Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indo

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI INDONESIA
Aditya Alvyandana Santosa Putra

ABSTRAK
Akuntansi sosial dan lingkungan menjadi sesuatu yang banyak diperbincangkan oleh
pelaku usaha baik di Indonesia maupun dunia. Kegiatan utama perusahaan yang
selama ini berfokus pada mencari keuntungan semata telah berubah dengan adanya
aspek sosial dan lingkungan yang tidak kalah penting. Tanggung jawab sosial sebagai
salah satu perwujudan dari akuntansi sosial menjadi suatu fenomena yang akhir-akhir
ini sering dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Adanya undang-undang yang dibuat
oleh Pemerintah Indonesia menjadi salah satu alasan adanya kegiatan ini. Meskipun
demikian, masih perlu banyak penyempurnaan terutama terkait dengan bagaimana
biaya sosial sebagai konsekuensi adanya tanggung jawab sosial diperlakukan oleh
perusahaan.
Kata kunci: akuntansi sosial, tanggung jawab sosial, corporate social responsibility

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selama ini, perusahaan dianggap hanya menghamba pada laba demi
kepentingan stakeholders maupun bondholders. Kegiatan yang lain seperti
tanggung jawab sosial atau yang dikenal dengan istilah Corporate Social
Responsibility (CSR) seringkali dianggap hanya sebagai pemborosan. Jika toh
dilaksanakan hanya dianggap sebagai kegiatan sukarela, karena yang menjadi
fokus hanya laba yang tercantum pada laporan keuangan perusahaan atau
yang dikenal sebagai Single Bottom Line.
Para pengusaha juga beragumen bahwa tanggung jawab sosial tidak
boleh dipaksakan karena bersifat sukarela dan menjadi bagian dari strategi

1

perusahaan. Mewajibkan perseroan untuk menyisihkan dana tanggung
jawab sosial berarti melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan merugikan
kepentingan pemegang saham karena akan meningkatkan biaya sehingga
menurunkan laba perseroan (Rahmawati, 2012).
Namun semenjak pemerintah Indonesia memberlakukan undangundang yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan kegiatan tanggung
jawab sosial, maka dalam beberapa waktu belakangan sering dijumpai
perusahaan yang melakukan kegiatan yang ditujukan bagi masyarakat umum.
Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya meliputi pembangunan infrastruktur,

pelaksanaan operasi gratis, maupun mudik gratis.
Adanya tuntutan mengenai tanggung jawab sosial telah membuka
pandangan perusahaan bahwa sebenarnya ada ekses negatif yang
ditimbulkan

akibat

kegiatan

operasional

perusahaan

terhadap

keberlangsungan lingkungan hidup di sekitar. Mereka merasa punya andil
atas segala dampak negatif yang terjadi. Tanggung jawab perusahaan dalam
mengatasi masalah lingkungan perusahaan meliputi suatu pendekatan
menyeluruh atas operasional, produk dan fasilitas perusahaan. Tanggung
jawab sosial menjadi salah satu konsep yang mendasari dalam penanganan

masalah lingkungan yang mengarah pada proteksi lingkungan. Proteksi
lingkungan mempunyai fokus, yaitu solusi penggunaan sumber daya alam
yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak perusahaan terhadap
lingkungan. Penerapan proteksi lingkungan tersebut menimbulkan biaya
yang sering dikenal dengan biaya lingkungan, antara lain biaya pencegahan,
biaya pendeteksian, biaya kegagalan internal, biaya kegagalan eksternal.
Kebutuhan akan pengungkapan biaya lingkungan tersebut semakin lama
semakin penting. Hal ini mengakibatkan munculnya ilmu akuntansi
lingkungan yang mengkaji tentang biaya lingkungan yang dikeluarkan untuk
mengatasi masalah lingkungan yang terjadi disekitar perusahaan, Pada
akhimya perusahaan dapat menerapkan strategi pengelolaan biaya
lingkungan yang baik. Di dalam perusahaan, akuntansi memiliki peran yang
cukup besar dalam mengimplementasikan biaya lingkungan. Akuntansi

