Masyarakat dalam Bingkai Perkembangan In
Masyarakat dalam Bingkai Perkembangan Intelektual dalam Lakon “Polisi”
dan “Bunga Dolly” Persembahan Teater Pelangi Malang Indonesia: Kajian
Sosiologi Sastra Auguste Comte
Oleh
Hidayatul Ilmiah
12020074044
PB 2012
Abstrak
Pertunjukan yang bertajuk “Pentas Musim Hujan” menghadirkan lakon “Polisi” yang
disutradarai Ahmad Fauzi dan “Bunga Dolly” yang disutradarai M. Leo Zainy dan
Ranu Kumbala pada 24-25 Februari 2015 di Gedung Sasana Budaya Universitas
Negeri Malang. Dua lakon yang dihadirkan oleh Teater Pelangi Malang Indonesia ini
sebenarnya merupakan dua lakon yang memiliki keterkaitan. “Polisi” diperankan oleh
Kelompok Bermain Kangkung Berseri (KBKB), sedangkan “Bunga Dolly” dimainkan
oleh komunitas Teater Pelangi Malang Indonesia. Lakon yang banyak mengangkat
permasalahan yang terjadi di Indonesia ini menyuguhkan konflik-konflik yang menarik.
Berdasarkan hal tersebut, pendekatan sosiologi sastra tepat digunakan untuk mengkaji
karya sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat. Perkembangan intelektual
masyarakat yang tercermin dalam lakon tersebut tepat dikritisi menggunakan sosiologi
sastra Auguste Comte. Teori perkembangan intelektual Auguste Comte menitikberatkan
pada tiga tahap, yakni tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap positif.
Kata Kunci: perkembangan intelektual, Auguste Comte, Polisi, Bunga Dolly
1
PENDAHULUAN
“Polisi”
“Bunga
dan
dan
Dolly”
Permasalahan
pertunjukan
yang
“Polisi”
merupakan
Pelangi
dari
Malang
refleksi
yang terjadi di dalam
Februari
kehidupan
2015
di
Gedung
Sasana
Budaya,
Universitas
Negeri
membawakan
adegan dengan lucu
yang
sehingga kesan polisi
“Pentas
yang menakutkan dan
Hujan”
ini
tegas
adalah produksi ke-21
dengan tingkah yang
komunitas
humoris
teater
tersebut.
“Polisi”
mengundang
oleh
Kelompok
Bermain
Kangkung
Berseri
“Polisi”,
Teater
(KBKB).
KBKB
Pelangi
Malang
Indonesia
drama
menampilkan
yang
sudah
cukup
lama
Secara
saja, lakon ini dirasa
umum
lakon
disutradarai
Ahmad
sekelompok
cukup
menarik.
oleh
Lakon
yang
ini
disutradarai oleh M.
tentang
Leo Zainy dan Ranu
polisi
Kumbala ini bercerita
Fauzi
berkisah
yang
yang tengah mencari
tentang
gagasan
satu
pokok
di
dalamnya. Keduanya
merupakan
lakon
yang
Erens Levian, Helmi
berkesinambungan
Nur
dan
FIkri,
Ekol
Pambudianto,
Aji
Yayan
Maslina
dan
sesuai
realitas
dengan
kehidupan
masyarakat
yang
sekarang
terjadi.
lain-
Berdasar hal tersebut,
Pementasan
lakon ini dapat dikaji
lakon “Bunga Dolly”
menjadi satu kesatuan
sangat
menggunakan
menarik.
dengan
teori
sosiologi
sastra
Auguste Comte.
diiringi musik yang
pas
menambah
keunikan dari lakon
TEORI
yang menembus 15
“Bunga
Dolly”. Dari judulnya
memiliki
seperti Sandro Tyas,
pertunjukan siluet dan
lakon
di
keberadaannya
Malang.
berjudul
Indonesia,
Diawali
Setelah lakon
merupakan kelompok
komunitas
Pelangi
lain.
penonton.
ditampilan
ini
beberapa
Indriana,
tawa
lain.
yang
oleh
Rahardian,
dan
dengan
dalam, kedua lakon
Wilindra,
digantikan
satu
Lakon ini dimainkan
Malang
tiap
keterkaitan
Jika dicermati lebih
Teater
KBKB
Malang.
Pertunjukan
bertajuk
masyarakat.
di
kesinambungan atau
dunia prostitusi ini.
anggota
permasalahan
Indonesia pada 24-25
yang
berkecimpung
yang
sebenarnya
digelar oleh Teater
bernama
“Bunga”
menangkap penjahat.
diangkat dalam lakon
merupakan
Musim
perempuan
berusaha
besar
Festamasio
Bandung ke-7.
Kedua
ini
kisah
hasil ciptaan manusia,
tidak bisa dilepaskan
lakon
sebenarnya
dari
kehidupan
masyarakat. Manusia
bukanlah dua lakon
yang
yang terpisah. Artinya
sosiologi
bahwa “Polisi” dan
adalah
“Bunga
sebagai individu yang
memiliki
2
Sastra sebagai
Dolly”
terkait
dikaji
dalam
sastra,
manusia
dengan
individu
lain,
di
dalam
kehidupan
bermasyarakat
(Faruk,
2012:
17).
sosiologi
sastra
menghasilkan
tahap teologis, tahap
tahap
metafisis
metafisik, dan tahap
(Faruk, 2012: 23—
pandangan
bahwa
positif. Tahapan ini
24).
Tahap-tahap
karya
adalah
muncul berawal dari
tersebut
menjadikan
manusia
sebagai
individu
yang
sastra
Secara
soiologis
ekspresi dan bagian
pengembangan
terdapat
hubungan
dari masyarakat, dan
pemikiran
yang erat antara karya
dengan
tentang filsafat positif
kemudian
sastra, sastrawan dan
memiliki
(Ritzer
menyatakan
masyarakat.
resiprokal
Dimana
demikian
keterkaitan
dengan
Comte
dan
diri
Goodman, 2014: 16).
sebagai masyarakat.
Tahap
sastrawan yang juga
jaringan-jaringan
Filsafat positif ini ia
berperan
sistem dan nilai dalam
cetuskan
masyarakat
masyarakat
melawan
teologis. Pada tahap
menghasilkan sebuah
Artinya
pandangannya sendiri
ini
karya
yang
nilai-nilai masyarakat
tentang
supernatural
dan
dari
yang terdapat dalam
negatif.
aspek-aspek
religius
kehidupan masyarakat
sebuah karya sastra.
Comte (Ritzer
itu
Bahkan biasanya nilai-
dan Goodman, 2014:
segalanya
nilai
16)
dalam
sebagai
sastra
bersumber
juga.
karya
Melalui
sastra,
sastrawan
dapat
tersebut.
bahwa
tersebut
dijadikan
mengungkapkan apa
media
yang terjadi di dalam
instropeksi diri.
masyarakat.
