211436573 Makalah Belajar Mengingat Dan Berpikir
MAKALAH
Belajar, Mengingat dan Berpikir
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Indah Puspa Pratiwi
Yuliyanita
Rima Wulandari
Eneng Firasati Lailiya
Widya Marwah
Lisnawati
Elya Nuraeni
Nurmalia
Aida Fitria Qisti
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
Jalan Babakan Sirna No. 25 Kota Sukabumi
2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul :“ Belajar, Mengingat dan Berpikir”. Makalah ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata ajar Psikologi Keperawatan.
Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karena itu dengan rendah hati kami berharap kepada pembaca untuk
memberikan masukan, saran dan kiritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan
makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Sukabumi, Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
Pengertian belajar
teori balajar
proses belajar
jenis-jenis belajar
factor yang mempengaruhi proses belajar
perspektif dalam belajar
pengkondisian klasik dan pengkondisian operan
Prinsip belajar efektif
pengertian memori
memori jangka pendek
memori jangka panjang
memori implisit dan konstruktif
meningkatkan daya ingat
penalaran
proses berpikir
berpikir imaginer
perkembangan bahasa dan komunikasi
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rumusan Masalah
Apakah Pengertian belajar?
Jelaskan teori balajar!
Bagaimana proses belajar berlangsung?
Sebutkan jenis-jenis dan faktor yang mempengaruhi belajar!
Jelaskan Prinsip belajar efektif!
Apakah pengertian memori dan jenis-jenis memori?
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tujuan
Mengetahui pengertian belajar
Memahami teori balajar
Mengetahui proses belajar berlangsung
Menyebutkan jenis-jenis dan faktor yang mempengaruhi belajar
Mengetahui prinsip belajar efektif
Memahami pengertian memori dan jenis-jenis memori?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk
memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung
maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam
interaksinya dengan lingkungan.
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru”.
Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul
atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman”.
Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul
karena pengalaman”.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan
perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu
yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti
suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi
pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi
Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam
dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi
dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya,
seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka
pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk
mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan
mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap
bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaanperbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun
setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk
menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan
individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya
melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang
psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan
mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi
pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap
dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa
belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia
ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang
diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai
tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata,
tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya,
mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang
merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan
sebagainya.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi
dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan
simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan
dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak,
aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan
masalah.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu
kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang
efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan
strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih
macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam
diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi
suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang
menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang
dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak
dalam :
Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan
bahasa secara baik dan benar.
Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,
keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang
tinggi.
Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang
masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai
pengertian yang benar.
Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya
dengan menggunakan daya ingat.
Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian
dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau
buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
B. Teori Balajar
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat
jenis teori belajar, yaitu:
A.Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan
dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukumhukum belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubunganyang terjadi
antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukumhukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang
sudah diperkuat melaluiRespondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut
akan menurun bahkan musnah.
3. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling).
Teori
ini
juga
masih
memandang
pentingnya conditioning.
Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard
dengan teori pengurangan dorongan.
B.Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi
empat
tahap
yaitu
:
(1) sensory
motor;
(2) pre
operational;
(3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005)
menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into
their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to
make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the
process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa
dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi
adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu.
Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
D.Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk
atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan
Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan
figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun
ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada
dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk
tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya
bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang
baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau
keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan
lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa
perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
“Molecular”.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang
sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak.
Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan
yang lebat (lingkungan geografis).
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya
penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah
contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan
merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang
diterima.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk
kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd
menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran
dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan
terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam
situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
C. Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke
depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada
suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses vadalah: Any change in any object
or organism, particulary a behaioral or psychological change (Proses adalah suatu perubahan
khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam
psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya
beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).
Tahap-tahap Dalam Proses Belajar
A. Menurut Jerome S. Bruner
Karena Belajar Itu Merupakan Aktivitas Yang Berproses, Sudah Tentu Didalamnya
Terjadi Perubahan-Perubahan Yang Bertahap. Perubahan-Perubahan Tersebut Timbul Melalui
Tahap-Tahap Yang Antara Satu Dengan Lainnya Bertalian Secara Berurutan Dan Fungsional.
