InaNurse at BULLET Beranda Kamis 12 Janu

InaNurse


Beranda



SeRbaSeRbi KoReA



CerPenQ

Kamis, 12 Januari 2012
ASKEP KELUARGA DENGAN USIA LANJUT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berhubungan dengan kita.
Keadaan ini perlu kita sadari sepenuhnya bahwa setiap individu merupakan bagiannya dan di
keluarga juga semua dapat diekspresikan tanpa hambatan yang berarti. Tahun 1960, keluarga di

Indonesia sekitar 30 juta, tahun 1990-an menjadi 35-40 juta, dan pada awal abad ke-21
diperkirakan berlipat jumlahnya menjadi 60-65 juta (BKKBN, 1996).
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan
pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan individu sebagai anggota
keluarga. Keluarga sebagai unit pelayanan perawatan sebab keluarga unit utama dari masyarakat
dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Keluarga sebagai
kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan, atau memperbaiki masalah-masalah
kesehatan dalam kelompoknya sendiri. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan,
penyakit yang diderita salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi keluarga tersebut, karena
keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai usaha-usaha kesehatan
masyarakat.
Keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas perkembangan yag harus diselesaikan pada
tahapnya, khususnya tugas perkembangan keluarga pada usia dewasa akhir. Banyaknya masalah
dan perubahan yang terjadi pada masa tua seperti bagaimana mempertahankan suasana
kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasanganya, adpatasi dengan perubahan
yang akan terjadi: kehilangan pasangan, kekuatan fisik, dan penghasilan keluarga,
mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat, serta melakukan life review masa
lalu, memungkinkan suatu keluarga untuk memahami bagaimana memberikan asuhan
keperawatan yang baik. Untuk itu pada Bab ini, penulis ingin menguraikan berbagai hal yang
berhubungan dengan keluarga dan perkembangan pada dewasa akhir yang merupakan dasar

untuk menentukan masalah dan melaksanakan asuhan keperawatan keluarga.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajarmengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah Keperawatan Komunitas IV.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui konsep dasar
keluarga dan usia dewasa akhir, mengetahui tahap perkembangan usia dewasa akhir, mengetahui
tugas perkembangan pada keluarga dan asuhan keperawatan keluarga pada tahap usia dewasa
akhir.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari konsep dasar keluarga?
2. Apa yang dimaksud dari konsep dasar usia dewasa akhir
3. Bagaimana asuhan keperawatan keluarga pada tahap usia dewasa akhir?
D. Metode Pengumpulan Data
Data ataupun pembahasan dalam makalah ini diperoleh dari beberapa referensi yaitu buku-buku
atau sumber bacaan yang relevan serta media-media lain yang mendukung.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar keluarga
a) Definisi keluarga
Beberapa definisi keluarga menurut para ahli, adalah sebagai berikut :
1) Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan
aturan, emosional dan individu yang mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian
dari keluarga (Friedman, 1998).
2) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau
ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004).
3) Menurut WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan.
4) Menurut Departemen Kesehatan RI, 1998. Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan bebrapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat
dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
b) Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Suprajitno (2004) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas
di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan

segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya

dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila
menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
2) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan
tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada
orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar,
tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui keluarga
sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah
tidak terjadi.
4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.

5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.
c) Tugas perkembangan keluarga sesuai tahap perkembangan
Tahap Perkembangan Tugas Perkembangan (utama)
1. Keluarga baru menikah - Membina hubungan intim yang memuaskan.
- Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok social.
- Mendiskusikan rencana memiliki anak.
2. Keluarga Child Bearing - Mempersiapkan menjadi orang tua.
- Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual,
dan kegiatan.
- Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
3. Keluarga dengan anak usia pre-school - Memenuhi kebutuha anggota keluarga, misalnya
kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan rasa aman.
- Membantu anak bersosialisasi.
- Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yag lain juga harus
terpenuhi.
- Mempertahankan hubunga yang sehat, baik di dalam atau luar keluarga.
- Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak.
- Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
- Merencaakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasika pertumbuhan dan perkembangan anak.
4. Keluarga dengan anak usia sekolah - Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar

rumah, sekolah, dan lingkungan lebih luas.
- Mempertahankan keintima pasangan.
- Memenuhi kebutuhan yang meningkat, termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota
keluarga.

5. Keluarga dengan anak remaja - Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung
jawab mengingat remaja adalah seorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi.
- Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga.
- Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindarka terjadinya
perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan.
- Mempersiapkan perubahan system peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk memenuhi
kebutuha tumbuh kembang anggota keluarga.
6. Keluarga dengan dewasa muda - Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi
keluarga besar.
- Mempertahankan keintiman pasangan.
- Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.
- Penataan kembali peran orang tua dan kegiatan di rumah.
7. Keluarga usia pertengahan - Mempertahankan kesehata individu dan pasangan usia
pertengahan.
- Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-aaknya dan sebaya.

- Meningkatkan keakraban pasangan.
8. Keluarga usia dewasa akhir - Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasanganya.
- Adaptasi perubahan yang akan terjadi : kehilanga pasangan, kekuatan fisik, dan penghasilan
keluarga.
- Mempertahanka keakraban pasangan dan saling merawat.
- Melakukan life review masa lalu.

B. Konsep Dasar Usia Dewasa Akhir
a) Perkembangan dan Proses Menjadi Tua/Dewasa Akhir
Sekarang sudah umum diakui bahwa suatu perkembangan tidak berhenti pada waktu orang
mencapai kedewasaan fisik pada masa remaja atau kedewasaan sosial pada masa dewasa awal.
Selama manusia berkembang terjadi perubahan perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada
fungsi biologis dan motoris,pengamatan dan berpikir,motif motif dan kehidupan afeksi,hubungan
sosial serta integrasi masyarakat.perubahan fisik yang menyebabkan seseorang berkurang
harapan hidupnya disebut proses menjadi tua.proses ini merupakan sebagian daripada
keseluruhan proses menjadi tua.proses menjadi tua ini banyak dipengaruhi oleh faktor kehidupan
bersama dan faktor pribadi orang itu sendiri yaitu regulasi diri sendiri.
Perkembangan dalam arti tumbuh ,bertambah besar,mengalami diferensiasi yaitu sebagai proses
perubahan yang dinamis pada masa dewasa berjalan bersama dengan keadaan menjadi tua.