Maka
ada
bisa
untuk
filsafat
menyatakan
yang
pertama yaitu tahap
kekuatan
menjadi
dasar
(Comte
Ritzer
bahwa yang berproses
Goodman, 2014: 16).
untuk
bukan hanya dunia,
Artinya
tetapi juga kelompok
sesuatu yang absolut
manusia,
dijadikan
dasar
Faruk
Auguste
ilmu
bahwa
Comte adalah tokoh
pengetahuan,
pemikiran.
sastra, sastrawan, dan
sosiologi yang masih
individu, dan pikiran
(2012:
masyarakat memiliki
sangat mendasar dan
pun
mengemukakan
keterkaitan.
berhubungan dengan
tahapan yang
filsafat. Comte lahir
dikemukakan
sastra sendiri secara
di
olehnya.
sederhana
bertujuan
Januari
1798.
mencari
Menurut
Comte
untuk
dan
sebagai
dari itu, antara karya
Sosiologi
dari
Perancis,
19
melalui
ketiga
telah
berada
juga
bahwa dalam tahap
teologis,
Awalnya
masyarakat
24)
manusia
berusaha memperoleh
pengetahuan
absolut
pada tahap teologis,
mengenai awal dan
hubungan antara karya
(Faruk, 2012: 23) ada
lalu
berkembang
akhir. Tahap kedua
sastra, sastrawan, dan
tiga
menjadi tahap positif
yakni metafisik. Pada
masyarakat.
perkembangan
setelah melalui tahap
tahap
Penelitian-penelitian
masyarakat,
transisi yang berupa
masih
tahap
yaitu
3
ini,
manusia
mencari
pengetahuan
yang
tahap perkembangan
masyarakat
absolut, tetapi sudah
akal budi manusia,
perkembangan
tidak lagi berkaitan
sebagai sumber dari
telah
dengan
akal
tahap
kekuatan
supernatural,
melainkan
itu
jelas terlihat adanya
melalui
tiga
beberapa orang yang
seperti
yang
melayat ke makam
diuraikan oleh Comte.
dan
dengan
sosial.
Dilihat
dari
Pada tahap teologis,
terlihat
alam
ketiga
tahap
yang
pengetahuan
duduk
diperoleh
telah
diuraikan
melalui
pengamatan
sebelumnya,
(Faruk,
2012:
diketahui
Tahap
cakupan
Dari siluet tersebut,
yang lebih luas, yakni
hukum-hukum
yang
budi
dimana
24).
metafisik
dapat
bahwa
yang
seorang
anak
berduka
di
samping
absolut terlihat ketika
makam.
orang
Bunga
kematian orang tua
Semua
Bunga,
tua
meninggal.
Peristiwa
dapat
Comte berfokus pada
yang bernyawa pasti
dijadikan
bahwa
faktor
akan mati. Hidup dan
awal dari kehidupan
kekuatan alam yang
Comte
mati
adalah
kelam yang dijalani
bersifat abstrak dapat
Goodman, 2014: 17)
pengetahuan
absolut
Bunga.
menjelaskan
menjelaskan
yang
memandang
semuanya.
intelektual.
(Ritzer
dan
bahwa
selama
ini
Sejak
usia
delapan tahun, Bunga
Tahap
kekacauan intelektual
dipercaya
yang ketiga yitu tahap
merupakan penyebab
ketetapan yang tidak
berkecimpung dengan
positif.
dari kekacauan sosial.
bisa diubah. Kematian
dunia
itu
Terlihat dari kutipan
Tahap
ini
menitikberatkan pada
kelogisan.
sesuatu
Segala
yang
logis
HASIL
PEMBAHASAN
dan sesuai nalar lebih
diperhitungkan.
Comte
“Polisi”
“Bunga
(Ritzer
DAN
dan
Dolly”
memang
sebagai
sebagai
tidak
dijelaskan
dalam
dialog,
namun
dijelaskan
melalui
siluet pada awal lakon
dan
merupakan dua lakon
“Bunga
Goodman, 2014: 16)
yang berbeda namun
Terlihat dari gambar
menyatakan
memiliki
berikut:
bahwa
dalam tahap positif
kecenderungan untuk
manusia
menjadi satu lakon
lebih
menekankan
yang
kepercayaan terhadap
berkesinambungan.
ilmu pengetahuan.
Di
Tahap
teologis,
metafisik,
dan positif merupakan
saling
dalam
tersebut,
lakon
terjadi
perkembangan
intelektual
4
Dolly”.
memang
telah
“keras”.
berikut:
Bunga :
Namaku bunga.
Ya..
namaku
bunga.
Sejak
usia
delapan
tahun
aku
tumbuh
tidak
seperti
gadis
lainnya. Dengan
menggunakan
make up yang
menor,
memakai
rok
mini, dan gaya
hidup
selayaknya
orang dewasa.
Aku
pun
tumbuh
tidak
seperti
gadis
seusiaku. Sejak
usia
delapan
tahun pula, aku
mulai
berpacaran dan
melakukan
hubungan
seksual. Tidak
hanya dengan
seorang
pria
saja,
tapi
dengan lima pra
sekaligus dan
bahkan
aku
pernah
tidur
dengan seorang
penarik becak,
hanya dibayar
20rb .
Kutipan tersebut jelas
menggambarkan
betapa
sejak
keras dalam menjalani
hidupnya.
yang telah dilewati
oleh Bunga, berlanjut
ke tahap yang kedua,
yakni tahap metafisik.
metafisik
berupa hukum alam
yang bersifat abstrak.
tahap
ini,
“Polisi”
tugas-
tugas
untuk
polisi
Polisi
Gondrong
: Yang mesti
ditangkap
Polisi
Tebas
Kasur:
Siapa
yang
ditangkap?
Semua: Yang
mesti ditangkap
Polisi
Sedot
WC: Siapa?
Polisi Sapu Lidi
: Siapa?
Polisi Tongkat
Pel: Siapa?
Polisi
Gondrong
: Siapa?
Polisi
Tebas
Kasur: Siapa?
Polisi
Sedot
WC: Yang tidak
setia pada Raja
Muda
dan
Baginda Wali
Polisi
Sapu
Lidi: Yang tidak
patuh pada Raja
Muda
dan
Baginda Wali
Polisi Tongkat
Pel: Yang tidak
loyal pada Raja
Muda
dan
Baginda Wali
Polisi
Gondrong
: Yang tidak
senang
pada
Raja Muda dan
Baginda Wali.
Hahaha
Polisi
Tebas
Kasur:
Yang
tidak
hormat
pada
Raja
Muda
dan
Baginda Wali
menangkap penjahat.
Namun
konflik
muncul
ketika
banyak
ada
perdebatan
antarpolisi yang tidak
jelas.
Ada
banyak
versi penjahat bagi
mereka.
