Penerapan Terapi Dengan Pendekatan Cognitive-Behavioral Dalam Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Nyeri Punggung Bawah (NPB) Kronik (Suatu Studi Kasus Pada Pasien NPB Kronik di Rumah Sakit "X" Bandung).

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang efek terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral (C-B) dalam menurunkan intensitas

nyeri pada pasien nyeri punggung bawah (NPB) kronik. Nyeri merupakan alasan

yang paling umum bagi pasien-pasien untuk memasuki tempat perawatan kesehatan dan merupakan alasan yang paling umum diberikan untuk pengobatan terhadap diri sendiri (Turner et al, 1996 dalam Eccleston, 2001). Beberapa data yang ada di negara berkembang menyebutkan insidensi NPB lebih kurang 15% -

20% dari populasi. Nyeri yang dialami oleh pasien NPB tidak berasal dari

kerusakan atau cedera, tapi merupakan hasil dari proses pengolahan oleh otak (pikiran).

Desain penelitian yang digunakan adalah single-group, pretest-posttest

studies. Pengukuran juga dilakukan di pertengahan terapi dan setelah post-test sebagai data penunjang. Secara keseluruhan setiap partispian diukur 5 kali. Dalam menggambarkan setiap kasus, hasil dari setiap pengukuran yang dilakukan pada setiap partisipan dibandingkan, kemudian dibuat deskripsi dan dinamika dari setiap partisipan mengenai nyeri yang dilaporkannya dengan dibantu data-data penunjang. Partisipan dalam penelitian ini adalah dua pasien NPB kronik. Terdapat enam sesi terapi dengan pendekatan C-B yang digunakan dalam penelitian ini. Sebelum dilakukan terapi, setiap partisipan melakukan sesi pre-treatment. Penelitian ini menggunakan McGill Pain Questionnaire (MPQ) oleh Melzack (1975) untuk mengukur rasa sakit yang dialami.

Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa kedua partisipan menunjukkan penurunan intensitas nyeri sebelum (di tes pertama) dan setelah (ketiga untuk tes kelima) terapi. Partisipan I menunjukkan peningkatan untuk rating nyeri pada tes kedua, tetapi pada pengukuran ketiga sampai kelima, rating nyeri menurun. Partisipan II menunjukkan peningkatan pada tes kelima, namun masih di bawah rating pada tes pertama dan kedua. Temuan ini berkaitan dengan latar belakang situasi afektif yang responden tengah hadapi pada saat pengukuran dilakukan.

Saran teoritis dari penelitian ini adalah bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan efektivitas terapi dengan pendekatan C-B pada pasien NPB dengan jumlah partisipan yang lebih banyak dan bervariasi. Adapun saran praktis dari penelitian ini, yaitu terapi dengan pendekatan C-B bisa dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mendukung penanganan pasien dengan NPB.


(2)

iv

ABSTRACT

This research was carried out to gain description about the effect of cognitive-behavioral (C-B) approach therapy in reducing pain intensity on patients with chronic low back pain (LBP). Pain is the most common for patients to enter health-care settings and the most common reason given for self-medication (Turner et al, 1996 in Eccleston, 2001). Some data in developing country said that the incidents of LBP were about 15%-20% of the population. Pain that was experienced by LBP patient was not came from the nociception or injury, but was the result of perceiving process by the brain (thought).

The research design used was single-group, pretest-posttest studies.

Measurement was also conducted in the middle of therapy and after the post test as supporting data. Overall each participant was measured 5 times. In describing each case, the results of any measurements taken on each participant were compared, and then made the description and the dynamics of each participant regarding the reporting of pain with the assistance of supporting data. There were six sessions of C-B approach therapy that been used in this research. Before therapy, each respondent did a pre-treatment session. Respondents in this research were two chronic LBP patients who were in medical treatment at medical private practice in Bandung. This research used the McGill Pain Questionnaire (MPQ) by Melzack (1975) for measured the pain experienced.

Based on the result it can be concluded that both of respondents showed the decrease of the psychological symptoms before (on first test) and after (third to fifth tests) the therapy. Respondent I showed increase for the pain rating on second test, but on third to fifth test, the pain rating was decrease. Respondent II showed increase on the fifth test, but still below her rating on first and second tests. This finding was related with the affective situational background that each respondent was dealing with when the measurement was conducted.

Theoretical suggestions of this study is that further research needs related to the effectiveness of C-B approach therapy in patients with LBP with number of participants who were more numerous and varied. As for the practical advice from this study, the C-B approach therapy can be considered as an alternative to support the treatment of patients with LBP.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Penelitian ... 10

1.4. Metodologi Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahasan Teoritis... 14

2.1.1. Nyeri ... 14

2.1.2. Cognitive Behavioral Therapy ... 24


(4)

viii

2.3. Asumsi ... 50

2.4. Hipotesis ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 51

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 52

3.2.1. Definisi Operasional ... 52

3.3. Alat Ukur ... 54

3.3.1. Data Utama (McGill Pain Questionnaire) ... 54

3.3.2. Data Penunjang ... 56

3.4. Subjek Penelitian ... 56

3.5. Pengolahan Data ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 58

4.1.1. Hasil Kasus 1 (P) ... 59

4.1.2. Hasil Kasus 2 (F) ... 82

4.2. Pembahasan ... 104

4.2.1. Pembahasan Kasus 1 (P) ... 104

4.2.2. Pembahasan Kasus 2 (F) ... 130

4.2.3. Perbandingan Kasus ... 152


(5)

ix

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 156

5.2. Saran Penelitian ... 157

DAFTAR PUSTAKA ... 159

DAFTAR RUJUKAN ... 161 LAMPIRAN


(6)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Indeks Rating Nyeri Total klien 1 (P)... 77