Thomae (1968) berpendapat bahwa proses menjadi tua merupakan suatu struktur perubahan yang
mengandung berbagai macam dimensi.ia menyebutkan mengenai:
1. Proses biokemi dan pisiologis yang oleh burger di sebut “proses penuaan yang primer”dalam

daerah batas psikologis.
2. Proses fisiologis atau timbulnya penyakit -penyakit.
3. Perubahan fungsional psikologis.
4. Perubahan kepribadian dalam arti sempit.
5. Penstrukturan kembali dalam hal sosial psikologis yang berhubungan dengan bertambahnya
usia.
6. Perubahan yang berhubungan dengan kenyataan bahwa orang tidah hanya mengalami keadaan
menjadi tua ini melainkan bahwa seseorang juga mengambil sikap terhadap keadaan
tersebut.perubahan yang terakhir ini di sebut oleh Thomae “proses chrono-estetis mengenai
orang menjadi tua ”(h.195).
Birren dan Schroots (1984) membedakan 3 proses sentral yaitu penuaan sebagai proses biologis,
menjadi senior dalam masyarakat atau penuaan sosial dan penuaan psikologis subyektif. Disini
ada 3 macam perubahan,yaitu dalam tubuh orang yang menjadi tua ,dalam kedudukan sosial dan
dalam pengalaman batinnya .berbagai peubahan ini terjadi selama hidup seseorang meskipun
tidak harus terkait pada usia tertentu secara eksak.tempo dan bentuk akhir proses penuaan tadi
berbeda beda pada orang yang satu dengan yang lain.begitu pula berhubung masyarakat juga ikut

memberikan struktur pada proses penuaan tersebut,maka juga ada perbedaan antara periode
sejarah yang satu dengan yang lain.
b) Fase fase perkembangan pada usia dewasa
1) Struktur dalam rentang kehidupan
Teori pentahapan biasanya banyak dikenal.pembagian dalam fase fase kehidupan kebanyakan
mempunyai suatu sifat normatif.namun sering di pakai sebagai standar tingkah laku.hal ini sesuai
dengan kecenderungan masyarakat untuk memperoleh standar tingkah laku.
Dalam masyarakat yang maju maka usia tidak merupakan standar tingkah laku terutama pada
masa sesudah remaja.namun fenomena sosial clock belum seluruhnya hilang .masyarakat masih
menaruh pengharapan tertentu mengenai tingkah laku yang sesuai untuk usia usia
tertentu.pengharapan masyarakat ini di internalisasi oleh individu dengan demikian maka
seseorang yang diharapkan melakukan tugas tertentu pada usia tertentu dapat merasakan apakah
ia teleh melakukan nya pada waktu yang kurang tepat.
Dengan menggunakan metode pentahapan dimungkinkan untuk membandingkan jalan hidup
seseorang secara thematis.dengan demikian maka terciptalah pengertian yang formal dan
universal .hal ini lebih penting dari pada suatu pendekatan yang individual.
2) Dua jenis teori pentahapan
a. Erikson
Teori rentang hidup menurut Erikson (1963).sesudah masa remaja yaitu masa penemuan identitas
seseorang sekaligus memasuki masa dewasa awal yang ditandai oleh penemuan intimitas atau

isolasi ,maka seseorang tinggal mengalami dua fase lagi yang meliputi sebagian besar masa
hidup seseorang.dalam fase ketujuh atau masa dewasa pertengahan seseorang dapat berkembang
kearah generativitas atau stagnasi ,sedangkan dalam fase kedelapan atau fase terakhir sesorang
dapat berkembang ke arah integritas ego atau putus asa
Fase ketujuh meliputi bagian yang terpenting dalam hidup seseorang.dalam fase ini orang
bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya yaitu manjadi orangtua.menjadi orang tua yang
berarti untuk orang lain ,untuk benda-benda ,untuk hasil karya dan ide ide merupakan
persyaratan untuk menyelesaikan dengan baik proses psikososial fase yang berikutnya.yaitu fase

integritas ego,atau integritas diri dengan kutub yang berlawanan yaitu putus asa.orang yang
mencapai integritas diri adalah mereka yang dengan salah satu cara telah mengasuh generasi
muda yang tetap tegar menghadapi keberhasilan maupun kegagalan yang dialami sebagai
orangtua.begitu juga mereka yang sudah menghasilkan Sesuatu ,memperjuangkan ide atau
keyakinannnya.
Seseorang yang mencapai integritas diri mempertahankan gaya hidup yang telah dipilihnya
karena ia sadar bahwa ia hidup dalam zaman dan konteks social tertentu yang ditandai oleh gaya
integritas sendiri.orang yang mencapai integritas diri bersifat bijaksana dalam tingkah
lakunya.alternatif lain yang dapat dicapai seseorang adalah putus asa.sikap hidup ini adalah
sebaliknya daripada sikap orang yang mencapai integritas diri yang memiliki pengertian yang
mendalam terhadap orang lain.

b. Levinson
Levinson dkk (1978) mempelajari fase-fase hidup manusia. Perhatiannya lebih tertuju pada
siklus hidup daripada jalan hidup seseorang. Ia mencari pola universalnya daripada periode
hidup yang berurutan.Jalan hidup seseorang berbeda-beda dari orang yang satu dengan orang
yang lain. Apa yang berubah selama orang hidup adalah struktur kehidupannya. Struktur
kehidupan seseorang mengatur transaksi antara struktur kepribadian dengan struktur social.
Levinson membedakan empat periode kehidupan yaitu :
1. Masa anak dan masa remaja (0-22 tahun)
2. Masa dewasa awal (17-40 tahun)
3. Masa dewasa madya (40-60tahun)
4. Masa dewasa akhir (60 tahun ke atas).
Usia tumpang tindih selama 5 – 7 tahun adalah masa peralihan. Levinson menganggap
pembagian dalam fase-fase kehidupan sebagai sesuatu yang universal.
c) Menjadi tua sebagai proses individual
1). Berbagai macam teori dan tipologi
Teori mengenal proses menjadi tua melukiskan betapa proses tersebut dapat diintervensi
sehingga dapat mencapai hasil yang optimum. Teori-teori yang ada dapat dibagi menjadi teori
yang bersifat biologis dan yang bersifat sosiologis (Thomae, 1970). Diantara teori-teori itu
termasuk teori psikologis yang dapat bersifat sosiologis maupun biologis. Dalam bidang yang
sosiologis termasuk teori disengagement (teori pelepasan) dan teori aktivitas.
Disamping itu ditemukan juga teori psikologis perkembangan dalam perspektif sepanjang hidup
yang dikemukakan erikson (1963), Charlotte Bucher (1959, 1972) dan havighurst (1953). Ryff
(1982) menyebutkan sebagai teori optimalisasi karena titik beratnya ada dalam kemungkinan
berkembangan seseorang sampai pada usia yang lanjut. Teori-teori ini memandang seseorang
sebagai manusia yang utuh. Dalam proses menjadi tua seseorang dipandang dalam hubungannya
dengan diri sendiri dan dengan lingkunganya. Teori-teori ini mempunyai dasar yang sama, yaitu
bawa tahap-tahap perkembangan dihubungkan dengana tahapan usia sehingga memberikan
pendekatan yang normative. Kurang bersifat normative adalah teori koginif Thomae (1970)
dalam proses orang menjadi tua,
Disamping teori proses menjadi tua yang memandang seseorang sebagai person yang utuh,
diketemukan teori-teori yang berhubungan dengan proses menjadi tua dengan bertambahnya usia
yang merubah beberapa kemampuan seseorang. Teori mengenai perkembangan ingatan,

