan fleksibilitas berjalan secara stabil pada anak laki-laki
pada usia 5 sampai 8 tahun, dan mulai mengalami penurunan secara perlahan
pada usia 12 sampai 13 tahun. Setelah masa tersebut akan mengalami
peningkatan fleksibilitas secara perlahan pula sampai usia 18 tahun.
Pada wanita perkembangan fleksibilitas stabil pada usia 5 sampai 11
tahun dan mengalami peningkatan pada sampai usia 14 tahun. Setelah itu
cenderung mengalami perkembangan yang konstan. Untuk semua usia wanita
cenderung lebih fleksibel dibandingkan laki-laki. Pada usia dewasa tua,
fleksibilitas cenderung mengalami penurunan karena terjadinya perubahan pada
jaringan konektif, tingkat aktivitas, kekuatan otot, dan sendi.(O’Sullivan, 2001)
23
a. Nyeri
1) Cara mengukur : Visual Analog Scale merupakan salah satu penilaian derajat
nyeri dari berbagai metode. Penilaian VAS berdasar penilaian ekspresi wajah
pasien. VAS menggunakan skala 1-10 cm. Tanda 0 di sebelah kiri
menunjukkan tidak nyeri, tanda 10 di sebelah kanan menunjukkan paling nyeri.
Menurut berat ringannya nyeri dapat dikategorikan sebagai nyeri ringan, sedang
dan berat (Wirjoatmodjo K, 2000).
Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS)
2) Skala pengukuran : Rasio, dengan kriteria sesuai rumus sbb:
0 = tidak nyeri < mean / < 5,5
1 = nyeri _ mean / _ 5,5
29
b. Fleksibilitas sendi lutut
1) Cara mengukur : Diukur pada posisi terlentang , pasien diminta membawa
tumit ke arah pantat dengan kaki tetap kontak di meja pemeriksaan. Goniometer
ditempatkan disebelah lateral dengan satu tangkai di garis yang lurus dengan
maleolus lateralis dan tangkai yang lain di garis lurus dengan trochanter mayor.
Ini untuk memeriksa fleksi penuh lutut. Dari posisi fleksi, lutut di ekstensikan
maksimal dengan kaki membentuk sudut 45° dengan garis horizontal.
Nilai dicatat ( dalam derajat ) dari fleksi ekstensi max.
2) Skala pengukuran : Rasio, dengan kriteria sesuai rumus sbb:
0 = tidak ada gangguan = jarak antara fleksi ekstensi
maksimal yaitu 135°
1 = ada gangguan = jarak antara fleksi ekstensi
maksimal yaitu < 135°
2. Variabel Terikat
a. Kecepatan Berjalan
1) Cara mengukur :
Walking Velocity

Diukur kecepatan berjalan pasien dalam meter permenit. Pengukuran dilakukan
dengan stop watch. Pencatatan dilakukan dalam jarak 6m sebanyak 3 kali dan
hasilnya kemudian di ambil rata-rata.
2) Skala pengukuran : Ratio
3. Variabel Luar
30
a. Dikendalikan : Umur, Jenis Kelamin
b. Tidak dikendalikan : Pekerjaan, Kegemukan, Kesegarisan Tungkai, Genetik
mendukung teori dari Paul Dippe, juga konsep penurunan fungsi, disabilitas,
bahwa OA lutut akan menyebabkan nyeri (Klippel et al., 2008), selanjutny a
mengakibatkan penurunan pergerakan sendi lutut, akhirnya mengakibatkan
kesulitan melangkah dan menaiki/ menuruni tangga dan berkurangnya kecepatan
berjalan (Dippe, 2008).
Menurut Paul Dippe penurunan fleksibilitas dari tungkai yang terkena
OA lutut merupakan hal yang sering terjadi. Ini sering dihubungkan oleh adanya
nyeri. Penyebab dari keterbatasan fleksibilitas sendi kemungkinan oleh karena
lipping dari khondrosit dan osteofit, juga oleh karena remodeling dari sendi,
ditambah adanya penebalan kapsul sendi.(Dippe, 2008)
Penurunan fleksibilitas ini menyebabkan penurunan pergerakan sendi lutut,
kemudian mengakibatkan berkurangnya kemampuan jarak dan kecepatan
berjalan.(Guccione AA, Minor MA, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Z.A. 2008. Penatalaksanaan Nyeri Sebagai Tantangan Pelayanan Terbaik, dalam
: Rheumatology, Osteoporosis & Phy topharmaca Update I. Yogyakarta.
Altman R.D. 2005. Management Of Osteoarthritis, In : Arthritis and Allied Conditions A
Textbook of Rheumatology . 13th ed. Eds . M cCarty DJ , Koopman WJ. By
Lea & Febiger. pp : 765 – 776.
Braddom, R.L. 2000. Physical Medicine and Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia : WB
Saunders.
Brandt, K.D. 2000. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoartritis. 2nd ed. Inc :
Profesional Communication.
Berenbaum F. 2008. Osteoartritis B. Pathology and Pathogenesis, In : Klippel JH, Stone
JH, Crofford LJ. Eds : Primer on the Rheumatic Diseases. 13thed. Atlanta :
Arthritis Foundation.
Calliet R. 1992. Knee Pain and Disability. Philadelphia : F.A. Davis Company, pp : 190202 and 263-275.
Dippe P. 2008. Osteoartritis C. Clinical Features, In : Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ.
Eds : Primer on The Rheumatic Diseases. 13thed. Atlanta : Arthritis
Foundation.
Fife R.S. 2008. Osteoartritis A. Epidemiology, Pathology, Pathogenesis, In : Klippel JH,
Stone JH, Crofford LJ. Eds : Primer on The Rheumatic Diseases. 13thed.
Atlanta, Arthritis Foundation.
40
Frontera, et al. 2002. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation. Philadelphia.