Tabel 4.2. Simptom Sensory Klien 1 (P) ... 78

Tabel 4.3. Simptom Affective klien 1 (P) ... 79

Tabel 4.4. Simptom Evaluative klien 1 (P) ... 79

Tabel 4.5. Intensitas Nyeri Saat Ini (INS) Klien 1 (P) ... 80

Tabel 4.6. The Number of Word Chosen Klien 1 (F) ... 81

Tabel 4.7. Indeks Rating Nyeri Total klien 2 (F)... 99

Tabel 4.8. Simptom Sensory Klien 2 (F) ... 100

Tabel 4.9. Simptom Affective klien 2 (F) ... 101

Tabel 4.10. Simptom Evaluative klien 2 (F) ... 102

Tabel 4.11. Intensitas Nyeri Saat Ini (INS) Klien 2 (F) ... 102


(7)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Alat Ukur

Lampiran 2 Panduan Terapi dengan Pendekatan Cognitive Behavior untuk Nyeri Kronik

Lampiran 3 Handout Skema “Gate Control Theory

Lampiran 4 Handout Hal-hal yang dapat Membuka atau Menutup Gerbang Nyeri Lampiran 5 Handout Daftar Cognitive Errors


(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Nyeri merupakan alasan yang paling umum bagi pasien-pasien untuk memasuki tempat perawatan kesehatan dan merupakan alasan yang paling umum diberikan untuk pengobatan terhadap diri sendiri (Turner et al, 1996 dalam Eccleston, 2001). Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berasosiasi dengan kerusakan jaringan yang aktual atau berpotensi, atau digambarkan sebagai kerusakan-kerusakan seperti itu (http://www.healthpsychology.net/Pain_Management.htm, 2001).

Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai “akut” dan “kronik”. Nyeri akut seringkali adaptif karena mengingatkan individu mengenai kehadiran dan lokasi dari cedera pada lapisan jaringan dan mengoreksi perilaku yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadapnya. Nyeri kronik, di sisi lain, merujuk pada nyeri yang berkelanjutan lebih dari tiga bulan walaupun treatment dan usaha-usaha untuk mengatasinya telah dilakukan individu. Nyeri kronik dapat berdampak pada semua area kehidupan seseorang dan seringkali berasosiasi dengan masalah-masalah fungsional, psikologis, dan sosial. Lebih lanjut lagi,


(9)

2

nyeri kronik dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap keluarga dan rekan-rekan penderita (http://www.healthpsychology.net/Pain_Management.htm, 2001).

Pasien-pasien dengan nyeri kronik dan nyeri akut yang berulang seringkali merasa ditolak oleh elemen-elemen masyarakat yang hadir untuk melayani mereka. Mereka kehilangan keyakinan dan menjadi frustrasi serta terganggu dengan sistem pelayanan kesehatan yang mungkin pada awalnya menciptakan ekspektasi-ekspektasi bagi kesembuhan tetapi mengecewakan para penderita nyeri ketika treatment terbukti tidak adekuat (Turk, 2002). Nyeri kronik merupakan situasi yang menurunkan moral yang mengkonfrontasi penderita tidak hanya dengan stress yang berasal dari nyeri tetapi juga dengan banyak kesulitan-kesulitan lain yang menyertai yang mempengaruhi semua aspek kehidupan (Turk & Monarch, 2002).

Nyeri bisa terdapat pada beberapa bagian tubuh manusia, salah satunya pada punggung sebelah bawah yang umumnya disebut sebagai low back pain atau nyeri punggung bawah (NPB). NPB adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain) (Sadeli & Tjahjono, 2001).

Di Amerika, sekitar 50 – 84 % orang dewasa memiliki keluhan nyeri punggung bawah setiap tahunnya (http://www.columbiaspine.org/conditions/


(10)

3

lower-back-pain, 2009). Dengan prevalensi pada populasi umum kejadian dalam satu bulan adalah 35% - 37% dan prevalensi seumur hidup diperkirakan sekitar 59% (Mounce, 2002). Beberapa data yang ada di negara berkembang menyebutkan insidensi NPB lebih kurang 15% - 20% dari populasi. Di Indonesia, pada tahun 2003, dilaporkan prevalensi seumur hidup NPB antara 59,3% - 62,4% dan prevalensi tahunan antara 20,9% - 31,2% (Handono, 2003 dalam Widodo, 2005). Dalam penelitian multi-center di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia yang dilakukan Perdossi tahun 2002, diketahui bahwa dari sebanyak 4.456 penderita nyeri (25% dari total kunjungan), 819 orang (18,37%) adalah penderita NPB (Meliala, 2004).

