Konsep Manusia Ideal dalam Pandangan Etn

Konsep Manusia Ideal dalam Pandangan Etnik Sunda
(Studi Kasus: Masyarakat Sunda, Desa: Tanjungkerta, Tasikmalaya, Jawa Barat. )
Oleh:
Milka M Miqdar, Nabilah Shalihah, Nurul Annisa, Nurul Budiarsih,
Rifa’I Umami, Yoshinta Dimas Pratiwi1

Abstrak : Nabil
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia memiliki ciri
khas yang berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya, seperti hewan dan tumbuhan.
Manusia memiliki daya nalar, berpikir logis, dan menghubungkan ide-ide secara sadar. Setiap
manusia memiliki potensi yang tertanam pada dirinya. Potensi tersebut mengalami
perkembangan seiring dengan berjalannya waktu, baik bersifat positif maupun negatif. Dalam
pekembangannya, manusia didorong oleh keinginannya untuk dapat menwujudkan
sejarahnya. Manusia akan sadar dengan keberadaannya di dunia sehingga terdorong untuk
berkreativitas sesuai dengan pilihan jalan hidup yang dipilihnya. Manusia cenderung bersifat
tidak puas terhadap hasil yang telah diperolehnya. Hal itu menyebabkan manusia akan terus
berusaha untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu diperlukan karakteristik
sosok manusia ideal, yaitu gambaran mengenai manusia yang sempurna.
Secara bahasa, manusia berasal dari kata “manu” (Sanskerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah, manusia dapat

diartikan sebagai sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah
konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu
oganisme hidup (living organism).Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan,
baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun
kesejarahan.
1

Mahasiswa-mahasiswa Sosiologi Pembangunan A 2013, Universitas negeri Jakarta.

Manusia seutuhnya adalah sebuah matriks yang mempunyai akal, jasmani dan rohani.
Melalui akalnya manusia dapat menciptakan dan mengembangkan teknologi, lewat
jasmaninya manusia dapat menerapkan dan merasakan kemudahan yang diperolehnya dari
teknologi tersebut sedangkan melalui rohani terciptalah peradaban. Lebih dari itu melalui
ketiganya (akal, jasmani, rohani) manusia dapat membuat perubahan di berbagai bidang
sesuai dengan perjalanan waktu yang dilaluinya sebagai upaya penyesuaian terhadap
perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Aspek inilah yang menjadi pembeda
antara manusia dengan mahluk lainnya dalam hal kemampuannya beradaptasi dengan alam.

Manusia dalam kehidupannya mempunyai tiga fungsi, yaitu :
1. Sebagai makhluk tuhan
2. Sebagai makhluk individu
3. Sebagai makhluk sosial budaya
Sebagai makhluk pribadi, manusia terus melakukan interaksi dengan sesamanya sebagai
jalan mencari pemahaman tentang dirinya, lingkungan dan sarana untuk pemenuhan
kebutuhan yang tidak dapat diperolehnya sendiri. Interaksi tersebut sebagai cikal
terbentuknya suatu komunitas sosial yang selanjutnya melahirkan aturan-aturan dan norma
yang disepakati bersama untuk mengatur interaksi yang terjadi tersebut.
Setiap masyarakat memiliki konsep manusia ideal sendiri sesuai dengan pemikirannya
dan perkembangan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal masyarakat itu sendiri . Konsep
manusia ideal secara umum adalah Manusia Berakhlak Mulia sesuai

dengan

UU No.20 Tahun 2003. Manusia ideal adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Konsep ini mencakup semua ciri-ciri
dasar manusia, yaitu memiliki kecerdasan fikiran, kecerdasan perasaan atau akhlak ,
kecerdasan spiritual, kecerdasan berbahasa atau komunikasi, kecerdasan berbudaya, dan

kecerdasan dalam bekerja.
Berdasarkan gambaran diatas maka penulis tertarik untuk membuat penelitian tentang
“Konsep Manusia Ideal dalam Pandangan Etnik Sunda” (Studi Kasus: Desa TanjungKerta,
Tasikmalaya). Untuk itu kelompok akan menggunakan Teori Identitas untuk mendeskripsikan
bagaimana manusia ideal dalam etnik sunda. Pertanyaan penelitian dari masalah yang
dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana konsep manusia ideal dalam
etnik sunda, yang akan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana individu dipandang dalam etnik sunda?