G Hernandez-Molina 1, T Neogi 1, D J Hunter 1, J Niu 1, A Guermazi 1, S Reichenbach
1, F W Roemer 2, C E McLennan 3, D T Felson 3. 2008. The Association of
Bone Attrition with Knee Pain and other MRI features of osteoarthritis
Annals of The Rheumatic Diseases. 67: 43-47.
Guccione AA, Minor MA. 2007. Arthritis. In : O’Sullivan SB, Schmitz TJ, eds. Physical
Rehabilitation. 5th ed. Philadelphia : F.A. Davis Company, pp : 1066-68.
Isbagio H. 2001. Sendi, Membran Sinovial, Rawan Sendi, dan Otot skelet, dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 3th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Kalim H. 2001. Osteoartritis , dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 3 thed.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Klippel , et al. 2008. Primer on The Rheumatic Diseases. 13th ed. Atlanta : Arthritis
Foundation.
Murti, Bhisma. 1994. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Ilmu-ilmu
Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Norkin CC. 2001. Gait Analysis dalam : O’ Sullivan SB, Schmitz TJ. Physical
Rehabilitation Assessment and Treatment. 4th ed, pp : 257-294.
41
O’ Sullivan SB. 2001. Physical Rehabilitation Assessment and Treatment. 4th ed.
Philadelphia : F.A. Davis Company.
Paget, Stephen A, et al. 2000. Manual of Rheumatology and Outpatient Orthopedic
Disorders. 4th ed. Philadelphia : LWW.
Pramudiyo, Riardi. 2008. Efektivitas dan Keamanan Nasha pada Osteoartritis, dalam :
Rheumatology, Osteoporosis & Phy topharmaca Update I. Yogyakarta.
Reider B. 2005. The Orthopaedic Physical Examination. 2nd ed. Phyladelphia,
Pennsylvania.
Rochman, Fathur. 2007. Musculoskeletal Complication in Degenerative Diseases, dalam
: Congress of the ASEAN Rehabilitation Medicine Association (ARM A). 4th
ed. Jakarta.
Soeroso, Juwono. 2008. Comprehensive Management of Osteoarthritis, dalam :
Rheumatology, Osteoporosis & Phy topharmaca Update I. Yogyakarta.
Sterling G. West, et all. 2002. Rheumatology Secrets. 2nd ed. Philadelphia : Hanley &
Belfus.
Taufiqqurohman MA. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan.
Surakarta : CGSF, pp : 71-76.
Thompson CW, et all. 1998. Manual of Structural Kinesiology. Singapore.
Tulaar A. 2007. Pathomechanics of Knee Deformities, dalam : Congress of The ASEAN
Rehabilitation Medicine Association (ARM A). 4th ed. Jakarta.
42
Wirjoatmodjo K. 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1
Kedokteran. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/dokumen/128730408201010471.pdf

American College of Rheumatology Criteria

The American College of Rheumatology has established clinical criteria for diagnosing primary
osteoarthritis of the hand, hips, and knees:
Osteoarthritis of the Hand


Hand pain, aching, or stiffness and;



Hard tissue enlargement of two or more of 10 selected joints and;



Fewer than three swollen MCP (metacarpophalangeal) joints and;



