Kabinet "Koalisi" SBY.

-- ----

~~~. Pikiran Rakyat
0

Senin

,f

1

17
OJan

2
18

3
19

OPeb'


4

0

Selasa
5

20
OM;;

6

21
OApr

Rabu

7
22


0

8
23

0

Kamis
9

10

24

Jumat

0

11


12

25,

OMej--OJu,,-OJul

26

0

Sabtu

13

27

.-Ags

USep


28

(E:':"'"
Minggu
14

15
29

UC'kl

UNov

~
16

30

31


UD~

I(abinet "I(oalisi" SBY
Oleh SUHARIZAL

ASANGAN
Susilo
Bambang YudhoyonoBoediono sudah ditetapkan KPU sebagai pemenang
Pemilu Presiden 2009. Posisi
tersebut membuat beberapa
partai memilih mengambil sikap pragmatis untuk segera
berkoalisi. Target mendapat jatah kursi menteri lebih realistis
dikejar. Walau masih ada waktu
lima bulan lebih hingga 20 Oktober 2009, bagi-bagi jatah kursi di kabinet mulai dilakukan
parpol pendukung koalisi partai
pengusung SBY-Boediono.
Pasangan SBY-Boediono diusung Partai Demokrat dengaQ
koalisi 23 partai politik. Masingmasing parpol mulai kasak-kusuk memintajatah menteri. Jika tidak dapat jabatan menteri,
jabatan lebih rendah pun seperti Komisaris BUMN, atau duta


P

besar. Dapat dipastikan, setiap
partai pendukung mendapatjatah kursi. Bisa saja jumlahnya
proporsional sesuai jumlah perolehan kursi di DPR RI. Cara
menghitung adalah dengan
membagi perolehan jumlah
kursi partai di DPR dibagi 560
(total kursi DPR) dikalikanjumlah menteri. Misalnya, suatu
partai mendapat 57 kursi dibagi
560 dikalikan jumlah menteri
dalam kabinet (36 menteri), totalnya partai ihl akan mendapat
jatah 3-4 menteri.
Sesuai UU No. 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara, jumlah menteri yang dibolehkan maksimal 34 menteri.
Jika presiden membagi imbang
jatah untuk parpol dan profesional, jatah parpol ada 17menteri. Dahulu, pada masa pemerintahan pertamanya, pengisian
kabinet masa bakti 2004-2009,
SBYterlalu mengikuti permintaan parpol. SBYsibuk meRlpat

dengan parpol-parpol. Belajar
dari pengalaman masa lalu,
SBYdiperkirakan tidak akan lagi teIjebak. SBYsudah menjadi
"magnet" politik bagi parpol.
Yang teIjadi sebaliknya, parpolparpol merapat ke SBY.SBYtidak memiliki kewajiban moral
unruk terlalu diatur ?leh parpol.
Hak prerogatif
Indonesia menganut sistem
presidensial, yang secara otomatis memberikan kekuasaan
~utlak kepada presiden untuk

mengangkat menteri-menteri
karena mereka adalah pembantu presiden. Namun, di,banyak
negara, praktik ketatanegaraan
sedikit berbeda dengan Indonesia. Amerika Serikatdan Filipina yang menganut sistem presidensial, pembenrukan departemen-departemen dan pengangkatan menteri-menteri harus
mendapatkan persetujuan majelis atau salah satu organnya
(di AS adalah Senat, di Filipina
adalah Komisi Pengangkatan),
sehingga pembentukan departemen-departemen
pemerintahan d,m pemilihan menterimenteri oleh presiden hams dapat dipertanggungjawabkan di

hadapan majelis.
Undang-Undang 39/2008 ini
melakukan pendekatan urusanurusan pemerintahan yang harus dijalankan presiden secara
menyeluruh dalam rangka pencapaian tujuan negara. Namun,
dalam melaksanakan urusanurusan tersebut tidak berarti satu urusan dilaksanakan oleh satu kementerian. Akan tetapi, satu kementerian bisa melaksanakan lebih dari satu urusan sesuai dengan tugas yang diberikan oleh presiden (pasal 4, 5,
dan 6). Urusan'tertentu dalam
. pemerintahan tersebut terdiri
atas (a) urusan pemerintahan
yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan
dalam UUD Negara RI Tahun
1945; (b) urusanpemerintahan
yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945; dan (c) urusan pemerin~,*an dalam rangk~ pena~

jaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
UU Kementerian Negara dibentuk agar memberikan kepastian atau jaminan dalam
proses pembentukan kabinet
dan penetapan para menteri,
yang selama ini lebih didasarkan pada aspek kompromi politik seml!ta. Ini berakibat pada
pemborosan dan munculnya
badan-badan atau departemendepartemen yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Selain

itu, selama ini intervensi partai
sangat besar terhadap pemerintahan. Kondisi seperti itu sangat
tidak kondusifbagi pemerintahan dan menyulitkan presiden
dalam menjalankan manajemen pemerintahan.
Tugas Kementerian dalam
pasal 4; "Mernbantu Presiden
dalam menyelenggarakan umsan tertentu dalam pemerintahan". Sepertinya rumusan tugas
itu tidak mencerminkan tanggung jawab sekaligus. Konsekuensi rumusan itu dimana kegagalan bidang pemerintahan
tertentu akan menjadi tanggung
jawab presiden, sehingga menteri keenakan berlindung di bawah "ketek" presiden. Sebaiknya, dalam rumusan itu tergambar tanggung jawab kementerian, misalnya dengan
menambah kalimat dalam pasal
itu "membantu presiden dan
meningkatkan pembangunan
dalam bidang tugasnya".
UU tentang Kementerian negara tegas mengatur larangan
pejabat eksekutif, termasuk presiden dan wapres serta menteri,
rangkap jabatan di partai politik. Jabatan di eksekutif dan
partai politik dipandang akan
mengacaukan waktu dan tenaga pejabat birokrasi. Rangkap
jabatan itu juga memungkinkan

teIjadinya penyelewengan kekuasaan.1\turaniniharusmenjadi barometer utama bagi SBY
menentukan kabinet.
Selain itu, teramat penting
adanya proses yang lebih terbuka dalam seleksi calon menteri
kabinet. Para calon menteri perlu diumumkan agar ada masukan dari masyarakat. mengenai
rekam jejak orang yang bersangkutan.

Marl kita tunggu.***

Penulis, mahasiswa Program Doktor Hukum Ketatanegaraan Universitas Padjadja- '
ran.

Kliplng
-----

Humos

Unpod

2009

-

-

- -