2. Bagaimana Teori Identitas memandang individu dalam etnis sunda?
Metodologi Penelitian : Yoshi
- Lokasi dan Waktu
Penelitian kuliah lapangan ini dilakukan di Desa Tanjungkerta Kecamatan
Pagerageng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Desa tersebut peran pesantren sangatlah
berpengaruh terhadap masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di pesantren Suryalaya yang
berada di Tasikmalaya, Jawa Barat. Lokasi penelitian kami tertuju pada kepala dusun dan
masayarakat disekitar pesantren Suryalaya yang berada di Tasikmalaya. Waktu penelitian
kuliah lapangan dilakukan pada tanggal 8 sampai 10 April 2016. Pencarian data melalui
Observasi dan wawancara langsung pada tanggal 8 dan 10 April 2016 dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan 15.30 WIB

- Subjek Penelitian
Subyek penelitian atau reponden dari penelitian ini diambil dari Populasi dan sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang yang berada di dalam kawasan sekitar
Pesantren Suryalaya. Sedangkan sampelnya adalah sebagian dari populasi yang diambil
secara purposive sesuai data yang dibutuhkan peneliti. Subjek penelitian ini berjumlah 5
responden
- Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif, menurut Borgan dan Taylor
dalam Moleong (2001:3) diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif yang berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati. Dalam
penelitian jenis ini peneliti berusaha mengembangkan konsep dan menghimpun fakta dengan
cermat tanpa melakukan hipotesa, akan tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu
keutuhan

- Teknik Pengumpulan Data
a) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui realita yang ada.
b) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada
narasumber atau informan, dengan maksud untuk mencari informasi yang berkaitan
dengan kajian dalam penelitian ini. Percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak

yaitu pewawancara dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas
pertanyaan penelitian. Dalam hal ini wawancara secara mendalam lebih diutamakan
dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari informan yang dianggap mengerti
tentang permasalahan yang menyangkut masalah penelitian. Wawancara ditujukan
pada informan yang telah terpilih secara purposive sampling
- Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari nara sumber/informan
dengan cara wawancara mendalam (Indepth Interview).
1. Kepala Dusun
2. Masyarakat
3. Ibu PKK
b) Data Sekunder, yaitu data yang didapatkan dari studi kepustakaan atau dokumentasi
yang berupa buku-buku bacaan terkait dengan masalah penelitian, seperti:
1. Buku
2. Jurnal
3. Skripsi
4. Tesis
5. Artikel


Pengertian Etnis Sunda : Milka
Masyarakat Sunda di Desa Tanjungkerta, Tasikmalaya :Pai
Karakteristik Masyarakat Sunda di Desa Tanjungkerta, Tasikmalaya : Mano

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1) kondisi atau
kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi
atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau
fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua
kelompok atau benda; (4) Pada tataran teknis, pengertian epistimologi diatas hanya sekedar
menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata “identik”,
misalnya menyatakan bahwa “sesuatu” itu mirip satu dengan yang lain.2
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Identitas adalah simbolisasi ciri khas
yang mengandung diferensiasi dan mewakili citra organisasi. Identitas dapat berasal dari
sejarah, filosofi atau visi atau cita-cita, misi atau fungsi, tujuan, strategi atau program. Unsur
umum identitas antara lain adalah: (1) Nama, logo, slogan dan mascot, (2) Sistem grafis dan
elemen visual yang standar: warna, gambar, bentuk huruf dan tata letak. (3) Aplikasi pada
media resmi (official) dan media, komunikasi, publikasi dan promosi (komersial). Identitas
dibagi menjadi tiga bentuk yaitu:3 identitas budaya, identitas sosial dan identitas diri atau
pribadi.
1. Identitas Budaya