Hard tissue enlargement of two or more DIP (distal interphalangeal) joints or deformity of two or
more of 10 selected joints

The 10 selected joints include:


Second and third DIP joints of both hands



Second and third PIP (proximal interphalangeal) joints of both hands



First CMC (carpometacarpal) joints of both hands

Hand Osteoarthritis - What You Need to Know
Osteoarthritis of the Hip


Hip pain and;



Femoral and/or acetabular osteophytes evident on x-ray or sedimentation rate less than or equal
to 20 mm/hour and;



Joint space narrowing evident on x-ray

Internal hip rotation of less than or equal to 15 degrees, morning stiffness in the hip lasting less
than or equal to one hour, and age of 50 years or older are additional criteria which are useful for
diagnosing osteoarthritis of the hip.
Hip Osteoarthritis - What You Need to Know
Osteoarthritis of the Knee


Knee pain and;



At least three of the following 6 criteria: 50 years of age or older, stiffness lasting less than 30
minutes, crepitus, bony tenderness, bony enlargement, no warmth to the touch

Laboratory findings which are useful to assessing knee osteoarthritis include sedimentation rate
less than 40 mm/hour, rheumatoid factor less than 1:40, and synovial fluid examination showing
clear, viscous fluid with a white blood cell count less than 2,000/mm3.
It is the doctor's job to be the diagnostician but it clearly is helpful if the patient understands why
tests are being performed and what the results mean. If a patient understands the process from
early symptoms to diagnosis to treatment plan, the patient will likely be more compliant and the
outcome of treatment will likely be more successful.
http://osteoarthritis.about.com/od/osteoarthritisdiagnosis/a/OA_diagnosis.htm

Diagnosis of Osteoarthritis

An Accurate Diagnosis of Osteoarthritis Ensures
Proper Treatment
By Carol Eustice, About.com Guide
Updated October 05, 2009

Terapi farmakologis. Dengan memberikan obat-obatan yang bersifat
meredakan nyeri (pain killer) seperti analgetika dan obat antiinflamasi non
steroid (OAINS). Pemberian OAINS harus diwaspadai efek sampingnya
terhadap jantung, sehingga pasien dengan penyakit jantung tidak boleh
diberikan obat ini. Obat untuk osteoartritis tidak hanya meredakan nyeri,
tetapi sudah mulai dimodifikasi.
Karenanya timbul obat yang bersifat kondroprotektor (memproteksi rawan
sendi). Obat ini termasuk dalam DMOAD (Disease Modifying Osteo Arthritis
Drug), misalnya Glukosamin Kondroitin Sulfat (GKS) yang dalam penelitian
dapat menghambat penyempitan celah sendi dan mengaktifkan sel rawan
sendi untuk mensintesis matriks ekstra seluler, menghambat aksi enzim
metaloproteinase dan proses inflamasi.(Dr.Djoko Merdikoputro Sp.PD &
Asri
http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/23/ragam01.htm

Senin, 23 Januari 2006

Nyeri Lutut Membatasi Mobilitas

RAGAM

Glucosamine and chondroitin sulfate occur naturally in the body, mainly in joint cartilage. They
can also be made and given in pill form or by injection. The theory is that these supplements
can help protect, or possibly even repair, damaged cartilage. Scientific studies lend support to
the benefits that these supplements have on reducing pain, swelling, and tenderness, along with
improving knee joint mobility.
Laboratory experiments suggest that glucosamine introduced to the body is absorbed by the
synovial fluid. Glucosamine supplements also seem to encourage production of hyaluronic acid.
Doctors think that normal hyaluronic acid levels in the knee joint keep the cartilage healthy and
suppress pain in patients with knee OA.
Glucosamine and chondroitin sulfate also help fight inflammation, which in turn reduces joint
pain, swelling, and tenderness from knee OA. These compounds seems to work in a different
way than NSAIDs. They take longer to achieve the same beneft, but the results tend to last
longer than NSAIDs. Most importantly, they have fewer side effects than NSAIDs. It's possible
that some patients may get good pain relief with a combination of the two.
Though the data isn't conclusive, these two supplements have been shown to decrease pain
and improve joint mobility in patients with knee OA. Most people start to notice a difference after
taking the supplements for four weeks. Maximum benefits happen by eight to 12 weeks, and the
benefits seem to last even after treatment has ended.