Angka kejadian nyeri punggung bawah pada pria dan wanita hampir sama. Puncak prevalensi NPB populasi umum di Amerika pada kelompok usia antara 45 – 60 tahun, dengan prevalensi tertinggi didapatkan pada wanita (Mounce, 2002). Penelitian yang dilakukan Sadeli HA, 1991 yang dilakukan di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSHS Bandung didapatkan angka kejadian tertinggi pada usia 31- 40 tahun, dengan kejadian tertinggi didapatkan pada pria (Sadeli, 1991).

Dalam mengukur rasa nyeri, tidak terdapat cara untuk melihat nyeri atau secara objektif mengukur nyeri. Nyeri tidak muncul pada X-ray atau MRI, dan orang-orang yang memiliki nyeri dapat terlihat normal secara sempurna dan tidak mengalami kerusakan. Hal ini seringkali menjadi sumber frustrasi bagi orang-orang dengan nyeri kronik yang seringkali mendengarkan perkataan seperti, “anda tidak seperti yang sedang mengalami nyeri!” Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, oleh karena itu, apa yang seseorang rasakan menyakitkan dapat


(11)

4

dirasakan tidak begitu menyakitkan pada orang lain. Seseorang yang memberikan rating 7 pada skala 0 - 10 terhadap rasa nyerinya mungkin ratingnya adalah 2 bagi orang lain dengan toleransi rasa nyeri yang lebih tinggi (http:// www.healthpsychology.net/Pain_Management.htm, 2001). Terdapat beberapa kasus yang mana seberapa seriusnya kerusakan tidak berkaitan dengan pengalaman nyeri (Wall PD, 1979 dalam Eccleston, 2001). Nyeri bukan merupakan indikator yang reliabel dari kerusakan jaringan dan kerusakan jaringan bukanlah indikator yang reliabel dari nyeri (Eccleston, 2001).

Berdasarkan wawancara peneliti dengan dr. Nani Kurniani, Sp. S (Kepala Bagian Penyakit Saraf RSHS Bandung), diketahui bahwa banyak pasien yang mengeluhkan nyeri namun setelah diperiksa tidak ditemukan penyebab nyerinya secara spesifik. Pasien-pasien tersebut umumnya merupakan pasien yang dulu pernah didiagnosa penyakit-penyakit yang salah satu manifestasinya adalah nyeri kronik. Namun, ketika penyakit tersebut telah selesai ditangani banyak pasien yang tetap mengeluhkan nyeri. Beberapa pasien mengaku frustrasi dengan nyerinya dan berharap bahwa penanganan medis dapat mempercepat kesembuhannya. Tetapi seringkali tidak diketemukan diagnosa mengenai penyebabnya secara spesifik. Kalaupun terdapat kelainan-kelainan yang memungkinkan menimbulkan nyeri, pengalaman nyeri yang diungkapkan oleh pasien melebihi kadar nyeri yang dimungkinkan berdasarkan diagnosa dokter. Karena tidak diketemukan diagnosa medis yang jelas, maka keluhan-keluhan nyeri tersebut seringkali dikategorikan oleh para neurolog sebagai nyeri yang bersifat “yellow flags” atau berkaitan dengan aspek-aspek psikis.


(12)

5

Dalam penanganan NPB dikenal istilah “red flags” dan “yellow flags”.

Red flags” menunjukkan adanya kelainan serius yang mendasari NPB.

Sementara “yellow flags” adalah faktor psikologis yang sering ditemukan pada penderita NPB dan memberi petunjuk bahwa nyeri cenderung akan berkembang menjadi kronis (Mounce, 2002).

White, William, dan Greenberg (1961) mencatat bahwa kurang dari satu pertiga orang dengan simptom-simptom klinis yang signifikan berkonsultasi dengan dokter. Kebalikannya, 30 – 50% pasien yang mencari penanganan dalam bentuk perawatan primer tidak memiliki gangguan-gangguan yang terdiagnosa secara spesifik (Dworkin & Massoth, 1994), dan lebih dari 80% pada orang-orang dengan nyeri punggung (Deyo, 1986) tidak memiliki dasar diagnosa fisikal nyeri yang teridentifikasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa medikasi yang paling kuat, intervensi bedah yang tercanggih, dan prosedur-prosedur

neuroaugmentation yang paling inovatif sekalipun tidak dapat secara total

mengeliminasi nyeri dan disabilitas pada semua pasien dengan kondisi nyeri kronik (cf. Turk & Okifuji, 1998).

Penanganan nyeri yang hanya ditujukan pada aspek fisiologis saja tidaklah cukup. Penelitian mengenai aspek psikososial pada NPB terhadap perawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara fear-avoidance belief dengan kejadian NPB. Begitu pula antara kecemasan dengan NPB, dan antara depresi dengan NPB (D. H. Febrina, 2008).

Pengalaman nyeri bersifat subjektif, oleh karena itu perlu adanya penanganan terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan aspek psikologis yang


(13)

6

mempengaruhi pengalaman nyeri pasien. Salah satu pendekatan yang menjelaskan keterkaitan antara aspek fisiologis dan psikologis pada nyeri adalah pendekatan

biopsychosocial. Turk dan Flor (1999) menyatakan bahwa premis dasar dari

pendekatan biopsychosocial adalah bahwa faktor-faktor predisposisional dan faktor-faktor biologikal yang ada dapat memulai, mempertahankan, dan memodulasi gangguan-gangguan fisikal (physical pertubations); faktor-faktor predisposisi dan psikologis yang ada mempengaruhi penilaian dan persepsi dari tanda-tanda fisiologis internal; dan faktor-faktor sosial membentuk respon-respon

behavioral dari pasien terhadap persepsi-persepsi dari gangguan-gangguan fisikal

mereka (Asmundson & Wright, 2004).