Menurut Burner, Salah Seorang Penentang Teori S-R Bond Yang Terbilang Vokal (Barlow,
1985), Dalam Proses Pembelajaran Siswa Menempuh Tiga Episode/ Tahap, Yaitu: 1) Tahap
Informasi (Tahap Penerimaan Materi); 2) Tahap Transformasi (Tahap Pengubahan Materi); 3)
Tahap Evaluasi (Tahap Penialain Meteri)
Dalam Tahap Informasi, Seorang Siswa Yang Sedang Belajar Memperoleh Sejumlah
Keterangan Mengenai Materi Yang Sedang Dipelajari. Di Antara Informasi Yang Diperoleh
Itu Ada Yang Sama Sekali Baru Dan Berdiri Sendiri, Ada Pula Yang Berfungsi Menambah,
Memperhalus, Dan Memperdalam Pengeahuan Yang Sebelumnya Telah Dimiliki. Dalam
Tahap Transformasi, Informasi Yang Telah Diperoleh Itu Dianalisis, Diubah, Atau
Ditransformasikan Menjadi Bentuk Yang Abstrak Atau Konseptual Supaya Kelak Pada
Gilirannya Dapat Dimanfaatkan Bagi Hal-Hal Yang Lebih Luas. Bagi Siswa Pemula, Tahap
Ini Akan Berlangsung Sulit Apabila Tidak Disertai Dengan Bimbingan Anda Selaku Guru
Yang Diharapkan Kompeten Dalam Mentransfer Strategi Kognitif Yang Tepat Untuk
Melakukan Pembelajaran Tertentu. Dalam Tahap Evaluasi, Seorang Siswa Menilai
Sendiri Sampai Sejauh Mana Informasi Yang Telah Ditransfornasikan Tadi Dapat
Dimanfaatkan Untuk Memahami Gejala Atau Memecahkan Masalah Yang Dihadapi. Tak Ada
Penjelasan Rinci Mengenai Sara Evaluasi Ini, Tetapi Agaknya Analogdengan Peristiwa
Retrieval Untuk Merespons Lngkungan Yang Sedang Dihadapi.
B. Menurut Arno F Wittig
Menurut Wittig (1981) Dalam Bukunya Psychology Of Learning, Setiap Proses
Belajar Selalu Berlangsung Dalam Tiga Tahapan Yaitu: 1) Acquisition (Tahap
Perolehan/Penerimaan Informasi); 2) Storage (Tahap Penyimpanan Informasi); 3) Retrieval
(Tahap Mendapatkan Kembali Informasi) Pada Tingkatan Acquisition Seorang Siswa Mulai
Menerima Informasi Sebagai Stimulus Dan Melakukan Respons Terhadapnya, Sehingga
Menimbulkan Pemahaman Dan Perilaku Baru. Pada Tahap Ini Terjadi Pila Asimilasi Antara
Pemahaman Dengan Perilaku Baru Dalam Keseluruhan Perilakunya. Proses Acquisition
Dalam Belajar Merupakan Tahap Paling Mendasar. Kegagalan Dalam Tahap Ini Akan
Mengakibatkan Kegagalan Pada Tahap-Tahap Berikutnya. Pada Tingkatan Storage Seorang
Siswa Secara Otomatis Akan Mengalami Proses Penyimpanan Pemahaman Dan Perilaku
Baru Yang Ia Proleh Ketika Menjalani Proses Acquitision.
Peristiwa Ini Sudah Tentu Melibatkan Fungsi Short Term Dan Long Term Memori. Pada
Tingkatan Retrieval Seorang Siwa Akan Mengaktifkan Kembai Fungsi-Fungsi Sistem
Memorinya, Misalnya Ketika Ia Menjawab Pertanyaan Atau Memecahkan Masalah. Proses
Retrieval Pada Dasarnya Adalah Upaya Atau Peristiwa Mental Dalam Mengungkapkan Dan
Memproduksi Kembali Apa-Apa Yang Tersimpan Dalam Memori Berupa Informasi, Simbol,
Pemahaman, Dan Perilaku Tertentu Sebagai Respons Atau Stimulus Yang Sedang Dihadapi.