Pemikiran
tentang
konsep
penjahat
atau
seseorang
yang
dalam
polisi
ditangkap
diri
kelima
tersebut
berbeda. Terlihat dari
kutipan berikut:
Tahap teologis
Sebenarnya
memaparkan
harusnya
kecil,
Bunga telah berjuang
Tahap
di awal pertunjukan
pada
lakon
bisa
dihadirkan
dalam
kehidupan
Bunga.
Kelompok
“polisi”
dalam lakon “Polisi”
Polisi
Sedot
WC: Tangkap!
Polisi Sapu Lidi
: Tangkap!
Polisi Tongkat
Pel: Tangkap!
Polisi
Gondrong
: Tangkap!
Polisi
Tebas
Kasur:
Tangkap!
Polisi
Sedot
WC: Siapa yang
ditangkap?
Polisi Sapu Lidi
: Yang mesti
ditangkap
Polisi Tongkat
Pel: Siapa yang
mesti
ditangkap?
Polisi
Sedot
WC: Yang tidak
setia
berarti
pemberontak
Polisi Sapu Lidi
: Yang tidak
patuh
berarti
merusuh
Polisi Tongkat
Pel: Yang tidak
loyal
berarti
pecundang
Polisi
Gondrong
: Yang tidak
senang,
pembangkang
Polisi
Tebas
Kasur:
Yang
tidak
hormat
berarti
penghianat
Polisi
Sedot
WC: Teroris
Polisi Sapu Lidi
: Anarkis
Polisi Tongkat
Pel: Apatis
Polisi
Gondrong
: Ekstimis
Polisi
Tebas
Kasur:
Oportunis
Dari kutipan tersebut
tahap metafisik dapat
dilihat
dari
pemahaman
polisi
tentang
tugasnya
sebagai
polisi.
Pengetahuan
masih
abstrak
mengenai
ketidakjelasan
5
yang
siapa
yang
seharusnya
ditangkap oleh polisi.
Selain itu, perdebatan
yang berkepanjangan
juga bisa dilihat dari
kutipan berikut:
Polisi
Sedot
WC:
Bagaimana
kalau kita tidak
setia pada Raja
Muda
dan
Baginda
Wali….?
Polisi
Sapu
Lidi:
Bagaimana
kalau kita tidak
patuh pada Raja
Muda
dan
Baginda
Wali…?
Polisi Tongkat
Pel: Bagaimana
kalau kita tidak
loyal pada Raja
Muda
dan
Baginda
Wali…?
Polisi
Gondrong:
Bagaimana
kalau kita tidak
perlu
senang
pada
Raja
Muda
dan
Baginda
Wali…?
Polisi
Tebas
Kasur:
Bagaimana
kalau kita tidak
hormat
pada
Raja Muda dan
Baginda
Wali…?
Polisi
Sedot
WC:
Bagaimana
kalau kita jadi
pemberontak ?
Polisi
Sapu
Lidi:
Bagaimana
kalau kita jadi
perusuh?
Polisi Tongkat
Pel
:
Bagaimana
kalau kita jadi
pecundang?
Polisi
Gondrong:
Bagaimana
kalau
kita
menjadi
pembangkang?
Polisi
Tebas
Kasur:
Bagaimana kita
jadi
penghianat?
Polisi
Sedot
WC:
Jadi
teroris!
Polisi
Sapu
Lidi:
Jadi
anarkis!
Polisi
Gondrong: Jadi
estimis!
Polisi
Tebas
Kasur:
Jadi
oportunis!
Polisi
Sedot
WC:
Teroris!
(membidik
Tebas Kasur)
Tebas
Kasur:
Apatis
(membidik
Sapu Lidi)
(Semua polisi
saling
membidik satu
sama lain).
Kutipan
tersebut
kepada
menjelaskan
bahwa
lelaki hidung belang.
pengetahuan
polisi
Polisi sebagai aparat
yang masih abstrak,
keamanan
mengakibatkan
bertanggung
adanya sikap saling
untuk menyelesaikan
membidik, yang bisa
permasalahan
diartikas
tersebut. Oleh karena
sebagai
sikap
saling
menyalahkan.
Setelah
tahap
metafisis, berlanjut ke
tahap positif. Tahap
posistif menekankan
pada
sesuatu
yang
bisa dinalar atau logis.
Dalam
tahap
ini,
hubungan
lakon
antara
“Polisi”
dan
“Bunga Dolly” bisa
dilihat secara lebih
jelas. Secara logika,
kegiatan
prostitusi
merupakan
pelanggaran terhadap
hukum di Indonesia.
Prostitusi merupakan
bisnis
perdagangan
manusia.
Dimana
perempua
dijadikan
sebagai
dagangan
jawab
itu,
polisi
mengamankan
PSK,
dalam hal ini adalah
melalui
barang
yang
diperjual-belikan oleh
6
mucikari
Bunga. Bisa dilihat
dari kutipan berikut:
Baru
saja
kemarin
aku
dikejar-kejar
Bunga: petugas,
dipukul tilang
bokongku
dengan
pentungan.
Disana...disana.
.aku ditertawai
(tertawa).
Disana
aku
ditertawai, lalu
aku
kembali
pulang,
berusaha
mengeraskan
hatiku,
menguatkan
hatiku, kembali
pada
pilihan,
sebab jika tidak
begitu
meski
kemana
aku
membawa
hidup
ini...meski
kemana
aku
membawa
hidup ini. Kala
gelap
mulai
datang, aku pun
berdandan,
merebakan
diriku di gang
remang-remang
berharap
ada
pelanggan yang
datang, lalu aku
pun
mulai
melakukan
penawaran.
Sering
aku
kalah
dan
memang mesti
mengalah.
Kutipan
tersebut
memberi
bahwa
gambaran
polisi
bertindak
telah
untuk
menertibkan kegiatan
prostitusi. Meskipun
yang
dimaksud
petugas itu terdapat
dalam lakon “Bunga
Dolly”, namun dari
lakon
“Polisi”
terdapat
hal
yang
serupa.
Polisi
berusaha
mencari
penjahat yang harus
ditangkap.
Mereka
bersama-sama
bertindak
untuk
membidik
sasaran.
Terlihat
dalam
kutipan:
Polisi
WC:
Sedot
Kamu
ngintai
apa?
Heyy! Di sini
lho! Di sini!
Siap??
Hitungan ketiga
pasang! Satu,
dua,
tiga
pasang! Satu,
dua,
tiga
pasang! Mana
orang itu?
Polisi Tongkat
Pel: Mana?
Polisi
Sedot
WC: Ssssst
Polisi
Gondrong:
Orang itu!
Polisi Tongkat
Pel: Itu Orang!
Polisi
Sedot
WC:
Itu!
Perhatikan ya,
di situ orang
itu!
Polisi
Tebas
Kasur: Di situ
mana?
Polisi
Gondrong: Itu
orang!
Polisi
Sedot
WC:
Itu!
Perhatikan ya,
Nah! Orang itu
seseorang!