Pendekatan biopsychosocial memunculkan beberapa model teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan antara faktor biologis, psikologis, dan sosial dalam nyeri. Salah satunya adalah model Fear-Avoidance yang diajukan oleh Vlaeyen dan Linton. Secara singkat model ini menjelaskan bahwa jika seseorang menilai pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang mengancam (misalnya dipandang sebagai peristiwa negatif yang tidak dapat diatasi), hal itu membuat orang tersebut bertindak secara maladaptif yang mempertahankan fear-avoidance cycle dan meningkatkan disabilitas (Vlaeyen dan Linton, 2000 dalam Asmundson dan Wright, 2004). Secara empirik, Vlaeyen dan Linton (2000) mempublikasikan

review yang menunjukkan penemuan-penemuan yang terus bertambah yang

membenarkan postulat dari model fear-avoidance (Asmundson dan Wright, 2004). Misalnya, dalam sampel pasien-pasien nyeri muskuloskeletal kronik, Asmundson dan Taylor (1996) menemukan bahwa anxiety sensitivity secara


(14)

7

langsung memengaruhi ketakutan terhadap nyeri, yang juga secara langsung memengaruhi perilaku melarikan diri atau menghindar. Penemuan ini direplikasi pada remaja oleh Muris pada tahun 2001, dan pada orang dewasa dengan keluhan-keluhan nyeri yang lebih heterogen oleh Zvolensky, Goodie, Mcneil, Sperry, & Sorrell pada tahun 2001 (Asmundson dan Wright, 2004).

Berdasarkan uraian mengenai pendekatan biopsychosocial dan salah satu modelnya, yaitu model fear-avoidance, penanganan nyeri diharapkan tidak lagi hanya berfokus pada aspek fisiologis, tetapi perlu juga penanganan aspek psikologis pasien. Salah satu bentuk treatment yang cukup diterima dalam penanganan nyeri adalah intervensi yang menggunakan pendekatan

Cognitive-Behavioral (C-B). Terapi dengan pendekatan Cognitive Behavioral (C-B)

merupakan terapi yang menggabungkan pendekatan kognitif dan behavioral

(Ledley, 2005). Terapi dengan pendekatan C-B merupakan kombinasi dan integrasi dari treatments yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh dari faktor-faktor yang mempertahankan tingkah laku, belief, dan pola-pola pemikiran pasien yang maladaptif (Eccleston, 2001). Terapi dengan pendekatan C-B didesain untuk membantu para pasien mengenali, mengevaluasi, dan memperbaiki konseptualisasi-konseptualisasi yang maladaptif dan beliefs

yang disfungsional mengenai diri mereka sendiri dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Pasien diajari untuk mengenali koneksi yang menghubungkan kognisi, afek, dan perilaku terhadap konsekuensi yang mengikutinya (Turk, 2002).


(15)

8

Perspektif Cognitive-Behavioral (C-B) pada penanganan nyeri berfokus pada membantu pasien dengan serangkaian teknik untuk menolong mereka mendapatkan sense of control terhadap efek dari nyeri pada kehidupan mereka sebagaimana secara aktual memodifikasi aspek afektif, behavioral, kognitif dan faset sensori dari pengalaman nyeri. Pengalaman-pengalaman behavioral

membantu untuk menunjukkan kepada pasien bahwa mereka mampu lebih dari yang mereka kira, memperkuat perasaan mereka mengenai kompetensi personal. Teknik-teknik kognitif membantu untuk menempatkan respon-respon afektif,

behavioral, kognitif, dan sensori di bawah kendali pasien (Turk, 2002). Treatment

ini dapat menghasilkan perubahan dari belief mengenai pain, coping style, dan tingkat keparahan nyeri yang dilaporkan, sebagaimana perubahan behavioral yang langsung. Lebih lanjut, treatment yang menghasilkan peningkatan dalam persepsi kontrol terhadap nyeri dan penurunan dari catastrophizing berasosiasi dengan penurunan rating tingkat keparahan nyeri dan disabilitas fungsional (Sullivan, et al., 2001; Turner & Aaron, 2001).

Pendekatan cognitive-behavioral (C-B) diposisikan tidak sebagai pengganti dari penanganan kesehatan tradisional (medis) tetapi digunakan sebagai intervensi pelengkap untuk mendukung kesembuhan pasien. Dengan pendekatan

C-B, penderita nyeri dibantu untuk mempelajari metode-metode dan keterampilan-keterampilan yang dapat membantu mereka berfungsi lebih baik dan meningkatkan kualitas kehidupan mereka meskipun mengalami nyeri (Turk, 2002). Ketika pasien nyeri mampu untuk beradaptasi dengan nyerinya, diharapkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien akan berkurang.