One potential benefit beyond pain relief for both glucosamine and chondroitin sulfate seems to
be that patients experience fewer side effects with these drugs than with NSAIDs.
Most people can take these supplements without complications. The main complaints are
gastrointestinal problems. These clear up when patients stop taking the supplement. Although
rare, negative reactions may include nausea and vomiting, headache, painful digestion, softened
or loose stool, abdominal pain, heartburn, throbbing or fluttering of the heart, skin reaction,
edema (swelling), and discomfort in the legs.
Patients who take numerous medications should seek the advice of their doctor before
supplementing with glucosamine and chondroitin sulfate. As glucosamine sulfate affects the way
insulin works, diabetics are encouraged to monitor their blood glucose levels carefully and to
alert their doctor of any marked changes. Also, children, pregnant women, and patients who are
on blood thinners should only take chondroitin sulfate with the approval of their doctor.
http://www.kneeandshouldersurgery.com/knee-disorders/glucosamine.html
paul kiritsis. 2007 knee disorders.
Gambar knee arthritis. http://www.bupa.co.uk/running/injury-prevention-and-recovery/injuries/knee-arthritis/.
Simon Fairthorne, MCSP, Bupa Sports Medicine physiotherapist

a. Faktor Predisposisi
i. Faktor Demografi

Publication date: June 2009

- Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi,
penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit,
yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi Framingham menunjukkan bahwa
27% orang berusia 63 –70 tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut, yang
meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih. 10Studi lain membuktikan
bahwa risiko seseorang mengalami gejala timbulnya OA lutut adalah mulai usia 50
tahun.14 Studi mengenai kelenturan pada OA telah menemukan bahwa terjadi
penurunan kelenturan pada pasien usia tua dengan OA lutut.37
- Jenis kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan
perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi
menderita OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang
setelah menginjak usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 –
80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon estrogen yang
signifikan.13
- Ras / Etnis
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko
menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. 15,28 Suatu studi
lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA
dibandingkan kulit putih.4
ii. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut berhubungan
dengan abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan. 15
iii. Faktor Gaya Hidup
- Kebiasaan Merokok
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok
dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya
kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi.
Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA lutut dapat
dijelaskan sebagai berikut :38
1. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.
2. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang
rawan.
3. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah,
menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan
tulang rawan.
Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memiliki efek
protektif terhadap kejadian OA lutut.
Hal tersebut diperoleh setelah mengendalikan variable perancu yang potensial seperti
berat badan.15
- Konsumsi Vitamin D

Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D memiliki
peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut. 10,19,39
iv. Faktor Metabolik
- Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan,
setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan
melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan
bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5
kg
berat badan), rasio odds untuk menderita OA lutut secara radiografik meningkat
sebesar 1,36 poin.20 Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat tubuh
akan meningkatkan risiko menderita OA lutut. Kehilangan 5 kg berat badan akan
mengurangi risiko OA lutut secara simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian juga
peningkatan risiko mengalami OA lutut yang progresif
tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian
tubuh tertentu.13
- Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan mekanis
yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. Suatu studi
menunjukkan bahwa terdapat kasus OA lutut tinggi pada penderita osteoporosis. 15
- Penyakit Lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan hiperurikemi,
dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas. 15
- Histerektomi
Prevalensi OA lutut pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim lebih tinggi
dibandingkan wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga
berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah dilakukan
pengangkatan rahim.15
- Menisektomi
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi. 4
Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut.40 Hal tersebut dimungkinkan karena
beberapa hal berikut ini :41
1. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan berlebih pada
tulang rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA lutut.
2. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan robekan
mungkin menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar
daripada mereka yang tidak melakukan menisektomi.
b. Faktor Biomekanis
i. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus
merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.4 Studi Framingham menemukan bahwa
orang dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk
menderita OA lutut.10 Hal tersebut biasanya terjadi pada kelompok usia yang lebih muda
serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama dan pengangguran.
ii. Kelainan Anatomis

Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu
varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease dan displasia asetabulum.
Kelemahan otot kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk
kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA lutut. 15
iii. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak
menggunakan kekuatan yang bertumpupada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA
lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada
pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti
pekerja administrasi.4,16 Terdapat hubungan signifikan antara
pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA
lutut.17
iv. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap
hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),
mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau
lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg –
50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun
tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut. 4,18
v. Kebiasaan olah raga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti
sepak bola, lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat
untuk menderita OA lutut. Kelemahan otot kuadrisep primer
merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses
menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang
menyerap materi otot.15 Tetapi, di sisi lain seseorang yang
memiliki aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA
lutut. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan
sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang
masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan
mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan. 11
C. Penatalaksanaan Osteoartritis
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA
adalah untuk edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki
fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit supaya tidak
menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat
(edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat,
terapi lokal dan tindakan bedah.34
1. Terapi Non Obat
Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan,
terapi fisik dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah
meyakinkan pasien untuk dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada
orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas
hidup pasien dapat ditingkatkan. 4
Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting,
terutama pada pasien-pasien obesitas, untuk mengurangi beban pada