Polisi
Tebas
Kasur: Orang
itu seseorang?
Yang mana?
Polisi
Sapu
Lidi:
Tapi
namanya wajar
kalau orang
Polisi Tongkat
Pel: Asaib alias
biasa
Polisi
Tebas
Kasur:
Bagaimana
itu…
Polisi
Sedot
WC: Lho kamu
itu
melihat
seseorang apa?
Kutipan
tersebut
berhubungan dengan
menjelaskan
tahap
bahwa
polisi sebagai aparat
keamanan
fokus
kajian
yang
berupa perkembangan
intelektual
masyarakat
melalui
teologis,
metafisis, dan positif.
memang
Refleksi
harus bertindak untuk
tersebut bisa dilihat
menyelesaikan setiap
dari tempat prostitusi
pelanggaran
terbesar di Indonesia,
yang
terjadi.
yakni
Pengkajian
Gang
Dolly.
Beberapa waktu yang
“Polisi” dan “Bunga
lalu, prostitusi Dolly
Dolly” melalui kajian
telah
sosiologi sastra, tentu
Pemkot
Surabaya.
disertai
Namun
sepertinya
kegiatan
prostitusi
dengan
refleksi
di
dunia
ditutup
nyata.kehidupan
masih
bermasyarakat
meskipun
khususnya
di
saja
oleh
ada,
tidak
sebesar sebelumnya.
Indonesia tentu ada
konflik atau kasuskasus serupa seperti
dalam lakon “Polisi”
dan “Bunga Dolly”.
Ada
banyak
aspek
dalam lakon tersebut
yang
merupakan
refleksi
kehidupan
nyata.
Namun
ada
batasan yang harus
diberikan
karena
refleksi tersebut harus
7
SURABAYA,
KOMPAS.com
—
Sulastri,
seorang wanita
yang
kini
berumur
29
tahun, mengaku
memilih
menjadi
perempuan
bayaran di salah
satu wisma di
Gang
Dolly,
Surabaya,
setelah
diperkosa
bapaknya.
Kala itu, ayah
Sulastri
kesepian karena
ibunya
meninggal
dunia
akibat
kecelakaan.
Jadilah Sulastri
sebagai tempat
pelampiasan
nafsu bapaknya.
Masa depannya
pun hancur.
"Saya putuskan
nekat ke Dolly.
Saat itu, saya
baru lulus SMA
di
kampung.
Akibat bapak,
saya
hamil.
Terpaksa saya
gugurkan saat
masih
dua
bulan hamil,"
kata perempuan
asal
Tulungagung
itu.
Sejak
tahun
2004, Sulastri
tak
pernah
pulang
ke
kampung
halamannya. Ia
tidak tahu lagi
keberadaan
sanak
keluarganya di
kampung.
"Karenanya,
saya berharap
dan akan terus
berjuang,
bagaimana
(supaya) Dolly
tetap
buka,"
tekannya.
Sulastri adalah
salah satu PSK
di Gang Dolly
yang
aktif
mengikuti aksi
blokade jalan.
"Saya
dan
teman-teman
akan berjuang
mati-matian
bagaimana
(supaya) Dolly
dan Jarak tetap
buka,"
kata
Sulastri.
Ditanya
soal
besarnya uang
kompensasi dari
Pemerintah
Kota Surabaya
senilai
Rp
5.050.000 untuk
PSK dan Rp
5.000.000 untuk
mucikari,
Sulastri tegas
menolaknya.
"Kita menolak
ditutup kok, ya
harus tolak juga
uang
kompensasinya,
" kata Sulastri.
Sulastri
mengaku baru
akan berhenti
bekerja di Dolly
jika
sudah
menikah.
"Banyak
kok
calon yang akan
menikah
dengan
saya.
Tapi masih saya
persiapkan.
Saya
sudah
punya pacar,"
kata perempuan
yang mengaku
pernah diajak
salah
satu
kepala desa di
wilayah
Surabaya ini.
Selama bekerja
di Dolly, tarif
Sulastri
tergolong
mahal.
Per
jamnya
mencapai
Rp
300.000. "Tapi
uang itu masih
dibagi
tiga,
untuk mucikari,
dan
pemilik
wisma,"
kata
dia tanpa mau
menyebutkan
berapa persen
yang ia dapat
untuk
sekali
melayani tamu.
"Tak ada kata
lain selain tetap
tolak penutupan
Dolly.
Walau
sudah
dideklarasikan
oleh Wali Kota,
Dolly dan Jarak
ditutup,
kita
akan
tetap
beroperasi.
Yang
datang
terima
uang
kompensasi itu
mayoritas
bukan
PSK,
melainkan
anggota PKK,"
selorohnya.
(Kompas,
Kamis 19 Juni
2014).
Meskipun
kasus
tersebut tidak sama
persis, namun secara
tahap perkembangan,
Sulastri
apa yang dialami oleh
Bunga.
Sulastri
menjadi PSK berawal
dari
hilangnya
kehormatannya
sebagai
perempuan,
dalam hal ini adalah
keperawanannya.
Tindakan aparat di
sini
terletak
akan
ditutupnya
Gang
Dolly sebagai upaya
pemberantasan
kegiatan
yang
melanggar
hukum
tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan
telah
yang
diuraikan
sebelumnya,
lakon
“Polisi” dan “Bunga
Dolly”
judul
adalah
lakon
dua
yang
sebenarnya memiliki
keterkaitan
satu
dengan yang lainnya.
Perkembangan
intelektual
masyarakat dilakukan
melalui
8
mengalami
tiga
tahap.
Tahap pertama adalah
modernisme.
tehap teologis. Dalam
Yogyakarta:
lakon
Pustaka Pelajar
ini
tahap
teologis terletak pada
Ritzer, George dan
kematian orang tua
Goodman,
Bunga.
Tahap
Douglas
berikutnya
adalah
2014.
J.
tahap metafisis. Tahap
Sociological
metafisis terletak pada
Theory.
ketidaktahuan
Nurhadi.
polisi
akan tugas dan orang
Bantul:
yang harus ditangkap
Wacana
sebagai
penjahat.
Pengetahuan
yang
Terj.
Kreasi
Yatimul, Ainun. 2015.
Sulastri
Jadi
dimiliki polisi masih
PSK di Dolly
abstrak. Tahap yang
Setelah
ketiga
Diperkosa
yaitu
tahap
positif. Tahap ini bisa
Ayahnya_____
dilihat dalam tindakan
(http://regional.
polisi yang berupaya
kompas.com/rea
meindaklanjuti
d/2014/06/19/14
prilaku atau kegiatan
19529/Sulastri.J
yang
adi.PSK.di.Doll
melanggar
hukum.
y.Setelah.Diper
kosa.Ayahnya,
DAFTAR
diakses pada 7
PUSTAKA
April
2015
pukul
17.00
Faruk.
2012.
