Uji Coba Modul Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik Untuk Siswa Kelas XII di SMA "X" Bandung.

(1)

ABSTRAK

Yoga Hardianto. Penelitian mengenai Perancangan Modul Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik untuk Siswa Kelas XII di SMA “X” Bandung. Tesis ini untuk memenuhi ujian Pascasarjana Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena kurang mampunya siswa/i kelas XII di SMA ‘X” Bandung untuk merencanakan kegiatan belajarnya. Sebagian besar siswa/I kurang mampu dalam menentukan target nilai yang realistis, kurang yakin akan kemampuan mereka dalam mencapai target yang ditetapkan, dan sulit menentukan prioritas kegiatan dalam menyusun strategi untuk mencapai target yang ditetapkan. Fenomena tersebut mengarah kepada self-regulation fase forethought (perencanaan). Berangkat dari gejala tersebut, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan itu melalui pelatihan self-regulation fase forethought bidang akademik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh modul pelatihan yang efektif yang dapat meningkatkan kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik pada siswa/i kelas XII di SMA “X” Bandung yang terukur melalui evaluasi pelatihan terhadap level reaction dan level learning.

Sampel pada penelitian ini 23 siswa/i kelas XII di SMA “X” Bandung. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Self-Regulation fase forethought yang dimodifikasi dari kuesioner Self-Regulation fase forethought bidang akademik yang disusun oleh R.Sanusi Soesanto (2009). Validitas alat ukur berkisar antara 0,359 – 0,666. Hal ini menunjukkan bahwa item-item tersebut masuk dalam kriteria moderat dan item-item tersebut dapat dipakai. Sedangkan uji realibilitas menggunakan alpha Cronbach dengan hasil 0.526. Teknik analisis menggunakan uji beda Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan self-regulation fase forethought sebelum dan setelah diberikan pelatihan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa/i kelas XII di SMA ”X” Bandung menunjukkan reaksi yang positif terhadap pelatihan dan mengalami peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought. Modul pelatihan ini telah teruji melalui level reaction dan level learning, namun perlu dilakukan revisi lebih lanjut untuk mengetahui efektivitasnya dalam meningkatkan kemampuan self-regulation fase forethought.

Saran praktis bagi guru wali kelas dan guru bimbingan konseling (BK) adalah dapat menggunakan modul pelatihan ini sebagai salah satu media untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya self-regulation fase forethought sehingga para siswa/i kelas XII di SMA ”X” Bandung dapat membuat target nilai yang spesifik, strategi untuk mencapai target, dan keyakinan diri yang tinggi untuk mencapai target tersebut. Saran bagi Psikolog dan Trainer adalah dapat menggunakan modul pelatihan self regulation fase forethought ini sebagai salah satu model intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan self-regulation fase forethought pada siswa kelas XII SMU.


(2)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……….... i

LEMBAR ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ……….. ii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian...1

1.2.Identifikasi Masalah...9

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian...9

1.4.Kegunaan Penelitian...9

1.4.1. Kegunaan Teoritis...9

1.4.2. Kegunaan Praktis...10

1.5.Metodologi Penelitian...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Self Regulation...13


(3)