Identitas budaya merupakan ciri yang muncul karena seseorang itu merupakan anggota
dari sebuah kelompok etnik tertentu, itu meliputi pembelajaran tentang dan penerimaan
tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, dan keturunan dari suatu kebudayaan.
2. Identitas Sosial
Pengertian identitas harus berdasarkan pada pemahaman tindakan manusia dalam konteks
sosialnya. Identitas sosial adalah persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa
yang kamu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang
membedakanmu dengan orang lain.4
Ketika kita membicarakan identitas di situ juga kita membicarakan kelompok. Kelompok
sosial adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah orang yang berinteraksi satu sama
lain dan terlibat dalam satu kegiatan bersama atau sejumlah orang yang mengadakan
hubungan tatap muka secara berkala karena mempunyai tujuan dan sikap bersama;
2

Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Angkasa, 2007),
Hlm.69
3
4

Ibid., Alo Liliweri, hlm. 95

Cris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktik (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka), hlm. 221

hubungan-hubungan yang diatur oleh norma-norma; tindakan-tindakan yang dilakukan
disesuaikan dengan kedudukan (status) dan peranan (role) masing-masing dan antara orangorang itu terdapat rasa ketergantungan satu sama lain.5
Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa, antara
lain: Kelompok Primer adalah kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang
anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan.
Menurut Sherman (1994), setiap orang berusaha membangun sebuah identitas social
(social identity), sebuah representasi diri yang membantu kita mengkonseptualisasikan dan
mengevaluasikan siapa diri kita. Dengan mengetahui siapa diri kita, kita akan dapat
mengetahui siapa diri (Self) dan siapa yang lain (Others).6
Identitas sosial secara umum dipandang sebagai analisa tentang hubungan-hubungan intergroup antar kategori sosial dalam skala besar selain itu identitas sosial juga diartikan sebagai
proses pembentukan konsepsi kognitif kelompok sosial dan anggota kelompok.
Lebih sederhana lagi identitas sosial adalah kesadaran diri secara khusus diberikan kepada
hubungan anatar kelompok dan hubungan antar individu dalam kelompok. Pembentukan
kognitif sosial banyak dipengaruhi oleh pertemuan antara anggota individu dalam kelompok,
orientasi peran individu dan partsipasi individu dalam kelompok sosial.
3. Identitas Diri
Identitas umumnya dimengerti sebagai suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan
pribadi, suatu kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti masa lampaunya sendiri

bagi diri sendiri dan orang lain; kesatuan dan kesinambungan yang mengintegrasikan semua
gambaran diri, baik yang diterima dari orang lain maupun yang diimajinasikan sendiri
tentang apa dan siapa dirinya serta apa yang dapat dibuatnya dalam hubungan dengan diri
sendiri dan orang lain. Identitas diri seseorang juga dapat dipahami sebagai keseluruhan ciriciri fisik, disposisi yang dianut dan diyakininya serta daya-daya kemampuan yang
dimilikinya. Kesemuanya merupakan kekhasan yang membedakan orang tersebut dari orang
lain dan sekaligus merupakan integrasi tahap-tahap perkembangan yang telah dilalui
sebelumnya.
5

Jabal Tarik Ibrahim, Sosiologi Pedesaan (Malang: UMM Press, 2003), hlm.64
Robert A. Baron dan Don Byrne, Psikologi Sosial Jilid I (Jakarta. Erlangga, 2003), hlm. 162163
6

