Penyebab Tingginya Pengangguran Di Bante

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pengangguran

merupakan

masalah

yang

sering

terjadi

di

negara


berkembang dan sulit untuk di atasi. Hal ini juga dialami Indonesia sebagai salah
satu negara berkembang. Provinsi-provinsi di Indonesia juga tak luput dari adanya
pengangguran ini. Banten merupakan provisi dengan angka pengangggurawn
terbuka terbesar berdasarkan data BPS tahun 2010. Salah satu

sumber

permasalahan banyaknya pengangguran adalah kurangnya lapangan pekerjaan,
peluang usaha, urbanisasi, dan lain-lain. Banyak aspek yang menyebabkan
kurangnya lapangan kerja dan peluang usaha, salah

satu contoh adalah aspek

kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan aspek yang penting karena
kebijakan adalah bentuk intervensi pemerintah terhadap suatu hal yang menjadi
wewenangnya.

Regulasi

merupakan


perwujudan

dari

kebijakan

publik yang

dilakukan oleh permerintah dalam mengatur berbagai bidang. Regulasi dapat
menyebabkan timbulnya resiko, yaitu menghambat investasi dan berdampak
terhadap pertumbuhan perekonomian.
Dengan angka pengangguran tertinggi di Indonesia pemerintah kota Banten
dituntut untuk sesegera mungkin mengurangi angka pengangguran ini sehingga
berada pada angka yang moderat. Untuk mengurangi angka pengangguran yag
tinggi ini pemerintah harus secepat mungkin menemukan penyebab utama dari
adanya pengangguran ini agar dapat membuat suatu kebijakan yang dapat
mengurangi angka pengangguran pada suatu wilayah.
1.2 Rumusan Masalah
Provinsi Banten merupakan penghubung antara pulau Jawa dengan pulau

Sumatera. Sebagai penghubung perekonomian maka sudah tentu provinsi Banten
akan menerima imbas dari hubungan ekonomi kedua pulau. Imbas ini akan
membuat pertumbuhan ekonomi Banten bergerak pada angka yang tinggi. Akan
tetapi Provinsi Banten merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi
di Indonesia, tepat di bawah Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut tentu tidak sejalan
dengan kondisi geografis provinsi Banten itu sendiri. Sebagai provinsi yang belum
lama terbentuk juga sudah tentu pemerintah provinsi Banten akan beradaptasi
dalam mengelola provinsi Banten dan untuk mengatasi semua masalah yang ada
didalam pemerintahan di Provinsi. Sebagai provinsi yang baru terbentuk pula berarti

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Banten memiliki sebuah nilai plus yaitu pemekaran wilayahnya dan juga
pendapatan daerah yang cukup tinggi melalui dana perimbangan yang di transfer
oleh pemerintah untuk mengatasi kesenjangan yang ada di Indonesia. Berdasakan
penjelasan tersebut kemudian muncul beberapa latar belakang masalah yang
menyebabkan tingginya angka pengagguran di Banten,antara lain :



Faktor apa sajakah yangmenjadi penyebab tingginya angka
pengaguran ?



Bagaimana hubungan antara inflasi terhadap angka pengangguran ?



Bagaimana hubungan antara laju pertumbuhan ekonomi terhadap
pengurangan angka pengangguran ?



Bagaimana hubungan penurunan angka laju pertumbuhan penduduk
terhadap upaya mengurangi angka pengangguran ?




Bagaimana hubungan antara urbanisasi terhadap tingginya angka
pengangguran ?



Serta bagaimana hubungan antara kualitas SDM penduduk Banten
terhadap tingginya angka pengangguran ?

1.3

Tujuan
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada

pemerintah untuk dapat mengurangi angka pengangguran di provinsi Banten.
Adapun cara untuk mencapai tujuan itu terdapat beberapa tujuan dasar diantaranya
analisis penyebab tingginya angka pengangguran yang meliputi :


Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
inflasi




Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
laju pertumbuhan ekonomi



Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
ilaju pertumbuhan penduduk



Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
urbanisasi



Mengetahui hubungan kualitas SDM pada provinsi Banten dengan
tingginya angka pengangguran di Provinsi itu


P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

1.4

Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup pada laporan ini terbagi menjadi dua, yaitu ruang
lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah pembahasan sendiri yaitu Provinsi Banten. Wilayah Provinsi
Banten mempunyai luas 9.018,64 km2, terdiri empat kabupaten yaitu Kabupaten
Pandeglang, Lebak, Serang, Tangerang dan dua kota yaitu Kota Tangerang Dan Kota
Cilegon. Wilayah Provinsi Banten Berada Pada Batas Astronomis 105 01’11”–
10607’12” BT Dan 507’50”–701’1” LS, mempunyai posisi strategis pada lintas
perdagangan internasional dan nasional.
Provinsi Banten mempunyai batas wilayah:
a.

b.
c.
d.

Utara : Laut Jawa
Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Selatan
: Samudra Hindia
Barat : Selat Sunda
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Dalam makalah ini menitikberatkan pembahasan dalam bidang

ketenagakerjaan serta aspek-aspek yang mempengaruhinya seperti laju
pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, inflasi, urbanisasi, rendahnya
tingkat pendidikan, kurangnya SDM berkualitas di daerah asal hingga kurangnya
penyerapan tenaga kerja di daerah asal. Dalam makalah ini juga akan dibahas
tentang kependudukan serta perekonomian yang ada di provinsi Banten.
1.5

Sistematika Masalah

Laporan ini memiliki lima bab yaitu, Bab I Pendahuluan, Bab II Gambaran

Umum wilayah, Bab III Analisis Permasalahan , Bab IV Penutup. Hal-hal tersebut
telah tersusun secara sistematik sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, rumusan masalah dan sistematika
penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH
Meliputi kondisi fisik yaitu, luas dan letak wilayah yang merupakan pembagian
administrasi, keadaan alam, kependudukan serta perekonomian di Provinsi Banten
BAB III KAJIAN LITERATUR
Bab ini berisi teori-teori yang mendukung proses analisis penyebab pengagguran
BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Meliputi pembahasan tentang identifikasi tenaga kerja di Banten, penyebabpenyebab terjadinya pengangguran serta analissnya menggunakan angka korelasi
BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi tentang masalah yang
dianalisis.
BAB II
GAMBARAN UMUM PROVINSI BANTEN
2.1 Letak Geografis
Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5 o 7’ 50” – 7o 1’ 11” Lintang
Selatan dan 105o 1’ 11” – 106o 7’ 12” Bujur Timur, berdasarkan UU RI Nomor 23
tahun

2000

luas

wilayah

Banten

adalah

8.651,20


Km 2

.