2.1.1. Definisi Triadik Self regulation...12

2.1.2. Struktur system Self-regulatory...15

2.1.3. Pengaruh sosial dan lingkungan terhadap self-regulation...25

2.1.4. Disfungsi self-regulation...27

2.2. Masa Remaja...30

2.2.1. Ciri-ciri masa remaja...32

2.2.2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja...32

2.2.3. Tugas perkembangan masa remaja...32

2.3. Pembelajaran eksperiential... 34

2.3.1. Metode pembelajaran Ceramah ... 37

2.4. Mengembangkan tujuan pelatihan aktif...38

2.5. Evaluasi program pelatihan...44

2.6. Kerangka pemikiran...49

2.7. Asumsi Penelitian...63

2.8. Hipotesis Penelitian...63

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian...64

3.2. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional...65

3.2.1. Variabel dalam Penelitian...65

3.2.2. Definisi Konseptual...65

3.2.2.1. Definisi Konseptual Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik………..65


(4)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha ix

3.2.2.2. Definisi Konseptual Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought

Bidang Akademik……… .………65

3.2.3. Definisi Operasional……….……….66

3.2.3.1. Definisi Operasional Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik………..66

3.2.3.2. Definisi Operasional Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik………..68

3.3. Alat Ukur………..……….69

3.3.1. Kuesioner Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik….……69

3.3.2. Data Pribadi dan Data Penunjang……...71

3.3.3. Evaluasi Program Pelatihan...72

3.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...73

3.4.1. Validitas Alat Ukur...73

3.4.2. Reliabilitas Alat ukur...73

3.5. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel...74

3.5.1. Populasi Sasaran...74

3.5.2. Karakteristik Populasi...74

3.5.3. Teknik Pengambilan Sampel...73

3.6. Teknik Analisis Data...75

3.6.1. Self-regulation fase Forethought Bidang Akademik...75


(5)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Responden...77

4.2. Hasil Penelitian Berdasarkan Uji Statistik...78

4.3. Hasil Penelitian Berdasarkan Proses Learning...79

4.4. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta...83

4.5 Pembahasan Hasil Uji coba Modul Pelatihan ………..88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...109

5.2. Saran………...110

5.2.1 Saran praktis...110

5.2.2 Saran penelitian...111

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Proses pengukuran dan pengumpulan data evaluasi……….46

Tabel 3.1 Rancangan pelatihan Self-regulation... 66

Tabel 3.2. Kisi-kisi Alat Ukur……….……..… 65

Tabel 3.3. Sistem Penilaian……….. 67

Tabel 3.4. Pengkategorian Self-Regulation fase Forethought………….………. 70

Tabel 4.1. Gambaran Responden ……….…….... 75

Tabel 4.2. Reaksi peserta terhadap keseluruhan pelatihan ………... 76

Tabel 4.3. Reaksi peserta terhadap Trainer dan Co-Trainer ………….……….. 78


(6)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha xi

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Siklus Triadic Self-regulation……….14

Skema 2.2. Siklus Self-regulation………..15

Skema 2.3. Kerangka Pemikiran………60


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1. Kuesioner Self-Regulation fase Forethought Lampiran 1.2. Lembar Kontrak Belajar

Lampiran 1.3. Lembar Kerja 01. Throw The Ball Lampiran 1.4. Lembar Kerja 02. Who am i

Lampiran 1.5. Lembar Kerja 03. Strategic Planning Lampiran 1.6. Lembar Evaluasi Pelatihan

Lampiran 1.7. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 1.8. Hasil Uji Statistik Wilcoxon

Lampiran 1.9. Modul Pelatihan Self-Regulation fase Forethought

Lampiran 1.10. Perubahan Derajat Self Regulation fase Forethought Sebelum dan Sesudah Pelatihan


(8)

1

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Salah satu tujuan nasional yang ditetapkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka mempersiapkan para penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional, kepada generasi muda diberikan bekal keterampilan, ilmu pengetahuan, jiwa kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotisme, kepribadian dan budi pekerti luhur. Melalui jalur pendidikanlah hal tersebut dapat dicapai. Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pendidikan menengah khususnya SMA merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar. SMA diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan, serta mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi. (UU no.20/2003 Pasal 25 ayat 1).

Siswa SMA adalah individu yang berada pada kisaran usia 16 – 18. usia ini termasuk dalam tahap perkembangan remaja akhir (Adams & Gullota (dalam


(9)

2

Aaro, 1997) dan (Hurlock, 1990)) khususnya siswa SMA kelas XII. Agar berhasil didalam proses belajar di sekolah dan juga sebagai persiapan diri dalam menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN), siswa SMA kelas XII diharapkan dapat mengetahui tujuan mereka belajar dan memiliki strategi belajar yang efektif dan efisien, dapat memotivasi dirinya sendiri agar dapat menunjang proses belajarnya di sekolah, sehingga pada akhirnya siswa dapat lulus dengan nilai yang memuaskan. Apabila siswa mampu melakukan hal tersebut, maka hal ini akan sangat berguna untuk bekal persiapan siswa SMA kelas XII menjelang UAN dan sebagai bekal ilmu menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi di dunia perkuliahan.