(16)

9

Pada tahun 1998, Morley, Eccleston, dan Williams melakukan penelitian mengenai perbandingan efektivitas treatment cognitive-behavioral dengan kondisi kelompok kontrol dan alternatif treatment lainnya. Hasil penelitian tersebut kemudian dipublikasikan dalam jurnal yang dikeluarkan IASP (International

Association for The Study of Pain) pada tahun 1999. Kesimpulan yang diambil

dari penelitian tersebut adalah bahwa dibandingkan dengan treatment-treatment yang lain, terapi dengan pendekatan C-B menampilkan perubahan yang lebih besar terhadap domain-domain dari pengalaman nyeri, coping dan penilaian kognitif (yang bersifat positif), serta mengurangi pengekspresian perilaku dari nyeri. Morley dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa treatment-treatmnet psikologis yang berdasarkan pada prinsip cognitive-behavioral adalah efektif (Morley, Eccleston, Williams, 1999).

Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai efektivitas intervensi dengan pendekatan Cognitive-Behavior (C-B) belum banyak dilakukan. Penerapan terapi dengan pendekatan C-B dalam menangani nyeri juga belum pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan terapi dengan pendekatan C-B merupakan bentuk terapi yang relatif masih baru di Indonesia. Penelitian-penelitian di luar negeri mengenai efektivitas terapi dengan pendekatan C-B terhadap pasien nyeri kronik yang disimpulkan efektif, termasuk pada NPB, belum tentu menghasilkan hal yang sama di Indonesia. Penelitian-penelitian sebelumnya diadakan di negara-negara dengan value yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. Value mempengaruhi

beliefs yang dimiliki seseorang dan bagaimana seseorang memandang hal-hal


(17)

10

dalam memandang penyakit, khususnya NPB, akan berbeda dengan masyarakat yang dijadikan responden pada penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, efektivitasnya pun mungkin akan berbeda.

Berdasarkan uraian mengenai terapi dengan pendekatan C-B pada penderita NPB kronik di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hasil dari penerapan terapi dengan pendekatan C-B dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien nyeri punggung bawah kronik di Rumah Sakit “X” Bandung.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana penerapan terapi dengan pendekatan

Cognitive-Behavioral dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien nyeri

punggung bawah kronik di Rumah Sakit “X” Bandung?

1.3. Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan terapi dengan pendekatan Cognitive Behavioral dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien nyeri punggung bawah kronik di Rumah Sakit “X” Bandung

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan pemahaman mengenai penerapan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien nyeri punggung bawah kronik di Rumah Sakit “X” Bandung dan aspek-aspek


(18)

11

psikologis yang berkaitan dengan nyeri, sebagai dampak dari menjalani terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral.

1.3.4. Kegunaan Penelitian 1.3.4.1. Kegunaan Praktis

 Bagi pasien nyeri punggung bawah kronik, dengan mengetahui hasil dari penerapan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dalam menurunkan intensitas nyeri diharapkan dapat memahami faktor-faktor psikologis yang mungkin berperan dalam intensitas nyeri yang dirasakan dan menjadi bahan pertimbangan untuk menggunakan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral.

 Bagi pihak yang mendampingi pasien, dengan mengetahui hasil dari penerapan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dalam menurunkan intensitas nyeri, diharapkan dapat memberikan dukungan secara proporsional sesuai dengan pendekatan Cognitive-Behavioral.

 Bagi pihak rumah sakit, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang mempertimbangkan faktor-faktor psikologis sesuai dengan pendekatan Cognitive-Behavioral pada pasien nyeri punggung bawah kronik.

1.3.4.2. Kegunaan Teoretis

 Sebagai bahan masukan bagi ilmu psikologi khususnya dalam bidang psikologi klinis mengenai pengaruh terapi dengan pendekatan


(19)

Cognitive-12

Behavioral dalam terhadap pengalaman nyeri pada pasien nyeri punggung

bawah kronik di Rumah Sakit “X” Kota Bandung.

 Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti mengenai efektivitas terapi dengan pendekatan

Cognitive-Behavioral dan mendorong dikembangkannya penelitian-penelitian lain

yang berhubungan dengan topik tersebut.

1.4. Metodologi Penelitian

Penelitian ini mencoba untuk mengetahui penerapan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dalam menurunkan derajat intensitas nyeri pada pasien nyeri punggung bawah kronik di Rumah Sakit “X” Bandung. Pengukuran dan penelitian ini dibagi dua, yaitu pengukuran untuk memperoleh data utama, dan pengukuran untuk memperoleh data penunjang. Pengukuran intensitas nyeri menggunakan McGill Pain Questionnaire (MPQ).

Pada pengukuran untuk memperoleh data utama, pengukuran pertama

(pre-test) terhadap intensitas nyeri dilakukan sebelum pemberian sesi-sesi terapi

Kemudian setelah seluruh sesi terapi selesai, pasien diukur kembali intensitas nyerinya (post-test). Rentang waktu antara post-test dengan pemberian sesi terakhir terapiadalah 1 minggu.

Pada pengukuran untuk memperoleh data penunjang, pengukuran pertama data penunjang dilakukan di pertengahan pemberian sesi, yaitu sebelum dimulainya sesi keempat terapi. Kemudian seminggu setelah post-test pengukuran kembali dilakukan dua kali berturut-turut dengan rentang 1 minggu.