Secara

wilayah

pemerintahan Provinsi Banten terdiri dari 2 Kota, 4 Kabupaten, 140 Kecamatan, 262
Kelurahan, dan 1.242 Desa.
Provinsi Banten mempunyai batas wilayah:





Sebelah
Sebelah
Sebelah
Sebelah

Utara : Laut Jawa
Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat
Selatan: Samudra Hindia
Barat : Selat Sunda

Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda
merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan
Australia, Selandia Baru, dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand,
Malaysia

dan

Singapura.

Disamping

itu

Banten

merupakan

jalur

perlintasan/penghubung dua pulau besar di Indonesia, yaitu Jawa dan Sumatera.
Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama
Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang merupakan wilayah penyangga bagi
Ibukota Negara. Secara ekonomi wilayah Banten mempunyai banyak industri.
Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan
sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di
Jakarta dan sangat mungkin menjadi pelabuhan alternatif dari Singapura.

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

2.2 Keadaan Alam
Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0-1.000 m dpl.
Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah
yang berkisar antara 0- 200 m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota
Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun
daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian
berkisar 201-2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501-2.000 m
dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun.
Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk raut permukaan
wilayah atau morfologi. Morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga
kelompok

yaitu

morfologi

dataran,

perbukitan

landai-sedang

(bergelombang

rendah-sedang) dan perbukitan terjal. Morfologi Dataran Rendah umumnya terdapat
di daerah bagian Utara dan sebagian Selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah
yang mempunyai ketinggian kurang dari 50 meter dpl (di atas permukaan laut)
sampai wilayah pantai yang mempunyai ketinggian 0-1 m dpl. Morfologi Perbukitan
Bergelombang Rendah-Sedang sebagian besar menempati daerah bagian tengah
wilayah

studi. Wilayah perbukitan terletak pada wilayah yang mempunyai

ketinggian minimum 50 m dpl. Di bagian Utara Kota Cilegon terdapat wilayah
puncak Gunung Gede yang memiliki ketinggian maksimum 553 m dpl, sedangkan
perbukitan di Kabupaten Serang terdapat wilayah Selatan Kecamatan Mancak dan
Waringin Kurung dan di Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di
Selatan. Perbedaan kondisi morfologi serta topografi ini yang kemudian turut
berpengaruh terhadap timbulnya ketimpangan pembangunan yang semakin tajam,
yaitu wilayah sebelah utara memiliki peluang berkembang relatif lebih besar
daripada wilayah sebelah Selatan. Perbedaan ketimpangan ini juga yang akan
menyebabkan banyak masyarakat melakukan urbanisasi serta karena letaknya
yang di antara tiga provinsi,ini akan mempengaruhi jumlah penduduk yang
nelakuakn migrasi ke provinsi Banten.
Potensi sumber daya air wilayah Provinsi Banten banyak ditemui di Kabupaten
Lebak, sebab sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung dan
hutan produksi terbatas.Tata air permukaan untuk wilayah Provinsi Banten sangat
tergantung pada sumber daya air khususnya sumber daya air bawah tanah.
Terdapat 5 satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) yang telah di identifikasi, yang
bersifat lintas kabupaten maupun kota, antara lain CABT Labuan, CABT Rawadano

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

dan CABT Malingping dan lintas propinsi, meliputi CABT Serang – Tangerang dan
CABT Jakarta. Dengan adanya potensi tata air ini seharusnya akan berdampak
kepada banyak perumahan yang dibuat dan juga mengindikasikan bahwa jumlah
penduduk akan bertambah signifikan karena banyaknya jumlah perumahan yang
akan berimplikasi terhadap perluasan tenaga kerja yang membangun perumahan
itu ataupun penambahan angka pengangguran yang disebabkan pertumbuhan
penduduk yang tinggi.
Berdasarkan kondisi topografi, maka kegunaan lahan di Provinsi Banten secara
umum adalah sebagai berikut:


Lingkungan Pantai Utara merupakan sawah irigasi teknis dan setengah



teknis, kawasan pemukiman serta industri.
Kawasan Banten Bagian Tengah terdiri dari sawah irigasi terbatas dan kebun



campur serta sebagian berupa pemukiman pedesaan.
Banten bagian timur yaitu kota Tangerang dan kabupaten Tanggerang,serta
bagian barat provinsi Banten (Cilegon) merupakan pusat industri.

Karena penggunaan fungsi kawasan industri provinsi Banten yang terletak pada
perbatasan terhadap ketiga provinsi inilah yang menyebabkan angka migrasi pada
provinsi Banten sangat tinggi.
2.3 Kependudukan
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Banten adalah 10.644.030 orang, yang terdiri atas 5.440.783 laki‐laki dan
5.203.247
penyebaran

perempuan.
penduduk

Dari

hasil

Banten

SP2010

masih

tersebut

bertumpu

di

masih
daerah

tampak

bahwa

perkotaan

yang

berdekatan dengan DKI Jakarta (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan) yakni sebesar 55,81 persen, kemudian diikuti wilayah bagian
utara (Kab. Serang, Kota Serang, Kota Cilegon), sebesar 22,12 sedangkan wilayah
bagian selatan (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak) sebesar 22,07
persen.
Dengan luas wilayah Banten sekitar 9.018,64 kilo meter persegi yang didiami
oleh 10.644.030 orang maka rata‐rata tingkat kepadatan penduduk Banten adalah
sebanyak 1.180 orang per kilo meter persegi. Wilayah yang paling tinggi tingkat
kepadatan penduduknya adalah Kota Tangerang yakni sebanyak 9.613 orang per
kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Lebak yakni
sebanyak 395 orang per kilo meter persegi.

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

2.4 Perekonomian
Tingkat kemajuan perekonomian di suatu wilayah dapat dilihat dari laju
pertumbuhan eonomi di wilayah itu. Akan tingkat pertumbuhan ekonomi tidak
sepenuhnya menggambarkan kesejahteraan yang ada di suatu daerah. Tingkat
pertumbuhan ekonomi hanya menggambarkan adanya pertambahan tingkat
pendapatan

kasar

yang

ada

di

suatu

daerah

tanpa

mempertimbangkan

pertambahan penduduk yang ada di daerah itu.