Menurut Slameto (2003:54-71) faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa yang terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi dalam belajar yang ada diluar individu yang terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat atau teman sebaya. Apabila faktor eksternal-nya positif, misalnya orang tua yang mendukung dan memberikan fasilitas yang memadai di rumah guna menunjang proses belajar siswa, guru yang bersertifikat, dan teman sebaya yang positif dalam menunjang proses belajar, namun tidak didukung dari kondisi internal siswa SMA itu sendiri maka hal tersebut akan menjadi kontra produktif terhadap keberhasilan proses belajar siswa SMA.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Gumelar Andriani (2005) menunjukkan gejala serupa yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi


(10)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 3

proses belajar pada siswa SMA X di Semarang 2003/2004. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor internal (41,2%) lebih berpengaruh terhadap proses belajar siswa dibandingkan dengan pengaruh faktor eksternal (26,6%.). Oleh karena itu, agar siswa berhasil di dalam proses belajarnya, salah satu kondisi yang perlu diperhatikan adalah kondisi internal mereka, salah satunya adalah dengan cara siswa memiliki suatu tujuan atau membuat target yang ingin dicapai didalam proses belajarnya, karena dengan memiliki tujuan, mereka akan termotivasi untuk mencapai target tersebut dengan menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan dirinya (fase forethought). Kemudian setelah menentukan tujuan dan strategi, mereka mengimplementasikan rencana strategis tersebut dan memantau kinerja serta melakukan evaluasi kemajuan dari kinerja mereka, setelah itu mereka kembali menyusun tujuan dan strategi baru untuk mengoptimalkan prestasi (Zimmerman, 2000). Penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa ketika individu mempertahankan keyakinan mereka dan memiliki keterampilan yang diperlukan secara efektif dalam melakukan self-regulation, mereka akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mencapai potensi akademik. (Bandura, 1997; Cleary, 2006; Gaskill & Hoy, 2002; Pajares & Urdan, 2006). & Hoy, 2002; Pajares & Urdan, 2006).

Siswa SMA “X” berada pada masa remaja akhir yang mulai mempersiapkan diri menuju tahap pendidikan yang lebih tinggi di perguruan tinggi, khususnya kelas XII SMA. Keberhasilan pencapaian tujuan belajar dipengaruhi oleh faktor cara belajar dan mengajar yang sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan pendidikan. Thabrany (1993) mengemukakan bahwa


(11)

4

cara belajar merupakan faktor kunci yang menentukan berhasil tidaknya belajar siswa. Cara belajar merupakan suatu cara bagaimana siswa melaksanakan kegiatan belajar, misalnya bagaimana mereka mempersiapkan belajar, mengikuti pelajaran, dan aktivitas belajar mandiri yang dilakukan. Cara belajar yang baik akan menyebabkan berhasilnya proses belajar, sebaliknya cara belajar yang buruk akan menyebabkan kurang berhasil atau gagalnya belajar [The Liang Gie (1984)]. Siswa SMA diharapkan tidak bergantung 100% kepada guru yang mengajar di dalam kelas. Mereka harus mendorong diri mereka juga untuk menambah wawasan ataupun menambah waktu belajar di luar sekolah dalam rangka mengulang materi yang sudah diberikan guru di dalam kelas. Dukungan dari guru dan orang tua, serta usaha siswa dalam meningkatkan proses belajarnya akan berdampak pada pengembangan diri siswa, proses belajar, dan juga prestasi siswa itu sendiri. Namun, pada kenyataannya, walaupun sudah mendapatkan dukungan dari guru di sekolah dan juga orang tua, proses belajar siswa bisa juga mendapat hambatan ketika tidak didukung dari sisi siswa itu sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Kepala Sekolah dan guru wali kelas XII SMA “X” Bandung, mereka mengatakan bahwa siswa memiliki taraf kecerdasan yang mumpuni untuk menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA. Namun jika melihat cara mereka mengatur diri dalam memanfaatkan waktu untuk belajar dan bermain di luar sekolah, hal itu dirasakan masih kurang. Banyak siswa yang kurang memanfaatkan waktu di luar sekolah untuk mengembangkan diri mereka ke arah yang lebih positif, misalnya kegiatan seperti nongkrong dan bermain game di warnet dengan waktu yang lama, siswa juga kurang memiliki


