Pendidikan sebagai suatu sistem B. Indik

Pendidikan sebagai suatu sistem
B. Indikator
Setelah mahasiswa mengikuti perkuliahan pendidikan sebagai suatu sistem diharapkan:
1. Dapat menuliskan pengertian pendidikan sebagai suatu sistem dengan menggunakan kata-kata
sendiri melalui kegiatan diskusi
2. Dapat menuliskan komponen dari pendidikan sebagai suatu sistem melalui kegiatan diskusi
3. Dapat memberi contoh pendidikan sebagai suatu sistem melalui kegiatan diskusi
4. Dapat menuliskan komponen dari pendidikan melalui penjelasan dari dosen

C. Materi Pendidikan sebagai Suatu Sistem
5.1 Pengertian Sistem
1.

Berasal bari bahasa Yunani,
Systema : sehimpunan bagan atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan
suatu kesatuan.
2. Definisi tradisional,
Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai satu
tujuan.
3. Menurut Zahara Idris (1987)
Sistem adalah kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur

sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekadar acak, yang
saling membantu untuk mencapai suatu hasil (produk).
Sebagai contoh, tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen, antara
lain jaringan daging, otak, urat-urat darah, syaraf, dan tulang-tulang.

Gambar 1: Struktur anatomi tubuh manusia

Setiap komponen-komponen tersebut mempunyai fungsi-fungsi sendiri (fungsi yang berbeda-beda) dan
satu sama lain saling berkaitan sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup. Dengan kata lain, semua
komponen itu berinteraksi sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

5.2 Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat sarana yang dipolakan untuk membudayakan
nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai

dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir
maupun batin.
Pendidikan sebagai sistem menyangkut tiga unsur pokok :
1) Unsur masukan (input), contohnya peserta didik
2) Unsur proses (Process), contohnya pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku, metode mengajar, dan lainlain

3) Hasil (output), hasil belajar, lulusan

5.3 Komponen Pendidikan
Menurut P.H. Combs (1982) ada dua belas komponen pendidikan, yaitu:
1) Tujuan dan Prioritas
Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem.
Berisi tentang hal-hal yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan pelaksanaannya.
2) Peserta Didik
Tugas peserta didik adalah belajar.
Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan.
3) Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan.
Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang merupakan informasi tentang pola
kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
4) Struktur dan Jadwal Waktu
Gunanya mengatur pembagian waktu dan kegiatan.
5) Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik.
6) Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar untuk peserta didik.

7) Alat Bantu Belajar
Fungsinya untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan yang lebih menarik dan lebih bervariasi.
8) Fasilitas
Fungsinya untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan.
9) Teknologi
Teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem pendidikan berjalan dengan efisien dan
efektif. Fungsinya memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan.
10) Pengawasan Mutu
Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan.
11) Penelitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan sistem pendidikan.
12) Biaya
Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingkat efesiensi sistem
pendidikan.

D. Tugas
1.
2.
3.


Dengan menggunakan kata-kata sendiri tuliskan pengertian pendidikan sebagai suatu sistem !
Jelaskan komponen dari pendidikan sebagai suatu sistem !
Berilah suatu contoh tentang pendidikan sebagai suatu sistem !
4.
Sebutkan komponen-komponen pendidikan !

E. Referensi
Arifin, M. 2003. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Terayon Press.
Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana.
Ihsan, Fuad. 2008. Dasar Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
A. KONSEP DASAR TEORI BELAJAR
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan respon

berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pembelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah
laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement)
maka respon juga semakin kuat.
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli mengadakan penelitian eksperimental tentang teori
belajar, walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya.
Penggunaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila
binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar,
maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itupun dapat berlaku bahkan dapat lebih
berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk
belajar antara lain sebagai berikut:
1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik
dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

B. MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori belajar seperti
(Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret Bell, 1986) memaparkan tentang teori belajar yang
secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi:
1. ALIRAN BEHAVIORISTIK (Tingkah Laku)
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik), tidak lain adalah
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau
dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respon. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain; Thorndike, (1911);
Wathson, (1963); Hull, (1943); dan Skinner, (1968).