Grafik 2.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Banten Tahun 2001-2007

Sumber : BPS,2008
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Banten
dan nasional rata-rata mengalami pertumbuhan yang positif. Akan tetapi pada
tahun 2006 terjadi penurunan angka pertumbuhan ekonomi baik itu Nasional
maupun di tingkat Provinsi yaitu di Banten. Pertumbuhan ekonomi banten selalu
lebih tinggi selama 4 tahun terakhir(2003-2006),akan tetapi pada tahun 2007 angka
pertumbuhan ekonomi Banten lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan
ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami trend yang positif

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

ini harus dijaga agar nantinya berada pada tingkat perkembangan ekonomi yang
tinggi yang dikarenakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi.
Tabel 2.1 Penduduk usian 15 tahun ke atas berdasarkan mata pencaharian tahun 2007
Kabupaten /
Kota

Berusaha
sendiri

kabupaten
Pandeglang
99210
Lebak
62588
Tangerang
362655
Serang
165204
Kota
Tangerang
144014
Cilegon
25415
Banten
859086
Sumber : BPS,2008

Dibantu
buruh
tidak
tetap

Dibantu
buruh
tetap

Buruh/karyawan

pekerja
bebas
pertanian

pekerja
bebas
non
pertanian

pekerja
tidak
dibayar

77373
133454
146474
83982

13734
10728
48475
17237

53951
71108
663430
169541

59059
38885
13420
39933

26999
28973
12493
48499

81893 412219
103516 449252
35874 1282821
51355 575751

31871
12216
485370

12243
3529
105946

333964
63363
1355357

462
219
151978

15806
6697
139467

5344 543704
8475 119914
286457 3383661

Dari table diatas dapat diketahui persentase penduduk Banten secara
keseluruhan mempunyai mata pencaharian utama sebagai buruh atau karyawan.
Inilah hal utama yang menjadi penyebab ketergantungan utama penduduk kepada
bidang industry. Padahal jika mata pencaharian seperti pertanian dan wirausaha
ditingkatkan bukan tidak mungkin pengangguran di Banten akan dapat diatasi.
Mata

pencaharian

utama

yang

terkecil

yaitu

sebagai

sebuah

penggerak

perusahaan. Seharusnya orang-orang yang yang bekerja di bidang ini harus lebih
banyak lagi dan pemerintah memberikan pinjaman kepada masyrakat agar
masyrakat mudah untuk mengembangkan usahanya sendiri.

BAB III
KAJIAN LITERATUR
3.1 Tenaga Kerja
Sumber daya manusia atau sering disebut dengan human resources merupakan penduduk
secara keseluruhan. Dari segi penduduk sebagai faktor produksi, maka tidak semua penduduk dapat
bertindak sebagai faktor produksi, hanya penduduk yang berupa tenaga kerja (man power) yang dapat
dianggap sebagai faktor produksi (Suparmoko,1997). Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

jumlah

bekerja atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang melakukan kegiatan lain,
seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga (Simanjuntak, 1985). Sedangkan menurut Secha Alatas
(dalam Aris Ananta, 1990), tenaga kerja merupakan bagian dari penduduk yang mampu bekerja untuk
memproduksi barang dan jasa. Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) menggolongkan penduduk usia 15-64
tahun sebagai tenaga kerja.
Menurut Simanjuntak (1985) konsep dari tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Angkatan kerja (labour force) merupakan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya
terlihat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu menghasilkan barang dan jasa.
Angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur. Golongan yang
bekerja (employed persons) merupakan sebagian masyarakat yang sudah aktif dalam kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan sebagian masyarakat lainnya yang tergolong siap bekerja dan
mencari pekerjaan termasuk
dalam golongan menganggur. Bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak
bekerja maupun mencari pekerjaan, atau bisa dikatakan sebagai bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya tidak terlibat atau tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produksi. Kelompok
bukan angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga,
dan golongan lain yang menerima pendapatan. Pekerja tidak dibayar adalah seseorang yang bekerja
membantu usaha untuk memperoleh penghasilan/keuntungan yang dilakukan oleh salah seorang rumah
tangga atau bukan anggota rumah tangga tanpa mendapat upah/gaji .
3.2 Pengangguran
Pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang tidak memiliki pekerjaan
tetapi mereka sedang melakukan usaha secara aktif dalam empat minggu terakhir untuk mencari
pekerjaan (Kaufman dan Hotchkiss,1999). Pengangguran merupakan suatu keadaan di mana seseorang
yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat
memperoleh pekerjaan tersebut (Sukirno, 1994). Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh
ketidakseimbangan pada pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang
ditawarkan melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta.
Menurut Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong
dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang
yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur.
Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran agregat. Para

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud untuk mencari keuntungan. Keuntungan
tersebut hanya akan diperoleh apabila para pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksikan.
Semakin besar permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang akan mereka wujudkan. Kenaikan
produksi yang dilakukan akan menambah penggunaaan tenaga kerja. Dengan demikian, terdapat
hubungan yang erat diantara tingkat pendapatan nasional yang dicapai (GDP) dengan penggunaan tenga
kerja yang dilakukan; semakin tinggi pendapatan nasional (GDP), semakin banyak penggunaan tenaga
kerja dalam perekonomian.
3.3 Teori upah
Upah adalah pendapatan yang diterima tenaga kerja dalam bentuk uang, yang mencakup bukan
hanya komponen upah/gaji, tetapi juga lembur dan tunjangan-tunjangan yang diterima secara
rutin/reguler (tunjangan transport, uang makan dan tunjangan lainnya sejauh diterima dalam bentuk
uang), tidak termasuk Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan bersifat tahunan, kwartalan,
tunjangantunjangan lain yang bersifat tidak rutin dan tunjangan dalam bentuk natural (BPS, 2008).
Menurut Gilarso (2003) balas karya untuk faktor produksi tenaga kerja manusia disebut upah
(dalam arti luas, termasuk gaji, honorarium, uang lembur, tunjangan, dsb). Masih menurut Gilarso upah
biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu: upah nominal (sejumlah uang yang
diterima) dan upah riil (jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan upah uang itu). Upah dalam arti
sempit khusus dipakai untuk tenaga kerja yang bekerja pada orang lain dalam hubungan kerja (sebagai
karyawan/buruh). Di indonesia banyak orang berusaha sendiri dan tidak memperhitungkan ”upah”
untuk dirinya sendiri. Tetapi dalam analisis ekonomi, besar kecilnya balas karya mereka sebagai tenaga
kerja seharusnya ikut diperhitungkan.
3.4 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi adalah salah satu indikator yang sangat penting dalam melakukan
analisis tentang pengangguran. Pertumnuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan factor-faktor produksi
untuk menghasilkan output,maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa
terhadap factor produksi yang dimiliki oleh masyarakat(dalam hal ini adalah tenaga kerja). Dengan
adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik factor produksi
juga akan meningkat.