(12)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 5

perencanaan yang spesifik mengenai studinya, kurang bersemangat belajar di dalam kelas, kurang aktif, dan tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Apabila tidak ada perubahan cara belajar yang dilakukan oleh para siswa/i kelas XII SMA ’X” Bandung, dikhawatirkan hal tersebut akan berdampak pada persiapan dan juga hasil UAN yang akan dihadapi oleh siswa/i kelas XII SMA ’X” Bandung. Selain itu program bimbingan konseling di sekolah yang belum berjalan secara optimal membuat pihak sekolah merasa kesulitan untuk menangani masalah ini. Pihak sekolah mengatakan apabila ada program seperti pelatihan bagi murid SMA dalam hal apapun yang dapat membantu mengembangkan dan mempersiapkan siswa menjelang UAN maka hal tersebut akan sangat membantu para guru. Selain itu, hal ini pun akan menjadi nilai tambah akreditasi bagi pihak sekolah itu sendiri. Berdasarkan hasil survey dan wawancara terhadap 20 orang siswa SMA kelas XII. Setelah lulus SMA mereka sudah memiliki rencana untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebanyak 40% siswa sudah mengetahui fakultas yang akan dipilihnya, 40% siswa masih bingung dalam menentukan pilihannya, dan 20% belum tahu fakultas mana yang akan dipilihnya nanti setelah lulus SMA. Agar berhasil masuk perguruan tinggi, mereka perlu lulus UAN dan memiliki nilai yang sesuai dengan standar kelulusan. Sebanyak 75% mengatakan ingin mendapatkan ranking 10 besar, 25% lainnya tidak memiliki target untuk masuk rangking 10 besar, tetapi sebagian besar dari mereka belum tahu target nilai mata pelajaran apa yang perlu ditingkatkan. Agar menunjang keberhasilan mereka dalam mencapai target mereka ini diperlukan suatu perencanaan yang matang didalam proses belajar. Oleh sebab itu diperlukan intervensi untuk meningkatkan kemampuan


(13)

6

dalam menentukan tujuan, sasaran (goal setting), (Zimmerman, 1989) yang akan dicapai di akhir semester dalam bentuk ranking ataupun peningkatan nilai di mata pelajaran tertentu.

Dalam usaha untuk mencapai target tersebut, 40% siswa merasa yakin dalam mencapai target, 45% merasa ragu-ragu, dan 15 % merasa tidak yakin dalam mencapai target tersebut, ternyata 60% siswa SMA “X” merasa ragu-ragu dan kurang yakin diri (self-efficacy) (Zimmerman, 1989) dalam usahanya mencapai target yang diinginkan. Hal yang menjadi hambatan bagi diri mereka untuk dapat mencapai target yang mereka inginkan adalah rasa malas di dalam diri, sebanyak 85% siswa mengatakan hal demikian. Hal lain yang menjadi hambatan adalah guru yang kurang perhatian dan fasilitas yang kurang didalam sekolah. Meskipun semua siswa tahu bahwa untuk mencapai target yang diinginkan tersebut adalah dengan cara rajin belajar, namun mereka merasa hambatan rasa malas yang besar membuat diri mereka menjadi kurang yakin dalam mencapai target tersebut. Oleh karena itu diperlukan sebuah intervensi untuk dapat meningkatkan keyakinan siswa, misalnya dengan cara pemberian pelatihan tentang keyakinan diri ataupun pemberian cuplikan video klip yang nantinya para siswa diajak untuk menyadari mengenai sisi positif diri yang dimiliki, sehingga keyakinan diri mereka pun bisa meningkat.

Strategi – strategi dalam mencapai target pun bervariasi, 80% siswa mengatakan dirinya kadang-kadang saja mengulang pelajaran di rumah, 10% tidak pernah mengulang pelajaran, dan 10% siswa mengulang materi yang telah diberikan pada saat berada di rumah. 80% siswa mengatakan bahwa dirinya baru


(14)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 7

akan belajar jika akan ada ulangan saja dan tidak mempunyai jadwal jam belajar secara teratur. Sebanyak 60% siswa mengatakan bahwa dirinya merasa kurang bisa mengatur dan membagi waktu untuk bermain dan belajar. 25% mengatakan cukup mampu, dan 15% mampu untuk mengatur waktu untuk belajar dan kegiatan yang lain. Sebagian besar siswa merasa malas untuk belajar di rumah, sehingga banyak kegiatan mereka yang dihabiskan untuk bermain game komputer, menonton tv atau dvd, dan bermain bersama teman-teman keluar rumah. Kondisi ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengalokasikan waktu untuk semua kegiatan dengan terencana. Mereka tidak mampu menunjukkan prioritas kegiatan dalam jadwal kesehariannya. Hal ini menunjukkan gejala siswa kurang mampu dalam melakukan strategic planning. (Zimmerman, 1989). Oleh karena itu diperlukan sebuah intervensi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal mengatur waktu secara efektif, misalnya dengan cara pemberian pelatihan mengenai pembuatan jadwal kegiatan rutinitas yang efektif.