inteligensi, seksualitas, kepuasan kerja selama rentang kehidupan, adalah contoh-contoh
mengenai teori mikro dan teori aspek.
Semula diduga adanya gejala yang global dan universal dalam proses orang menjadi tua namun
dengan datangnya data yang empiris mengenai berbagai hasil penelitian diketahui bahwa
menjadi tua itu adalah proses yang sangat individual, tidak sama pada orang yang satu dengan
orang yang lain.
Dalam tahun enam puluhan dimulai penelitian mengenai pola dan gaya hidup orang lanjut usia
yang khas. Penelitian-penelitian ini sering menghasilkan tipologi yang berbeda-beda. Tipologi
yang bermacam-macam ini berkaitan dengan sifat sample dan cara pengukuran yang dipakai.
Dalam hubungan ‘nasib’ yang ‘menimpa’ dirinya orang lanjut usia berbuat berbagai macam
aktivitas dengan tingkatan kompetensi yang cukup tinggi. Baik tingkatan problematika yang
rendah, baik aktivitas yang tinggi, maupun kompetensi yang besat tidak menjmin kepuasan hidup
seseorang, dalam hal ini tidak menjamin ‘optimum aging’ orang usia lanjut. Dalam semua
kelompok gaya hidup dapat dijumpai baik pria maupun wanita. Dalam membandingkan berbagai
macam biografi orang lanjut usia Thomae menemukan (1983, h.204) betapa besarnya perbedaan
yang ada antara mereka. Bahkan bila mereka dapat dibandingkan diantara mereka sendiri dalam
kelompok dimensi yang cukup besar. Hal ini menimbulkan keraguan akan kegunaan usaha untuk
membagi orang lanjut usia dalam kelompok-kelompok tertentu, baik berdasarkan pengalaman
hidup yang mereka terima maupun berdasarkan gaya hidup mereka dalam proses manjadi tua.
2). stabilitas dan perubahan
Bila orang dengan usia tua betul-betul memiliki sifat yang begitu unik maka sebaiknya kita
hanya menulis biografinya saja dan tidak perlu mengadakan pengelompokan atas dasar
kesamaan antara mereka. Menurut Thomae maka cara tersebut di muka masih lebih baik. Dalam
tahun 1976 Thomae telah tidak setuju akan usaha mmengadakan tipologi orang usia lanjut. Citra
orang usia lanjut usia merupakan hasil ineraksi antara individu dan lingkungannya. Pola-pola
orang menjadi tua merupakan proses biologis, sosial, dan persepsual-motivasional. Thomae
menganggap proses tersebut sebagai interaksi antara perubahan-perubahan dalam sepuluh
subsystem yang menyebabkan orang lanjut usia begitu berbeda antara yang satu dengan yang
lain.
Kesepuluhan subsystem tersebut adalah:
1. permasalahan nature-nurure (pemasakan-belajar) pada awal proses menjadi tua, misalnya
pembawaan, riwayat pendidikan, kebiasaan dalam mengadakan aktivitas fisik dan mental,
makanan, hobi, hubungan sosial.
2. perubahan dalam system biologis, misalnya kesehatan, fungsi sensoris, biomorfosa, atau
proses penuaan yang primer, kemunduran dalam ingatan.
3. perubahan dalam hubungan sosial, misalnya pidah kepanti, kehilangan temanhidup, sahabat
atau keluarga lain, menjalani persahabatan baru, peran sosial baru.
4. situasi sosio-ekonomis dan ekologis,misalnya hal-hal yang berkaitan dengan penghasilan,
jaminan sosial,perumahan, kendaraan, jaminan pelaanan medis, dan aturan-aturan preventif.
5. konsistensi dan perubahan sifat-sifat kepribadaian, misalnya dalam hal aktifitas, perhatian,
suasana hati, kretivitias, penyesuaian, control diri.
6. konsistensi dan perubahan berbagai macam asfek fungsi kognitif.
7. ruang hidup individual ( life-space) seperti konsep-diri, pengamatan terhadap orang-orang
penting (significant others) pengamatan terhadap situasi sosio-ekonomis, politik dan histories,
orientasi nilai dan agama, sikap terhadap kematian dan keterbatasan.
8. kepuasan hidup atau keseimbangan yang dicapai antara kebutuhan individual dan situasi