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Pertumbuhan

ekonomi

sangat

berbeda

dengan

perkembangan

ekonomi.

Terjadinya

perkembangan ekonomi ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dari laju
pertumbuhan penduduk, sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk. Perkembangan eknomi
adalah suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara/wil/kota meningkat selama kurun
waktu yangka panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah “garis kemiskinan
absulut” semakin mengecil dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Baldwin and Meier, 1995
dalam Alghofari) .
Kestabilan politik,kebijakan ekonomi pemerintah, kekayaan alam yang dimiliki, jumlah dan
kemampuan tenaga kerja, tersedianya usahawan yang gigih dan kemampuan mengembangkan dan
menggunakan teknologi modern merupakan beberapa factor penting yang dampat mempengaryhi
pertumbuhan ekonomi.Beberapa factor penting yang telah lama dipandang oleh ahli-ahli ekonomi
sebagai sumber penting yang dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja
Tanah dan kekayaan alam lainnya
Barang-barang modal dan teknologi
Luas pasar sebagai pertumbuhan
Sistem social dan sikap masyarakat

3.5 Inflasi
Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, inflasi dapat terjadi melalui dua sisi, yaitu
dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) terjadi
apabila secara agregat terjadi peningkatan terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi
permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran
kurva permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi karena menyebabkan naiknya
harga output. Peristiwa ini dinamakan demand pull inflation. Sebaliknya apabila secara agregat terjadi
penurunan penawaran terhadap barang-barang dan jasa yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya
produksi, maka terjadi pergeseran kurva penawaran yang secara potensial akan mengakibatkan inflasi
disertai kelesuan usaha dalam perekonomian yang ditunjukkan dengan menurunnya sejumlah output.
Kondisi ini dinamakan inflasi dari sisi penawaran atau cost push inflation (Mankiw, 2000).
3.6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Ukuran mengenai tingkat harga yang paling banyak digunakan adalah Indeks Harga Konsumen
(IHK) atau Consumer Price Index (CPI). IHK adalah harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap
harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar. Perhitungan ini dimulai dengan

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa, IHK mengubah harga berbagai barang dan jasa
menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur seluruh tingkat harga (Mankiw, 2000). Sedangkan
menurut Lipsey, et al. (1997) CPI adalah suatu ukuran harga rata-rata dari berbagai komoditi yang
biasanya dibeli rumah tangga, dikompilasi setiap bulan oleh BPS.
3.7 Urbanisasi
Urbanisasi memiliki berberapa pengertian dari berbagai sudut pandang. Dalam
urbanisasi
terhadap

berarti
jumlah

pertambahan
penduduk

persentase

jumlah penduduk

yang

ilmu

tinggal

demografi,

di

perkotaan

nasional. Sedangkan seorang geograf De Bruijne (dalam Adianti)

menjelaskan terdapat setidaknya tujuh pengertian urbanisasi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pertumbuhan persentase penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan.
Berpindahnya penduduk ke kota – kota dari pedesaan.
Bertambahnya penduduk bermatapencaharian non agraris di pedesaan.
Tumbuhnya suatu permukiman menjadi kota.
Mekarnya atau meluasnya struktur artefaktial – morfologis suatu kota di kawasan sekelilingnya.
Meluasnya pengaruh suasana ekonomi kota ke pedesaan.
Meluasnya pengaruh suasana sosial, psikologis, dan kultural kota ke pedesaan, atau meluasnya
nilai – nilai dan norma – norma kekotaan ke kawasan luarnya.

Permukiman kota cenderung tumbuh terus, baik dalam hal luasnya maupun jumlahnya;
bersama itu sudah semestinya bahwa proporsi penduduk dunia kita yang tinggal di kota kecil maupun
kota besar meningkat. Pertambahan proporsi tersebut juga disebut sebagai urbanisasi. (Daldjoeni dalam
Adianti, 2004). Menurut Whyne (dalam Adianti, 2004) terdapat faktor –faktor yang dapat
mendorong urbanisasi, yaitu:
1. Kemajuan di bidang pertanian. Adanya mekanisasi di bidang pertanian mendorong dua hal;
pertama tersedotnya sebagian tenaga kerja agraris ke kota untuk menjadi buruh industri;
kedua, bertambahnya hasil pertanian untuk menjamin kebutuhan penduduk yang hidupnya
dari pertanian.
2. Industrialisasi. Karena industri – industri bergantung kepada bahan mentah dan sumber
tenaga (misalnya batubara di abad yang lalu), maka pabrik – pabriknya didirikan di lokasi di
sekitarnya; ini demi murahnya

pengelolaan.