Dari sejumlah mata pelajaran yang diberikan, siswa merasa kurang berminat terhadap beberapa mata pelajaran tertentu, terutama sejarah, bahasa sunda, dan matematika. Sebanyak 55%, siswa merasa bahwa mata pelajaran tertentu kurang bermanfaat dan kurang menarik untuk dipelajari. 35% merasa kesulitan untuk mempelajari mata pelajaran tertentu. Sebanyak 10% merasa cara mengajar guru pada mata pelajaran tertentu yang membosankan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat gejala yang menggambarkan kurangnya intrinsic interest / value (Zimmerman, 1989) pada siswa SMA.


(15)

8

Gejala-gejala diatas yang diperoleh dari hasil survey terhadap siswa SMA tersebut merupakan gambaran tentang forethought yang merupakan salah satu tahap dalam self-regulation yang kemudian berlanjut pada pelaksanaan rencana (performance or volitional control), yang diikuti dengan proses refleksi diri (self-reflection). Proses ini berulang sebagai siklus yang terus menerus.

Salah satu hal penting untuk berhasil dalam kegiatan belajar adalah kemampuan untuk merencana dari siswa (tahapan forethought dari self-regulation, Zimmerman, 1989), dengan adanya suatu perencanaan yang baik dan seksama, diharapkan akan menjadi dasar yang baik untuk dapat memperoleh hasil yang baik pula didalam proses belajar.

Berdasarkan hasil survey kepada para siswa SMA “X” dapat terlihat secara umum bahwa siswa SMA “X” belum memiliki tujuan dan perencanaan yang spesifik dan sistimatik untuk mencapai target. Mereka juga merasa kurang yakin dalam mencapai target yang ditetapkan. Oleh karena itu perlu tindakan untuk mengatasi keadaan ini. Terdapat dua penelitian sebelumnya mengenai pelatihan forethought yang hasilnya memberikan dampak positif bagi peningkatan kemampuan forethought siswanya. Berdasarkan data tersebut maka salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan forethought adalah melalui pelatihan (Zimmerman, 1989). Pelatihan self-regulation fase forethought yang dapat menyentuh aspek pengetahuan dan penghayatan akan perencanaan belajar dianggap dapat memberikan kesempatan kepada siswa/i kelas XII SMA ”X” Bandung untuk dapat mengenal sisi internal diri mereka. Penitikberatan pada fase Forethougth menjadi sangat penting karena fase ini merupakan fase awal yang


(16)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 9

melandasi keberhasilan terbentuknya fase selanjutnya yaitu fase performance dan self-reflection (Zimmerman, 1989).

Rancangan pelatihan self-regulation fase forethought yang sudah diuji cobakan kepada mahasiswa fakultas Psikologi Universitas X di Bandung oleh R. Sanusi Soesanto, M.Psi., memberikan dampak yang signifikan bagi peningkataan self regulation mahasiswa, baik itu sisi goal setting, strategic planning, self efficacy, outcome expectation dan intrinsic interest / value. Para peserta pun menunjukkan penghayatan berguna, menarik dan mendorong mereka untuk melaksanakan kesimpulan yang mereka dapat dari setiap sesi. Selain itu, Natalia Damayanti, M.Psi pun melakukan penelitian yang serupa mengenai Pelatihan Self-Regulation fase Forethought bidang akademik pada siswa SMP kelas VIII pada tahun 2011 yang memberikan dampak yang signifikan pada peningkatan sub aspek goal setting, self efficacy dan outcome evaluation. Metoda Pelatihan yang bermanfaat dan menarik ini pun kiranya sesuai apabila diberikan kepada siswa SMA “X” kelas XII, mengingat rentang usia yang tidak terlalu jauh antara siswa SMA kelas XII dengan siswa SMP dan mahasiswa yang duduk di semester 2. Dengan menggunakan model pelatihan self-regulation fase forethought ini juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan merencana proses belajar untuk mencapai tujuan pendidikan pada siswa/i kelas XII SMA “X” Bandung dan secara lebih dini mereka pun mendapatkan pembekalan mengenai materi self regulation, sehingga mereka dapat menggunakan kemampuan tersebut guna mengantisipasi apabila menghadapi keadaan yang serupa seperti yang dialami oleh mahasiswa fakultas Psikologi Universitas ”X” di Bandung.