kehidupan.
9. kemampuan untuk mengembalikan keseimbangan melalui konfrontasi aktif dan sikap tidak
menyerah yang mengakibbatkan tingakah laku prestasi.penyesuaian dan pengaturan kembali
kognisi.
10. Kompetensi sosial sebagai ukuran global kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan
sosial dan biologis.disamping itu juga diharapkan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan
mengembangkan kemampuan yang ada pada individu dalam hal ini orang usia tua(bandingkan
Thomae, 1976 hal. 161).
Thomae dapat menemukan cara untuk menggambarkan pola-pola proses menjadi tua. Dengan
membandingkan beberapa dimensi pada para lanjut usia Thomae dapat mengadakan
pengelompokan lanjut usia yang lebih mengarah pada perbedaan di antara mereka dari pada
menekankan pada pengelompokan global seperti: kelompok yang mencapai kepuasan dengan
mengundurkan diri dari aktivitas dan hubungan sosial (teori disengagement/pelepasan) dan
kelompok yang mencapai kepuasan dengan masih tetap aktif dan memelihara hubungan sosial
(teori aktivitas).
d) Perspektif ekologis dalam psikogerontologi
Dalam decade yang lampau terdapat perhatian yang besar terhadap psikologis ekologis yang
memandang orang dalam interaksinya dengan lingkungan. Psikogerontologi ekologis (Wahl,
1992) melukiskan dan menjelaskan hubungan antara orang lanjut usia dengan lingkungannya.
Ingin mengerti hubungan antara pikiran, perasaan, dan sikap orang lanjut usia dengan sifat-sifat
fisik dan sosial lingkungannya. Juga diteliti dalam keadaan apa dapat dilakukan proses
penyesuaian dan apa akibatnya. Dlam penelitian semacam ini perhatian dipusatkan pada interaksi
antara individu dan lingkungan dengan menitikberatkan pada lingkungan alami usia tua.
Bagaimana seseorang menjadi tua dan bagaimana sifat kehidupan orang usia lanjut usia banyak
tergantung pada kualitas lingkungan , baik pada tingkatan mikro, maupun pada tingkatan makro.
Lingkungan dapat atau tidak dapat memberikan tantangan pada orang lanjut usia untuk
menggunakan kemampuan-kemamuannya yang ada pada dirinya. Baik lingkungan fisik
(perhatikan panti-panti wreda) maupun lingkungan sosial serta kesa umum mengenai orang
lanjut usia biasanya masih agak bersifat negative. Dengan demikian maka aktivitas dan sikap
mandiri orang usia tua terhambat.
Lingkungan dalam arti luas sering tidak terlalu ramah terhadap orang lanjut usia, padahal sangat
menentukan bagi kepuasan hidup mereka. Wahl (1992, hal.235) menganggap beberapa
pertanyaan sangat penting untuk dijawab oleh generasi muda, yaitu: “lingkungan yang
bagaimana yang dibutuhkan untuk menjamin suatu perkembangan yang optimal? Bagaimana
caranya agar seseorang dapat mempertahankan kemamuan dan kepuasan hidupnya, juga bila ia
sudah berkurang ketahanan biologisnya?”.
Waktu yang lampau banyak diteliti mengenai pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku orang
lanjut usia, yaitu bagi mereka yang hidup di kota dan mereka yang hidup di desa, juga bagi
mereka yang pindah dari lingkungan semula. Pada tinngkatan mikro telah diteliti akibat beberapa
bentuk perumahan (misalnya bentuk gedungnya) serta sifat interaksi antara para penghuni panti
lanjut usia dan para pengasuh panti tersebut, termasuk usaha intervensi yang dilakukan disitu.
Dalam studi intervensi diadakan manipulasi mengenai aspek-aspek situasi perumahan tertentu
untuk mengerti efek perubahan yang diadakan itu. Semua penelitian ini ( lihat Saup, 1993; Wahl,
1992) memberikan banyak pengertian mengenai kemungkinan bagi orang lanjut usia untuk
mempertahankan kemandiriannya serta kemampuan mereka melalui perubahan situasi

lingkungan.
Apa yang disebutkan di muka dapat memberikan kesan bahwa lingkungan dapat merupakan
sumber ketegangan stress yang makin lama makin berat dirasakan. Tetaapi dari hasil penelitian
terbukti bahwa banyak orang lanjut usia masih mampu, meskipun mengalami banyak
kemunduran fisik, untuk secara aktif memberikan arti pada hidupnya dan masih dapat hidup
mandiri.
Pada umumnya kedudukan orang usia tua di Indonesia dapat dikatakan menguntungkan. Hal itu
disebabkan karena pandangan hidup orang timur masih menghormati orang lanjut usia yaitu
sebagai pemberi restu. Bila seseorang melecehkan orang lanjut usia maka hidupnya akan
sengsara dan rezekinya akan terhambat.
Orang usia tua seperti halnya orang muda dapat demi kepentingannya sendiri mentransformasi
dan memberikan arti baru pada lingkungannya, mereka masih dapat mengatur dirinya sendiri.
Nila lingkungan dan situasi sudah tidak dapat dirubah lagi, tinggallah cara-cara kognitif untuk
mengatasinya. Bagaimana seseorang mengartikan situasi yang dialaminya sangat menentukan
akibat yang ditimbulkannya. Teknik-teknik penyelesaian kognitif ini merupakan unsure sentral
dalam teori kognitif integrative mengenai proses menjadi tua yang dikemukakan oleh Thomae.
e) Teori kognitif integratif mengenai orang menjadi tua
Dengan tidak mengecilkan pengaruh lingkungan serta situasi hidup seseorang, makin lama
makin diakui peranan individu sendiri dalam memberika arti pada proses ia menjadi tua. Menjadi
tua merupakan keadaan social dan keadaan bilogis yang tidak dapat dihindarkan lagi, tetapi
disamping itu juga merupakan hasil sumbangan individu itu sendiri. Orang yang menjadi tua
tidak secara pasif menerima perubahan dalam fisik maupun lingkungannya. Ia juga mengambil
sikap, memilih, memberikan bentuk pada situasi yang dialaminya. Pendapat tersebut diatas
merupakan landasan teori kognitif mengenai proses menjadi tua.
Thomae (1970) mencoba untuk mengintegrasikan berbagai teori yang menitik beratkan pada
factor-faktor fisiologis dan yang menitik beratkan pada factor-faktor lingkungan, misalnya peran
social yang dilakukan oleh individu. Thomae menitik beratkan akan persepsi seseorang terhadap
hal-hal yang dialaminya yang selanjutnya memberikan dampak yang berbeda beda pada orang
yang satu dengan orang yang lain. Thomae mengemukakan suatu teori yang bertitik tolak pada 3
ketentuan dasar yaitu:
1. Suatu perubahan dalam tingkah laku lebih berhubungan dengan perubahan situasi yang
dipersepsi seseorang daripada perubahan obyektifnya sendiri.
2. Sifat persepsi terhadap perubahan situasi tadi tergantung pada kebutuhan pokok pengharapan
seseorang atau kelompok.
3. Penyesuaian terhadap keadaan menjadi tua merupakan fungsi keseimbangan antara system
kognitif dan motivasional seseorang.
Ketiga ketentuan dasar ini merupakan pernyataan 5 variabel dasar yang saling berhubungan
yaitu:
1. Perubahan situasi yang objektif
2. Perubahan yang dipersepsi oleh orang yang bersangkutan
3. Perubahan dalam motivasi
4. Perubahan dalam tingkah laku
5. Penyesuaian terhadap keadaan menjadi tua.
Banyak dilakukan penelitian empiris yang mendukung pendapat Thomae tersebut. Dalam kancah
individual Nampak pada contoh sebagai berikut: tingkah laku dan kebiasaan seseorang wanita