D. Jenis-Jenis Belajar
Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan perubahan itu
bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai cirri-ciri masing-masing.
Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang ada di dalamnya, mencoba membagi jenis-jenis belajar
ini, disebabkan sudut pandang. Oleh karena itu, sampai saat ini belum ada kesepakatan atau
keragaman dalam merumuskannya. A. De Block misalnya berbeda dengan C. Van Parreren
dalam merumuskan sistematika jenis-jnis belajar. Demikian juga antara rumusan sistematika
jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan Robert M. Gagne.
Jenis-jenis belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan
penggabungan dari pendapat ketiga ahli di atas. Walaupun begitu, dari pendapat ketiga para
ahli di atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam kesempatan ini, dengan
pertimbangan sifat buku yang dibahas.
Oleh karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut masalah
belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis, belajar kaedah,
belajar konsef/pengertian, belajar keterampilan motorik. Untuk jelasnya ikutilah uraian
berikut.
1. Belajar arti kata-kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung
dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu
artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”, tetapi
dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam
kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing” atau “anjing”,. Dia sudah tahu bahwa
kedua binatang itu berkaki empat dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan
anak tadi menyebutnya “kucing”. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing.
Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang, dan
kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada anjing.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum
diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat menggunakannya,
tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar-dasar
terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan.
Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau
pengarang melukiskan ide-idenya kepada siding pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti
kata-kata adalah penting dalam belajar.
2. Belajar Kognitif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental.
Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau
lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil
perjalanannya berupa pengalamannya kepada temuannya. Ketika dia menceritakan
pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak tidak dapat menghadirrkan objek-objek
yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau
tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka
seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan
gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa
melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses
ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu
sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.
3. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan,
sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan
materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan
dapat diingat kembali kealam dasar.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai
tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi
oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa
pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa
ingatan adalah sia-sia.
4. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan}
dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk
memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan
konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan.
Missalnya, “bujur sangkar” mencakup semua persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman; tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan species.
Sekaligus dikembangkan dalam metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara
efektif dan efesien, misalnya dalam penelitian fisika.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang
mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi
terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan
tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk repressentasi mental
tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata {lambang
bahasa}.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep
konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep
ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan
sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi
tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak
berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental.
6. Belajar Kaidah
Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual
skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih
dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu keteraturan.
Orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep.
Misalnya, seseorang berkata, “besi dipanaskan memuai”, karena seseorang telah menguasai
konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan” dan “memuai”, dan dapat menentukan adanya
suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan memuai}, maka
dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”.
Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan
suatu representasi {gambaran} mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam
mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan
yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar kaidah sangat penting bagi seseorang
sebagai salah salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan
tinggi {universitas}.
7. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan,
tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus
dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta
metode-metode bekerja tertentu.
Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir
konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat
atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang
berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi benar.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah
sebagai berikut.
a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian
hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai
pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
a. Kesadaran akan adanya masalah.
b. Merumuskan masalah.
c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.
e. Menerima hipotesis yang benar.
Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu
tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncat-loncat antara macam-macam
langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang
kompleks.
E.Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan
dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian,
masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor
lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material
pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek
didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material
pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material
pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu
mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada
sebaliknya. Demikian pula, belajar pada pagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik
dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga
kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik
yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat
keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan
sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu
mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas
pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah
kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran
jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang
segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar,
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
a. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif
dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat
dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan
material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material
pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role
playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari
subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja,
alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti
kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan
lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan
cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang
disengaja.
b. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai
masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan
penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami
keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di
antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses
belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses
belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak
dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di
dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan
dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart,
rekaman, slide dan sebagainya.
c. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1)
menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsifungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima,
menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan
inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai
dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek
didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian
ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah
mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal
yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan
tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya
sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog
pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa
sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali
material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui
pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang
telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang
telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek
didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk
merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui
pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
d. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide
dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian
informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari
gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan
tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian,
dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam
keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif
berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang
memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu
material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir.
Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian
pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek
didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulankesimpulannya secara mandiri.
e. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian
hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering
disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik
sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena
dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka
panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik,
pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok
subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba
melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar
tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik
dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan
kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan
terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
F. Perspektif Dalam Belajar
1. Perspektif perilaku
Menyatakan bahwa perilaku sosial kita paling baik dijelaskan melalui perilaku yang
secara langsung dapat diamati dan lingkungan yang menyebabkan perilaku kita berubah.
2. Perspektif kognitif
Menjelaskan perilaku sosial kita dengan cara memusatkan pada bagaimana kita menyusun
mental (pikiran, perasaan) dan memproses informasi yang datangnya dari lingkungan . Kedua
perspektif tersebut banyak dikemukakan oleh para psikolog sosial yang berlatar belakang
psikologi.
Di samping kedua perspektif di atas, ada dua perspektif lain yang sebagian besarnya
diutarakan oleh para psikolog sosial yang berlatas belakang sosiologi.
3. Perspektif struktural
Memusatkan perhatian pada proses sosialisasi, yaitu proses di mana perilaku kita
dibentuk oleh peran yang beraneka ragam dan selalu berubah, yang dirancang oleh
masyarakat kita.
4. Perspektif interaksionis
Memusatkan perhatiannya pada proses interaksi yang mempengaruhi perilaku sosial kita.
Perbedaan utama di antara kedua perspektif terakhir tadi adalah pada pihak mana yang
berpengaruh paling besar terhadap pembentukan perilaku. Kaum strukturalis cenderung
meletakan struktur sosial (makro) sebagai determinan perilaku sosial individu, sedangkan
kaum interaksionis lebih memandang individu (mikro) merupakan agen yang aktif dalam
membentuk perilakunya sendiri.
G. Pengkondisian Klasik dan Pengkondisian Operan
1. Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden
Sebuah respon diharapkan muncul dari organism lewat suatu stimulus spesifik yang
sudah diketahui.Pengkondisian klasik terhadap manusia pertama kali disampaikan oleh J.B.
Watson & Rosalie Rayner pada tahun 1920 pada anak lelaki kecil bernama Albert
2. Pengkondisian Operan
Sebuah perilaku diharapkan muncul setelah mendapat penguatan.
Perbedaan antara pengkondisian klasik dan operan adalah:
Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden. Maksudnya perilaku dimunculkan oleh
organism, respon yang dimunculkan ditarik keluar dari dalam diri organism
Pengkondisian Operan. Maksudnya Perilaku dipancarkan tidak terdapat dalam diri
organisme, respon respon yang muncul begitu saja
karena pernah ada sebelumnya &
dipancarkan begitu saja karena sejarah penguatan atau sejarah evolusi organism itu sendiri.
Pengutan tidak menyebabkan perilaku namun hanya memperrsiapkan suasana abagi
pengulangannya
H. Prinsip Belajar Efektif
Kegiatan belajar itu merupakan proses yang kompleks, bukannya proses yang
sederhana. Belajar melibatkan bukan saja intelek, tetapi juga fisik, emosi, sosial, persepsi dan
sebagainya. Penggunaan prinsip-prinsip belajar disini secara empiris memang dapat
dibenarkan dan secara efektif dapat disampaikan kepada para calon guru. Prinsip-prinsip
belajar juga akan memberikan pemikiran psikologis kepada guru-guru dan calon guru untuk
mendapatkan dan menemukan metode-metode mengajar yang jitu serta memilih secara lebih
inteligen antara metode mengajar yang baru sehingga secara tepat dapat mengarahkan
kepadanya
Sehubungan dengan prinsip-prinsip belajar dimaksud, Nasution mengemukakan antara
lain :
1. Agar seseorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan.
2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan
karena paksaan oleh orang lain.
3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha denga
tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan tingkah lakunya.
5. Selain tujuan tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil
sambilan atau sampingan.
6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7. Seorang pelajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya, atau secara intelektual
saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis dan sebagainya.
8. Dalam hal belajar seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9. Untuk belajar diperlukan “insight”.
10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar
tujuan-tujuan lain.
11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12. Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar. (Abror, 1993).