(17)

10

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah modul pelatihan self-regulation fase forethought ini dapat meningkatkan kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik pada siswa/I kelas XII SMA “X” Bandung

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji

cobakan modul pelatihan tentang self-regulation fase forethought pada siswa/i kelas XII SMA “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh modul pelatihan

self-regulation fase forethought yang teruji yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan self-regulation fase forethought.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

- Memperdalam pemahaman dan memperkaya pengetahuan Psikologi

pendidikan, terutama tentang teori self-regulation fase forethought bidang akademik.

- Memperdalam teori dan prinsip-prinsip belajar experiential learning

untuk menyusun modul-modul pelatihan self-regulation.


(18)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 11

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Bagi siswa/i kelas XII SMA ”X” Bandung, pelatihan self-regulation fase forethought diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam hal merencanakan diri, memotivasi diri dan berperilaku aktif dalam proses belajar dalam rangka membantu menentukan tujuan dalam proses belajar.

- Bagi Guru wali kelas dan guru bimbingan konseling (BK) SMA “X”, pemahaman akan self-regulation akan membantu memahami sisi internal siswa yang menghambat proses belajar dan menjadikan pelatihan self-regulation fase forethought sebagai salah satu agenda pengembangan siswa/i dalam rangka memacu siswa/i agar memiliki proses belajar yang lebih baik.

1.5. Metodologi

Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan desain penelitian one-group design, untuk melihat pengaruh independent variable yaitu pelatihan self-regulation fase forethought bidang akademik terhadap dependent variable yaitu kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik pada siswa/i kelas XII SMA “X” di Bandung. Pengukuran kemampuan self-regulation fase forethought bidang akdemik dilakukan dengan menggunakan kuesioner self-regulation fase forethought yang dimodifikasi dari kuesioner yang dibuat oleh R.Sanusi Soesanto (2009). Hasil pengukuran kemampuan self-regulation fase forethought bidang


(19)

12

akademik sebelum dan sesudah diberikan pelatihan, akan dibandingkan dengan menggunakan uji beda wilcoxon, untuk melihat apakah terjadi peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought sebelum dan sesudah diberi pelatihan.


(20)

109

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Modul Pelatihan Self-Regulation fase forethought ini dapat digunakan untuk meningkatkan self Regulation fase forethought pada siswa kelas XII SMU “X” Bandung”.

2. Sebagian besar siswa/I pelatihan self-regulation fase forethought mengalami peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought, dari ragu-ragu menjadi mampu melakukan perencanaan mengenai kegiatan akademiknya, dimana hal ini menandakan bahwa TIK pelatihan self-regulation fase forethought telah tercapai.

3. Siswa/i menghayati bahwa pelatihan self-regulation fase forethought ini sangat bermanfaat, sangat menarik, sehingga mendorong mereka untuk melaksanakan hasil yang mereka dapatkan dari setiap sesi. Penghayatan siswa/i seperti ini membantu proses learning menjadi lebih mudah sehingga memungkinan terjadinya peningkatan kemampuan forethought setelah diberikan pelatihan.

4. Kemampuan siswa/i pada aspek Task Analysis mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa/i sudah mampu menentukan target mereka secara lebih spesifik dan mengetahui strategi dalam mencapai target tersebut. .

5. Kemampuan siswa/i pada aspek self-motivational beliefs mengalami peningkatan. Siswa/i menjadi lebih yakin dalam mencapai target nilai dan tertarik untuk lebih terdorong meraih target nilai yang telah mereka tetapkan.