lanjut usia (variable 4) sesudah mondok dalam panti rawat (variable 1) kurang ditentukan oleh
keadaan objektif waktu menjalani perawatan tersebut melainkan lebih ditentukan oleh persepsi
mengenai perawatannya itu (variable 2). Dia dapat menganggap perawatan tadi sebagai keadaan
yang positif atau sebagai keadaan yang negative. Persepsinya itu selanjutnya dipengaruhi lagi
oleh aspek-aspek motivasional (variable 3). Bila wanita lanjut usia yang tinggal di tepi kota tadi
merasa tidak aman dan tidak mempunyai kontak social maka tinggal dalam panti tadi dipandang
sebagai sesuatu hal yang positif. Sebaliknya hidup dip anti dapat ula dipandang negative bila
seseorang masih ingin mempertahankan hidup yang merdeka atau masih menginginkan privasi.
Dalam keadaan yang terakhir ini sukar untuk mencapai penyesuaian ataupun keseimbangan.
Penyesuaian dan keseimbangan akan dapat dicapai bila wanita lanjut usia tadi dapat memadukan
keinginan dan pengaharapannya (variable 4) dengan apa yang dilihat dan dialaminya (variable
2).
Dalam hal ini ia dapat mengubah baik keinginan maupun persepsinya sendiri. Keseimbangan
akan terwujud bila orang lanjut usia tadi memperoleh apa yang diinginkan dan menginginkan
apa yang diperolehnya.
f) Inteligensi dan kebijaksanaan atau kearifan
Model deficit
Suatu mitos yang bertahan adalah pendapat bahwa menjadi tua berarti mengalami suatu
kemunduran intelektual. Khususnya dalam dunia usaha pendapat tersebut dipakai sebagai alas an
untuk membenarkan pemberhentian tenaga yang sudah lanjut usia. Model devisit, juga disebujt
model dekrimental, mengenai perkembangan kecerdasan lama mendapat dukungan dari hasil
penelitian kroseksional dalam tahun 20 dan 30 yang memang menunjukkan bahwa puncak
inteligensi psikometris ada pada usia 20 tahun, kemudian lambat laun menurun dengan pasti
(adolescence optimum hypothesis). Kritik yang dianjurkan terhadap hasil penelitian ini adalah
kelemahan yang ada pada metode kroseksional yang sulitmembedakan antar pengaruh
bertambahnya usia dan pengaruh kohort kelahiran. Juga perlu diperhatikan bahwa inteligensi
bukan merupakan pengertian unidimensional. Paling tidak dapat membedakan antara apa yang
disebut fluid intelligence dan crystallized intelligence. Fluid intelligence adalah kelincahan
berfikir suatu aspek inteligensi yang berhubungan dengan factor pembawaan dan fungsi-fungsi
fisik; crystallize intelligence berhubungan dengan kebudayaan dan hasil pelajaran sepanjang
hidup, yaitu inteligensi yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman, seperti misalnya
pengetahuan umum dan bahasa.
Ketika schaie mengemukakan bahwa kemunduran intelegensi pada para lanjut usia merupakan
suatu mitos saja, maka antara lain Horn dan Donaldson (1976) menganggap pendapat Schaie
tersebut sebagai terlalu optimis. Mereka menunjukkan bahwa strategi apapun yang digunakan
namun pengambilan sampel itu tidak akan refsentatif. Hal ini yang dapat dipertanyakan adalah
apakah masih ada kemunduran bila dalam sampel yang diteliti dihilangkan semua yang sakit,
berhubung beberapa penyakit terkait dengan usia seseorang. Penelitian longitudinal yang
menggunakan beberapa kali pengukuran menunjukkan adanya peningkatan hasil prestasi,
meskipun ada keusangan sampel dan efek belajar.horn dan Donaldson menganggap cukup
realistis bila terdapat kemunduran inteligensi khususnya mulai usia 50 tahun. Mereka
memperingatkan adanya suatu mitos lain yang timbul yaitu bahwa orang menjadi tua itu tidak
mengalami perubahan apapun. Terhadap pendapat tersebut diatas, Schaie mengemukakan
konklusi sebagai berikut (Schaie, 1980, p 270-280):
1. Perubahan intelektual dan kemunduran keterampilan dalam berbagai pengatasan masalah pada

mereka yang belum mencapai akhirusia 50 yahun adalah patologis dan tidak normal.
2. Diantara usia awal 60 dan pertengahan 70 terdapat kemunduran yang normal mengenai
beberapa keterampilan tertentu pada orang-orang tertentu; diatas usia 80 tahun biasanya terjadi
kemunduran pada kebanyakan orang.
3. Bagi kebanyakan orang kemunduran terjadi pada awal usia 50 mengenai keterampilan yang
membutuhkan kecepatan reaksi, dan keterampilan yang banyak dipengaruhi oleh syaraf perifer.
4. Kemunduran pada berbagai keterampilan juga dikemukakan pada orang-orang dengan
penyakit jantung koroner yang serius lepas dari usia, juga pada orang-orang yang hidup pada
lingkungan social yang lebih rendah dan serba kekurangan.
5. Berhubung perubahan social-kultural yang sangat cepat, maka orang-orang yang ada pada usia
akhir lima puluhan atau lebih tua mengalami keadaan “penuaan” dalam arti absolescence (tidak
terpakai). Dalam perbandingan dengan mereka yang lebih muda prestasi orang lanjut usia lebih
rendah, juga meskipun prestasi mereka tidak berbeda dengan waktu sebelumnya.
6. Bagi psikologi klinis perlu untuk membedakan antara kemunduran individual dengan
kemunduran karena penuaan. Terhadap kasus yang pertama dibutuhkan intervensi penyembuhan,
terhadap kasus yang kedua dibutuhkan pendidikan pemulihan atai remedient.
7. Data mengenai tingkah laku penyelesain maslah pada waktu ini kurang jelas karena sampai
sekarang masukan baru dating dari hasil penelitian kros-seksional. Yang perlu diketahui adalah
bahwa tidak banyak buktu yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan intelektual
antara orang lanjut usia dan orang yang masih muda.
Model perkembangan dan penurunan
Melalui analisa factor hasil tes inteligensi dikemukakan adanya kurang lebih 50 fungsi
kecerdasan yang primer. Dan kumpulan fungsi tersebut, juga melalui analisa factor diketemukan
dua fungsi mental yang oleh Cattell, seperti telah disinggung dimuka, disebut Fluid intelligence
dan Cristallized intelligence. Tes untuk mengungkap fluid intlliegence lebih banyak bersifat
bebas budaya misalnya yang berhubungan dengan pengamatan dan tingkah laku (tes persepsual
dan tes performal) serta beberapa tes pendapat dan penalaran.
Tes mengenai crystallized intelligence menyangkut bentuk-bentuk kemampuan dalam member
pendapat sebagai hasil pengalaman dan belajar dalam suatu kebudayaan tertentu. Cristallized
intelligence memberikan ukuran sampai seberapa jauh seseorang menginternalisasi inteligensi
kolektif kebudayaannya. Crystallized intelligence dan Fluid intelligence juga berhubungan
dengan berbagai macam cara penguasaan ilmu. Fluid intelligence berkaitan dengan
perkembangan cara-cara yang sangat pribadi, sedangkan crystallized intelligence ditandai oleh
penggunaan caracara yang spesifik untuh suatu kebudayaan tertentu.
Mengenai perbedaan usia dalam kaitan dengan fluid intelligence, crystallized intelligence,
ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang banyak dilakukan penelitian. Hasil tes
mengenai factor-faktor sesudah usia 20 tahun Nampak adanya kemunduran prestasi yang jelas
pada fluid intelligence serta pada ingatan jangka pendek. Namun kita harus cukup berhati-hati
dalam menginterpretasi kemunduran dua factor yang saling berhubungan tadi. Kemunduran
dalam ingatan dapat terjadi tanpa kemunduran dalam fluid intelligence dan sebaliknya.
Pada Cristallized intelligence tidak Nampak ada kemundurang dengan bertambahnya usia,
bahkan sebaliknya secara rata-rata Nampak adanya kemjuan. Hal ini juga diketemukan pada
ingatan jangka panjang. Kedua factor ini dapat berkembang sendiri-sendiri tidak tergantung satu
sama lain. Horn dan Donaldson (1980) mengakui adanya perbedaan yang besar pada kurve
inteligensi orang yang satu dengan yang lain. Juga tidak dikemukakan dalam menentukan fungsi-