2

sebagai alat penyedia informasi dituntut untuk tanggap terhadap perubahan
masalah lingkungan.
Pelaporan akuntansi


tidak

hanya

tertuju

kepada

kepentingan

perusahaan, tapi kepada semua pihak. Selain itu, keberhasilan perusahaan
saat ini tidak hanya diukur berdasarkan kinerja keuangannya saja, tetapi juga
dari aspek sosial dan lingkungan. Untuk mengukur aspek sosial dan
lingkungan, salah satu indikatornya adalah Corporate Social Responsibility
Performance.
Dengan kata lain dengan adanya aspek sosial dan lingkungan maka
orientasi perusahaan telah berubah menjadi elemen Triple Bottom Line
Accounting. Elemen ini menjadi salah satu kunci dari konsep sustainability
dan penerapannya (Iswandika et al, 2014).
Pemerintah Indonesia telah melihat fenomena ini sebagai hal yang

penting sehingga telah menerbitkan regulasi yang mengatur adanya
tanggung jawab sosial. Dengan adanya hal-hal tersebut, maka akuntansi yang
digunakan oleh perusahaan di Indonesia juga perlu disesuaikan. Karena
dalam pelaporan keuangan perlu mencantumkan informasi yang relevan
terkait dengan unsur sosial maupun lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan di Indonesia.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab
sosial perusahaan di Indonesia.
2.

PEMBAHASAN

2.1. Akuntansi Sosial dan Lingkungan
Akuntansi Sosial sering juga disebut Akuntansi Lingkungan ataupun
Akuntansi Sosial Ekonomi didefinisikan sebagai proses seleksi variabelvariabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur pengukuran;
yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk


3

mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi
tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar
perusahaan (Balkoui, 2006).
Sukoharsono (2010) berpendapat bahwa akuntansi sosial dan lingkungan
(yang juga dikenal sebagai akuntansi sosial, akuntansi lingkungan, corporate
social reporting, corporate sosial responsibility reporting, non-financial
reporting, atau sustainability accounting) adalah proses pengkomunikasian
efek sosial dan lingkungan dari tindakan ekonomi organisasi kepada
beberapa kelompok tertentu dalam suatu lingkungan. Akuntansi sosial dan
lingkungan biasa digunakan dalam hubungannya dengan bisnis, walaupun
organisasi secara luas, seperti NGO (Non-Governmental Organization), dan
institusi pemerintahan bahkan institusi pendidikan juga menggunakannya.
Akuntansi sosial bertujuan untuk menyediakan informasi biaya
lingkungan yang relevan bagi pihak yang memerlukan. Keberhasilan
akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung pada ketepatan dalam
penggolongan biaya-biaya, namun juga kemampuan dan keakuratan data
akuntansi perusahaan dalam menekan dampak lingkungan yang ditimbulkan
dari aktivitas perusahaan.

Tujuan dikembangkannya akuntansi lingkungan adalah untuk digunakan
sebagai alat manajemen lingkungan dan sebagai alat komunikasi dengan
masyarakat. Praktik akuntansi lingkungan memiliki arti penting bagi
perusahaan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal berarti
akuntansi lingkungan digunakan sebagai alat manajemen.
Menurut Hendriksen dalam Luhgiatno (2007), akuntansi sosial secara
teoritis mensyaratkan perusahaan harus melihat lingkungan sosialnya antara
lain masyarakat, konsumen, pekerja, pemerintah dan pihak lain yang dapat
menjadi pendukung jalannya operasional karena pergesaran tanggung jawab
perusahaan.
Dari hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk mendapatkan gambaran
tentang akuntansi sosial perusahaan, entitas perusahaan harus mampu

4

mengakses lingkungan sosialnya. Setelah itu untuk menindak lanjuti dan
mengukur kepekaan tersebut perusahaan memerlukan informasi secara
periodikal, sehingga informasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang bermanfaat bagi semua pihak (sharehoders, stakeholders, debtholders).
Akuntansi sosial dilaksanakan atas dasar aktivitas sosial yang dijalankan

oleh suatu entitas perusahaan, selanjutnya diproses berdasarkan prinsip,
metode dan konsep akuntansi untuk diungkapkan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, kemudian dari informasi yang dihasilkan pengguna
informasi akan dapat menentukan kebijakan selanjutnya untuk aktivitas
sosial dan kebijakan untuk lingkungan sosial entitas perusahaan yang
dijalankan.
Situasi dan kondisi tersebut menuntut adanya sebuah laporan (output)
yang mendeskripsikan segala aspek yang dapat mendukung kelangsungan
usaha (going concern) sebuah entitas. Disinilah peran akuntansi diharapkan
dapat merespons lingkungan sosialnya sebagai perwujudan kepekaan dan
kepedulian entitas perusahaan terhadap lingkungan sosialnya.
2.2. Tanggung Jawab Sosial
Menurut Hackson dan Milne dalam Rahmawati (2012), tanggung jawab
sosial perusahaan atau corporate social responsibility adalah mekanisme
bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian
terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum.
Pengungkapan sosial perusahaan didefinisikan sebagai penyediaan informasi
keuangan dan non-keuangan yang berhubungan dengan interaksi organisasi
dengan lingkungan fisik dan sosial, sebagaimana dinyatakan dalam laporan

tahunan atau laporan sosial terpisah.
Tanggung jawab sosial merupakan bentuk kepedulian perusahaan
terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang
dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi

5

pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya
(Luhgiatno, 2007).
Lebih lanjut, Luhgiatno juga memaparkan klasifikasi konseptual
tanggung jawab sosial perusahaan yang dikemukan oleh Carrool (1991);
Watrick dan Cohan (1985) dengan memberikan karakteristik tanggung jawab
perusahaan yang didasarkan pada 4 (empat) tipe perusahaan yaitu :
1. Tipe perusahaan Reaktif (Reactive) dengan karakteristik
a. Tidak adanya dukungan dari manajemen.
b. Manajemen merasa entitas sosial itu tidak penting.
c. Tidak adanya laporan tentang lingkungan sosial perusahaan.
d. Tidak adanya dukungan pelatihan tentang entitas sosial kepada
karyawan.
2. Tipe perusahaan Defensif (Defensive) dengan karakteristik

a. Isu lingkungan sosial hanya diperhatikan jika dipandang perlu.
b. Sikap perusahaan tergantung pada kebijakan pemerintah
tentang dampak lingkungan sosial yang harus dilaporkan.
c. Sebagian kecil karyawan mendapat dukungan untuk mengkuti
pelatihan tentang lingkungan sosial perusahaan.
3. Tipe perusahaan Akomodatif (Accomodative) dengan karakteristik
a. Terdapatnya beberapa kebijakan Top Manajemen tentang
lingkungan sosial.
b. Kegiatan akuntansi sosial dilaporkan secara internal dan
sebahagian kecil secara eksternal.
c. Terdapat beberapa karyawan mendapat dukungan untuk
mengikuti pelatihan tentang sosial perusahaan.
4. Tipe perusahaan Proaktif (Proactive) dengan karakteristik
a. Top manajemen mendukung sepenuhnya mengenai isu-isu
lingkungan sosial perusahaan.
b. Kegiatan akuntansi sosial dilaporkan baik secara internal
maupun eksternal perusahaan.

6


c. Karyawan memperoleh pelatihan secara berkesinambungan
tentang akuntansi dan lingkungan sosial perusahaan.
Menurut The World Bank Institute dalam Nurmansyah (2006) terdapat
sepuluh komponen Corporate Social Responsibility, yaitu:
1. Proteksi Lingkungan
Perusahaan fokus dalam solusi penggunaan sumber daya alam yang
berkelanjutan untuk mengurangi dampak perusahaan terhadap
lingkungan.
2. Jaminan Kerja
Perusahaan menjamin kebebasan berserikat dan hak pekerja, tanpa
ada bentuk kerja paksa dan buruh di bawah urnur.
3. Hak Asasi Manusia (HAM)
Perusahaan memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam
pelanggaran HAM dengan cara mengembangkan tempat kerja yang
bebas dari diskriminasi, membayar upah yang layak, melindungi
pekerja dari pelecehan.
4. Keterlibatan dalam Komunitas
Tindakan yang dilakukan perusahaan untuk memaksimalkan
dampak positif perusahaan pada masyarakat di mana mereka
beroperasi. Meliputi kerjasama masyarakat, kegiatan sosial,
sumbangan produk dan jasa, kerja sosial, dan lain-lain.
5. Standar Bisnis
Mencakup aktivitas perusahaan seperti etika, imbalan keuangan,
perlindungan lingkungan, standar kerja dan HAM agar perusahaan
memenuhi standar bisnis.
6. Pasar
Menggambarkan hubungan antara perusahaan dan pelanggannya
yang mencakup distribusi, etika pemasaran, penetapan harga,
penagihan, pengenalan produk, kualitas dan keamanan produk.
7. Pengembangan Ekonomi dan Badan Usaha