Prinsip Belajar dalam Perspektif Hadits
Sebel
Belajar, Mengingat dan Berpikir
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Indah Puspa Pratiwi
Yuliyanita
Rima Wulandari
Eneng Firasati Lailiya
Widya Marwah
Lisnawati
Elya Nuraeni
Nurmalia
Aida Fitria Qisti
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
Jalan Babakan Sirna No. 25 Kota Sukabumi
2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul :“ Belajar, Mengingat dan Berpikir”. Makalah ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata ajar Psikologi Keperawatan.
Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karena itu dengan rendah hati kami berharap kepada pembaca untuk
memberikan masukan, saran dan kiritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan
makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Sukabumi, Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
Pengertian belajar
teori balajar
proses belajar
jenis-jenis belajar
factor yang mempengaruhi proses belajar
perspektif dalam belajar
pengkondisian klasik dan pengkondisian operan
Prinsip belajar efektif
pengertian memori
memori jangka pendek
memori jangka panjang
memori implisit dan konstruktif
meningkatkan daya ingat
penalaran
proses berpikir
berpikir imaginer
perkembangan bahasa dan komunikasi
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rumusan Masalah
Apakah Pengertian belajar?
Jelaskan teori balajar!
Bagaimana proses belajar berlangsung?
Sebutkan jenis-jenis dan faktor yang mempengaruhi belajar!
Jelaskan Prinsip belajar efektif!
Apakah pengertian memori dan jenis-jenis memori?
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tujuan
Mengetahui pengertian belajar
Memahami teori balajar
Mengetahui proses belajar berlangsung
Menyebutkan jenis-jenis dan faktor yang mempengaruhi belajar
Mengetahui prinsip belajar efektif
Memahami pengertian memori dan jenis-jenis memori?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk
memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung
maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam
interaksinya dengan lingkungan.
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru”.
Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul
atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman”.
Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul
karena pengalaman”.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan
perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu
yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti
suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi
pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi
Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam
dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi
dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya,
seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka
pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk
mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan
mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap
bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaanperbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun
setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk
menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan
individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya
melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang
psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan
mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi
pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap
dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa
belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia
ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang
diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai
tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata,
tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya,
mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang
merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan
sebagainya.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi
dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan
simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan
dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak,
aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan
masalah.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu
kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang
efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan
strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih
macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam
diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi
suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang
menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang
dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak
dalam :
Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan
bahasa secara baik dan benar.
Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,
keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang
tinggi.
Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang
masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai
pengertian yang benar.
Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya
dengan menggunakan daya ingat.
Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian
dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau
buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
B. Teori Balajar
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat
jenis teori belajar, yaitu:
A.Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan
dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukumhukum belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubunganyang terjadi
antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukumhukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang
sudah diperkuat melaluiRespondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut
akan menurun bahkan musnah.
3. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling).
Teori
ini
juga
masih
memandang
pentingnya conditioning.
Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard
dengan teori pengurangan dorongan.
B.Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi
empat
tahap
yaitu
:
(1) sensory
motor;
(2) pre
operational;
(3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005)
menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into
their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to
make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the
process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa
dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi
adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu.
Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
D.Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk
atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan
Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan
figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun
ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada
dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk
tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya
bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang
baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau
keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan
lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa
perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
“Molecular”.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang
sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak.
Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan
yang lebat (lingkungan geografis).
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya
penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah
contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan
merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang
diterima.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk
kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd
menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran
dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan
terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam
situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
C. Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke
depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada
suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses vadalah: Any change in any object
or organism, particulary a behaioral or psychological change (Proses adalah suatu perubahan
khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam
psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya
beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).
Tahap-tahap Dalam Proses Belajar
A. Menurut Jerome S. Bruner
Karena Belajar Itu Merupakan Aktivitas Yang Berproses, Sudah Tentu Didalamnya
Terjadi Perubahan-Perubahan Yang Bertahap. Perubahan-Perubahan Tersebut Timbul Melalui
Tahap-Tahap Yang Antara Satu Dengan Lainnya Bertalian Secara Berurutan Dan Fungsional.