Pengantar
WIB)
Sosiologi
Sastra:
dari
Strukturalisme
Genetik sampai
Post9
dan “Bunga Dolly” Persembahan Teater Pelangi Malang Indonesia: Kajian
Sosiologi Sastra Auguste Comte
Oleh
Hidayatul Ilmiah
12020074044
PB 2012
Abstrak
Pertunjukan yang bertajuk “Pentas Musim Hujan” menghadirkan lakon “Polisi” yang
disutradarai Ahmad Fauzi dan “Bunga Dolly” yang disutradarai M. Leo Zainy dan
Ranu Kumbala pada 24-25 Februari 2015 di Gedung Sasana Budaya Universitas
Negeri Malang. Dua lakon yang dihadirkan oleh Teater Pelangi Malang Indonesia ini
sebenarnya merupakan dua lakon yang memiliki keterkaitan. “Polisi” diperankan oleh
Kelompok Bermain Kangkung Berseri (KBKB), sedangkan “Bunga Dolly” dimainkan
oleh komunitas Teater Pelangi Malang Indonesia. Lakon yang banyak mengangkat
permasalahan yang terjadi di Indonesia ini menyuguhkan konflik-konflik yang menarik.
Berdasarkan hal tersebut, pendekatan sosiologi sastra tepat digunakan untuk mengkaji
karya sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat. Perkembangan intelektual
masyarakat yang tercermin dalam lakon tersebut tepat dikritisi menggunakan sosiologi
sastra Auguste Comte. Teori perkembangan intelektual Auguste Comte menitikberatkan
pada tiga tahap, yakni tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap positif.
Kata Kunci: perkembangan intelektual, Auguste Comte, Polisi, Bunga Dolly
1
PENDAHULUAN
“Polisi”
“Bunga
dan
dan
Dolly”
Permasalahan
pertunjukan
yang
“Polisi”
merupakan
Pelangi
dari
Malang
refleksi
yang terjadi di dalam
Februari
kehidupan
2015
di
Gedung
Sasana
Budaya,
Universitas
Negeri
membawakan
adegan dengan lucu
yang
sehingga kesan polisi
“Pentas
yang menakutkan dan
Hujan”
ini
tegas
adalah produksi ke-21
dengan tingkah yang
komunitas
humoris
teater
tersebut.
“Polisi”
mengundang
oleh
Kelompok
Bermain
Kangkung
Berseri
“Polisi”,
Teater
(KBKB).
KBKB
Pelangi
Malang
Indonesia
drama
menampilkan
yang
sudah
cukup
lama
Secara
saja, lakon ini dirasa
umum
lakon
disutradarai
Ahmad
sekelompok
cukup
menarik.
oleh
Lakon
yang
ini
disutradarai oleh M.
tentang
Leo Zainy dan Ranu
polisi
Kumbala ini bercerita
Fauzi
berkisah
yang
yang tengah mencari
tentang
gagasan
satu
pokok
di
dalamnya. Keduanya
merupakan
lakon
yang
Erens Levian, Helmi
berkesinambungan
Nur
dan
FIkri,
Ekol
Pambudianto,
Aji
Yayan
Maslina
dan
sesuai
realitas
dengan
kehidupan
masyarakat
yang
sekarang
terjadi.
lain-
Berdasar hal tersebut,
Pementasan
lakon ini dapat dikaji
lakon “Bunga Dolly”
menjadi satu kesatuan
sangat
menggunakan
menarik.
dengan
teori
sosiologi
sastra
Auguste Comte.
diiringi musik yang
pas
menambah
keunikan dari lakon
TEORI
yang menembus 15
“Bunga
Dolly”. Dari judulnya
memiliki
seperti Sandro Tyas,
pertunjukan siluet dan
lakon
di
keberadaannya
Malang.
berjudul
Indonesia,
Diawali
Setelah lakon
merupakan kelompok
komunitas
Pelangi
lain.
penonton.
ditampilan
ini
beberapa
Indriana,
tawa
lain.
yang
oleh
Rahardian,
dan
dengan
dalam, kedua lakon
Wilindra,
digantikan
satu
Lakon ini dimainkan
Malang
tiap
keterkaitan
Jika dicermati lebih
Teater
KBKB
Malang.
Pertunjukan
bertajuk
masyarakat.
di
kesinambungan atau
dunia prostitusi ini.
anggota
permasalahan
Indonesia pada 24-25
yang
berkecimpung
yang
sebenarnya
digelar oleh Teater
bernama
“Bunga”
menangkap penjahat.
diangkat dalam lakon
merupakan
Musim
perempuan
berusaha
besar
Festamasio
Bandung ke-7.
Kedua
ini
kisah
hasil ciptaan manusia,
tidak bisa dilepaskan
lakon
sebenarnya
dari
kehidupan
masyarakat. Manusia
bukanlah dua lakon
yang
yang terpisah. Artinya
sosiologi
bahwa “Polisi” dan
adalah
“Bunga
sebagai individu yang
memiliki
2
Sastra sebagai
Dolly”
terkait
dikaji
dalam
sastra,
manusia
dengan
individu
lain,
di
dalam
kehidupan
bermasyarakat
(Faruk,
2012:
17).
sosiologi
sastra
menghasilkan
tahap teologis, tahap
tahap
metafisis
metafisik, dan tahap
(Faruk, 2012: 23—
pandangan
bahwa
positif. Tahapan ini
24).
Tahap-tahap
karya
adalah
muncul berawal dari
tersebut
menjadikan
manusia
sebagai
individu
yang
sastra
Secara
soiologis
ekspresi dan bagian
pengembangan
terdapat
hubungan
dari masyarakat, dan
pemikiran
yang erat antara karya
dengan
tentang filsafat positif
kemudian
sastra, sastrawan dan
memiliki
(Ritzer
menyatakan
masyarakat.
resiprokal
Dimana
demikian
keterkaitan
dengan
Comte
dan
diri
Goodman, 2014: 16).
sebagai masyarakat.
Tahap
sastrawan yang juga
jaringan-jaringan
Filsafat positif ini ia
berperan
sistem dan nilai dalam
cetuskan
masyarakat
masyarakat
melawan
teologis. Pada tahap
menghasilkan sebuah
Artinya
pandangannya sendiri
ini
karya
yang
nilai-nilai masyarakat
tentang
supernatural
dan
dari
yang terdapat dalam
negatif.
aspek-aspek
religius
kehidupan masyarakat
sebuah karya sastra.
Comte (Ritzer
itu
Bahkan biasanya nilai-
dan Goodman, 2014:
segalanya
nilai
16)
dalam
sebagai
sastra
bersumber
juga.
karya
Melalui
sastra,
sastrawan
dapat
tersebut.
bahwa
tersebut
dijadikan
mengungkapkan apa
media
yang terjadi di dalam
instropeksi diri.
masyarakat.