a). Thorndike

Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan
respons ( yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut
Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau
yang nonkonkret (tidak bias diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis”
(connectionism).
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika
dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba
secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba itu kemudian secara kebetulan ada
perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang cocok itu kemudian
“dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk
melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut
Thorndike melalui proses: 1). Trial and error (mencobva-coba dan mengalami kegagalan), dan
2). Law of effect, yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan
yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaikbaknya.

b). Watson
Berbeda debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike,
stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati”(observable).
Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi

dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti
semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting,
akan tetapi factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi
atau belum.[8]

c). Clark Hull
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai
dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen dalam
laboratorium.
Hal yang sangat penting dalam proses belajar menurut Hull ialah adanyaIncentive
motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan stimulus pendorong).
Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro) berubah.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas, adalah sebagai
berikut:
1. Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus reduction.
2. Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3. Ruangan kelas harus dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya
proses belajar.
4. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/ mudah menuju kepada yang lebih kompleks/ sulit.
5. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.

6. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi. Dengan perkataan
lain, kelelahan tidak boleh menggangu belajar.
7. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak
menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata
pelajaran berikutnya.

d). Edwin Guthrie
Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam
belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu

mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap kali
pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh
agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali
sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali
melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan stimulus
memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak lagi dominan dalam
teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan”
(reinforcement).

e). Skinner

Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran
seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep
stimulus, respons, dan factor penguat (reinforcement),adalah contoh-contoh program yang
memanfaatkan teori skinner.

Prinsip belajar Skinner adalah :
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi
penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai
sistem modul.
3. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan
hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
4. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
5. Dalam pembelajaran digunakan shapping.

2. ALIRAN KOGNITIF
a). Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat,

bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). Asimilasi, 2).Akomodasi,
dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi
adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b). Ausubel
Ausubel percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga manfaat;
1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh
siswa.
2. Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat ini dengan apa
yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;
3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

c). Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan
teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori
pembelajaran menguraikan bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.[16]

3. ALIRAN HUMANISTIK
a). Bloon dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari)
oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;
1). Kognitif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu :
Pengetahuan (mengingat, menghafal)
Pemahaman(menginterprestasikan)
Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
Analisis (menjabarkan suatu konsep)
Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya)
2). Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:

1.
2.
3.
4.
5.

Peniruan (menirukan gerak).
Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak).
Ketepatan (melakukan gerak dengan benar).
Perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar).
Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3). Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan;

1.
2.
3.
4.
5.

Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
Merespons (aktif berpartisipasi)
Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)
Pengorganisasisan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup).[17]
b). Kolb
Sementara itu, seorang ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat
tahap, yaitu;

1.
2.
3.
4.

Pengalaman konkret
Pengamatan aktif dan reflektif
Konseptualisasi
Ekperimen aktif

Pada tahap paling pertama dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu sekedar
ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian
tersebut.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif
terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang
suatu hal yang diamatinya. Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru.

c). Honey dan Mumford

Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa. Menurut
mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;
1). Aktivis
2). Reflector
3). Teoris, dan
4). Pragmatis[19]
d). Habermas
Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan
asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu;
1). Belajar teknis (technical learning)
2). Belajar praktis (practical learning)
3). Belajar emansipatoris (emancipatory learning).[20]

4. ALIRAN SIBERNETIK
a). Landa
Landa merupakan salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut Landa,
ada dua macam proses berfikir. Pertama, disebut proses berfikiralgoritmik, yaitu berpikir linier,
konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu. Jenis kedua, adalah cara berpikir heuristic,
yakni cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus.[21]

b). Pask dan Scott
Ahli lain adalah pemikirannya beraliran sibernetik adalah pask dan Scott.Pendekatan
serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatanalgoritmik. Namun, cara
berpikir menyeluruh (wholoist) tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah
berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem
informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi seluruh
lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.[22]

C. RANGKUMAN TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI
1. Perkembangan teori belajar secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau
aliran meliputi:
a. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)
b. Aliran Kognitif
c. Aliran Humanistik
d. Aliran Sibernetik
2. Pandangan teori belajar menurut aliran Behavioristik (Tingkah Laku) adalahperubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.Menurut
aliran Kognitif adalah proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,
yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan) menurut Piaget. Menurut
aliran Humanistik adalah apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, tercakup dalam
tiga kawasan yaitu kognitif, psikomotor, afektif menurut Bloom dan Krathowl.Menurut
aliran Sibernetik adalah ada dua macam proses berfikir yaitu berfikiralgoritmik, yaitu berpikir
linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu, berpikirheuristic, yakni cara berpikir
divergen, menuju ke beberapa target sekaligus, menurut Landa.