(21)

110

5.2. SARAN

5.2.1. Saran Praktis

1. Kepada guru wali kelas dan guru Bimbingan Konseling (BK) dapat menggunakan modul pelatihan ini sebagai salah satu media untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya self-regulation fase forethought sehingga para siswa/i kelas XII di SMA ”X” Bandung dapat membuat target nilai yang spesifik, strategi untuk mencapai target, dan keyakinan diri yang tinggi untuk mencapai target tersebut.

2. Kepada Psikolog dan Trainer, dapat menggunakan modul pelatihan self regulation fase forethought ini sebagai salah satu model intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan self-regulation fase forethought pada siswa kelas XII SMU.


(22)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 111

5.2.2. Saran Penelitian

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti efektifitas pelatihan self-regulation fase forethought.

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan metoda Time Series untuk mengetahui apakah efek dari pelatihan self-regulation fase forethought dapat bertahan cukup lama. 3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti fase-fase didalam


(23)

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.

Boakaerts, Monique. 2000. Handbook of Self-Regulation. Akademic Press, USA.

Denise T.D. de Ridder and John B.F. de Wit. 2006. Self Regulation In Health

Behavior. John Wiley & Sons ltd, The Atrium, Southern Gate,

chichester, west Sussex PO19 8SQ, England.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi kelima. Erlangga, Jakarta.

Johnson, David W. 1975. Joining Together. Prentice Hall, Inc., Engelwood Cliffs, New Jersey

Kirkpatrick, Donald. 2006. Evaluating Training Programs The Four Level

Third Edition. Berret-Koehler Publisher, Inc, San Fransisco

Santrock. 2003. Life Span Development. McGraw-Hill Companies, New York.

Silberman, Mel, 1990, Active Training, a Handbook of Technique Design,

Case Example and Tips, University Press, New York.

Zimmerman. 2001. Theories Of Self-Regulated Learning And academic

Achievement : An Overview and Analysis. In Zimmerman & Schunk

(Eds), Self-Regulated Learning and Academic Achievement :


(24)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Andriani, Gumelar, 2005. Skripsi: Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa kelas X SMA TU Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Semarang, Tidak diterbitkan.

Analya, Priska, 2011. Tesis: Uji Coba Modul Pelatihan Dalam Menangani Masalah Academic Buoyancy Pada Siswa Kelas XII di SMA “X” Bandung.

Damayanti, natalia, 2011. Tesis: Perancangan Modul Pelatihan Self-Regulation fase Forethought Bidang Akademik pada Siswa Kelas VIII di SMP “X” Bandung. Fakultas Psikologi Program Magister Profesi Universitas Kristen Maranatha, Tidak diterbitkan.

Rahayu, Ira. 2010. Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Educational Resiliency Dalam menghadapi Proses Belajar Di Sekolah Pada Siswa Kelas X SMA Swasta “A” Bandung.

Soesanto, R. Sanusi, 2009. Tesis: Studi Mengenai Perbedaan Self-Regulation Fase Forethought Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pelatihan pada Mahasiswa fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung. Fakultas Psikologi Program Magister Profesi Universitas Kristen Maranatha, Tidak diterbitkan.

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003).

Todd F. Heatherton and Dylan D. Wagner, 2011. Trends in Cognitive Science. Dartmouth College, Hanover, USA.

The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Pusat Belajar Ilmu Berguna, Yogyakarta, 2002.

Thabrany, Hasbullah. 1994. Rahasia Sukses Belajar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf http://www.ilmiahpendidikan.com/2010/06


(1)

12

akademik sebelum dan sesudah diberikan pelatihan, akan dibandingkan dengan menggunakan uji beda wilcoxon, untuk melihat apakah terjadi peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought sebelum dan sesudah diberi pelatihan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Modul Pelatihan Self-Regulation fase forethought ini dapat digunakan untuk meningkatkan self Regulation fase forethought pada siswa kelas XII SMU “X” Bandung”.

2. Sebagian besar siswa/I pelatihan self-regulation fase forethought mengalami peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought, dari ragu-ragu menjadi mampu melakukan perencanaan mengenai kegiatan akademiknya, dimana hal ini menandakan bahwa TIK pelatihan self-regulation fase

forethought telah tercapai.