Maka
ada
bisa
untuk
filsafat
menyatakan
yang
pertama yaitu tahap
kekuatan
menjadi
dasar
(Comte
Ritzer
bahwa yang berproses
Goodman, 2014: 16).
untuk
bukan hanya dunia,
Artinya
tetapi juga kelompok
sesuatu yang absolut
manusia,
dijadikan
dasar
Faruk
Auguste
ilmu
bahwa
Comte adalah tokoh
pengetahuan,
pemikiran.
sastra, sastrawan, dan
sosiologi yang masih
individu, dan pikiran
(2012:
masyarakat memiliki
sangat mendasar dan
pun
mengemukakan
keterkaitan.
berhubungan dengan
tahapan yang
filsafat. Comte lahir
dikemukakan
sastra sendiri secara
di
olehnya.
sederhana
bertujuan
Januari
1798.
mencari
Menurut
Comte
untuk
dan
sebagai
dari itu, antara karya
Sosiologi
dari
Perancis,
19
melalui
ketiga
telah
berada
juga
bahwa dalam tahap
teologis,
Awalnya
masyarakat
24)
manusia
berusaha memperoleh
pengetahuan
absolut
pada tahap teologis,
mengenai awal dan
hubungan antara karya
(Faruk, 2012: 23) ada
lalu
berkembang
akhir. Tahap kedua
sastra, sastrawan, dan
tiga
menjadi tahap positif
yakni metafisik. Pada
masyarakat.
perkembangan
setelah melalui tahap
tahap
Penelitian-penelitian
masyarakat,
transisi yang berupa
masih
tahap
yaitu
3
ini,
manusia
mencari
pengetahuan
yang
tahap perkembangan
masyarakat
absolut, tetapi sudah
akal budi manusia,
perkembangan
tidak lagi berkaitan
sebagai sumber dari
telah
dengan
akal
tahap
kekuatan
supernatural,
melainkan
itu
jelas terlihat adanya
melalui
tiga
beberapa orang yang
seperti
yang
melayat ke makam
diuraikan oleh Comte.
dan
dengan
sosial.
Dilihat
dari
Pada tahap teologis,
terlihat
alam
ketiga
tahap
yang
pengetahuan
duduk
diperoleh
telah
diuraikan
melalui
pengamatan
sebelumnya,
(Faruk,
2012:
diketahui
Tahap
cakupan
Dari siluet tersebut,
yang lebih luas, yakni
hukum-hukum
yang
budi
dimana
24).
metafisik
dapat
bahwa
yang
seorang
anak
berduka
di
samping
absolut terlihat ketika
makam.
orang
Bunga
kematian orang tua
Semua
Bunga,
tua
meninggal.
Peristiwa
dapat
Comte berfokus pada
yang bernyawa pasti
dijadikan
bahwa
faktor
akan mati. Hidup dan
awal dari kehidupan
kekuatan alam yang
Comte
mati
adalah
kelam yang dijalani
bersifat abstrak dapat
Goodman, 2014: 17)
pengetahuan
absolut
Bunga.
menjelaskan
menjelaskan
yang
memandang
semuanya.
intelektual.
(Ritzer
dan
bahwa
selama
ini
Sejak
usia
delapan tahun, Bunga
Tahap
kekacauan intelektual
dipercaya
yang ketiga yitu tahap
merupakan penyebab
ketetapan yang tidak
berkecimpung dengan
positif.
dari kekacauan sosial.
bisa diubah. Kematian
dunia
itu
Terlihat dari kutipan
Tahap
ini
menitikberatkan pada
kelogisan.
sesuatu
Segala
yang
logis
HASIL
PEMBAHASAN
dan sesuai nalar lebih
diperhitungkan.
Comte
“Polisi”
“Bunga
(Ritzer
DAN
dan
Dolly”
memang
sebagai
sebagai
tidak
dijelaskan
dalam
dialog,
namun
dijelaskan
melalui
siluet pada awal lakon
dan
merupakan dua lakon
“Bunga
Goodman, 2014: 16)
yang berbeda namun
Terlihat dari gambar
menyatakan
memiliki
berikut:
bahwa
dalam tahap positif
kecenderungan untuk
manusia
menjadi satu lakon
lebih
menekankan
yang
kepercayaan terhadap
berkesinambungan.
ilmu pengetahuan.
Di
Tahap
teologis,
metafisik,
dan positif merupakan
saling
dalam
tersebut,
lakon
terjadi
perkembangan
intelektual
4
Dolly”.
memang
telah
“keras”.
berikut:
Bunga :
Namaku bunga.
Ya..
namaku
bunga.
Sejak
usia
delapan
tahun
aku
tumbuh
tidak
seperti
gadis
lainnya. Dengan
menggunakan
make up yang
menor,
memakai
rok
mini, dan gaya
hidup
selayaknya
orang dewasa.
Aku
pun
tumbuh
tidak
seperti
gadis
seusiaku. Sejak
usia
delapan
tahun pula, aku
mulai
berpacaran dan
melakukan
hubungan
seksual. Tidak
hanya dengan
seorang
pria
saja,
tapi
dengan lima pra
sekaligus dan
bahkan
aku
pernah
tidur
dengan seorang
penarik becak,
hanya dibayar
20rb .
Kutipan tersebut jelas
menggambarkan
betapa
sejak
keras dalam menjalani
hidupnya.
yang telah dilewati
oleh Bunga, berlanjut
ke tahap yang kedua,
yakni tahap metafisik.
metafisik
berupa hukum alam
yang bersifat abstrak.
tahap
ini,
“Polisi”
tugas-
tugas
untuk
polisi
Polisi
Gondrong
: Yang mesti
ditangkap
Polisi
Tebas
Kasur:
Siapa
yang
ditangkap?
Semua: Yang
mesti ditangkap
Polisi
Sedot
WC: Siapa?
Polisi Sapu Lidi
: Siapa?
Polisi Tongkat
Pel: Siapa?
Polisi
Gondrong
: Siapa?
Polisi
Tebas
Kasur: Siapa?
Polisi
Sedot
WC: Yang tidak
setia pada Raja
Muda
dan
Baginda Wali
Polisi
Sapu
Lidi: Yang tidak
patuh pada Raja
Muda
dan
Baginda Wali
Polisi Tongkat
Pel: Yang tidak
loyal pada Raja
Muda
dan
Baginda Wali
Polisi
Gondrong
: Yang tidak
senang
pada
Raja Muda dan
Baginda Wali.
Hahaha
Polisi
Tebas
Kasur:
Yang
tidak
hormat
pada
Raja
Muda
dan
Baginda Wali
menangkap penjahat.
Namun
konflik
muncul
ketika
banyak
ada
perdebatan
antarpolisi yang tidak
jelas.
Ada
banyak
versi penjahat bagi
mereka.