D. PENTINGNYA MOTIVASI BELAJAR
1. Pengertian Motivasi Belajar

Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move).
Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap
melakukannya,dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa
konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan),
intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya
(Pintrich, 2003).

Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi,
terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah
pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai
(Sardiman, 2000).

Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa
motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan
siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan
memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya,
dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga
memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi,
mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki
isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuantujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy,
2004).

2. Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh
Santrock (2007), yaitu:
a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk
mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan
dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai
yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan
tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang
penguasaan keahlian.
b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri
(tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata
pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang
menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang
mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan
pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
1. Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid
ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena
kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka
mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran
mereka.

2. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi
ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta
terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor
yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siwa, yaitu:
a. Harapan guru
b. Instruksi langsung
c. Umpanbalik (feedback) yang tepat
d. Penguatan dan hadiah
e. Hukuman

Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa bentuk
dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar adalah:
a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan tujuan utama yaitu
untuk mencapai angka/nilai yang baik.
b. Persaingan/kompetisi
c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya
tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan
harga diri.
d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat belajar kalau
mengetahui akan ada ulangan.
e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar
f. terutama kalau terjadi kemajuan.
g. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini merupakan
bentuk penguatan positif.
4. Motivasi Belajar pada Anak Berbakat
Menurut Heward (1996), karakteristik perilaku belajar dengan motivasi tinggi
yang dimiliki oleh anak berbakat, yaitu:
a. Konsisten dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya.
b. Senang mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya memerlukan sedikit
pengarahan.
c. Ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi.
d. Memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah menangkap
pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, daya konsentrasi baik, dan lain sebagainya.
E. KETERAMPILAN GURU MENGAJAR
1. Pengertian Keterampilan Guru Mengajar
Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keterampilan yang harus dikuasai
guru. Dengan memiliki keterampilan mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran
dengan baik yang berimplikasi pada motivasi belajar dan peningkatan kualitas lulusan sekolah
(Uno, 2006). Sejalan dengan pernyataan Uno di atas, Boyer (dalam Elliot dkk, 1999)
menyatakan bahwa keterampilan guru mengajar berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi
dengan siswa, pengetahuan yang dimiliki serta bagaimana menginformasikan pengetahuan
tersebut kepada siswa sehingga siswa menjadi sadar terhadap pengetahuan tersebut. Pintrich
& Schunk (2002) menambahkan bahwa guru yang memiliki keterampilan mengajar akan
menerapkan praktekpraktek pengajaran yang bervariasi dalam kelas mereka.

2. Aspek-Aspek Keterampilan Guru Mengajar
Terdapat enam aspek yang menggambarkan keterampilan guru mengajar (Pintrich &
Schunk, 2002). Keenam aspek tersebut yaitu:

a. Mengulas pembelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan pengulangan singkat
mengenai pembelajaran sebelumnya, periksa tugas yang diberikan di hari sebelumnya, dan
ajarkan kembali materi tersebut jika dibutuhkan. Keterampilan ini bertujuan untuk membantu
mempersiapkan siswa dalam belajar materi yang baru dan menciptakan kesadaran awal
mengenai kemampuan siswa dalam belajar. Selain itu, guru dapat mengeluarkan informasi di
dalam memori jangka panjang siswa dan memberikan suatu struktur kognitif untuk
memasukkan materi baru. Akan lebih mudah bagi siswa untuk memperoses informasi jika
mereka menggabungkan informasi baru dengan pembelajaran sebelumnya karena akan
membangun jaringan pengetahuan yang lebih terorganisir.