Identitas personal didasarkan pada keunikan karakteristik pribadi seseorang. Perikalu
budaya, suara, gerak-gerik anggota tubuh, warna pakaian, dan guntingan rambut
menunjukkan ciri khas seseorang yang tidak dimiliki seseorang.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Identitas
1. Terbentuknya Identitas
Secara teoritis pembentukan identitas merupakan pemberian makna dari (self-meaning)
yang ditampilkan dalam relasi antarmanusia. Identitas budaya dikembangkan melalui proses

yang meliputi beberapa tahap antara lain:7
 Identitaas Budaya Yang Tak Disengaja
Pada tahap ini, identitas budaya terbentuk secara tidak disengaja atau tidak disadari.
Individu terpengaruh oleh tampilan budaya dominan hanya karena individu merasa budaya
milik individu kurang akomodatif, lalu individu tersebut ikut-ikutan membentuk identitas
baru.
 Pencarian Identitas Budaya
Pencarian identitas budaya meliputi sebuah proses penjajakan, bertanya, dan uji coba atas
sebuah identitas lain. Agak berbeda dengan identitas yang diwariskan dan dipelajari oleh
generasi berikutnya secara tanpa sadar, cultural identity search membutuhkan proses
pencarian identitas budaya, pelacakan, dan pembelajaran budaya.
 Identitas Budaya Yang Diperoleh
Yang selanjutnya adalah cultural identity achievement, yaitu sebuah identitas yang
dicirikan oleh kejelasan dan keyakinan terhadap penerimaan diri individu melalui
internalisasi kebudayaan sehingga budaya tersebut membentuk identitas individu.

 Konformasi: Internalisasi

7


Liliweri, Alo, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: PT LkiS
Pelangi Angkasa, 2007), hlm. 82-86

Proses pemenntukan identitas dapat diperoleh melalui internalisasi yang membentuk
konformasi. Jadi proses internalisasi berfungsi untuk membuat norma-norma yang individu
miliki.

Tabel Hasil Penelitian
Nama

Pandangan

Manusia

Baik Sifat-sifat

Tentang

menurut

Manusia

Masyarakat

Kebiasaan

Kepercayaan

Ciri khas orang sunda

masyarakat

masyarakat

dalam Sunda

Desa Tanjungkerta

sunda

sunda

Akhlak

Pengajian

Sunda
Pak Mamat Menjalankan

Mempunyai

(Kepala

ibadah-ibadah

Akhlak

Dusun

(rajin

baik,

Bojong

beribadah)

Benteng)



100%

Budaya

sunda

masyarakat

Tanjungkerta

kental

sopan sesuai dengan (Manakiban) rutin

beraliran

akan persatuannya dan

terhadap

orang ajaran-ajaran

di

Tareekat

nilai–nilai

lain,

saling agama

pengajian bulanan

Qodiriyah

keagamaannya, terutama

menghargai,

di

Naqsyabandi

dengan adanya Pondok

terbuka terhadap

Tanjungkerta

yah

pesantren Suralaya

yang beriringan

pendatang yang
datang ke Desa

setiap

tgl 23 bulan hijriah
adakan
Desa



Ritual ziarah
ke makam

Tanjungkerta


Ritual benda
benda gaib

Jajat

Bertanggung

Mempunyai

Sudrajat

jawab dengan Akhlak

(Polisi

diri sendiri dan baik,

Desa)

keluarganya.

Sopan, ramah Kental
yang dan

gotong

Tidak bertanggung

berbuat

sama lain, selalu masingberhati-hati

menjaga

dan sesama,

satu keluarga

antar Naqsyabandiyah.
saling

memiliki Akhlak,
pekerti,

Tidak

ada

masalah menerapkan amal,

pendendam.

dilakukan

ilmu

tindakan

melolong sesama.

dan

Tareekat kepercayaan yang sama

Qodiriyah

membantu,

. masing. Ketika budi

preventif,

masyarakat Hampir semua memiliki

royong, beraliran

jawab terhadap silaturahmi

kesalahan, saling diri
menjaga

akan 99%

iman,

dan

akhlaknya

dipengruhi oleh nilainilai keagamaan.