Sekaligus

diperlukan

tenaga

buruh

yang

banyak, mereka bawa dan bekerja di situ; akhirnya lahir kota yang baru.
3. Potensi pasar. Berkembangnya industri ringan melahirkan kota – kota yang menawarkan diri
sebagai pasaran hasil diteruskan kepada kawasan pedesaan. Kota –kota perdagangan

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

tersebut lalu menarik pekerja – pekerja baru dari pedesaan dengan begitu kota bertambah
besar.
4. Peningkatan kegiatan pelayanan. Industri tersier dan kuarter tumbuh dan meningkatkan
perdagangan, taraf hidup dan memacu munculnya organisasi ekonomi dan sosial. Berbagai
jenis jasa tumbuh di perkotaan; hiburan, catering, tata usaha perkantoran dan sebagainya.
5. Kemajuan transportasi. Bersama kemajuan komunikasi ini mendorong majunya mobilitas
penduduk, khususnya dari pedesaan ke kota – kota di dekatnya.
6. Tarikan sosial dan kultural. Di kota banyak hal yang menarik, seperti museum, bioskop dan
tempat rekreasi.
7. Kemajuan pendidikan. Tak hanya sekolah sekolah yang menarik kaum muda untuk pindah ke
kota. Juga media komunikasi massal yang berpusat di kota seperti surat kabar dan
siaran radio makin menyadarkan masyarakat pedesaan akan pentingnya

pendidikan

sebagai sarana untuk sukses dalam usaha.
8. Pertumbuhan penduduk alami. Di samping penduduk kota bertambah oleh

masuknya

urbanisasi, angka kelahiran di kota lebih tinggi disbanding pedesaan; ini akibat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakatnya.
BAB IV
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN
4.1 Gambaran Umum keadaan Tenaga Kerja Provinsi Banten
Pengangguran hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumit yang sulit
ditangani pemerintah. Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami Indonesia telah
membuat sektor andalan yang banyak menyerap tenaga kerja seperti industri dan
jasa kolaps. Kemudian dengan alasan untuk tetap survive di era krisis, banyak
pengusaha yang melakukan efisiensi dengan melakukan tindakan pemutusan
hubungan kerja terhadap karyawannya. Atau bahkan jika sudah tidak sanggup lagi
menanggung beban, banyak pabrik yang tutup akibat bangkrut atau dinyatakan
pailit. Kejadian-kejadian di atas ditambah dengan minimnya penciptaan lapangan
kerja

akibat

rendahnya

pertumbuhan

ekonomi

yang

menyebabkan

tidak

tertampungnya angkatan kerja baru semakin menambah jumlah pengangguran di
Banten.
Tabel 4.1 Jumlah Partisipasi Penduduk Dirinci Berdasar Jenis Kegiatan
Menurut Kabupaten.Kota di Provinsi Banten Tahun 2007-2008
Kabupaten/K
Jenis Kegiatan
ota
P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Sumber : BPS 2008
Dengan meningkatnya jumlah pengangguran, seharusnya telah membuat
pemerintah mencurahkan perhatian penuh terhadap masalah pengangguran dan
melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menanggulanginya, untuk mengatasi
pengangguran, yakni padat karya produktif, memperluas perkebunan melalui
transmigrasi, usaha mandiri dan TKPMP (tenaga kerja pemuda mandiri profesional).
Selain

itu

Depnakertrans

bekerjasama

dengan

departemen

terkait

akan

merumuskan kebijakan dan langkah penanggulangan melalui perluasan lapangan
kerja, peningkatan mutu sumber daya manusia, peningkatan kesejahteraan pekerja
serta membina hubungan industrial yang harmonis guna menciptakan iklim yang
kondusif untuk mendorong investasi usaha. Proses penciptaan lapangan pekerjaan
sangat

berhubungan

dengan

pertumbuhan

ekonomi.

Semakin

tinggi

angka

pertumbuhan ekonomi maka semakin marak kegiatan perekonomian yang berarti
semakin banyak pula tenaga kerja yang diperlukan untuk mengerakkan roda
perekonomian. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin
tercapai tanpa adanya dorongan yang besar dari investasi dan ekspor.
Tabel 4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 tahun
ke atas Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten Tahun 2007 2008 (%)
Kabupaten/Kota
Kab. Pandeglang
Kab. Lebak
Kab. Tangerang
Kab. Serang
Kota Tangerang
Kota Cilegon
Provinsi Banten
Sumber : BPS 2008

2007
64,47
66,87
62,13
58,87
58,24
59,39
61,57

2008
65,44
67,62
65,89
60,14
66,00
59,99
64,80

Untuk Provinsi Banten, gambaran tentang proporsi penduduk yang masuk
dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) dapat diketahui melalui angka
TPAK seperti yang tercantum dalam tabel 4.9 Dari tabel tersebut diperoleh bahwa
TPAK Banten pada tahun 2008 adalah sebesar 64,80 persen. Artinya porsi penduduk
usia kerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi di provinsi ini hanya 64,80 persen
dari total penduduk usia kerja (penduduk 10 tahun keatas).Jika diamati menurut
wilayah, pada tahun 2008 tampak bahwa penduduk Lebak yang terlibat dalam
kegiatan ekonomi mempunyai porsi paling tinggi dengan TPAK sebesar 67,62

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

persen. Sedangkan Kota Cilegon TPAK-nya masih di bawah 60 persen, yaitu sebesar
59,99 persen.

Tabel 4.3 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/ Kota Di
Provinsi Banten
Tahun 2007 - 2008 (%)
Kabupaten/Kota
2007
2008
(1)
(2)
(3)
Kab. Pandeglang
10,02
11,13
Kab. Lebak
12,35
10,68
Kab. Tangerang
15,39
15,23
Kab. Serang
17,13
16,49
Kota Tangerang
20,43
18,62
Kota Cilegon
20,84
18,65
Provinsi Banten
15,75
15,18
Sumber : BPS 2008
Tingkat pengangguran terendah pada provinsi banten pada tahun 2008 yaitu
pada kabupaten Lebak dengan angka pengangguran 10,68%. Sedangkan tingkat
pengangguran tertinggi pada tahun 2008 ada pada kabupaten Cilegon dengan
angka pengangguran mencapai 18,65%. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka
pada tahun 2008 tercatat sebesar 15,18 persen, turun dari tahun 2007 sebesar
15,75 persen. Pada tahun 2008 wilayah dengan tingkat pengangguran tertinggi
adalah Kota Cilegon, hal ini sejalan dengan angka TPAKnya yang merupakan terkecil
di Banten. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel diatas. Keadaan tingkat
pengguran yang tinggi pada kabupaten Cilegon karena kabupaten ini merupakan
kawasan industri yang notabene memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang
sedikit. Berbanding terbalik dengan kabupaten Lebak yang masih didominasi oleh
perdesaan dan banyak didominasi oleh pekerjaan pada bidang pertanian yang
menyerap tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan sektor industri.
Tabel 4.4 memperlihatkan struktur penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama.
Selama periode Februari 2007 – Agustus 2007, jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan
hampir di semua sektor kecuali sektor pertanian, dan sektor lainnya. Pada Agustus 2007 terjadi
pergeseran struktur penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama. Jika pada periode
-periode sebelumnya sampai dengan Februari 2007 sektor Pertanian masih mendominasi penyerapan
tenaga kerja, pada Agustus 2007 sektor Perdagangan menduduki urutan pertama dalam penyerapan
tenaga kerja yaitu sebesar 861.092 orang (25,4 persen).