b. Memberikan materi baru. Pemberian materi baru dilakukan dengan menggunakan langkahlangkah sederhana serta instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail. Langkah-langkah
yang sederhana bertujuan untuk memastikan bahwa kemampuan siswa dalam memproses
informasi tidak berlebihan (overload) dan siswa dapat memproses informasi dengan efektif dan
menyimpannya dalam memori sebelum materi yang baru diberikan. Instruksi dan penjelasan
yang jelas dan mendetail bertujuan untuk memastikan siswa memahami isi materi dan tidak
terikat dalam proses mental yang kompleks untuk memahami apa yang guru katakan.
c. Memberikan latihan. Latihan yang diberikan harus disertai dengan bimbingan guru sehingga
guru dapat memeriksa pemahaman siswa. Latihan merupakan suatu bentuk dari pengulangan,
yang akan membantu untuk mengorganisasikan dan menyimpan informasi dalam memori.
Dengan latihan yang berulang, materi dan keahlian yang dipelajari dapat dipahami dengan
sedikit perhatian.

d. Memberikan umpan balik (feedback). Umpan balik merupakan sumber lain dari pembelajaran
yang efektif. Guru yang memberitahukan kepada siswa bahwa penampilan mereka baik,
memberikan informasi yang benar saat terjadi kesalahpahaman pada siswa, dan jika
dibutuhkan mengajarkan kembali materi yang belum dipahami siswa akan membantu
memperkuat kesadaran awal siswa mengenai kemampuan mereka dalam belajar.

e. Memberikan latihan mandiri. Latihan mandiri dapat meningkatkan kemampuan. Siswa yang bisa
mengerjakan tugas karena kemampuan mereka sendiri akan merasa sangat mampu dalam
belajar dan termotivasi untuk meningkatkannya.

f.

Mengulas kembali materi yang telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau
bulanan). Pengulangan secara periodik dimana siswa memiliki penampilan yang baik
menunjukkan bahwa siswa telah belajar dan mempertahankan informasi, yang akan
meningkatkan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut memastikan
kepercayaan siswa mengenai kemampuan mereka.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar
Borich (1996) menyatakan terdapat empat hal yang mempengaruhi keterampilan guru dalam
mengajar, yaitu karakteristik kepribadian (seperti motivasi berprestasi, ketepatan (directness),
dan fleksibilitas), sikap (seperti motivasi untuk mengajar, empati terhadap siswa, dan
komitmen), pengalaman (seperti lama mengajar, pengalaman dalam mengajar suatu materi,
dan pengalaman pada level kelas tertentu), dan bakat atau prestasi (seperti skor pada tes
kemampuan, indeks prestasi, dan hasil evaluasi mengajar). Mengenai Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar, Kepribadian Sikap Pengalaman dan
Bakat/Prestasi Untuk lebih jelasnya, keempat faktor tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
1. Suka memberi kebebasan (permissiveness) Motivasi untuk mengajar Lama mengajar Ujian guru
tingkat nasional

2. Dogmatisme Sikap terhadap siswa Pengalaman dalam mengajar suatu materi Ujian kelulusan
3. Otoritarian Sikap terhadap proses mengajar Pengalaman pada level kelas tertentu Tes Bakat
Skolastik (Scholastic Aptitude Test), terdiri dari verbal dan kuantitatif
4. Motivasi berprestasi Sikap terhadap otoritas Pengalaman dalam mengikuti workshopTes
Kemampuan Khusus, seperti kemampuan penalaran, kemampuan logis, dan kelancaran verbal
(verbal fluency) 5. Introvert Ekstrovert Ketertarikan vokasional Mengikuti kursus setelah tamat
pendidikan Indeks prestasi, baik kumulatif maupun pada subjek utama

5. Abstrak Sikap terhadap Tingkat Rekomendasi (abstractness)-Konkret (concreteness) dirinya
(konsep diri) pendidikan profesional

6. Langsung (directness)-Berbelit (indirectness) Sikap terhadap materi yang diajarkan Penulisan
tugas profesional (professional papers written) Evaluasi siswa mengenai keefektifan dalam
mengajar

7. Locus of control Evaluasi mengajar
8. Kecemasan (secara umum atau hanya pada saat mengajar)
Sumber: Borich (1996)

F. KELAS AKSELERASI
Akselerasi adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjalani kurikulum
yang ada dengan lebih cepat (Heward, 1996). Terdapat beberapa jenis dari akselerasi, yaitu:
a. Memasuki sekolah formal pada usia dini
b. Loncat kelas
c. Mengikuti bidang studi tertentu di kelas yang lebih tinggi
d. Kurikulum yang dipadatkan atau dipersingkat
e. Memasuki sekolah menengah atas dan universitas secara bersamaan.
f. Memasuki universitas lebih awal