fungsi yang maju dan yang mundur, bagaimana seseorang menggunakan fungsi-fungsi tersebut
dalam melaksanakan tugasnya sehari hari. Persoalannya adalah sampai seberapa jauh orang
dewasa dan lanjut usia menggunakan fungsi-fungsi ini untuk dapat mencapai kepuasan dalam
hidupnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan dikaji lebih lanjut pada pasal yang berikut.
Model perbaikan dan penggantian terarah
Model yang diformulasi oleh Baltes dan kawan-kawan (Baltes dan Dittmann-Kohli, 1982;
Baltes, dkk, 1984) menggarisbawahi perbedaan yang besar dalam penggunaan fungsi intelektual
dalam praktik kehidupan.
Baltes, dkk. Memperluas penggunaan arti inteligensi. Mereka mengartikan inteligensi lebih luas
daripada apa yang merupakan hasil tes inteligensi saja. Berprilaku inteligen merupakan
fenomena dalam konteks kehidupan sehari-hari dan fenomena sepanjang kehidupan. Mereka
mendasarkan diri pada 4 landasan hasil penelitian, yaitu:
1. Fenomena inteligensi mempunyai banyak dimensi (multidimensional)
2. Proses perkembangannya tidak sama pada semua orang, arahnya berbeda-beda
(multidireksional)
3. Tingkatan berfungsinya dan berkembangya intelektual seseorang berbeda antara orang lain
yang satu dengan orang yang lain (variabilitas interindividual)
4. Arah jalan dan tingkat perkembangan apa yang pernah dicapai dapat saja berubah (plastisitas
intra-individual).
Menurut model ini fluid intelligence dan Cristallized intelligence hanya meliputi sebagian kecil
inteligensi pada usia dewasa. Perluasan arti daripada model ini dilandasi pendapat bahwa
seseorang dapat melakukan banyak hal secara inteligen dan juga secara tidak inteligen. Wanita
yang dengan terampil melaksanakan tugas-tugas rumah tangganya memang sering mendapatkan
pujian namun pekerjaannya itu jarang dipandang sebagai prilaku yang inteligen. Untuk
menempatkan aktivitas ini dalam lingkup yang sesuai, maka Baltes dkk. Membedakan adanya
dua jenis proses kogniftif yang berkaitan dengan berpikir murni dan proses kognitif yang
berkaitan dengan berfikir terapan. Baltes dkk. Menyebutnya sebagai proses kognitif yang
pertama dan proses kognitif yang kedua. Seseorang dapat sangat terampil dalam kedua jenis
proses tadi.
Proses kognitif yang pertama meliputi proses kognitig yang fundamental, bebas daripada isi.
Baltes dkk. Menyebutnya sebagai “congnition qua congnition”, dengan lain perkataan
merupakan “mekanik atau landasan pengolahan informasi dan penyelesain problem” (Baltes,
Dittman-Kohli & Dixon, p 63). Hal ini berkaitan dengan mekanik inteligensi yang berkaitan
dengan tugas-tugas mengenai hubungan, klasifikasi dan penalaran logis. Mengerti akan
konstruksi logika formal serta aktivitas kignitif yang dibutuhkan juga merupakan bagian yang
esensial proses kognitif yang pertama tersebut. Sejauh kemampuan itu dapat diukur dengan tes,
maka hal tadi dapat digolongkan kedalam fluid intelligence.
Proses kognitif yang kedua berkaitan dengan fungsi penerapannya terhadap sesuatu keadaan
tertentu. Penerapan ini ditandai oleh prilaku pragmatis, yaitu melakukan penyesuaian secara
inteligen terhadap keadaan kehidupan dalam artinya yang luas.
Dalam awal rentang kehidupan terutama kemampuan kognitif murni mulai berkembang. Dalam
masa dewasa maka mekanik inteligensi yang telah berkembang ditampung dalam pragmatic
inteligensi. Berhunbung kemampuan inteligensi primer (proses pertama) merupakan hal yang
potensial, maka orang dewasa terutama mengembangkan keterampilan yang berhubungan
dengan proses inteligensi yang kedua. Berdasarkan pengalaman apa yang ditemuinya dalam