(20)

13

Hasil setiap pengukuran kemudian dibandingkan untuk menguji penerapan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien nyeri punggung bawah kronik.


(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan tentang penerapan terapi dengan pendekatan

Cognitive-Behavioral (C-B) dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien nyeri

punggung bawah kronik, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dapat mengurangi

intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien Nyeri Punggung Bawah Kronik.

2. Kelancaran proses terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral

dipengaruhi oleh keterbukaan klien dalam menerima konsep-konsep baru dan kesediaan untuk terlibat aktif, baik dalam proses konseling di setiap sesi maupun dalam melakukan pekerjaan rumah yang diberikan.

3. Perbedaan latar belakang dan pengalaman-pengalaman di masa lalu memengaruhi bagaimana pasien Nyeri Punggung Bawah Kronik dalam menangani nyeri.


(22)

157

4. Intensitas nyeri berkaitan dengan situasi yang dialami oleh pasien. Ketika situasi dirasakan tidak nyaman, intensitas nyeri akan meningkat.

5. Terdapat kecenderungan bahwa tanpa disadari pasien “menggunakan” nyeri untuk mendapatkan konsekuensi yang menguntungkan dari lingkungan, sehingga respon nyeri dipertahankan.

5.2 SARAN PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diajukan saran teoritis dan praktis, sebagai berikut :

Saran Teoritis:

1. Penelitian ini hanya dilakukan terhadap dua sampel dengan karakteristik yang mirip, sehingga kesimpulan yang diperoleh bersifat terbatas dan tidak dapat digeneralisir dengan luas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden pasien nyeri yang lebih banyak dan lebih variasi seperti dalam hal gender dan usia.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk melihat hubungan antara keterbukaan pasien dengan kelancaran proses terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dan hasil penurunan nyeri. 3. Perbedaan latar belakang kedua pasien menampilkan perbedaan


(23)

158

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara pola asuh, latar belakang kehidupan, atau trauma masa kecil dengan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral (C-B) atau dengan intensitas nyeri.

4. Hasil pengukuran menunjukkan intensitas nyeri sangat dipengaruhi oleh situasi yang tengah dialami pasien. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai hubungan antara situasi lingkungan dengan intensitas nyeri.

5. Dari penelitian diketahui bahwa kedua pasien menggunakan nyeri sebagai sarana untuk memperoleh kompensasi ataupun toleransi. Hal ini perlu dieksplorasi lebih lanjut untuk memeroleh pola dinamika psikologi munculnya respon nyeri secara umum.

Saran Praktis:

1. Bagi pihak rumah sakit atau medis, berdasarkan penelitian ini, terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral bisa dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mendukung penanganan pasien dengan nyeri punggung bawah kronik.

2. Bagi pasien yang akan menggunakan terapi dengan pendekatan

Cognitive-Behavioral untuk mengatasi nyerinya disarankan untuk

bersikap terbuka dan bersedia terlibat aktif dalam terapi karena dapat memengaruhi kelancaran proses terapi.


(24)

159

DAFTAR PUSTAKA

Asmundson, G. & Wright, K. 2004. Biopsychosocial Approach to Pain. Dalam Hadjistavropoulos, T. & Craig, K. (penyunting). Pain: Psychological Perspectives, hal 35 - 57. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Golden, B.A. & Barbera, L.S. 2005. Biopsychosocial Treatment of Pain. Dalam Freeman, A. et al. (penyunting). Encyclopedia of Cognitive Behavior Therapy, hal 74-76. New York: Springer Science+Business Media, inc.

Graziano, A.M. & Raulin, M.L. . 2000. Research Methods: A Process of Inquiry. Needham Heights: Allyn & Bacon

Hadjistavropoulos, T. & Craig, K. (penyunting). 2004. Pain: Psychological

Perspectives. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Handono, K. 2003. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang. Dalam Wibowo, BS. Peran Neurofisiologi pada Nyeri Pinggang. Manado: Kelompok Studi Nyeri Pinggang Indonesia.

Ledley, D.R. et al. 2005. Making Cognitive-Behavioral Therapy Work: Clinical

Process for NewPractitioners. New York: The Guilford Press.

Meliala, L. & Pinzon, R. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri

Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. (penyunting). Kumpulan

Makalah Pain Symposium: Toward Mechanism Based Treatment, hal 109 - 116. Yogyakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Meliala, L. & Suryamiharja, A (penyunting). 2007. Penuntun Penatalaksanaan

Nyeri Neuropatik. Yogyakarta: Medikagama Press.

Otis, J.D. 2007. Managing Chronic Pain: A Cognitive-Behavioral Approach


(25)

160

Polhaupessy, L.F. 2009. Instruksi untuk Teknik Treatment Relaksasi Otot. Dalam Biro Psikologi Nimpoeno-Soetardjo (penyunting). Modul Pelatihan Terapi Perilaku: Behavioral Therapy. Bandung: Biro Psikologi NS.

Sadeli, H.A. 1991. Pola Penyebab Pasien Nyeri Pinggang. Bandung: UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Unpad.

