Faktor yang mempengaruhi remaja di

Definisi menurut WHO “Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisk, mental, dan sosial
secara utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala hal yang
berhubungan dengan sistem reproduksi fungsi serta prosesnya”
Kesehatan reproduksi mencakup 3 hal yaitu : kemampuan (ability), keberhasilan (success),
dan keamanan (safety). Kemampuan dapat bereproduksi, keberhasilan berarti dapat
menghasilkan keturunan sehat yang tumbuh dan berkembang, keamanan berarti semua proses
reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan, kontrasepsi dan abortus
seyoyanya buka merupakan aktifitas yang berbahaya (Affandi, 1995).

Kesehatan reproduksi sebenarnya mencakup :
a. Kesehatan semasa remaja, ketika secara biologis kehidupan sosialnya mulai aktif dan
ketika kaum wanita mengalami haid
b. Kesehatan sewaktu masa usia produktif yang mencakup kesehatan sewaktu hamil dan
sewaktu tidak hamil maupun ketidakmampuan untuk hamil
c. Kesehatan sewaktu menopause karena gangguan kesehatan dalam masa ini dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat hidup produktif sosial maupun
ekonomi (kartono, 1995)
Tujuan Memahami Kesehatan Reproduksi
Tujuan memahami kesehatan reproduksi menurut PKBI (2000) adaah sebagai berikut :
a. Mengenal tubuh dan organ organ reproduksinya
b. Memahami fungsi dan perkembangan organ reprduksi secara benar

c. Memahami perubahan fisik dan psikisnya
d. Melindungi diri dari berbagai resiko yang mengancam kesehatan dan keselamatannya
e. Mempersiapkan masa depan yang sehat dan cerah
f. Mengembangkan sikap dan perilaku bertanggung jawab engenai proses reproduksi

Masa remaja adalah masa yang sangat rawan. Sifat ingin tahu dan mencoba hal hal baru
termasuk dalam perlaku seksual tanpa diiringi pengetahuan dan infromasi dengan kesehatan
reproduksi akan mengakibatkan terjadinya aktivitas seksual sebelum tercapainya kematangan
mental dan spiritual.
Perubahan organ biologi yang dialami remaja berhubungan dengan produksi hormon hormon
seksual dalam tubuh, mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Hal ini menjadi
rawan karena remaja mempunyai sifat ingin tahu dan mencoba hal hal baru termasuk
ketertarikan dengan lawan jenis, sementara itu rendahnya informasi dan pengetahuan remaja
akan kesehatan reproduksi serta informasi dari sumber yang salah, sehingga akan
mengakibatkan remaja aktif seksual sebelum tercapainya kematangan mental dan spiritual.
Sekitar 1 milyar manusia, hampir 1 di antara 6 manusia di bumi ini adalah remaja; 85%
diantaranya hidup di negara berkembang. Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara
seksual (meski tidak selalu atas pilihan sendiri), dan di berbagai daerah atau wilayah, kira
kira separuh dari mereka sudah menikah. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada
tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira kira 15

juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta
terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dapat disembuhkan. Secara global, 40%
dari semua kasus nfeksi HIV terjadi pada kaum muda yang beresiko 15-24 tahun. Perkiraan
terakhir adalah; setiap hari ada 7000 remaja terinfeksi HIV. Resiko kesehatan ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, misalnya tuntutan untuk kawin muda dan
hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender,
kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup yang populer.
Faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi, secara gaaris besar dapat
dkelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan
reproduksi (dr.Taufan, 2010), yaitu :

1. Faktor Sosial ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang
rendah dan ketidaktauhan tentang perkembangan seksual dan prosek reproduksi, serta
lkasi tepat tinggal)
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk
pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang
fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan
satu dengan yang lain)
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan oran tua dan remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang memberi

kebebasan secara materi)
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca, penyakit
menular seksual)
Dari keempat faktor faktor terebut saling berhubungan dan saling berkaitan antara satu
faktor dengan faktor lainnya.
Adapun salah satu faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan reproduksi pada remaja
adalah :
a. Keluarga
Kedua orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang
masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak
terbuka kepada anaknya bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah
ini.
Perilaku seksual pada remaja disebabkan tidak adanya keterbukaan dalam keluarga tentang
peningnya pendidikan seks (sex education) sejak dini. Sulitnya orang tua terbuka dalam
memberikan pendidikan seks ini lebih banyak disebabkan adanya persepsi keluarga yang
masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seks terhadap remaja. Adanya
pemahaman yang salah mengenai pendidikan seks, sehingga muncul larangan
membicarakan mengenai seksualitas di depan umum karena diangap sesuatu yang vulgar.
Hal ini akan mengakibatkan remaja tersebut mempunyai rasa ingin tahu yang lebih dan
mencari informasi dari berbagai sumber misalnya seperti media massa dengan konotasi

yang negatif atau pemahaman yang salah.
b. Masyarakat
1. Female Genital Mutilation (FGM)