Ibu

Desi Ramah

(Warga

Desa membantu yang siapa

Tanjung Kerta

lain

dan Terbuka terhadap Ramah,

saja royong, religious.

termasuk
pendatang,

gotong Baik, komunikasi yang 99% masyarakat Selain

baik

memiliki

bagus antar tetangga, beraliran

kepercayaan yang

bekerja ke sawah, ke Tareekat

sama,

kebun

Tanjungkerta

dan

akhlaknya

rutin

terhadap tetangga,

pengajian

dll

setelah

bertani, Qodiriyah

mengadakan Naqsyabandiyah.
harian. Sisa

luar
yang

sekali, pengajian satu mengontrak
bulan sekali.

rumah di Desa
Tanjungkerta dan
belum di Tarkim

Desa

memiliki banyak

nya pendatang

maghrib, pendatang-

pengajian satu minggu pendatang

di

dari

Ibu

Ntin Harus baik Memiliki

akhlak Saling

(Ketua PKK terhadap

yang

Dusun

beribadah,

dekat leluhur

Bojong

dengan

Allah,

Gede)

hormat

terhadap

orang lain

baik,

rajin harus

berbagi, Budi pekerti yang Rata-rata
baik,

ingat baik,

tolong disini

menolong

Tareekat

masyarakat Akhlak

yang

beraliran dibalut

dengan

Qodiriyah nilai keagamaan

Naqsyabandiyah.

orang tua, sopan
santun.

Pak Surya
(Ketua
Dusun
Godebag)

Bersahaja

Harus baik, harus Terbuka,
saling
sesame

baik Pemudanya

menolong terhadap yang lain.

aktif, 100% Tareekat Qodiriyah Setiap malam selalu

menolong sesama, Naqsyabandiyah.

mengadakan

saling

pengajian harian.

bergaul

dengan yang lain,

Menurut Pak Mamat budaya sunda kental dengan agama, masyarakatnya bersatu. Di dusun godebak banyak pendatang seperti dari sumatera,
aceh dll. Yang menaikan harga tanah juga orang pendatang. Masyarakat disini bersatu karena adanya pesantren suryalaya. Satu aliran yaitu
tarekat Qhodiriyah Naqsyabandiyah. Kalau dikampung bojong benteng 100% penganut aliran tarekat Qhodiriyah Naqsyabandiyah. Ada
pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak dilaksanakan jam 4 sore. Kalo ada acara keagaman seperti Maulidan masyaraktnya berapartisipasi untuk
mengikuti acara tersebut. rajaban atau maulidan dilaksanakan dengan meriah. Untuk memeriahkan acara tersebut anak-anak Desa menampilkan
aksi panggung seperti kesenian tari, pencak silat, hadroh, dll. Pengajian dilaksanakan pada tanggal 23 Hijriyah. Sedangkan sarana keagamaan di
Desa ini lengkap, bukan karena adanya Pesantren tetapi memang dari nenek moyang itu sudah ada. Perilaku etnis sunda dalam masyarakat di
Desa ini sunda asli. Tapi banyak anak-anak zaman sekarang ini sudah membawa bahasa sunda dengan tidak pantas, seperti kata-kata hewan
keluar. Bahasa sunda di Desa ini masih menggunakan sunda halus. Kemudian ketika ada pendatang atau tamu sangat disambut dengan baik
dengan bahasa sunda yang halus. Kesenian Sunda di Desa ini disambungkan dengan sarana keagamaan, seperti rebana. Pada tahun 2011
kesenian sunda pernah dipanggil jasanya di TMII. Diawal buan Rajab diadakannya acara mapak bulan. Mapak bulan ini diadakan sebelum tgl 1
Rajab untuk menyambut bulan Rajab. Dalam rangka mau maulid kesenian Terbang ini masih digunakan di masjid-masjid. Kesenian Terbang ini
menggunakan ayat-ayat Al-quran untuk melantunkan syairnya.
Selanjutnya menurut Pak Jajat Sudrajat selaku Polisi Desa Suralaya masyarakat sunda sehari-hari khususnya desa ini dengan bermacam
kerjaan ada pns, bertani kebanyakan, kebiasaan-kebiasaan yang bisa membedakan dengan masyarakat lain, budaya sunda kental gotong
royongnya, masih menjaga sistem silaturahim tidak ada perbedaaan, walaupun orang asing dan pendatang, baik sunda mau apapun yang ada
lingkungan ini saling menjaga , saling menertibkan itu adat sunda disini jadi adat timurnya masih kental. Gotong royong nya, silaturahimnya, .
pekerjaan banyak usaha ke kota, jualan dengan adanya bantuan usaha dari pemerintah. Masyarakat sunda itu berbedanya jauh dengan di kota,
kalau di kota batasan dinding udah beda lagi di sunda kental kalau ada suatu masalah misal ada suatu kejadian, ataupun gotong royonng
misalpun membantu saling membantu kental saling bantu gotong royongnya, segi keamannnya juga gitu, keamaann kondusif. Jika ada musibah
misal tetangga sakit cepat menolongnya, kadang tengah malam , mana yang lebih penting yang diutamakan. Gotong royong di pertahankan,