hidup, maka orang s\dewasa akan mengembangkan keterampilan intelektual yang tergolong
dalam prilaku yang pragmatis. Perkembangan intelektual berakhir pada keterampilan keahlian
dalam suatu bidang tertentu, dalam kompetensi social dan kadang-kadang dalam sikap arif dan
bijaksana.
g) Seksualitas dan intimitas
Sifat hubungan seks dengan orang lain berubah selama masa dewasa dan masa lanjut usia.
Penyebab perubahan ini ada dalam perubahan biologis, perubahan dalam hubungan social,
pengharapan dan norma masyarakat dan menumpuknya pengalaman hidup serta integrasinya
dalam sejarah pribadi orang yang bersangkutan.
h) Perkembangan dan perubahan dalam empati dimensi seksualitas
Menurut Van Conde Boas (Vijs, 1976) seksualitas dapat dibedakan dalam empat dimensi:
1. Proses reproduksi
2. Dimensi kenikmatan
3. Dimensi hubungan atau relasi
4. Institusionalisasi
Dalam usia dewasa akhir daya kemampuan seksual baik pada wanita maupun pria mengalami
kemunduran, namun tidaklah berarti bahwa kenikmatan seks hilang sama sekali, hanya
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai orgasme, sedangkan orgasmenya sendiri
berlangsung lebih pendek.
Perubahan fisiologis dalam seksualitas ini tidak mengandung arti bahwa dalam keadaan normal
orang dewasa akhit atau usia tua tidak dapat menikmati hubungan seks lagi. Dalam hal ini
kebudayaan masyarakat ikut mempengaruhi, begitu pula factor kesehatan juga menetukan.
Pandangan bahwa hubungan seks pada usia dewasa akhir tidak terpuji ataupun dapat
menimbulkan penyakit perlu dihilangi lebih dulu, khususnya di Indonesia.
Kenikmatan seksual, juga pada dewasa akhir tetap membutuhkan hubungan yang mendalam
antara suami dan istri. Sangkar kosong dapat menyebabkan suami dan istri saling menemukan
kembali, sehingga masing-masing dapat mencapai kenikmatan seksual lagi.
Di Barat diketemukan bahwa sesudah usia 50 tahun frekuensi hubungan seks menurun baik pada
laki-laki maupun wanita, meskipun pada laki-laki masih lebih aktif sepanjang hidup. Wilson
(1975) menemuka bahwa 25% laki-laki usia 60 tahun ke atas dan 50% wanita usia 60 tahun ke
atas tida lagi melakukan hubunga seksual. 27% dari kelompok laki-laki melakukan hubungan
seks sekali sebulan, pada kelompok wanita 12%. Penurunan frekuensi yang drastic dalam
hubungan seks ini diketemukan sekitar usia 75 tahun.
Perbedaan antara laki-laki dan wanita selalu Nampak. Kehidupan laki-laki lebih bewarna seksual
disbanding wanita. Mungkin hal ini dapat terjadi karena wanita, khususnya di Indonesia lebih
terhambat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai seks.
i) Preverensi tempat tinggal dan perlakuan yang diinginkan pada usia dewasa akhir
Di Indonesia pada dewasa ini telah terjadi perubahan keadaan dalam hidup orang tua. Kalau
semula anak-anak lama tinggal bersama orang tua, maka sekarang berkumpulnya anak dengan
orang tua menjadi langka. Hal ini disebabkan karena mobilitas yang tinggi, misalnya:
1. Anak sekolah di kota lain, mungkin di luar negeri, sehingga terjadi apa yang disebut sangkar
kosong.
2. Orang tua yang sudah lanjut usia terpaksa tidak dapat dirawat oleh anak-anaknya Karena
anak-anak bekerja di tempat lain, mungkin cukup jauh misalnya di luar negeri dan orang tua

yang sudah lanjut tidak dapat dibawa, padahal membutuhkan perawatan.
Keadaan tersebut menimbulkan kebutuhan akan alternative lain untuk perawatan orang tua, salah
satu alternative adalah menyediakan tempat perawatan atau panti werda yang berbentuk
settlement. Kalau bagi lower class sudah disediakan oleh Kanwil Despos berwujud panti werda,
maka settlement yang dimaksud di atas adalah untuk kelas menengah ke atas dengan fasilitas
yang cukup, maka penghuninya juga harus membayar.

C. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Usia Dewasa Akhir
1. Pengkajian
a. Pengkajian pada keluarga
1) Identitas : Nama KK, alamat, komposisi keluarga (nama, jenis kelamin, hubungan keluarga,
tempat dan tanggal lahir, pendidikan, pekerjaan),dan genogram (genogram dari tiga generasi),
tipe keluarga, suku/budaya yang dianut keluarga, agama yang dianut dalam keluarga, status
social, aktivitas keluarga.
2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga :
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini, ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan bagaimana tugas
perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya.
c) Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan pada keluarga inti, meliputi: riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota, dan sumber pelayanan yang
digunakan keluarga seperti perceraian, kematian, dan keluarga yang hilang.
d) Riwayat keluarga sebelumnya, keluarga asal kedua orang tua (seperti apa kehidupan keluarga
asalnya) hubungan masa silam dan saat dengan orang tua dari kedua orang tua.
3) Lingkungan : Karakteristik rumah, karakteristik lingkungan, mobilitas keluarga, hubungan
keluarga dengan lingkungan, system social yang mendukung.
4) Struktur keluarga :
a) Pola komunikasi, menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota keluarga, pesan yang
disampaikan, bahasa yang digunakan, komunikasi langsung atau tidak, adakah hal-hal yang
tertutup atau tidak, frekuensi, kualitas komunikasi, dan pesan emosional (negative/positif).
b) Pengambil keputusan, siapa yang membuat dan memutuskan keputusan dalam keluarga,
penggunaan keuangan, model kekuatan atau kekuasaan yang digunakan keluarga dalam
membuat keputusan.
c) Peran anggota keluarga, peran formal dan informal dalam keluarga, apakah ada konflik peran

dalam keluarga, berapa kali dan bagaimana peran tersebut dilaksanakan secara konsisten.
d) Nilai- nilai yang berlaku di keluarga, menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga
dengan kelompok atau komunitas, apakah sesuai dengan nilai norma yang dianut, seberapa
penting nilai yang dianut,latar belakang budaya yang mempengaruhi nilai-nilai keluarga,
bagaimana nilai-nilai keluarga mempengaruhi status kesehata keluarga.
5) Fungsi keluarga
a) Fungsi afektif, menjelaskan pola kebutuhan keluarga, apakah keluarga merasakan dan dapat
menggambarkan kebutuhan mereka.
b) Fungsi sosialisasi, menjelaskan apakah ada otonomi setiap anggota dalam keluarga, apakah
saling ketergantungan, dll.
c) Fungsi perawatan kesehatan, menjelaskan sejauh mana keluarga mengenal masalah kesehatan
dalam keluarganya, pengetahua keluarga mengenai konsep sehat sakit, kesanggupa keluarga
melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga, dll.
b. Pengkajian pada klien
1) Identitas klien: Nama, usia, jenis kelamin, agama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan keluhan sakit yang dirasakan klien pada tahap usianya saat ini, bagaimana pandangan
klien tentang kesehatannya, perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan pada klien tentang penyakit yang pernah dialaminya pada masa lalu yang
mempengaruhi kondisinya saat ini.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan riwayat penyakit genetic dan penyakit keluarga pada masa lalu dan masa sekarang
seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi, kaker, stroke, da arthritis reumatis,
penyakit gagal ginjal, tiroid, asma, alergi, penyakit-penyakit darah, dll.
d) Riwayat kesehatan psikososiospiritual
1. Tanyakan kebiasaan klien dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan minum obat.
Pemeriksaan psikologis dilakukan saat berkomunikasi dengan klien, untuk mengetahui fungsi
kognitif, termasuk daya ingat, proses pikir, alam perasaan, orientasi terhadap realitas, dan
kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
2. Kaji bagaimana klien membina keakraban dengan keluarga dan masyarakat, kesibukan klien
mengisi waktu luang, perasaan sejahtera dalam kaitannya dengan social ekonomi.
3. Kaji keyakinan agama yang dimiliki dan sejauh mana keyakinan tersebut diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Pemeriksaan fisik
Pada usia dewasa akhir (60 tahun ke atas) terjadi penurunan fungsi fisiologis tubuh. Untuk itu
pemeriksaan fisik pada klien dewasa akhir perlu dilakukan dengan pengkajian pada system tubuh
di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Sistem integument
Amati kulit lansia, adakah jaringan parut, keadaan rambut, kuku, kebersihan lansia secara umum,
dan gangguan lain yang umum pada kulit.