Sadeli, H.A. & Tjahjono, B. 2001. Nyeri Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. (penyunting). Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan, hal 145 - 167. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Thorn, B.E. 2004. Cognitive Therapy for Chronic Pain. New York: The Guilford Press.

Turk, D.C. 2002. A Cognitive Behavioral Perspective on Treatment of Chronic

Pain Patients. Dalam Turk, D.C. & Gatchel, R.J. (penyunting).

Psychological Approach to Pain Management: A Practicioner’s Handbook 2nd ed, hal 138 - 158. New York: Guilford Press.

Turk, D.C. & Gatchel, R.J. 2002 (penyunting). Psychological Approach to Pain

Management: A Practicioner’s Handbook 2nd ed. New York: Guilford

Press.

Turk, D.C. & Monarch, E.S. 2002. Biopsychosocial Perspective on Chronic Pain. Dalam Turk, D.C. & Gatchel, R.J. (penyunting). Psychological Approach to Pain Management: A Practicioner’s Handbook 2nd ed, hal 3 - 29. New York: Guilford Press.


(26)

161

DAFTAR RUJUKAN

Departement of Neurological Surgery. 2009. Lower Back Pain. Melalui http://www.columbiaspine.org/conditions/lower-back-pain/ [14/12/09]

Eccelston, C. 2001. Role of Psychology in Pain Management. British Journal of Anaesthesia 87: 144-152.

Febrina, Dwi Hany. 2008. Hubungan Aspek Psikososial Nyeri Punggung Bawah dengan Disabilitas pada Perawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Tesis, Bandung: Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Morley, S. et. al. 1999. Systematic Review and Meta-analysis of Randomized Controlled Trials of Cognitive Behaviour Therapy and Behaviour

Therapy for Chronic Pain in Adults, excluding Headache. Pain 80: 1-13

Mounce, K. 2002. Back Pain. Melalui http://rheumatology.oxfordjournals.org /cgi/content/full/41/1/1 [14/12/09].

The Health Psychology Network. 2001. Pain Management. Melalui http://www.healthpsychology.net/Pain_Management.htm [08/07/09].

Turner, J.A. & Aaron, L.A. 2001. Pain-related Catasthrophizing: What is it? .

Clinical Journal of Pain 17: 65-71


(1)

156

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan tentang penerapan terapi dengan pendekatan

Cognitive-Behavioral (C-B) dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien nyeri

punggung bawah kronik, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dapat mengurangi

intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien Nyeri Punggung Bawah Kronik.

2. Kelancaran proses terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral

dipengaruhi oleh keterbukaan klien dalam menerima konsep-konsep baru dan kesediaan untuk terlibat aktif, baik dalam proses konseling di setiap sesi maupun dalam melakukan pekerjaan rumah yang diberikan.

3. Perbedaan latar belakang dan pengalaman-pengalaman di masa lalu memengaruhi bagaimana pasien Nyeri Punggung Bawah Kronik dalam menangani nyeri.


(2)

4. Intensitas nyeri berkaitan dengan situasi yang dialami oleh pasien. Ketika situasi dirasakan tidak nyaman, intensitas nyeri akan meningkat.

5. Terdapat kecenderungan bahwa tanpa disadari pasien “menggunakan” nyeri untuk mendapatkan konsekuensi yang menguntungkan dari lingkungan, sehingga respon nyeri dipertahankan.

5.2 SARAN PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diajukan saran teoritis dan praktis, sebagai berikut :

Saran Teoritis:

1. Penelitian ini hanya dilakukan terhadap dua sampel dengan karakteristik yang mirip, sehingga kesimpulan yang diperoleh bersifat terbatas dan tidak dapat digeneralisir dengan luas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden pasien nyeri yang lebih banyak dan lebih variasi seperti dalam hal gender dan usia.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk melihat hubungan antara keterbukaan pasien dengan kelancaran proses terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dan hasil penurunan nyeri. 3. Perbedaan latar belakang kedua pasien menampilkan perbedaan


(3)

158

Universitas Kristen Maranatha

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara pola asuh, latar belakang kehidupan, atau trauma masa kecil dengan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral (C-B) atau dengan intensitas nyeri.

4. Hasil pengukuran menunjukkan intensitas nyeri sangat dipengaruhi oleh situasi yang tengah dialami pasien. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai hubungan antara situasi lingkungan dengan intensitas nyeri.

5. Dari penelitian diketahui bahwa kedua pasien menggunakan nyeri sebagai sarana untuk memperoleh kompensasi ataupun toleransi. Hal ini perlu dieksplorasi lebih lanjut untuk memeroleh pola dinamika psikologi munculnya respon nyeri secara umum.

Saran Praktis:

1. Bagi pihak rumah sakit atau medis, berdasarkan penelitian ini, terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral bisa dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mendukung penanganan pasien dengan nyeri punggung bawah kronik.

2. Bagi pasien yang akan menggunakan terapi dengan pendekatan

Cognitive-Behavioral untuk mengatasi nyerinya disarankan untuk

bersikap terbuka dan bersedia terlibat aktif dalam terapi karena dapat memengaruhi kelancaran proses terapi.