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus mengalami penurunan, penyerapan
tenaga kerja di sektor pertanian pada Agustus 2007 sebesar 759.087 orang, turun sebesar 98.385 orang
dibanding keadaan Februari 2007. Hal ini diduga akibat pergantian musim tanam dari hujan ke kemarau,
yang pada periode Februari 2007 bekerja di sektor pertanian, beralih ke sektor lainnya. Hal tersebut
didukung data adanya penambahan penduduk yang bekerja di sejumlah sektor lainnya, antara lain sektor
Perdagangan bertambah 65.497 orang, Bangunan bertambah 37.225 orang, dan Industri bertambah
31.387 orang. Penambahan tenaga kerja pada sektor-sektor ini selain disebabkan para “pekerja baru”
lebih memilih sektor-sektor tersebut yang dianggap lebih menjanjikan dibanding sektor lain, juga karena
limpahan pekerja muda yang tadinya bekerja di sektor pertanian. Secara keseluruhan, perubahan jumlah
penduduk yang bekerja di masing-masing sektor (lapangan pekerjaan utama) dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Berkerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Februari 2007- Agustus 2007
Lapangan Usaha
Pertanian
Industri
Bangunan
Perdagangan
Angkutan
Keuangan Dan
Jasa
Lainnya *)
Total

Februari
2007
Agustus 2007 Perubahan
857,472
759,087
(98,385)
663,774
695,161
31,387
121,553
158,778
37,225
795,595
861,092
65,497
309,513
321,614
12,101
542,134
48,764
3,338,805

560,788
27,141
3,383,661

18,654
(21,623)
44,856

Sumber : BPS,2008
Catatan: *) Listrik dan Pertambangan
Angka dalam kurung berarti perubahannya negatif

Dari

deskripsi

diatas

dapat

disimpulkan

bahwa

pertumbuhan

sektor

perdagangan yang tinggi mampu untuk mengurangi angka pengangguran di
Banten. Akan tetapi sektor pertanian yang tidak semena-mena dapat disalahkan
atas bertambahnya angka pengangguran sebelum melakukan studi lebih lanjut.
Sektor kedua yang mampu mengurangi angka pengangguran adalah bangunan.
Sebagai provinsi yang dalam perkembangan sudah tentu Banten mempunyai
banyak proyek untuk menunjang kegiatan masyarakatnya. Pertumbuhan industri
yang

tidak

terlalu

besar

ternyata

juga

mampu

untuk

mengurangi

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

angka

Page 26

pengangguran karena banyak industri di provinsiBanten merupakan industri pada
sekala makro.
4.2 Kekakuan Upah
Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian antara permintaan dengan penawaran tenaga
kerja merupakan indikasi adanya kekakuan upah. Menurut Bruno dan Sachs (1985), terdapat dua tipe
kekakuan upah yakni kekakuan upah riil dan nominal. Kekakuan upah riil merupakan kemampuan upah
riil dalam melakukan penyesuaian terhadap upah yang dijamin. Semakin lambat mekanisme penyesuaian
maka akan semakin lama dan tinggi efek guncangan negatif terhadap pengangguran. Sedangkan
kekakuan upah nominal merupakan kemampuan upah nominal dalam melakukan penyesuaian terhadap
harga. Semakin lambat mekanisme penyesuaian maka akan semakin besar penurunan upah riil sebagai
respon dari inflasi yang tidak diantisispasi.
Dalam model ekuilibrium pasar tenaga kerja, upah riil akan berubah untuk menyeimbangkan
permintaan dan penawaran tenaga kerja. Namun pada kenyataannya upah tidak selalu bersifat fleksibel.
Seringkali upah riil tertahan pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat ekuilibrium atau market-clearing
level (Mankiw, 2003). Gambar 4.1 memperlihatkan upah riil yang tertahan diatas tingkat kesetimbangan.
Kondisi tersebut mengindikasikan pasar tenaga kerja yang tidak seimbang. Hal ini terlihat dari adanya
penawaran tenaga kerja yang melebihi permintaan sehingga mengakibatkan terjadinya pengangguran.

Grafik 4.1 Kekakuan Upah Rill

Sumber : Mankiw, 2003
Kekakuan upah yang terjadi merupakan akibat dari beberapa hal yakni adanya upah minimum
dan efisiensi upah. Dalam negara-negara berkembang, umumnya upah minimum berlaku untuk sektor