2. Sistem respirasi
Bagaimana dengan pernafasan lansia, adakah gangguan pada system pernafasan, adakah sessak
nafas, apakah menggunakan alat bantu, apakah terdengar ronkhi, wheezing, dll.
3. System musculoskeletal
Amati kondisi lansia apakah terdapat kontarktur pada sendi, bagaimana dengan tingkat
mobilisasinya, adakah gejala atau tanda kifosis, dan adanya gerakan sendi yang terbatas.
4. System kardiovaskuler
Adakah keluhan pusing, sakit kepala, tanda edema pada ekstremitas bawah dan ekstremitas atas,
pembengkakan pada vena jugularis, sirkulas darah perifer, warna, serta kehangatannya.
5. System gastrointestinal
Adakah keluhan mual,muntah, bagaimana asupan dietnya, status gizi secara umum, kondisi klien
saat makan dikunyah atau langsung ditelan, keadaan gigi, adakah bising usus, tanda distensi
abdomen, gangguan konstipasi atau obstipasi, serta diare atau tanda inkontinensia alvi.
6. System perkemihan
Bagaimana dengan warna dan bau urine, adakah distensi kandung kemih, tanda disuri, poliuri,
anuria, inkontinensia uri, frekuensi urine, dan tanyakan berapa pemasukan dan pengeluaran
cairan klien.
7. System persarafan
Apakah ada paralisis, parese/ hemiplegic, dll.
8. System sensorik
Pengelihatan: pengelihatan tidak terlalu jelas atau kabur;berapa jerak pandang (untuk melihat,
membaca, atau menulis). Pendengaran: bagaimana pendengaran klien apakah menurun,
pengecapan: bagaimana kemampuan klien mengunyah makanan. Penciuman : adakah gangguan
penciuman terhadap bau-bauan.

c. Diagnosa keperawatan keluarga
1. Gangguan gambaran diri pada keluarga dengan klien dewasa akhir yang berhubungan dengan
persepsi klien yang keliru terhadap diri sendiri.
2. Resiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis yang berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mempertahankan keharmonisan keluarga.
3. Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
klien dewasa akhir.
a. Intervensi keperawatan keluarga
No.Dx Tujuan Kriteria
Hasil Standar Intervensi
1

2.

3.
Umum :
Setelah dilakukan penyuluhan keluarga dapat mengetahui masalah yang dialami anggota
keluarga.
Khusus:
a. Keluarga dapat menjelaskan masalah yang dialami klien.
b. Keluarga mampu menyebutkan factor penyebab masalah yang dialami klien.

c. Keluarga dapat mengajarkan konsep diri yang positif pada klien.
Umum :
Setelah dilakukan penyuluhan keluarga dapat membina hubungan yang baik antar anggota
keluarga.
Khusus :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi factor penyebab ketidakharmonisan keluarga.
b. Keluarga dapat menjelaskan tugas perkembangan keluarga
c. Keluarga dapat menjelaskan cara mengatasi masalah yang terjadi pada klien dewasa akhir.
Umum :
Setelah dilakukan penyuluhan keluarga dapat mengetahui cara merawat klien.
Khusus :
a. Keluarga dapat mengetahui cara merawat klien.
b. Keluarga dapat mengidentifikasi sumber dukungan yang ada disekitar keluarga.
c. Keluarga dapat menyebutkan dampak hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga.

Verbal
Pengetahuan

Verbal
Pengetahuan

Verbal
Pengetahuan

a. Klien dan keluarga mampu mengenal masalah yang dialami.
b. Klien dan keluarga mampu menyebutkan factor penyebab masalah yang dialami.
c. Klien dan keluarga dapat mengetahui konsep diri yag positif.

a. Klien dan keluarga mampu mengidentifikasi factor penyebab ketidakharmonisan dalam
keluarga.
b. Klien dan keluarga dapat menjelaskan tugas perkembangan keluarga.

c. Klien dan keluarga mampu menjelaskan cara mengatasi masalah.

a. Klien dan keluarga dapat mengetahui cara perawatan kesehatan.
b. Klien dan keluarga dapat mengidentifikasi sumber dukungan yang ada.
c. Klien dan keluarga dapat menyebutkan dampak hubungan yang tidak harmonis.

a. Diskusikan (menjelaskan, memberi kesempatan bertanya, dan menjelaskan kembali) tentang
masalah yang dialami klien.
b. Diskusikan (menjelaskan, memberi kesempatan bertanya, dan menjelaskan kembali) tentang
factor penyebab dari masalah yang dialami klien.
c. Ajarkan kepada keluarga untuk memberi dukungan terhadap keadaan diri klien.
d. Ajarkan kepada keluarga setiap diskusi perlu diambil suatu keputusan yang terbaik.

a. Diskusikan (menjelaskan, memberi kesempatan bertanya, dan menjelaskan kembali) factor
penyebab ketidakharmonisan keluarga.
b. Diskusikan (menjelaskan, memberi kesempatan bertanya, dan menjelaskan kembali) tugas
perkembangan keluarga.
c. Diskusikan (menjelaskan, memberi kesempatan bertanya, dan menjelaskan kembali) tugas
perkembangan dewasa akh

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAPITAL FLIGHT DI INDONESIA PERIODE 2002. 1-2006. 12

27 507 12

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Teaching speaking through the role play (an experiment study at the second grade of MTS al-Sa'adah Pd. Aren)

6 122 55

Enriching students vocabulary by using word cards ( a classroom action research at second grade of marketing program class XI.2 SMK Nusantara, Ciputat South Tangerang

12 142 101

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

Hubungan motivasi belajar dengan hasil belajar pendidikan agama islam siswa kelas V di sdn kedaung kaliangke 12 pagi

6 106 71

Antiremed Kelas 12 Matematika (4)

4 115 8