Pemikiran
tentang
konsep
penjahat
atau
seseorang
yang
dalam
polisi
ditangkap
diri
kelima
tersebut
berbeda. Terlihat dari
kutipan berikut:
Tahap teologis
Sebenarnya
memaparkan
harusnya
kecil,
Bunga telah berjuang
Tahap
di awal pertunjukan
pada
lakon
bisa
dihadirkan
dalam
kehidupan
Bunga.
Kelompok
“polisi”
dalam lakon “Polisi”
Polisi
Sedot
WC: Tangkap!
Polisi Sapu Lidi
: Tangkap!
Polisi Tongkat
Pel: Tangkap!
Polisi
Gondrong
: Tangkap!
Polisi
Tebas
Kasur:
Tangkap!
Polisi
Sedot
WC: Siapa yang
ditangkap?
Polisi Sapu Lidi
: Yang mesti
ditangkap
Polisi Tongkat
Pel: Siapa yang
mesti
ditangkap?
Polisi
Sedot
WC: Yang tidak
setia
berarti
pemberontak
Polisi Sapu Lidi
: Yang tidak
patuh
berarti
merusuh
Polisi Tongkat
Pel: Yang tidak
loyal
berarti
pecundang
Polisi
Gondrong
: Yang tidak
senang,
pembangkang
Polisi
Tebas
Kasur:
Yang
tidak
hormat
berarti
penghianat
Polisi
Sedot
WC: Teroris
Polisi Sapu Lidi
: Anarkis
Polisi Tongkat
Pel: Apatis
Polisi
Gondrong
: Ekstimis
Polisi
Tebas
Kasur:
Oportunis
Dari kutipan tersebut
tahap metafisik dapat
dilihat
dari
pemahaman
polisi
tentang
tugasnya
sebagai
polisi.
Pengetahuan
masih
abstrak
mengenai
ketidakjelasan
5
yang
siapa
yang
seharusnya
ditangkap oleh polisi.
Selain itu, perdebatan
yang berkepanjangan
juga bisa dilihat dari
kutipan berikut:
Polisi
Sedot
WC:
Bagaimana
kalau kita tidak
setia pada Raja
Muda
dan
Baginda
Wali….?
Polisi
Sapu
Lidi:
Bagaimana
kalau kita tidak
patuh pada Raja
Muda
dan
Baginda
Wali…?
Polisi Tongkat
Pel: Bagaimana
kalau kita tidak
loyal pada Raja
Muda
dan
Baginda
Wali…?
Polisi
Gondrong:
Bagaimana
kalau kita tidak
perlu
senang
pada
Raja
Muda
dan
Baginda
Wali…?
Polisi
Tebas
Kasur:
Bagaimana
kalau kita tidak
hormat
pada
Raja Muda dan
Baginda
Wali…?
Polisi
Sedot
WC:
Bagaimana
kalau kita jadi
pemberontak ?
Polisi
Sapu
Lidi:
Bagaimana
kalau kita jadi
perusuh?
Polisi Tongkat
Pel
:
Bagaimana
kalau kita jadi
pecundang?
Polisi
Gondrong:
Bagaimana
kalau
kita
menjadi
pembangkang?
Polisi
Tebas
Kasur:
Bagaimana kita
jadi
penghianat?
Polisi
Sedot
WC:
Jadi
teroris!
Polisi
Sapu
Lidi:
Jadi
anarkis!
Polisi
Gondrong: Jadi
estimis!
Polisi
Tebas
Kasur:
Jadi
oportunis!
Polisi
Sedot
WC:
Teroris!
(membidik
Tebas Kasur)
Tebas
Kasur:
Apatis
(membidik
Sapu Lidi)
(Semua polisi
saling
membidik satu
sama lain).
Kutipan
tersebut
kepada
menjelaskan
bahwa
lelaki hidung belang.
pengetahuan
polisi
Polisi sebagai aparat
yang masih abstrak,
keamanan
mengakibatkan
bertanggung
adanya sikap saling
untuk menyelesaikan
membidik, yang bisa
permasalahan
diartikas
tersebut. Oleh karena
sebagai
sikap
saling
menyalahkan.
Setelah
tahap
metafisis, berlanjut ke
tahap positif. Tahap
posistif menekankan
pada
sesuatu
yang
bisa dinalar atau logis.
Dalam
tahap
ini,
hubungan
lakon
antara
“Polisi”
dan
“Bunga Dolly” bisa
dilihat secara lebih
jelas. Secara logika,
kegiatan
prostitusi
merupakan
pelanggaran terhadap
hukum di Indonesia.
Prostitusi merupakan
bisnis
perdagangan
manusia.
Dimana
perempua
dijadikan
sebagai
dagangan
jawab
itu,
polisi
mengamankan
PSK,
dalam hal ini adalah
melalui
barang
yang
diperjual-belikan oleh
6
mucikari
Bunga. Bisa dilihat
dari kutipan berikut:
Baru
saja
kemarin
aku
dikejar-kejar
Bunga: petugas,
dipukul tilang
bokongku
dengan
pentungan.
Disana...disana.
.aku ditertawai
(tertawa).
Disana
aku
ditertawai, lalu
aku
kembali
pulang,
berusaha
mengeraskan
hatiku,
menguatkan
hatiku, kembali
pada
pilihan,
sebab jika tidak
begitu
meski
kemana
aku
membawa
hidup
ini...meski
kemana
aku
membawa
hidup ini. Kala
gelap
mulai
datang, aku pun
berdandan,
merebakan
diriku di gang
remang-remang
berharap
ada
pelanggan yang
datang, lalu aku
pun
mulai
melakukan
penawaran.
Sering
aku
kalah
dan
memang mesti
mengalah.
Kutipan
tersebut
memberi
bahwa
gambaran
polisi
bertindak
telah
untuk
menertibkan kegiatan
prostitusi. Meskipun
yang
dimaksud
petugas itu terdapat
dalam lakon “Bunga
Dolly”, namun dari
lakon
“Polisi”
terdapat
hal
yang
serupa.
Polisi
berusaha
mencari
penjahat yang harus
ditangkap.
Mereka
bersama-sama
bertindak
untuk
membidik
sasaran.
Terlihat
dalam
kutipan:
Polisi
WC:
Sedot
Kamu
ngintai
apa?
Heyy! Di sini
lho! Di sini!
Siap??
Hitungan ketiga
pasang! Satu,
dua,
tiga
pasang! Satu,
dua,
tiga
pasang! Mana
orang itu?
Polisi Tongkat
Pel: Mana?
Polisi
Sedot
WC: Ssssst
Polisi
Gondrong:
Orang itu!
Polisi Tongkat
Pel: Itu Orang!
Polisi
Sedot
WC:
Itu!
Perhatikan ya,
di situ orang
itu!
Polisi
Tebas
Kasur: Di situ
mana?
Polisi
Gondrong: Itu
orang!
Polisi
Sedot
WC:
Itu!
Perhatikan ya,
Nah! Orang itu
seseorang!
Polisi
Tebas
Kasur: Orang
itu seseorang?