7

Perusahaan dapat menjadi salah satu instansi yang dapat berperan
serta dalam pertumbuhan ekonomi dengan cara mengembangkan
daya saing yang kuat, mengembangkan usaha kecil menengah lokal,
keunggulan manajerial dan teknis untuk mendukung usaha lokal
semakin meningkat.
8. Proteksi Kesehatan
Perusahaan dapat berperan sebagai mitra dalam pengembangan
kesehatan, terutama bagi pekerja dan masyarakat bisnis.
9. Pengembangan Kepemimpinan dan Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu kunci pembangunan berkelanjutan
dan pertumbuhan bagi kelompok miskin. Perusahaan dapat
menyediakan akses pendidikan berkualitas bagi masyarakat. Lebih
lanjut, perusahaan dapat memberikan dampak yang lebih kritis
pada

proses

pemberdayaan

melalui

peningkatan

standar

pengembangan kepemimpinan dan pendidikan dalam perusahaan
10. Bantuan Bencana Kemanusiaan
Perusahaan

memainkan

peran

penting

dalam

mendukung

operasional bantuan bencana kemanusiaan melalui bantuan
finansial dan non finansial.
Konsekuensi logis dari adanya tanggung jawab sosial adalah munculnya
biaya lingkungan. Bangun mengutip pendapat Ikhsan (2009) tentang biaya
lingkungan sebagai berikut:
“Biaya lingkungan merupakan dampak dari aktifitas-aktifitas lingkungan
yang dilakukan perusahaan.”
Biaya lingkungan pada dasarnya berhubungan dengan biaya produk,
proses, sistem atau fasilitas penting untuk pengambilan keputusan
manajemen yang lebih baik. Tujuan perolehan biaya adalah bagaimana cara
mengurangi

biaya-biaya

lingkungan,

meningkatkan

pendapatan

dan

memperbaiki kinerja lingkungan dengan memberi perhatian pada situasi

8

sekarang, masa yang akan datang, dan biaya-biaya manajemen yang
potensial.
Pendekatan biaya lingkungan dapat dilakukan dengan model total
kualitas lingkungan, yaitu diasumsikan tidak ada kerusakan lingkungan.
Kerusakan diartikan sebagai degradasi langsung (seperti polusi udara) dan
tidak langsung (seperti penggunaan bahan baku yang tidak perlu) dari
lingkungan. Sehingga biaya lingkungan dapat disebut biaya kualitas
lingkungan (enviromental quality cost).
Disini, biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan
dan pencegahan degradasi lingkungan. Dengan demikian biaya lingkungan
dapat dikategorikan menjadi empat: 1) biaya pencegahan, 2) biaya deteksi,
3) biaya kegagalan internal dan 4) biaya kegagalan eksternal. Biaya kegagalan
eksternal sendiri masih dibagi menjadi dua, yaitu kategori dapat direalisasi
dan kategori tidak dapat direalisasi. (Santoso, 2007)
2.3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Di Indonesia praktik pengungkapan tanggung jawab sosial di atur oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) Nomor 1 Paragraf 9, yang menyatakan bahwa: “Perusahaan
dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement),
khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang
peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai
kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”
Selain itu, pengungkapan tanggung jawab sosial ini juga terdapat dalam
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. kep38/PM/1996 peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan ini
berisi mengenai kebebasan bagi perusahaan untuk memberikan penjelasan
umum mengenai perusahaan, selama hal tersebut tidak menyesatkan dan
bertentangan dengan informasi yang disajikan dalam bagian lainnya.

9

Penjelasan umum tersebut dapat berisi uraian mengenai keterlibatan
perusahaan

dalam

kegiatan

pelayanan

masyarakat,

program

kemasyarakatan, amal, atau bakti sosial lainnya, serta uraian mengenai
program perusahaan dalam rangka pengembangan SDM (Murwaningsari,
2009).
Lebih lanjut, pemerintah juga mengeluarkan berbagai undang-undang
yang mengatur pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Undangundang yang dimaksud adalah:
i.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Undang-undang ini diantaranya mengatur
tentang kewajiban setiap orang yang melakukan usaha untuk
memberi informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup (Pasal 6: 2), kewajiban penanggung jawab usaha
untuk mengelola limbah hasil usaha (Pasal 16: 1) serta dendanya
(Pasal 41: 1 dan Pasal 42:1)

ii.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Undang-undang ini diantaranya mengatur tentang kewajiban
penanam modal untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
menghormati budaya masyarakat sekitar (Pasal 15),

menjaga

kelestarian lingkungan hidup (Pasal 16: 1) serta sanksi yang
diberikan kepada penanam modal yang melanggar (Pasal 34: 1,2,3)
iii. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang ini diantaranya mengatur tentang kewajiban
perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
(Pasal

