PROGRAM PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI

PROGRAM PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI DAN
KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEP)
Disusun untuk melengkapi tugas PP Gizi

Oleh
Berliana Puspita
1503410049

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN GIZI
PRODI DIV
FEBRUARI 2018

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan
karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia
sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut
Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.
Malnutrisi khususnya Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan

oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi
lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

mendefinisikan kekurangan gizi sebagai

“ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh bagi
mereka untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Kurang Energi
Protein (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan terkait yang termasuk marasmus,
kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Di Indonesia, berdasarkan SKRT 2001 ditemukan sekitar 40,1% ibu hamil yang mengalami
anemia. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005 menemukan dari sekitar 4 juta
ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami kekurangan
energi kronis. Data Dinas Kesehatan Kota Makassar menunjukkan, prevalensi anemia pada
ibu hamil di kota Makassar tahun 2008 sebesar 13,7%, dan pada tahun 2009 meningkat
menjadi 14,2%. Namun, prevalensi anemia ibu hamil tiga tahun terakhir mengalami
penurunan; pada tahun 2010, prevalensinya menjadi 13,7%, dan pada tahun 2011 sebesar
12,5%.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anemia telah menjadi salah satu
masalah gizi. Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk mengetahui mengenai anemia gizi

dan cara penanggulangannya.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui program penanggulangan anemia gizi besi pada tiap sasaran.
Untuk mengetahui program penanggulangan KEP pada tiap sasaran.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana penanggulangan anemia gizi besi pada tiap sasaran?

Bagaimana penanggulangan KEP pada tiap sasaran?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anemia Gizi Besi

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit atau masa hemoglobin yang beredar
tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen. Secara laboratoris, anemia
dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di
bawah normal. Anemia adalah keadaan di mana jumlah sel darah merah atau kadar
hemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung
hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantar ke seluruh tubuh.

Anemia secara mudah dapat dikatakan seseorang dengan keadaan kadar hemoglobin
dalam darah kurang dari yang seharusnya. Anemia dapat dikatakan juga bilamana ukuran
dan jumlah eritrosit dalam hemoglobin kurang dari normal.

Anemia defisiensi besi merupakan defisiensi yang paling banyak ditemukan di seluruh
dunia. Anemia gizi terutama yang disebabkan oleh defisiensi zat besi merupakan kelainan
gizi yang paling sering ditemui di negara berkembang dan bersifat epidemik. Anemia
defisiensi besi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan menurunnya kadar zat warna
merah dalam sel darah merah atau eritrosit yang disebut sebagai hemoglobin. Anemia gizi
umumnya terjadi pada perempuan dalam usia reproduktif dan anak-anak. Keadaan ini
membawa efek keseluruhan terbesar dalam hal gangguan kesehatan.Anemia defisiensi besi
rentan terjadi pada remaja puteri karena meningkatnya kebutuhan zat besi selama masa
pertumbuhan. Ditambah lagi, kehilangan darah pada masa menstruasi juga meningkatkan
risiko anemia. Pada perempuan usia subur, anemia gizi berkaitan dengan fungsi reproduktif
yang buruk, proporsi kematian maternal yang tinggi (10-20% dari total kematian),
meningkatnya insiden BBLR (berat bayi