Menurut Burner, Salah Seorang Penentang Teori S-R Bond Yang Terbilang Vokal (Barlow,
1985), Dalam Proses Pembelajaran Siswa Menempuh Tiga Episode/ Tahap, Yaitu: 1) Tahap
Informasi (Tahap Penerimaan Materi); 2) Tahap Transformasi (Tahap Pengubahan Materi); 3)
Tahap Evaluasi (Tahap Penialain Meteri)
Dalam Tahap Informasi, Seorang Siswa Yang Sedang Belajar Memperoleh Sejumlah
Keterangan Mengenai Materi Yang Sedang Dipelajari. Di Antara Informasi Yang Diperoleh
Itu Ada Yang Sama Sekali Baru Dan Berdiri Sendiri, Ada Pula Yang Berfungsi Menambah,
Memperhalus, Dan Memperdalam Pengeahuan Yang Sebelumnya Telah Dimiliki. Dalam
Tahap Transformasi, Informasi Yang Telah Diperoleh Itu Dianalisis, Diubah, Atau
Ditransformasikan Menjadi Bentuk Yang Abstrak Atau Konseptual Supaya Kelak Pada
Gilirannya Dapat Dimanfaatkan Bagi Hal-Hal Yang Lebih Luas. Bagi Siswa Pemula, Tahap
Ini Akan Berlangsung Sulit Apabila Tidak Disertai Dengan Bimbingan Anda Selaku Guru
Yang Diharapkan Kompeten Dalam Mentransfer Strategi Kognitif Yang Tepat Untuk
Melakukan Pembelajaran Tertentu. Dalam Tahap Evaluasi, Seorang Siswa Menilai
Sendiri Sampai Sejauh Mana Informasi Yang Telah Ditransfornasikan Tadi Dapat
Dimanfaatkan Untuk Memahami Gejala Atau Memecahkan Masalah Yang Dihadapi. Tak Ada
Penjelasan Rinci Mengenai Sara Evaluasi Ini, Tetapi Agaknya Analogdengan Peristiwa
Retrieval Untuk Merespons Lngkungan Yang Sedang Dihadapi.
B. Menurut Arno F Wittig
Menurut Wittig (1981) Dalam Bukunya Psychology Of Learning, Setiap Proses
Belajar Selalu Berlangsung Dalam Tiga Tahapan Yaitu: 1) Acquisition (Tahap
Perolehan/Penerimaan Informasi); 2) Storage (Tahap Penyimpanan Informasi); 3) Retrieval
(Tahap Mendapatkan Kembali Informasi) Pada Tingkatan Acquisition Seorang Siswa Mulai
Menerima Informasi Sebagai Stimulus Dan Melakukan Respons Terhadapnya, Sehingga
Menimbulkan Pemahaman Dan Perilaku Baru. Pada Tahap Ini Terjadi Pila Asimilasi Antara
Pemahaman Dengan Perilaku Baru Dalam Keseluruhan Perilakunya. Proses Acquisition
Dalam Belajar Merupakan Tahap Paling Mendasar. Kegagalan Dalam Tahap Ini Akan
Mengakibatkan Kegagalan Pada Tahap-Tahap Berikutnya. Pada Tingkatan Storage Seorang
Siswa Secara Otomatis Akan Mengalami Proses Penyimpanan Pemahaman Dan Perilaku
Baru Yang Ia Proleh Ketika Menjalani Proses Acquitision.
Peristiwa Ini Sudah Tentu Melibatkan Fungsi Short Term Dan Long Term Memori. Pada
Tingkatan Retrieval Seorang Siwa Akan Mengaktifkan Kembai Fungsi-Fungsi Sistem
Memorinya, Misalnya Ketika Ia Menjawab Pertanyaan Atau Memecahkan Masalah. Proses
Retrieval Pada Dasarnya Adalah Upaya Atau Peristiwa Mental Dalam Mengungkapkan Dan
Memproduksi Kembali Apa-Apa Yang Tersimpan Dalam Memori Berupa Informasi, Simbol,
Pemahaman, Dan Perilaku Tertentu Sebagai Respons Atau Stimulus Yang Sedang Dihadapi.