74:

1),

kewajiban

untuk

menganggarkan

dan

memperhitungkan sebagai biaya perseroan (Pasal 74: 2), serta
sanksi bagi yang tidak melaksanakan (Pasal 74: 3)
iv. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah. Undang-undang ini memberikan kesempatan bagi
para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memeroleh

10

pembiayaan dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan,
hibah, maupun pembiayaan lainnya dari Badan Usaha Milik Negara
yang bersumber dari penyisihan bagian laba tahunan.
Sathyaningsih (2015) mengutip pernyataan Budi Santoso selaku staf ahli
Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pengentasan Kemiskinan:
“Pemerintah Indonesia berharap dengan diimplementasikannya undangundang tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan maka ada empat
hal

tercapai,

yaitu

mampu

mendorong

ekonomi

kerakyatan,

memberikan akses kepada masyarakat, memberikan pelayanan dasar
kepada masyarakat miskin dan kelompok khusus, serta mampu
meningkatkan

kemampuan

dan

kualitas

masyarakat

miskin

(www.republika.co.id)”
Dari regulasi-regulasi yang telah disebut, dapat diketahui bahwa
pemerintah Indonesia telah mendorong dunia industri untuk merencanakan
dan melaksanakan tanggung jawab sosial berikut sanksi yang diberikan
apabila tidak mematuhi aturan yang ada. Namun memang pihak pemerintah
maupun IAI selaku organisasi yang merumuskan kebijakan akuntansi
Indonesia

belum

menuntut

pembuatan

laporan

sosial

maupun

pengungkapannya dalam laporan tahunan. Akan tetapi hal tersebut tidak
menghalangi perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosialnya.
Hasil penelitian Sathyaningsih di PT. PLN (Persero) Area Bali Utara pada
tahun 2014 menunjukkan perusahaan milik negara tersebut sudah mematuhi
aturan yang ada. Tanggung jawab sosial yang dilaksanakan meliputi
community relations, community service dan community empowering yang
terbagi dalam sembilan jenis kegiatan.
Penelitian Saputra di PT. Hevea Muara Kelingi menunjukkan perusahaan
tersebut telah melakukan perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan biaya
sosial selama periode 2010-2012. Namun PT Hevea MK sejauh ini masih
belum

menggunakan

laporan

pertanggung

jawaban

sosial

untuk

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sehingga saat ini

11

perusahaan masih menggunakan laporan tahunan perusahaan untuk
pengungkapan sosial, oleh karena itu pembaca mengalami kesulitan untuk
mengetahui besarnya biaya-biaya sosial yang dikeluarkan oleh perusahaan
atau PT Hevea MK.
Penelitian Titisari et al kepada 32 laporan tahunan perusahaan terkait
pengaruh tanggung jawab sosial terhadap kinerja pasar perusahaan yang
diukur dari stock return pada tahun 2005-2006 mengindikasikan bahwa (1)
isu mengenai tanggung jawab sosial merupakan hal yang relatif baru di
Indonesia dan kebanyakan investor memiliki persepsi yang rendah terhadap
hal tersebut, (2) kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial tidak mudah
untuk diukur; umumnya perusahaan melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial hanya sebagai bagian dari iklan dan

menghindari untuk

memberikan informasi yang relevan, (3) CSRenvironment dan CSRcommunity
direspon positif oleh investor, (4) CSRemployment di respon negatif oleh
investor karena pembelanjaan perusahaan dianggap mengakibatkan
merusak nilai pemegang saham.

3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Akuntansi sosial adalah proses seleksi variabel-variabel kinerja sosial
tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur pengukuran; yang secara sistematis
mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja
sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar lingkungan
perusahaan.
Salah satu wujud implementasi akuntansi sosial adalah tanggung jawab
sosial. Tanggung jawab sosial merupakan bentuk kepedulian perusahaan
terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang
dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi
pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.
12

Perusahaan di Indonesia secara umum sudah melaksanakan tanggung
jawab sosial karena pelaksanaannya sudah diatur undang-undang. Namun
masih banyak perusahaan yang belum mampu menyajikan laporan atas biaya
sosial tersebut karena selain belum ada tuntutan, juga karena belum adanya
panduan yang jelas terutama dari Ikatan Akuntan Indonesia.
3.2. Saran
Sebaiknya pemerintah bersama IAI mengadakan sosialisasi kepada
perusahaan yang belum melaksanakan tanggung jawab sosial mengenai arti
penting kegiatan tersebut. Selain itu juga perlu disusun pedoman
penyusunan laporan biaya sosial sehingga memiliki keseragaman antar
perusahaan seperti halnya telah dilakukan di beberapa negara.