Bagaimanapun akselerasi ini dilakukan, pada akhirnya peserta didik tetap
menyelesaikan pendidikan sekolah, namun dalam waktu yang lebih singkat. Menurut Silverman
(dalam Heward, 1996) akselerasi adalah suatu respon dalam menjawab kebutuhan belajar
dengan lebih cepat yang dimiliki oleh anak-anak berbakat. Penelitian menunjukkan bahwa
ketika akselerasi dijalankan dengan tepat, maka ketertarikan siswa terhadap sekolah akan
meningkat, mencapai level prestasi akademis yang lebih tinggi, memiliki perhatian terhadap
prestasi, dan menyelsaikan level pendidikan yang lebih tinggi dalam waktu singkat, yang akan
meningkatkan waktu untuk berkarir di akhir sekolah. Widyastono (dalam Tarmidi & Hadiati,
2005) menyatakan ada delapan hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program
akselerasi, yaitu:
1. Masukan (input, intake) siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan
prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang digunakan adalah: (1) prestasi
belajar, dengan indikator angka raport, Nilai Ebtanas Murni (NEM), dan/atau hasil tes prestasi
akademik, berada 2 standar deviasi (SD) di atas Mean populasi siswa; (2) skor psikotes, yang
meliputi: intelligency quotient (IQ) minimal 125, kreativitas, tanggung jawab terhadap tugas (task
commitment), dan emotional quotient (EQ) berada 2 SD di atas Mean populasi siswa; (3)
kesehatan dan kesemaptaan jasmani, jika diperlukan.

2. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional standar, namun dilakukan improvisasi
alokasi waktunya sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar
serta motivasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan belajar dan motivasi belajar
siswa seusianya. Dalam hal ini, misalnya SMA, yang biasanya memakan waktu selama 3 tahun,
terdiri atas 6 semester, setiap tahun 2 semester; dipercepat menjadi selama 2 tahun, setiap
tahun terdiri atas 3 semester.
3. Tenaga kependidikan. Karena siswanya memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, maka
tenaga kependidikan yang menanganinya terdiri atas tenaga kependidikan yang unggul, baik
dari segi penguasaan materi pelajaran, penguasaan metode mengajar, maupun komitmen
dalam melaksanakan tugas.
4. Sarana-prasarana yang menunjang, yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kecerdasan siswa, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
belajar serta menyalurkan kemampuan dan kecerdasannya, termasuk bakat dan
minatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
5. Dana. Untuk menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan perlu adanya dukungan dana
yang memadai, termasuk perlunya disediakan insentif ambahan bagi tenaga kependidikan
yang terlibat, berupa uang maupun fasilitas lainnya.
6. Manajemen,bersangkut paut dengan strategi dan immplementasi seluruh
Sumber daya yang ada dalam sistem sekolah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh sebab itu, bentuk manajemen pada sekolah dengan sistem
kelas percepatan, harus memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi, realitas, dan
berorientasi jauh ke depan. Dengan demikian, pengelolaannya didasari oleh
komitmen, ketekunan, pemahaman yang sama, kebersamaan antara semua
pihak yang terlibat dalam kegiatan ini.
7. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan
menjadi keunggulan yang nyata, baik lingkungan dalam arti fisik maupun sosial psikologis di
sekolah, di masyarakat, dan di rumah.
8. Proses belajar-mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat dipertanggung jawabkan
(accountable) kepada siswa, orangtua, lembaga, maupun masyarakat. Menurut Somantri
(2006), bagi siswa berbakat dengan kapasitas intelektual di atas rata-rata, program akselerasi
ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
1. Terpenuhinya kebutuhan kognisi siswa akan pelajaran yang lebih menantang
2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas siswa dalam belajar
3. Memberikan kesempatan untuk memiliki “intellectual peers”
4. Menambah rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi siswa
5. Memberi kesempatan untuk menghemat waktu dalam menempuh pendidikan, sehingga lebih
banyak waktu untuk mengembangkan minat, spesialisasi, dan karir.