(4)

Asmundson, G. & Wright, K. 2004. Biopsychosocial Approach to Pain. Dalam Hadjistavropoulos, T. & Craig, K. (penyunting). Pain: Psychological Perspectives, hal 35 - 57. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Golden, B.A. & Barbera, L.S. 2005. Biopsychosocial Treatment of Pain. Dalam Freeman, A. et al. (penyunting). Encyclopedia of Cognitive Behavior Therapy, hal 74-76. New York: Springer Science+Business Media, inc.

Graziano, A.M. & Raulin, M.L. . 2000. Research Methods: A Process of Inquiry. Needham Heights: Allyn & Bacon

Hadjistavropoulos, T. & Craig, K. (penyunting). 2004. Pain: Psychological

Perspectives. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Handono, K. 2003. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang. Dalam Wibowo, BS. Peran Neurofisiologi pada Nyeri Pinggang. Manado: Kelompok Studi Nyeri Pinggang Indonesia.

Ledley, D.R. et al. 2005. Making Cognitive-Behavioral Therapy Work: Clinical

Process for NewPractitioners. New York: The Guilford Press.

Meliala, L. & Pinzon, R. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri

Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. (penyunting). Kumpulan

Makalah Pain Symposium: Toward Mechanism Based Treatment, hal 109 - 116. Yogyakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Meliala, L. & Suryamiharja, A (penyunting). 2007. Penuntun Penatalaksanaan


(5)

160

Universitas Kristen Maranatha

Polhaupessy, L.F. 2009. Instruksi untuk Teknik Treatment Relaksasi Otot. Dalam Biro Psikologi Nimpoeno-Soetardjo (penyunting). Modul Pelatihan Terapi Perilaku: Behavioral Therapy. Bandung: Biro Psikologi NS.

Sadeli, H.A. 1991. Pola Penyebab Pasien Nyeri Pinggang. Bandung: UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Unpad.

Sadeli, H.A. & Tjahjono, B. 2001. Nyeri Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. (penyunting). Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan, hal 145 - 167. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Thorn, B.E. 2004. Cognitive Therapy for Chronic Pain. New York: The Guilford Press.

Turk, D.C. 2002. A Cognitive Behavioral Perspective on Treatment of Chronic

Pain Patients. Dalam Turk, D.C. & Gatchel, R.J. (penyunting).

Psychological Approach to Pain Management: A Practicioner’s Handbook 2nd ed, hal 138 - 158. New York: Guilford Press.

Turk, D.C. & Gatchel, R.J. 2002 (penyunting). Psychological Approach to Pain

Management: A Practicioner’s Handbook 2nd ed. New York: Guilford

Press.

Turk, D.C. & Monarch, E.S. 2002. Biopsychosocial Perspective on Chronic Pain. Dalam Turk, D.C. & Gatchel, R.J. (penyunting). Psychological Approach to Pain Management: A Practicioner’s Handbook 2nd ed, hal 3 - 29. New York: Guilford Press.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Departement of Neurological Surgery. 2009. Lower Back Pain. Melalui http://www.columbiaspine.org/conditions/lower-back-pain/ [14/12/09]

Eccelston, C. 2001. Role of Psychology in Pain Management. British Journal of Anaesthesia 87: 144-152.

Febrina, Dwi Hany. 2008. Hubungan Aspek Psikososial Nyeri Punggung Bawah dengan Disabilitas pada Perawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Tesis, Bandung: Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Morley, S. et. al. 1999. Systematic Review and Meta-analysis of Randomized Controlled Trials of Cognitive Behaviour Therapy and Behaviour

Therapy for Chronic Pain in Adults, excluding Headache. Pain 80: 1-13

Mounce, K. 2002. Back Pain. Melalui http://rheumatology.oxfordjournals.org /cgi/content/full/41/1/1 [14/12/09].

The Health Psychology Network. 2001. Pain Management. Melalui http://www.healthpsychology.net/Pain_Management.htm [08/07/09].

Turner, J.A. & Aaron, L.A. 2001. Pain-related Catasthrophizing: What is it? .


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Psychological Distress Dengan Mild Cognitive Impairment Pada Pasien Lanjut Usia Dengan Nyeri Punggung Bawah Kronik

2 41 73

Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009-2010

0 67 129

Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2009

2 69 109

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015

3 27 292

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS NYERI DENGAN DISABILITAS AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA PASIEN NYERI PUNGGUNG Hubungan antara intensitas nyeri dengan disabilitas aktivitas sehari-hari pada pasien NPB di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS NYERI DENGAN DISABILITAS AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA PASIEN NYERI PUNGGUNG Hubungan antara intensitas nyeri dengan disabilitas aktivitas sehari-hari pada pasien NPB di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

0 0 22

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN RISIKO TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA KARYAWAN KANTOR Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Risiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Npb) Pada Karyawan Kantor PT. Krakatau Steel Di Cilegon Banten.

0 1 19

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN RISIKO TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA KARYAWAN PT. Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Risiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Npb) Pada Karyawan Kantor PT. Krakatau Steel Di Cilegon Banten.

0 1 12

Terapi dengan Pendekatan Cognitive-Behavioral dalam Penanganan Nyeri pada Pasien Nyeri Punggung Bawah (NPB) Kronik.

0 0 20

Hubungan Antara Psychological Distress Dengan Mild Cognitive Impairment Pada Pasien Lanjut Usia Dengan Nyeri Punggung Bawah Kronik

0 0 19