D. Jenis-Jenis Belajar
Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan perubahan itu
bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai cirri-ciri masing-masing.
Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang ada di dalamnya, mencoba membagi jenis-jenis belajar
ini, disebabkan sudut pandang. Oleh karena itu, sampai saat ini belum ada kesepakatan atau
keragaman dalam merumuskannya. A. De Block misalnya berbeda dengan C. Van Parreren
dalam merumuskan sistematika jenis-jnis belajar. Demikian juga antara rumusan sistematika
jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan Robert M. Gagne.
Jenis-jenis belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan
penggabungan dari pendapat ketiga ahli di atas. Walaupun begitu, dari pendapat ketiga para
ahli di atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam kesempatan ini, dengan
pertimbangan sifat buku yang dibahas.
Oleh karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut masalah
belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis, belajar kaedah,
belajar konsef/pengertian, belajar keterampilan motorik. Untuk jelasnya ikutilah uraian
berikut.
1. Belajar arti kata-kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung
dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu
artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”, tetapi
dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam
kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing” atau “anjing”,. Dia sudah tahu bahwa
kedua binatang itu berkaki empat dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan
anak tadi menyebutnya “kucing”. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing.
Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang, dan
kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada anjing.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum
diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat menggunakannya,
tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar-dasar
terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan.
Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau
pengarang melukiskan ide-idenya kepada siding pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti
kata-kata adalah penting dalam belajar.
2. Belajar Kognitif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental.
Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau
lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil
perjalanannya berupa pengalamannya kepada temuannya. Ketika dia menceritakan
pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak tidak dapat menghadirrkan objek-objek
yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau
tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka
seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan
gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa
melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses
ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu
sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.
3. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan,
sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan
materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan
dapat diingat kembali kealam dasar.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai
tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi
oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa
pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa
ingatan adalah sia-sia.
4. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan}
dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk
memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan
konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan.
Missalnya, “bujur sangkar” mencakup semua persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman; tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan species.
Sekaligus dikembangkan dalam metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara
efektif dan efesien, misalnya dalam penelitian fisika.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang
mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi
terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan
tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk repressentasi mental
tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata {lambang
bahasa}.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep
konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep
ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan
sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi
tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak
berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental.
6. Belajar Kaidah
Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual
skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih
dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu keteraturan.
Orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep.
Misalnya, seseorang berkata, “besi dipanaskan memuai”, karena seseorang telah menguasai
konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan” dan “memuai”, dan dapat menentukan adanya
suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan memuai}, maka
dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”.
Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan
suatu representasi {gambaran} mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam
mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan
yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar kaidah sangat penting bagi seseorang
sebagai salah salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan
tinggi {universitas}.
7. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan,
tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus
dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta
metode-metode bekerja tertentu.
Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir
konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat
atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang
berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi benar.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah
sebagai berikut.
a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian
hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai
pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
a. Kesadaran akan adanya masalah.
b. Merumuskan masalah.
c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.
e. Menerima hipotesis yang benar.
Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu
tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncat-loncat antara macam-macam
langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang
kompleks.
E.Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan
dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian,
masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor
lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material
pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek
didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material
pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material
pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu
mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada
sebaliknya. Demikian pula, belajar pada pagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik
dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga
kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik
yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat
keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan
sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu
mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas
pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah
kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran
jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang
segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar,
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
a. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif
dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat
dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan
material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material
pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role
playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari
subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja,
alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti
kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan
lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan
cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang
disengaja.
b. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai
masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan
penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami
keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di
antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses
belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses
belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak
dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di
dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan
dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart,
rekaman, slide dan sebagainya.
c. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1)
menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsifungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima,
menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan
inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai
dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek
didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian
ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah
mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal
yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan
tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya
sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog
pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa
sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali
material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui
pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang
telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang
telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek
didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk
merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui
pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
d. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide
dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian
informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari
gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan
tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian,
dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam
keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif
berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang
memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu
material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir.
Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian
pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek
didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulankesimpulannya secara mandiri.
e. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian
hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering
disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik
sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena
dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka
panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik,
pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok
subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba
melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar
tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik
dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan
kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan
terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
F. Perspektif Dalam Belajar
1. Perspektif perilaku
Menyatakan bahwa perilaku sosial kita paling baik dijelaskan melalui perilaku yang
secara langsung dapat diamati dan lingkungan yang menyebabkan perilaku kita berubah.
2. Perspektif kognitif
Menjelaskan perilaku sosial kita dengan cara memusatkan pada bagaimana kita menyusun
mental (pikiran, perasaan) dan memproses informasi yang datangnya dari lingkungan . Kedua
perspektif tersebut banyak dikemukakan oleh para psikolog sosial yang berlatar belakang
psikologi.
Di samping kedua perspektif di atas, ada dua perspektif lain yang sebagian besarnya
diutarakan oleh para psikolog sosial yang berlatas belakang sosiologi.
3. Perspektif struktural
Memusatkan perhatian pada proses sosialisasi, yaitu proses di mana perilaku kita
dibentuk oleh peran yang beraneka ragam dan selalu berubah, yang dirancang oleh
masyarakat kita.
4. Perspektif interaksionis
Memusatkan perhatiannya pada proses interaksi yang mempengaruhi perilaku sosial kita.
Perbedaan utama di antara kedua perspektif terakhir tadi adalah pada pihak mana yang
berpengaruh paling besar terhadap pembentukan perilaku. Kaum strukturalis cenderung
meletakan struktur sosial (makro) sebagai determinan perilaku sosial individu, sedangkan
kaum interaksionis lebih memandang individu (mikro) merupakan agen yang aktif dalam
membentuk perilakunya sendiri.
G. Pengkondisian Klasik dan Pengkondisian Operan
1. Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden
Sebuah respon diharapkan muncul dari organism lewat suatu stimulus spesifik yang
sudah diketahui.Pengkondisian klasik terhadap manusia pertama kali disampaikan oleh J.B.
Watson & Rosalie Rayner pada tahun 1920 pada anak lelaki kecil bernama Albert
2. Pengkondisian Operan
Sebuah perilaku diharapkan muncul setelah mendapat penguatan.
Perbedaan antara pengkondisian klasik dan operan adalah:
Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden. Maksudnya perilaku dimunculkan oleh
organism, respon yang dimunculkan ditarik keluar dari dalam diri organism
Pengkondisian Operan. Maksudnya Perilaku dipancarkan tidak terdapat dalam diri
organisme, respon respon yang muncul begitu saja
karena pernah ada sebelumnya &
dipancarkan begitu saja karena sejarah penguatan atau sejarah evolusi organism itu sendiri.
Pengutan tidak menyebabkan perilaku namun hanya memperrsiapkan suasana abagi
pengulangannya
H. Prinsip Belajar Efektif
Kegiatan belajar itu merupakan proses yang kompleks, bukannya proses yang
sederhana. Belajar melibatkan bukan saja intelek, tetapi juga fisik, emosi, sosial, persepsi dan
sebagainya. Penggunaan prinsip-prinsip belajar disini secara empiris memang dapat
dibenarkan dan secara efektif dapat disampaikan kepada para calon guru. Prinsip-prinsip
belajar juga akan memberikan pemikiran psikologis kepada guru-guru dan calon guru untuk
mendapatkan dan menemukan metode-metode mengajar yang jitu serta memilih secara lebih
inteligen antara metode mengajar yang baru sehingga secara tepat dapat mengarahkan
kepadanya
Sehubungan dengan prinsip-prinsip belajar dimaksud, Nasution mengemukakan antara
lain :
1. Agar seseorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan.
2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan
karena paksaan oleh orang lain.
3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha denga
tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan tingkah lakunya.
5. Selain tujuan tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil
sambilan atau sampingan.
6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7. Seorang pelajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya, atau secara intelektual
saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis dan sebagainya.
8. Dalam hal belajar seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9. Untuk belajar diperlukan “insight”.
10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar
tujuan-tujuan lain.
11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12. Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar. (Abror, 1993).
Prinsip Belajar dalam Perspektif Hadits
Sebel