Guru merupakan faktor yang memiliki peran penting dalam memberhasilkan kelas akselerasi.
Dalam kelas akselerasi peran guru mengelola pembelajaran lebih tepat disebut sebagai
fasilitator, yang menunjukkan bahwa tanggungjawab akhir belajar ada pada anak untuk
mengaktualisasikan potensi dirinya. Namun begitu ada beberapa hal yang dapat disebut
sebagai kelemahan dalam penerapan program akselerasi ini. Salah satunya adalah materi ajar
yang padat membuat guru kurang mampu mengembangkan teknik mengajar yang kreatif
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa berbakat.

G. PERSEPSI

Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola
stimulus dalam lingkungan (Atkinson, 1997). Pengertian kita akan lingkungan atau dunia di
sekitar kita melibatkan unsur interpretasi terhadap rangsangrangsang yang diterima.
Interpretasi ini menyebabkan kita menjadi subjek dari pengalaman kita sendiri. Rangsangrangsang yang diterima dan inilah yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian
terhadap lingkungan. Proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antargejala,
maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dapat dimengerti disebut persepsi
(Irwanto, 2002). Dalam kegiatan belajar, McCombs, et al (dalam Santrock, 2007) menemukan
bahwa siswa yang merasa didukung dan diperhatikan oleh guru lebih termotivasi untuk
melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak didukung dan diperhatikan oleh guru.
Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa memiliki persepsi yang positif mengenai keterampilan
guru dalam mengajar, maka motivasi siswa dalam belajar akan meningkat. Menurut Ittelson
(dalam Bell dkk, 1996), persepsi terdiri dari empat komponen, yaitu:
1. Kognitif (Berpikir)
Dalam proses kognitif, kita akan membandingkan situasi tersebut dengan
pengalaman kita sebelumnya atau sesuatu yang pernah kita baca. Hal ini berarti
bahwa persepsi bergantung pada pengalaman dan memori yang kita miliki.
Universitas Sumatera Utara25
2. Afektif (Emosional)
Komponen afektif (emosional) merupakan bagaimana perasaan kita
mengenai suatu situasi. Perasaan yang kita miliki ini akan mempengaruhi persepsi kita tentang
situasi tersebut.
3. Interpretasi
Interpretasi merupakan penilaian yang kita lakukan mengenai apa-apa saja yang ada dalam
suatu situasi. Menurut Hawkins dkk (2007), interpretasi berhubungan dengan bagaimana kita
memahami dan membuat pengertian tentang informasi yang kita terima.
4. Evaluatif
Dalam proses evaluatif, kita akan menentukan apakah situasi tersebut merupakan situasi yang
baik atau buruk. Kita melakukan evaluasi terhadap suatu
situasi dan menentukan apakah elemen-elemen yang ada di dalamnya merupakan suatu hal
yang baik atau buruk.

H. KETERAMPILAN GURU MENGAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
Layanan pendidikan yang bermutu akan menentukan tinggi atau rendahnya perolehan
hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa tersebut berkaitan dengan seberapa besar siswa
memiliki keinginan yang kuat untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar. Keinginan yang
kuat serta keterlibatan aktif dalam proses belajar menunjukkan kadar atau kondisi motivasi
belajar yang dimiliki siswa.

Motivasi belajar siswa adalah kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis
yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas
tersebut. Menurut Santrock, terdapat dua aspek motivasi belajar yang dimiliki siswa, yaitu
motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu melakukan sesuatu untuk
mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering
dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras
dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Sedangkan motivasi intrinsik yaitu

motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).
Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan
itu.