FGM adalah pemotongn kelamin wanita. Yang dimaksud dengan FGM atau
pemotongan alat kelamin wanita adalah pemotongan sebagian atau seluruh alat
kelamin luar wanita maupun tindak perlukaan lainnya terhadap alat kelamin wanita.
FGM merupakan praktek tradisional yang sudah berurat berakar yang berdampak
sangat parah dan berat terhadap ksehatan reproduksi remaja putri atau wanita.
Umumnya praktek semacam ini dilakukan di negara negara Afrika. Kebanyakan
prempuan yang telah menjalankan FGM adalah merka yang tinggal di salah satu dari
28 negara di Afrika; sekitar 2 juta remaja putri menjadi korban praktek ini setiap
tahunnya. Selain trauma psikologis yang dialami saat pemotongan, FGM dapat
mengakibatkan infeksi, perdarahan hebat, dan shock. Perdarahan yang tidak terkontrol
ataupun infeksi, dapat mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa hari. Beberapa
bentuk FGM dapat menyebabkan rasa sakit kronis setiap kali melakukan hubungan
seks, infeksi radang panggul dyang berulang ulang dan persalinan lama maupun macet.
ICPD menyatakan bahwa FGM merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan
mendesak kebiasaan tersebut.
2. Diberbagai negara hubungan seksual terjadi pada gadis usia 9-12 tahun karena banyak

pria dewasa mencari gadis muda sebagai pasangan seksual untuk melindungi diri
mereka sendiri terhadap penularan PMS/HIV
3. Di negara berkembang jutaan anak hidup dan bekerja di jalanan, dan banyak di antara
mereka yang terlibat dalam “seks demi bertahan hidup” (survival sex) diana mereka
menukar seks untuk memperoleh makanan, uang, jaminan keamanan maupun obatobat terlarang.
4. Di Sub-Sahara Afrika, pengalaman hubungan seks pertama beberapa remaja putri
adalah dengan “Om Senang” yang memberikan mereka pakaian, biaya sekolah sebagai
imbalan atas jasa seks yang mereka berikan
5. Di India praktek perkawinan yang diatur oleh orangtua pada gadis dibawah 14 tahun
masih sangat umum
6. Kawin kontrak.
7. Di Uganda sekitar 40% dari siswi SMP dipilih secara acak dan dipaksa untuk
berhubungan seksual
Program untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja :
1.

Penyediaan pelayanan klinis
Pelayanan klinis kesehatan reproduksi remaja paling baik dilakukan oleh petugas
yang telah terlatih menghadai masalah khas remaja dan mampu memberikan


konseling untuk remaja yang berkaitan dengan masalah reproduksi dan kontrasepsi
yang dinilai sangat peka.

2. Pemberian Informasi
Memberikan informasi yang tepat dan relevan tentang kesehatan reproduksi,
merupakan hal yang sangat penting bagi program jenis apapun. Pendidikan dan
konseling yang berbasis di klinik merupakan hal yang terpenting dalam upaya ini,
demikin pula program yang berbasis di sekolah.
3. Hubungan harmonis dengan keluarga
Kedekatan dengan kedua orangtua merupakan hal yang berpengaruh dengan perilaku
remaja. Remaja dapat berbagi dengan kedua orangtuanya tentang masalah keremajaan
yang dialaminya. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling dini bagi
seorang anak sebelum ia mendapatkan pendidikan di tempat lain. Remaja juga dapat
memperoleh informasi yang benar dari kedua orangtua mereka tentang perilaku yang
benar dan moral yang baik dalam menjalani kehidupan. Di dalam keluarga juga,
remaja dapat mengetahui hal-hal yang perlu dilakukan dan yang harus dihindari.
Orang tua juga dapat memberikan informasi awal tentang menjaga kesehatan
reproduksi bagi seorang remaja
4. Menggalang dukungan masyarakat
Program untuk remaja seringkali menghadapi kesulitan untuk memperoleh

penerimaan masyarakat karena orang dewasa takut atau khawatir bila reamaj
memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi, remaja justru akan
terdorong menjadi aktif secara seksual. Berbagai program telah mebuktikan bahwa
menjelaskan tujuan prgram kepada orangtua, pemuka agama, dan tokoh masyarakat,
serta mengundang mereka berdiskusi dengan remaja dapat mengurangi tantangan atau
kebertan mereka terhadap program. Di Kenya, Perkumpulan Keluarga Bencana Kenya
membantu orangtua mendekati anak anak mereka untuk berbagi informasi mengenai
kesehatan reproduksi, dan mendorong adanya diskusi seumur hidup mengenai
kesehatan reproduksi. Di Uganda Program Pemantapan Kesehatan Reproduksi
Remaja (Program for Enhancing Adolescent Reproductive Life/PEARL) melibatkan

wakil pemerintah, LSM, masyarakat, kaum muda di dalam program untuk
meningkatkan kesadaran mengenai masalah masalah yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi, mendorong terjadinya advokasi dan menyediakan pelayanan.
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna,
terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat
administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan,
pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.