Yang mana?
Polisi
Sapu
Lidi:
Tapi
namanya wajar
kalau orang
Polisi Tongkat
Pel: Asaib alias
biasa
Polisi
Tebas
Kasur:
Bagaimana
itu…
Polisi
Sedot
WC: Lho kamu
itu
melihat
seseorang apa?
Kutipan
tersebut
berhubungan dengan
menjelaskan
tahap
bahwa
polisi sebagai aparat
keamanan
fokus
kajian
yang
berupa perkembangan
intelektual
masyarakat
melalui
teologis,
metafisis, dan positif.
memang
Refleksi
harus bertindak untuk
tersebut bisa dilihat
menyelesaikan setiap
dari tempat prostitusi
pelanggaran
terbesar di Indonesia,
yang
terjadi.
yakni
Pengkajian
Gang
Dolly.
Beberapa waktu yang
“Polisi” dan “Bunga
lalu, prostitusi Dolly
Dolly” melalui kajian
telah
sosiologi sastra, tentu
Pemkot
Surabaya.
disertai
Namun
sepertinya
kegiatan
prostitusi
dengan
refleksi
di
dunia
ditutup
nyata.kehidupan
masih
bermasyarakat
meskipun
khususnya
di
saja
oleh
ada,
tidak
sebesar sebelumnya.
Indonesia tentu ada
konflik atau kasuskasus serupa seperti
dalam lakon “Polisi”
dan “Bunga Dolly”.
Ada
banyak
aspek
dalam lakon tersebut
yang
merupakan
refleksi
kehidupan
nyata.
Namun
ada
batasan yang harus
diberikan
karena
refleksi tersebut harus
7
SURABAYA,
KOMPAS.com
—
Sulastri,
seorang wanita
yang
kini
berumur
29
tahun, mengaku
memilih
menjadi
perempuan
bayaran di salah
satu wisma di
Gang
Dolly,
Surabaya,
setelah
diperkosa
bapaknya.
Kala itu, ayah
Sulastri
kesepian karena
ibunya
meninggal
dunia
akibat
kecelakaan.
Jadilah Sulastri
sebagai tempat
pelampiasan
nafsu bapaknya.
Masa depannya
pun hancur.
"Saya putuskan
nekat ke Dolly.
Saat itu, saya
baru lulus SMA
di
kampung.
Akibat bapak,
saya
hamil.
Terpaksa saya
gugurkan saat
masih
dua
bulan hamil,"
kata perempuan
asal
Tulungagung
itu.
Sejak
tahun
2004, Sulastri
tak
pernah
pulang
ke
kampung
halamannya. Ia
tidak tahu lagi
keberadaan
sanak
keluarganya di
kampung.
"Karenanya,
saya berharap
dan akan terus
berjuang,
bagaimana
(supaya) Dolly
tetap
buka,"
tekannya.
Sulastri adalah
salah satu PSK
di Gang Dolly
yang
aktif
mengikuti aksi
blokade jalan.
"Saya
dan
teman-teman
akan berjuang
mati-matian
bagaimana
(supaya) Dolly
dan Jarak tetap
buka,"
kata
Sulastri.
Ditanya
soal
besarnya uang
kompensasi dari
Pemerintah
Kota Surabaya
senilai
Rp
5.050.000 untuk
PSK dan Rp
5.000.000 untuk
mucikari,
Sulastri tegas
menolaknya.
"Kita menolak
ditutup kok, ya
harus tolak juga
uang
kompensasinya,
" kata Sulastri.
Sulastri
mengaku baru
akan berhenti
bekerja di Dolly
jika
sudah
menikah.
"Banyak
kok
calon yang akan
menikah
dengan
saya.
Tapi masih saya
persiapkan.
Saya
sudah
punya pacar,"
kata perempuan
yang mengaku
pernah diajak
salah
satu
kepala desa di
wilayah
Surabaya ini.
Selama bekerja
di Dolly, tarif
Sulastri
tergolong
mahal.
Per
jamnya
mencapai
Rp
300.000. "Tapi
uang itu masih
dibagi
tiga,
untuk mucikari,
dan
pemilik
wisma,"
kata
dia tanpa mau
menyebutkan
berapa persen
yang ia dapat
untuk
sekali
melayani tamu.
"Tak ada kata
lain selain tetap
tolak penutupan
Dolly.
Walau
sudah
dideklarasikan
oleh Wali Kota,
Dolly dan Jarak
ditutup,
kita
akan
tetap
beroperasi.
Yang
datang
terima
uang
kompensasi itu
mayoritas
bukan
PSK,
melainkan
anggota PKK,"
selorohnya.
(Kompas,
Kamis 19 Juni
2014).
Meskipun
kasus
tersebut tidak sama
persis, namun secara
tahap perkembangan,
Sulastri
apa yang dialami oleh
Bunga.
Sulastri
menjadi PSK berawal
dari
hilangnya
kehormatannya
sebagai
perempuan,
dalam hal ini adalah
keperawanannya.
Tindakan aparat di
sini
terletak
akan
ditutupnya
Gang
Dolly sebagai upaya
pemberantasan
kegiatan
yang
melanggar
hukum
tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan
telah
yang
diuraikan
sebelumnya,
lakon
“Polisi” dan “Bunga
Dolly”
judul
adalah
lakon
dua
yang
sebenarnya memiliki
keterkaitan
satu
dengan yang lainnya.
Perkembangan
intelektual
masyarakat dilakukan
melalui
8
mengalami
tiga
tahap.
Tahap pertama adalah
modernisme.
tehap teologis. Dalam
Yogyakarta:
lakon
Pustaka Pelajar
ini
tahap
teologis terletak pada
Ritzer, George dan
kematian orang tua
Goodman,
Bunga.
Tahap
Douglas
berikutnya
adalah
2014.
J.
tahap metafisis. Tahap
Sociological
metafisis terletak pada
Theory.
ketidaktahuan
Nurhadi.
polisi
akan tugas dan orang
Bantul:
yang harus ditangkap
Wacana
sebagai
penjahat.
Pengetahuan
yang
Terj.
Kreasi
Yatimul, Ainun. 2015.
Sulastri
Jadi
dimiliki polisi masih
PSK di Dolly
abstrak. Tahap yang
Setelah
ketiga
Diperkosa
yaitu
tahap
positif. Tahap ini bisa
Ayahnya_____
dilihat dalam tindakan
(http://regional.
polisi yang berupaya
kompas.com/rea
meindaklanjuti
d/2014/06/19/14
prilaku atau kegiatan
19529/Sulastri.J
yang
adi.PSK.di.Doll
melanggar
hukum.
y.Setelah.Diper
kosa.Ayahnya,
DAFTAR
diakses pada 7
PUSTAKA
April
2015
pukul
17.00
Faruk.
2012.
Pengantar
WIB)
Sosiologi
Sastra:
dari
Strukturalisme
Genetik sampai
Post9