Karakteristik motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa berbakat di kelas akselerasi
berkaitan erat dengan konsistensi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya,
senang mengerjakan tugas secara independen dengan sedikit pengarahan siswa ingin belajar,
menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi. Siswa kelas akselerasi memiliki kemampuan
di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah menangkap pelajaran, memiliki
ketajaman daya nalar, dan daya konsentrasi baik. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa
siswa kelas akselerasi memang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa kelas akselerasi, terutama pada mata pelajaran
IPS khususnya sosiologi, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor pelajaran, faktor
guru, keterampilan guru mengajar, suasana kelas, dan lain sebagainya. Sedangkan pada siswa
kelas akselerasi di SMA Swasta AlAzhar Medan, motivasi belajar yang mereka miliki pada mata
pelajaran sosiologi dipengaruhi oleh bagaimana interpretasi mereka terhadap keterampilan
mengajar yang dimiliki oleh guru sosiologi. Hal ini terlihat dari hasil studi lapangan yang telah
dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Hasilnya menunjukkan bahwa motivasi
mereka dalam belajar sosiologi rendah, dimana siswa-siswa yang berada di kelas akselerasi
tersebut menyatakan bahwa sistem pengajaran yang dilakukan oleh guru sosiologi membuat
mereka tidak memiliki motivasi untuk belajar. Mereka merasa bosan dan mengantuk ketika
mengikuti pelajaran tersebut. Walaupun karakteristik motivasi belajar siswa kelas akselerasi
terbilang sudah sangat baik, motivasi belajar mereka terutama dalam pelajaran sosiologi tetap
dipengaruhi oleh
bagaimana persepsi mereka tentang keterampilan guru mengajar. Keterampilan guru mengajar
merupakan salah satu jenis keterampilan yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki
keterampilan mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik yang
berimplikasi pada peningkatankualitas lulusan sekolah.
Menurut Pintrich & Schunk, terdapat enam aspek yang menggambarkan keterampilan
guru mengajar. Keenam aspek tersebut yaitu mengulas pembelajaran sebelumnya,
memberikan materi baru, memberikan latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan
balik (feedback), memberikan latihan mandiri kepada siswa, dan mengulas kembali materi yang
telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Dengan adanya keenam
aspek tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan kondisi yang mendorong atau
menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan aktivitas belajar dengan baik. Misalnya, guru
sosiologi di SMA memberikan materi baru dengan kurang terstruktur dan tidak melibatkan siswa
dalam proses pembelajaran, seperti tidak memberikan pertanyaan atau umpan balik kepada
siswa sehingga siswa merasa bosan dan mengantuk ketika mengikuti pelajaran tersebut. Selain
dari fenomena tersebut, ketika guru memberitahukan kepada siswa bahwa penampilan mereka
baik, motivasi belajar siswa khususnya motivasi intrinsik akan meningkat. Siswa yang diberikan
latihan mandiri oleh guru diharapkan akan memandang tugas tersebut sebagai suatu tantangan
dan pengulangan secara periodik dimana siswa yang memiliki penampilan baik menunjukkan
bahwa ia telah belajar dan mempertahankan informasi, akan meningkatkan motivasi untuk
pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut memastikan kepercayaan siswa mengenai
kemampuan mereka. Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara
persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi
untuk mata pelajaran sosiologi.

I. Motivasi Belajar dan Teori Kepribadian
Motivasi Belajar dan Teori Kepribadian Kata motivasi digunakan untuk
mendeskripsikan suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Orang
dapat termotivasi makan apabila sedang lapar, pergi ke mall hari ini, mendapatkan nilai IPS

yang lebih baik semester ini, atau memperbaiki kondisi lingkungan hidup di sekitar rumah
tinggal mereka.

Konsep Penting Motivasi Belajar Pertama Motivasi belajar adalah proses internal
yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu
termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai
misal, seorang siswa dapat tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengan tujuan
mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi

Motivasi Belajar dan Teori Disonan Kognitif serta Implikasinya dalam Pendidikan Kebutuhan
untuk mempertahankan gambaran diri positif merupakan suatu motivator yang kuat, Covington:
1984. Banyak dari perilaku kita yang diarahkan menuju pemenuhan standar pribadi diri kita
sendiri. Sebagai misal, apabila kita yakin bahwa kita adalah orang baik dan jujur, maka kita
cenderung berbuat baik.
Jika seorang guru ingin melaksanakan model pembelajaran kooperatif di dalam
kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru harus memperhatikan dan
merencanakan dengan matang agar pada pembelajarannya tersebut terdapat empat tahapan
keterampilan kooperatif, yang akan dikuasi siswa.
Keempat tahapan keterampilan kooperatif itu adalah sebagai berikut:
1.

Forming (pembentukan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk
membentuk kelompok yang solid dan membentuk sikap yang sesuai dengannorma.

2. Functioniong (pengaturan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk
mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama
di antara anggota kelompok.
3.

Formating (perumusan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk
pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang sedang dipelajari,
merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta
pemahaman dari materi yang diberikan.

4.