tidak ada perpecahan, kepercayaan yang ada disini, karena lingkungan ini suralaya, suralaya adalah tanjung kerta, jadi kita mengikuti ajaran yg
ada di suralayya, jadi nasabanniyahnya lekat gada yang lain-lainnya. Sifat-sifat masyarakat/kehidupan sehari-hari, karna lekat dengan agama
segala sesuatu penuh pertimbangan, jadi selalu memikirikan sebab akibat karana punya pegangan, ada aturan, apa yang dilakukan apa
menyenangkan atau menyakitkan orang lain, jd selalu hati-hati selalu waspada. Nentuin keputusan tidak berdasarkan agama , karna itu adalah
amal, ibadah, kalau ibadah itu masing-masing individu.
Selain Pak Mamat dan Pak Jajat kami juga mewawancarai warga sekitar yaitu Ibu Desi dan Teh Oca. Menurut mereka kebiasaan orang sunda
sehari-sehari ada yang ke kebun, ke sawah. Kebiasaan yang berbau dengan agama ada pengajian ada yang harian, seminggu sekali, sebulan
sekali. Sifat masyarakat sunda disini baik, ramah, komunikasi dengan tetangga baik, tidak bersaing. Disini hampir semua menganut tarekat
nasabanniyah, jadi gatau yang menganut lain dimana-mananya, mungkin ada tapi ga keliatan. Ciri khas masyarakat tanjung kerta, dengan
masyarakat lain, gada yang beda. Masyarakat yang baik menurut masyarakat sunda, ya kalo ada pendatang bersikap yang baik, disambut,
terbuka , tidak membeda-bedakan. Kalo disini masyarakat yang udah masuk suryalaya disebut ikhwan, yang udah diisi disana, di bersihin jadi
inget zikir terus, inget allah terus,
Begitu juga dengan Ibu Ntin dan Pak Surya, menurut mereka manusia yang bai adalah manusia yang bersahaja dan mau saling tolong
menolong, taat beribadah dan terbuka dengan siapa saja termasuk pendatang yang ingin bertamu. Masyarakat di desa tersebut termasuk
masyarakat yang saling tolong menolong antar sesame. Desa yang hampir 99% Tareekat Naqsyabandiyah ini juga memiliki sifat yang didasari
oleh nilai-nilai agama. Kegiatan agama pun sering dilakukan dengan adanya pengajian rutin dalam seminggu, sebulan dan tahunan. Tidak hanya
orang tua saja yang mengikuti kegiatan tersenut tetapi pemuda-pemuda di Desa tersebut juga aktif dalam menjalankan kegiatan keagamaan
tersebut.
Ketika membicarakan identitas di situ juga akan terlihat identitas yang membicarakan kelompok. Kelompok sosial adalah suatu sistem sosial
yang terdiri dari sejumlah orang yang berinteraksi satu sama lain dan terlibat dalam satu kegiatan bersama atau sejumlah orang yang