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

formal dan untuk bidang selain pertanian. Namun terdapat beberapa perkecualian, misalnya India yang
mempunyai upah minimum untuk para pekerja pertanian, meskipun pada kenyataannya upah-upah ini
jarang diberlakukan. Pemberlakuan upah minimum ini merupakan suatu tugas administratif dan hukum
yang sangat besar. Hal demikian tentunya turut meningkatkan upah di sektor yang tidak tercakup karena
adanya efek hukum dan demonstrasi dari upah minimum. Kondisi meningkatnya upah di sektor yang
tidak tercakup tadi merupakan indikasi adanya efek mercusuar (Maloney dan Mendez , 2003).
Teori upah efisiensi menyatakan bahwa upah yang tinggi mendorong para pekerja untuk lebih
produktif (Mankiw, 2003). Kondisi tersebut terkait dengan empat hal yang mendasari diberlakukannya
upah efisiensi. Pertama, dalamnegara-negara berkembang, upah akan mempengaruhi para pekerja
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Semakin banyak nutrisi yang sanggup dibeli pekerja maka
pekerja akan semakin sehat dan lebih produktif. Kedua, dalam negara-negara maju, upah yang tinggi
akan menurunkan perputaran tenaga kerja. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan opportunity cost
yang besar bagi pekerja yang ingin keluar dari pekerjaannya. Ketiga, upah yang dibayarkan
menyatakankualitas rata-rata dari tenaga kerja perusahaan. Dalam hal ini, upah yang tinggi digunakan
perusahaan untuk mempertahankan pekerja terbaiknya (adverse selection). Terakhir, upah yang tinggi
akan meningkatkan upaya para pekerja guna menghindari moral hazard. Pada akhirnya, keempat hal
tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan akan beroperasi lebih efisien jika menerapkan upah di atas
tingkat kesetimbangan antara penawaran dan permintaan.
4.3 Pencarian Kerja
Pencarian kerja terkait dengan apa yang dibutuhkan para pencari kerja terhadap apa yang
terdapat didalam lowongan pekerjaan yang tersedia. Disisi lain, arus informasi mengenai lowongan
pekerjaan yang tidak sempurna dan mobilitas geografis tenaga kerja yang tidak mudah menjadi factor
keengganan masyarakat untuk bekerja pada suatu pekerjaan. Perbedaan keahlian dan upah dari setiap
pekerjaan memungkinkan para penganggur tidak menerima pekerjaan yang ditawarkan. Kondisi ini
memperkecil kesempatan kerja dan akibatnya pengangguran semakin sulit berkurang. Menurut Mankiw
(2003), pengangguran yang disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan untuk mencari pekerjaan tadi
disebut pengangguran friksional. Pengangguran friksional juga dapat meningkat akibat adanya
pergeseran sektoral. Pengertian pergeseran sektoral adalah terjadinya perubahan komposisi permintaan
antarindustri atau wilayah (Mankiw, 2003). Pergeseran sektoral menyebabkan diperlukannya waktu bagi
para pekerja untuk mengubah pekerjaannya. Sehingga pengangguran friksional dapat pula didefinisikan

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

sebagai transitional unemployment yang diakibatkan perubahan pekerjaan antarsektor atau regional
(Elmeskov,1993).
Tingkat pengangguran juga dipengaruhi oleh perubahan dalam upah reservasi (Elmeskov,1993) .
Besarnya perubahan upah reservasi mempengaruhi kesediaan para penganggur untuk menerima
lowongan pekerjaan yang tersedia. Umumnya semakin lama waktu menganggur maka akan semakin
turun upah reservasi sehingga kesempatan kerja menjadi lebih luas. Kondisi ini selanjutnya akan
mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja.
4.4 Analisis Hubungan Tingkat Pengangguran dengan Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi yang dipercaya menjadi penyebab pengangguran antara lain adalah inflasi dan
laju pertumbuhan ekonomi yang kecil. Menurut Boediono (1991) inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan pada
sebagian besar dari barang-barang lain. Melalui tingkat inflasi kita dapat mengetahui seberapa besar
pengaruh inflasi terhadap perubahan yang terjadi dalam perekonomian suatu wilayah pada periode
waktu tertentu. Untuk itu inflasi selain mampu mempengaruhi perubahan ekonomi suatu wilayah juga
dirasa akan mampu mempengaruhi jumlah pengangguran yang ada di suau wilayah.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat mencerminkan keadaan perekonomian dalam negara
tersebut. Salah satu indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan
perekonomian diantaranya adalah melalui penghitungan Gross Domestic Product . Berdasarkan kajian
literatur yang diperoleh laju pertumbuhan ekonomi adalah salah satu variabel yang mempengaruhi
investasi pada suatu wilayah. Investasi inilah yang kemudian mempengaruhi perkembangan ekonomi di
suatu wilayah dengan penciptaan lapangan kerja yang akan berimplikasi kepada jumlah pengangguran
pada provinsi Banten.
Grafik 4.2 Hubungan Persentase Pengangguran Terhadap Persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi di Provinsi Banten

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Sumber : Data diolah dari BPS,2008.

Berdasarkan grafik diatas dapat terlihat angka pengangguran mengalami fluktuasi dari tahun ke
tahun. Ini terlihat dari angka pengangguran tahun 2001 sebesar 17,45% kemudian naik hingga 19.5%
kemudian turun darstis hingga 16.05% kemudian naik lagi sedikit pada tahun 2006 diangka 16.34 serta
kembali mengalami penurunan pada tahun 2007 diangka 15.75%. Kenaikan yang kecil dan penurunan
yang signifikan inilah yang akan menjadikan persentase pengangguran di provinsi Banten akan berada
pada tingkat yang moderat beberapa tahun mendatang.
Untuk angka laju pertumbuhan ekonomi di Banten secara keseluruhan mengalami kenaikan dari
waktu ke waktu akan tetapi kenaikan laju pertumbuhan ekonomi provinsi Banten ini bersifat
merayap(kecil). Adapun sektor yang mengalami percepatan pertumbuhan sangat tinggi antara thun
2006-2007 adalah sektor pertambangan dan penggalian dari 3,75 persen tahun 2006 menjadi 12,65
persen tahun 2007. Pada posisi kedua adalah sektor bangunan yaitu 5,18% pada tahun 2006 menjadi
13,1%pada tahun 2007. Selanjutnya diikuti oleh sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih.
Percepatan pertumbuhan ekonomi 3 sektor diatas tidak berarti tanpa sebab. Pada sektor pertambangan
dan penggalian disebabkan oleh meningkatnya produksi batubara yang dihasilkan dari Lebak. Di sektor
bangunan disebabkan oleh kontruksi yang didanai pemerintah maupun swasta yang meningkat.
Sedangkan pada sektor listrik, gas, dan air bersih akibat bertambahnya pasokan gas dan sambungan
South Sumatera and West Java(BPS,2008). Dengan adanya penyebab pertumbuhan ketiga sektor diatas
berarti terdapat pula perluasan jumlah tenaga kerja disana.
Angka inflasi banten terus mengalami kenaikan sampai tahun 2005 akan tetapi menuju tahun
2007 terus mengalami penurunan. Ini terlihat dari angka inflas Banten yang hanya sebesar 5,07% pada
tahun 2003 dan terus meningkat hingga tahun 2005 yang mencapai 16,11% kemudian terus turun hingga
mencapai angka 6,31% pada tahun 2007. Penurunan angka inflasi ini menunjukkan suatu keadaan positif
dimana ini mengindikasikan bahwa setidaknya inflasi telah di usahakan oleh pemerintah pada nagka
yang moderat.