Fermenting (penyerapan), yaitu suatu keterampilan koperatif yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelumnya

J. BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
1. Pengertian Belajar
Setiap orang menjadi dewasa karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Belajar
pada umumnya dilakukan seseorang sejak mereka ada di dunia ini. Ada beberapa ahli yang
mendefinisikan istilah belajar dengan beberapa uraian yang tidak sama. Untuk dapat
memahami dan mempunyai gambaran yang luas, berikut ini diberikan beberapa pengertian
belajar menurut beberapa ahli :
1. Whittaker, belajar adalah proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman.
2. Kimble, belajar adalah perubahan relatif permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung
sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat.
3. Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
4. Sdaffer, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap, sebagai hasil
pengalaman-pengalaman atau praktik.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa, belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai
pengalaman individu itu sendiri.

Perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar dapat berupa
ketrampilan, sikap, pengertian ataupun pengetahuan. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi
secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar pada
akhirnya menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada dirinya
sebagai akibat dari kegiatan yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan hal yang kompleks. Apabila ini dikaitkan dengan hasil belajar siswa,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Suryabrata (1989:142), faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor dari dalam, faktor
dari luar dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari
siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
a. Fisiologi, meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar
jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata
kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, kondisi panca indra
yang baik akan memudahkan anak dalam proses belajar.
a. Kondisi psikologis, yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi proses dan
hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif.
1). Faktor kecerdasan yang dibawa individu mempengaruhi belajar siswa. Semakin individu itu
mempunyai tingkat kecerdasan tinggi, maka belajar yang dilakukannya akan semakin mudah
dan cepat. Sebaliknya semakin individu itu memiliki tingkat kecerdasan rendah, maka
belajarnya akan lambat dan mengalami kesulitan belajar.
2). Bakat individu satu dengan lainnya tidak sama, sehingga menimbulkan belajarnya pun berbeda.
Bakat merupakan kemampuan awal anak yang dibawa sejak lahir.
3). Minat individu merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu. Minat belajar siswa yang
tinggi menyebabkan belajar siswa lebih mudah dan cepat.
4). Motivasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa lainnya tidaklah sama. Adapun pengertian
motivasi belajar adalah ”Sesuatu yang menyebabkan kegiatan belajar terwujud”. Motivasi
belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: cita-cita siswa, kemampuan belajar siswa,
kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam belajar dan upaya guru
membelajarkan siswa.
5). Emosi merupakan kondisi psikologi (ilmu jiwa) individu untuk melakukan kegiatan, dalam hal ini
adalah untuk belajar. Kondisi psikologis siswa yang mempengaruhi belajar antara lain:
perasaan senang, kemarahan, kejengkelan, kecemasan dan lain-lain.
6). Kemampuan kognitif siswa yang mempengaruhi belajar mulai dari aspek pengamatan,
perhatian, ingatan, dan daya pikir siswa.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
a. Lingkungan alami
Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar misalnya
keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-alat yang dipakai untuk belajar
seperti alat-alat pelajaran.
1). Keadaan udara mempengaruhi proses belajar siswa. Apabila udara terlalu lembab atau kering
kurang membantu siswa dalam belajar. Keadaan udara yang cukup nyaman di lingkungan
belajar siswa akan membantu siswa untuk belajar dengan lebih baik.
2). Waktu belajar mempengaruhi proses belajar siswa misalnya: pembagian waktu siswa untuk
belajar dalam satu hari.
3). Cuaca yang terang benderang dengan cuaca yang mendung akan berbeda bagi siswa untuk
belajar. Cuaca yang nyaman bagi siswa membantu siswa untuk lebih nyaman dalam belajar.
4). Tempat atau gedung sekolah mempengaruhi belajar siswa. Gedung sekolah yang efektif untuk
belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: letaknya jauh dari tempat-tempat keramaian (pasar,
gedung bioskop, bar, pabrik dan lain-lain), tidak menghadap ke jalan raya, tidak dekat dengan
sungai, dan sebagainya yang membahayakan keselamatan siswa.

5). Alat-alat pelajaran yang digunakan baik itu perangkat lunak (misalnya, program presentasi)
ataupun perangkat keras (misalnya Laptop, LCD).
b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada
(kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu sedang belajar,
sering kali mengganggu aktivitas belajar. Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar
siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) lingkungan sosial siswa di rumah yang
meliputi seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota
keluarga lainnya, (2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas,
guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya, dan (3) lingkungan