sendi yang terserang OA dan meningkatkan kelincahan pasien waktu
bergerak. Suatu studi mengikuti 21 penderita OA yang mengalami
obesitas, kemudian mereka melakukan penurunan berat badan
dengan cara diet dan olah raga. Setelah diikuti selama 6 bulan,
dilaporkan bahwa pasien-pasien tersebut mengalami perbaikan fungsi
sendi serta pengurangan derajat dan frekuensi rasa sakit. 42
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat
melakukan aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain.
Terapi ini terdiri dari pendinginan, pemanasan dan latihan
penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi kerja dianjurkan
latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi
dan latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang
tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien
yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien
dapat segera mandiri setelah pembedahan dan mengurangi
komplikasi akibat pembedahan.15,34
2. Terapi Obat
Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan
pada penderita OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena
cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada
pasien usia tua. Kombinasi parasetamol / opiat seperti coproxamol
bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu. Tetapi jika
dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya
dihindari.34
Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan
nyeri penderita OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS).
OAINS bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX)
pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1
(bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan
COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja
dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi
cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif
akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan
penggunaan OAINS yang tradisional. 4,15,34
3. Terapi Lokal
Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid
atau hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan
berfungsi sebagai viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal,
seperti krem OAINS, krem salisilat atau krem capsaicin. Injeksi
steroid intra artikular diberikan bila didapatkan infeksi lokal atau efusi
sendi.15
4. Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi
merupakan tindakan yang efektif.43 Operasi yang dapat dilakukan
antara lain arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi

tulang, osteotomi dan artroplasti. Walaupun tindakan operatif dapat
menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang-kadang fungsi
sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga terapi
fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik. 15,43
5. Tindakan Alternatif Lain
Perkembangan penatalaksanaan OA yang terbaru adalah
penggunaan glukosamin dan kondroitin untuk pengobatan OA, yang
digolongkan dalam makanan suplemen, namun hasilnya masih
kontroversial. Terapi lain yang masih dalam tahap eksperimen adalah
cartilage repair dan transplantasi rawan sendi. Kedua model
penatalaksanaan tersebut belum dapat digunakan untuk pengobatan
OA secara umum.4
Sumber : Modifikasi 4,15,34,42,43
Gambar 2.3 Piramida Penatalaksanaan Osteoartritis

D. Ringkasan Telaah Pustaka
Osteoartritis (OA) adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial,
perkembangan slow progressive, ditandai dengan perubahan metabolik,
Operasi
Intervensi Lanjut
Non Operasi
injeksi
Intervensi Sederhana Non Operasi
obat anti inflamasi non steroid,
fisioterapi

Perawatan Mandiri
analgesik sederhana, topical agents, gaya hidup
Informasi dan Advis
pendidikan, penurunan berat badan, perubahan gaya hidup

Jumlah Penderita
Sedikit
Beberapa
Semua
Diawasi
Ringan
Parah

biokimia pada struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya yang
akhirnya menyebabkan kerusakan sendi31
Di dalam tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan
206 tulang dan pada permukaannya terdapat tulang rawan. Tulang rawan
berfungsi untuk melindungi tulang dari gesekan. Namun karena
terdapatnya berbagai faktor risiko disertai faktor presipitasi mekanik, maka
terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi.
Tulang rawan sendiri berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang
rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk
menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis
dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi
nutrisi.32
Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri sendi,
terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan
berkurang bila penderita beristirahat.33 Selain nyeri, dapat pula terjadi

kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama (gel
phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi digerakkan.
Jika terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit ( tidak lebih dari 30 menit ).34 Gambaran lainnya adalah
keterbatasan dalam bergerak, nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di
sekitar sendi, efusi sendi dan krepitasi. 33
Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang OA, lutut
merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA. Osteoartritis
lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan
ketidakmampuan dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya. 8 Data
Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari 550 ribu
orang di Inggris menderita OA lutut yang parah dan 2 juta orang
mengunjungi dokter praktek umum maupun rumah sakit karena OA lutut.