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa pengangguran tidak disebabkan oleh adanya inflasi. Ini
ditunjukkan oleh bentuk grafik pengangguran yang berfluktuasi sedangkan grafik inflasi hanya
mengalami kenaikan lalu penurunan dan angka kenaikan dan penurunan inflasi ini sangat besar.
Berdasarkan olah data yang dilakukan menggunakan aplikasi SPSS juga diperoleh angka korelasi - 0.3935
yang mengindikasikan bahwa korelasi antara tingkat pengangguran dan inflasi adalah negatif serta angka
korelasinya kecil. Hal ini disebabkan karena terjadinya kenaikan harga barang pemenuh kebutuhan yang
tidak diikuti oleh pertambahan jumlah upah para buruh. Kenaikan jumlah upah buruh ini lebih
disebabkan karena adanya peraturan pemerintah tentang upah minimum regional(UMR).
Akan tetapi antara laju pertumbuhan ekonomi dan grafik pengangguran terlihat sekali hampir
berkorelasi. Kedua grafik sama-sama mengalami fluktuasi dan angka penurunan dan kenaikannnya juga
relatif kecil(berbeda dengan inflasi). Berdasarkan olah data yang dilakukan menggunakan aplikasi SPSS
juga diperoleh angka korelasi -0.6185 yang mengindikasikan bahwa angka laju pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif terhadap angka pengangguran. Maksud dari berkorelasi negatif disini adalah jika
angka pertumbuhan ekonomi naik maka angka pengangguran akan turun. Hal ini disebabkan karena jika
terjadi kenaikan angka pertumbuhan ekonomi maka akan terjadi pertambahan angka investasi yang
akhirnya akan berimplikasi kepada pembuatan bahkan perluasan lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi
disini harus dipertahankan pada angka yang lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk agar terjadi
perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi inilah yang jarang ditemukan di Indonesia. Ini
dikarenakan kebanyakan daerah di Indonesia laju pertumbuhan ekonominya lebih kecil jika dibandingkan
laju pertumbuhan penduduk.

4.5 Analisis Hubungan Tingkat Pengangguran den Pertambahan Jumlah Penduduk
Sebagai provinsi yang berada pada negara berkembang,pertumbuhan penduduk Banten pasti
akan mengalami pertambahan dari waktu ke waktu. Pertambahan jumlah penduduk ini kemudian akan
berimplikasi terhadap pertambahan jumlah angkatan kerja serta angka pengangguran. Pertambahan
penduduk disini dikaji berdasarkan deskripsi umum meliputi kelahiran, kematian, migrasi, dan lain-lain.
Pertumbuhan jumlah penduduk pada provinsi banten berdasarkan tabel dibawah ini menunjukkan trend
penurunan. Penurunan angka laju pertumbuhan penduduk ini ditandai dengan angka pertumbuhan
penduduk pada 2003 sebesar 3,25% terus turun sampai 2007 hingga 2,90%. Ini berarti kebijakan yang
dilakukan pemerintah dalam hal pengurangan angka kelahiran telah berhasil dilaksanakan. Kebijakan lain

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

yang dirasa mampu dijalankan oleh pemerintah pusat adalah pemerataan pendapatan yang akan
berimplikasi kepada pengurangan angka migrasi yang ada pada suatu wilayah.
Grafik 4.3 Hubungan Persentase Pengangguran Terhadap Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk di
Provinsi Banten

Sumber : Data diolah dari BPS,2008.

Hubungan antara grafik diatas memang tidak terlihat adanya kesamaan antara laju pertumbuhan
ekonomi dengan jumlah pengangguran. Akan tetapi berdasarkan uji korelasi yang dilakukan
mengggunakan aplikasi SPSS,korelasi antara jumlah pengangguran dengan laju pertumbuhan ekonomi
adalah sebesar 0.656023. Ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
pengagguran adalah disebabkan karena pertambahan jumlah penduduk.Jika laju pertumbuhan
penduduk besar maka pengangguran pun akan menjadi besar. Akan tetapi Pengurangan angka
pengangguran disini diakibatkan oleh hal yang sebaliknya yaitu adanya pertumbuhan jumlah penduduk
yang semakin mengecil serta terjadi laju pertumbuhan ekonomi yang semakin membesar. Ini akan
berimplikasi terhadap perluasan lapangan kerja serta pengurangan angka pencari kerja pada provinsi
Banten.
4.6 Analisis Hubungan Tingkat Pengangguran dengan Tingkat Migrasi Masuk
Banten merupakan salah satu provinsi yang baru terbentuk dan dalam proses perkembangan.
Karena terjadi proses perkembangan di Banten otomatis akan membawa pengaruh perluasan lapangan
kerja di Provinsi Banten. Perluasan lapangan kerja maerupakan angin segar bagi para kaum migran untuk
mencari kerja di Banten. Tidak jarang pula banyak kaum migran yang mengisi lapangan kerja yang
seharusnya ditempati oleh penduduk asli Banten. Hal inilah yang merupakan salah satu faktor pemicu
adanya pengangguran yang besar di Provinsi Banten. Berdasarkan pernyataan Gubernur Banten Hj. Ratu
Atut Chosiyah,migrasi masuk merupakan faktor utama penyebab tingginya angka pengangguran di

P E N Y E B A B T I N G G I N YA A N G K A P E N G A N G G U R A N D I B A N T E N

Page 26

Provinsi Banten. Untuk itu akan dilakukan pengujian terhadap pengaruh migrasi masuk terhadap
persentase jumlah pengangguran di provinsi Banten.
Grafik 4.4 Hubungan Persentase Pengangguran Terhadap Persentase Migrasi Masuk di Provinsi Banten

Sumber : Data diolah dari BPS,2008.

Dari grafik diatas dapat terlihat perbedaan trendnnya sama dengan pada hubungan antara grafik
pengangguran dengan grafik laju pertumbuhan penduduk. Akan tetapi berdasarkan pengujian korelasi
menggunakan aplikasi SPSS terlihat bahwa angka korelasi mencapai 0.670174. Hal ini mengindikasikan
bahwa pernyataan Gubernur Banten tentang penyebab utama angka pengagguran adalah migrasi masuk
merupakan pernyataan yang dapat dibenarkan. Ini terlihat dari angka korelasi pengangguran dengan
migrasi masuk yang lebih besar bila dibandingkan dengan angka korelasi pengangguran dengan laju
pertumbuhan penduduk ataupun laju pertumbuhan ekonomi.
Semakin besar angka migrasi masuk yang ada pada