mengadakan hubungan tatap muka secara berkala karena mempunyai tujuan dan sikap bersama; hubungan-hubungan yang diatur oleh normanorma; tindakan-tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kedudukan (status) dan peranan (role) masing-masing dan antara orang-orang itu
terdapat rasa ketergantungan satu sama lain. Identitas adalah simbolisasi ciri khas yang mengandung diferensiasi dan mewakili citra organisasi.
Identitas dapat berasal dari sejarah, filosofi atau visi atau cita-cita, misi atau fungsi, tujuan, strategi atau program. Masyarakat sunda yang
mayoritas terdapat di tanah Jawa Barat juga memiliki identitas yang khas dan memiliki konsep tersendiri tentang manusia ideal dalam
pandangan masyarakat sunda..
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dilapangan, identitas sosial, adalah sebuah representasi diri yang membantu
mengkonseptualisasikan dan mengevaluasikan siapa diri individu dalam masyarakat. Pak Mamat sebagai Kepala Dusun Bojong Benteng
memandang bahwa seorang manusia itu seharusnya adalah individu yang menjalankan ibadah-ibadah dengan baik. Hal itu merupakan suatu
kewajiban bagi seorang manusia sebagai bentuk menghormati dan mengimani agamanya. Sedangkan dalam masyarakat sunda seharusnya
manusia yang memiliki etnis sunda mempunyai akhlak yang baik, sopan terhadap orang lain, saling menghargai, dan terbuka terhadap pendatang
yang datang atau sekedar berkunjung ke Desa Tanjungkerta.
Sifat sifat masyarakat sunda dalam pandangannya sebagai kepala dusun dan tokoh informal adat melihat bahwa masyarakat sunda adalah
masyarakat sunda yang menjalankan ibadah-ibadah agama dan melestarikan tradisi yang dimiliki dan diturunkan oleh nenek moyang mereka
seperti kebiasaan melaksanakan pengajian setiap tanggal 23 Hijriah yang biasa disebut dengan Manakiban dan kebiasaan Ziarah atau berkunjung
ke maqam yang disertai dengan tradisi membawa makanan atau seserahan serta ritual mensucikan atau memandikan benda benda gaib yang
sudah turun-menurun.
Budaya sunda Tanjungkerta kental akan solidaritas masyarakat dan nilai-nilai keagamaannya, terutama hadirnya Pondok Pesantren Suralaya
juga memberikan pengaruh penting dalam pelaksanaan ajaran-ajaran islam. kegiatan dan ajaran-ajaran islam terus berlangsung hingga saat ini
yang juga di dukung dengan keyakinan masyarakat Desa Tanjungkerta 100% menganut aliran Tareekat Qodiriyah Naqsyabandiyah.