3. Siswa/i menghayati bahwa pelatihan self-regulation fase forethought ini sangat bermanfaat, sangat menarik, sehingga mendorong mereka untuk melaksanakan hasil yang mereka dapatkan dari setiap sesi. Penghayatan siswa/i seperti ini membantu proses learning menjadi lebih mudah sehingga memungkinan terjadinya peningkatan kemampuan forethought setelah diberikan pelatihan.

4. Kemampuan siswa/i pada aspek Task Analysis mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa/i sudah mampu menentukan target mereka secara lebih spesifik dan mengetahui strategi dalam mencapai target tersebut. .

5. Kemampuan siswa/i pada aspek self-motivational beliefs mengalami peningkatan. Siswa/i menjadi lebih yakin dalam mencapai target nilai dan tertarik untuk lebih terdorong meraih target nilai yang telah mereka


(3)

110

5.2. SARAN

5.2.1. Saran Praktis

1. Kepada guru wali kelas dan guru Bimbingan Konseling (BK) dapat menggunakan modul pelatihan ini sebagai salah satu media untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya self-regulation fase

forethought sehingga para siswa/i kelas XII di SMA ”X” Bandung dapat

membuat target nilai yang spesifik, strategi untuk mencapai target, dan keyakinan diri yang tinggi untuk mencapai target tersebut.

2. Kepada Psikolog dan Trainer, dapat menggunakan modul pelatihan self

regulation fase forethought ini sebagai salah satu model intervensi yang

dapat digunakan untuk meningkatkan self-regulation fase forethought pada siswa kelas XII SMU.


(4)

111

5.2.2. Saran Penelitian

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti efektifitas pelatihan

self-regulation fase forethought.

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan metoda Time Series untuk mengetahui apakah efek dari pelatihan self-regulation fase forethought dapat bertahan cukup lama. 3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti fase-fase didalam


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.

Boakaerts, Monique. 2000. Handbook of Self-Regulation. Akademic Press, USA.

Denise T.D. de Ridder and John B.F. de Wit. 2006. Self Regulation In Health

Behavior. John Wiley & Sons ltd, The Atrium, Southern Gate,

chichester, west Sussex PO19 8SQ, England.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi kelima. Erlangga, Jakarta.

Johnson, David W. 1975. Joining Together. Prentice Hall, Inc., Engelwood Cliffs, New Jersey

Kirkpatrick, Donald. 2006. Evaluating Training Programs The Four Level

Third Edition. Berret-Koehler Publisher, Inc, San Fransisco

Santrock. 2003. Life Span Development. McGraw-Hill Companies, New York.

Silberman, Mel, 1990, Active Training, a Handbook of Technique Design,

Case Example and Tips, University Press, New York.

Zimmerman. 2001. Theories Of Self-Regulated Learning And academic

Achievement : An Overview and Analysis. In Zimmerman & Schunk

(Eds), Self-Regulated Learning and Academic Achievement :


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Andriani, Gumelar, 2005. Skripsi: Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa kelas X SMA TU Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Semarang, Tidak diterbitkan.

Analya, Priska, 2011. Tesis: Uji Coba Modul Pelatihan Dalam Menangani Masalah Academic Buoyancy Pada Siswa Kelas XII di SMA “X” Bandung.

Damayanti, natalia, 2011. Tesis: Perancangan Modul Pelatihan Self-Regulation fase Forethought Bidang Akademik pada Siswa Kelas VIII di SMP “X” Bandung. Fakultas Psikologi Program Magister Profesi Universitas Kristen Maranatha, Tidak diterbitkan.

Rahayu, Ira. 2010. Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Educational

Resiliency Dalam menghadapi Proses Belajar Di Sekolah Pada Siswa

Kelas X SMA Swasta “A” Bandung.

Soesanto, R. Sanusi, 2009. Tesis: Studi Mengenai Perbedaan Self-Regulation Fase

Forethought Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pelatihan pada Mahasiswa

fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung. Fakultas Psikologi Program Magister Profesi Universitas Kristen Maranatha, Tidak diterbitkan.

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003).

Todd F. Heatherton and Dylan D. Wagner, 2011. Trends in Cognitive Science. Dartmouth College, Hanover, USA.

The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Pusat Belajar Ilmu Berguna, Yogyakarta, 2002.

Thabrany, Hasbullah. 1994. Rahasia Sukses Belajar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf http://www.ilmiahpendidikan.com/2010/06