DAFTAR PUSTAKA
-

Amaliah, Tri Handayani. _. Akuntansi Sosial dan Pengukuran Kinerja Sosial
(Suatu Bentuk Pertanggung Jawaban Sosial Perusahaan). _. Diunduh 6

-

November 2015.
Bangun, Rilen Ninda. Ch Wiwik Sunarni. _. Pelaporan Biaya Lingkungan dan
Penilaian Kinerja Lingkungan (Studi Kasus pada PT. Tanjungenim Lestari Pulp

-

and Paper). _. Diunduh 10 November 2015.
Belkaoui, A. 2006. Teori Akuntansi, Edisi 5 Buku 1. Salemba Empat: Jakarta.
Carolina, Verani. Riki Martusa. Meythi. _. Akuntansi Lingkungan: Solusi untuk
Problematika Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional “Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis

-

dan Investasi (Perspektif Multidisipliner)”. Diunduh 10 November 2015.
Iswandika, Ryandi. Murtanto. Emma Sipayung. 2014. Pengaruh Kinerja
Keuangan,

Corporate

Governance,

dan

Kualitas

Audit

terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility. e-Journal Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Trisakti Volume 1 Nomor 2 Halaman 1-18. Diunduh 9
November 2015.

13

-

Luhgiatno. 2007. Akuntansi Sosial bentuk Kepedulian Perusahaan terhadap
Lingkungan. Fokus Ekonomi Volume 2 Nomor 2 Halaman 1-16. Diunduh 4

-

November 2015.
Murwaningsari, Etty. 2009. Hubungan Corporate Governance, Corporate
Social Responsibilities, dan Corporate Financial Performance dalam Satu
Continuum. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 11 Nomor 1 Halaman

-

30-41. Diunduh 10 November 2015.
Nurmansyah. 2006. Peranan Corporate Social Responsibility dalam

-

Kaitannya dengan Akuntansi Lingkungan. _. Diunduh 9 November 2015.
Rahmawati. 2012. Teori Akuntansi Keuangan. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Santoso, Hendra F. 2012. Akuntansi Lingkungan Tinjauan terhadap Sistem
Informasi Akuntansi Manajemen atas Biaya Lingkungan. Jurnal Akuntansi

-

Volume 12 Nomor 2 Halaman 635-654. Diunduh 4 November 2015.
Saputra, Hendra. Betri Sirajuddin. _. Pengungkapan Corporate Social

-

Responsibility pada PT. Hevea MK. _. Diunduh 4 November 2015.
Sathyaningsih, Putu Indah. Anantawikrama Tungga Atmadja. Nyoman Trisna
Herawati. 2015. Penerapan Corporate Social Responsibility pada Entitas
Bisnis (Studi Kasus pada PT. PLN (Persero) Area Bali Utara). e-Journal S1 Ak
Universitas Pendidikan Ganesha Volume 3 Nomor 1. Diunduh 10 November

-

2015.
Suartana, I Wayan. 2010. Akuntansi Lingkungan dan Triple Bottom Line
Accounting: Paradigma Baru Akuntansi Bernilai Tambah. Jurnal Bumi Lestari

-

Volume 10 Nomor 1 Halaman 105-112. Diunduh 3 November 2015.
Sukoharsono, Eko Ganis. 2010. Metamorfosis Akuntansi Sosial dan
Lingkungan:

Mengkonstruksi

Akuntansi

Sustainabilitas

Berdimensi

Spiritualitas. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Akuntansi
Sosial dan Lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Diunduh 9
-

November 2015.
Titisari, Kartika Hendra. Eko Suwardi. Doddy Setiawan. 2010. Corporate Social
Responsibility (CSR) dan Kinerja Perusahaan. Diseminarkan pada Simposium

-

Nasional Akuntansi XIII Purwokerto 2010. Diunduh 4 November 2015
Undang-Undang Nomor 20 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, 2008.
Undang-Undang Nomor 23 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, 1997.
Undang-Undang Nomor 25 tentang Penanaman Modal, 2007.
Undang-Undang Nomor 40 tentang Perseroan Terbatas, 2007.
14