Berdasarkan data yang didapatkan dari Desa Godebag yang didalamnya terdapat Pesantren Suralaya mengungkapkan bahwa seharusnya
seorang manusia bersifat bersahaja terhadap sesasam sebagai bentuk manusia yang baik. masyarakat etnis sunda memandang manusia harus
memiliki sikap yang baik dan harus bisa menolong sesamanya, karena apabila kita bisa berperilaku baik kepada orang lain maka orang lain akan
berperilaku baik juga terhadap kita. bagi pak surya, masyarakat sunda terdari dari individu-individu yang terbuka kepada orang lain dan
berperilaku baik baik dari orang tua hingga yang muda harus bisa saling bergaul satu sama lain. solidaritas masyarakat sunda terlihat dari
aktifnya mereka dalam setiap keagamaaan yang dilaksanakan oleh desa, dusun maupun pesantren Suralaya khususnya dalam pelaksanaan
pengajian dan penghormatan terhadap leluhurnya.
Hal yang serupa diungkapkan oleh Ketua PKK Dusun Bojong Gede yaitu Ibu Ntin yang memiliki pendapat serupa dengan pendapat
sebelumnya bahwa manusia itu harus memiliki kebaikan dalam dirinya dan senantiasa berbuat baik terhadap orang lain. Ibu Ntin sebagai seorang
tokoh formal berpendapat bahwa dalam masyarakat sunda manusia itu harus memiliki akhlak yang baik, span santun, berperilaku baik,
senantiasan dekat dengan Allah dan Hormat kepada orang tua. masyarakat sunda erat kaitannya dengan sifat saling berbagi satu sama lain,
berbuat baik dan senantiasa mengingat dan menghormati leluhurnya. masyarakat di desa tanjungkerta semua beraliran Tareekat Qodiriyah
Naqsyabandiyah yang membuat masyarakat terikan dengan ajaran-ajaran keagamaan didalamnya dan dekat kaitannya dengan nilai-nilai
keagamaan.
Konsep manusia ideal menurut masyarakat sunda adalah masyarakat yang baik dan saling menjaga silaturahmi antar anggota masyarakat,
memiliki budi pekerti dan taat beragama. bagi masyarakat sekitar, identitas masyarakat sunda hampir semuanya merupakan hasil dari penerapan
individu yang melalui internalisasi kebudaayaan dari nenek moyang sehingga kebudayaan tersebut membentuk identitas individu dan tercermin
dalam nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat sekitar dalam menjalankan kehidupannya. identitas-identitas ini terus berusaha diturunkan
secara turun menurun kepada masyarakat melalui institusi-institusi baik institusi keluarga maupun pendidikan. hal ini ditujukan agar masyarakat
terus mengalami pembelajaran dan penerimaan tentang tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, dan keturunan dari suatu kebudayaan masyarakat
etnis sunda.

Kesimpulan
Dalam masyarakat sunda Desa Tanjungkerta, masyarakat sunda dalam sehari-hari tidak lepas dari kegiatan keagamaan. Hal ini dapat
diketahui karena hampir 99% masyarakat Desa Tanjungkerta adalah aliran Tareekat Naqsyabandiyah. Karena itu, masyarakat sunda di Desa
Tanjungkerta menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam diri mereka untuk menjalankan aktifitas sehari-hari. Konsep Manusia Ideal menurut
masyarakat sunda adalah manusia yang baik perilakunya, taat beragama, bersahaja dan tidak lupa dengan leluhur mereka. Identitas sosial adalah
sebuah representasi diri yang membantu mengkonseptualisasikan dan mengevaluasikan siapa diri individu dalam masyarakat. Seorang manusia
itu seharusnya adalah individu yang menjalankan ibadah-ibadah dengan baik. Hal itu merupakan suatu kewajiban bagi seorang manusia sebagai
bentuk menghormati dan mengimani agamanya. Sedangkan dalam masyarakat sunda seharusnya manusia yang memiliki etnis sunda mempunyai
akhlak yang baik, sopan terhadap orang lain, saling menghargai, dan terbuka terhadap pendatang yang datang atau sekedar berkunjung ke Desa
Tanjungkerta.
Identitas masyarakat sunda merupakan hasil dari internalisasi kebudaayaan dari para leluhur yaitu yang Abah Anom, sehingga kebudayaan
tersebut membentuk identitas individu dan terlihat pada nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat dalam menjalankan kehidupannya.
Identitas tersebut berusaha masuk pada lingkup keluarga dan juga pendidikan untuk penanaman nilai generasi-generasi selanjutnya hal ini
ditujukan agar masyarakat terus mengalami pembelajaran dan penerimaan tentang tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, dan keturunan dari suatu
kebudayaan masyarakat etnis sunda.

F. Referensi


Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Angkasa, 2007



Cris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktik (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka)



Jabal Tarik Ibrahim, Sosiologi Pedesaan (Malang: UMM Press, 2003)



Robert A. Baron dan Don Byrne, Psikologi Sosial Jilid I (Jakarta. Erlangga, 2003),



Liliweri, Alo, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Angkasa, 2007)