PEMBENTUKAN SIKAP KEWIRAUSAHAAN SISWA DENGAN MENGOPTIMALKAN PENDIDIKAN BISNIS MELALUI PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI DI SMKN I TAROGONG KIDUL GARUT.

(1)

v

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR BAGAN ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 9

C. Tujuan Penelitian 10

D. Kegunaan Penelitian 11

E. Kerangka Pemikiran 11

BAB II : STUDI KEPUSTAKAAN A. Konsep tentang Sikap Kewirausahaan 1. Pengertian dan Karaktersitik Sikap 24

2. Komponen-Komponen Sikap 28

3. Pengertian Kewirausahaan 29

4. Ciri-Ciri Sikap Wirausaha 33

5. Proses Pembentukan Sikap Kewirausahaan 40

B. Konsep Dasar Pendidikan Bisnis 1. Pengertian Pendidikan Bisnis 51

2. Tujuan Pendidikan Bisnis 55

3. Karakter dalam Pendidikan Bisnis 57

4. Optimalisasi Pendidikan Bisnis 60

C. Konsep Praktek Kerja Industri di SMK 1. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 65

2. Praktek Kerja Industri 72

3. Jenis-Jenis Program Praktek Kerja Industri 77


(2)

vi

5. Penanggung Jawab Praktek Kerja Industri 84 D. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS)

1. Pengertian Pendidikan IPS 87

2. Tujuan Pendidikan IPS 90

3. Fungsi dan Peran Pendidikan IPS 93 E. Hasil Penelitian yang Relevan 95 BAB III : METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian 100

1. Pendekatan dan Metode Penelitian 100

2. Subjek Penelitian 102

3. Objek yang Dikaji dalam Penelitian 103 B. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 106 C. Tahap-Tahap Pengumpulan Data 107 D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 108 E. Keabsahan Hasil Penelitian 110 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian 113

B. Pembahasan 136

C. Temuan Hasil Penelitian 149

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 151

B. Saran 153

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel hal.

1.1 Jumlah Pengangguran Berdasarkan Pendidikan yang Ditamatkan

tahun 2001-2004 3

1.2 Prediksi Jumlah Pengangguran Tahun 2003-2009 4

3.1 Distribusi Responden 103

3.2 Bentuk Tabel Keterlibatan Sekolah dan Industri dalam Pengelolaan

Program Praktek Kerja Industri 105

Jadual Pelaksanaan Prakerin 121

Skala Penilaian Unjuk Kerja Siswa Praktek Kerja Industri 126 Keterlibatan antara Sekolah dan Industri dalam Program Praktek


(4)

viii

DAFTAR BAGAN

Bagan hal.

1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 21

2.1 Tantangan Sumber Daya Manusia 49

2.2 Tujuan Pendidikan Bisnis 55

2.3 Keterkaitan SMK, Pendidikan Sistem Ganda, dan Prakerin (Praktek

Kerja Industri) 69

2.4 Interaksi antara Sekolah dan Industri Melalui Siswa 75 4.1 Alur Kerja Siswa pada Uji Kompetensi Akuntansi 118 4.2 Gambaran Optimalisasi Diklat melalui Program Praktek Kerja


(5)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar hal.


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan pendidikan di masa sekarang dan masa mendatang adalah menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan berbagai sektor, khususnya sektor industri dan jasa. Apalagi kita memasuki era globalisasi yang kompetitif dalam berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya). Untuk itu, tampaknya pandangan kepada pendidikan kejuruan saat ini menjadi sangat penting, mengingat tuntutan sumber daya manusia (SDM) di pasaran yang harus memiliki kualitas. Untuk menyiapkan lulusan SMK yang memenuhi kualifikasi dan dibutuhkan pasar kerja, adalah dengan meningkatkan kompetensi lulusan. Konsekuensinya, dalam proses belajar siswa harus lebih banyak mendapat kesempatan untuk mengasah keterampilannya. Bukan hanya saat praktek di sekolah, juga yang paling besar pengaruhnya adalah ketika siswa melakukan praktek kerja di industri (Prakerin), karena dalam Prakerin benar-benar dapat melatih siswa untuk bekerja sesuai dengan tuntutan industri, baik dari sisi keterampilan maupun etos kerjanya. Untuk itu, Direktorat Dikmenjur (2002) mencanangkan program pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang mencakup 8 bidang keahlian, yaitu Pertanian, Pariwisata, Bangunan, Elektro, Mesin, Bisnis dan Manajemen, Seni Pertunjukan dan Kelautan.

Pendidikan kejuruan pada gilirannya harus mampu berperan dalam mempersiapkan siswa yang mampu bertindak, belajar dan mengatur masa depannya secara aktif dan mandiri. Terbentuknya siswa yang memiliki akhlak


(7)

mulia, bersikap kreatif dan inovatif, memiliki jiwa kewirausahaan yang tangguh, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, bertanggung jawab, berdisiplin dan mempunyai keterampilan serta menguasai IPTEK. Masalah utamanya, meskipun para pengambil keputusan pendidikan sudah banyak mengetahui kekurangan yang ada, namun tidak mudah untuk melakukan perubahan pendidikan secara cepat. Tidak heran jika institusi pendidikan kita sepertinya kurang begitu responsif terhadap perkembangan. Sekolah masih berjalan dengan sekadarnya saja mengikuti rutinitas yang ada, tanpa usaha kreatif untuk keluar dari kebiasaan.

Melihat situasi demikian, terdapat suatu akibat yang harus dihadapi oleh SMK, yaitu kurang terserapnya lulusan yang ada ke dalam sektor usaha formal ataupun informal. Ini karena SMK dan sekolah pada umumnya kurang memiliki relevansi dengan kebutuhan dunia kerja. Praktek kerja industri yang dilakukan masih sekadar untuk memenuhi pesan kurikulum dan dalam prakteknya kurang terkait dengan peningkatan kualitas kemampuan siswa, dalam hal ini terbentuknya sikap kewirausahaan. Memang tidak semua praktek yang dilakukan siswa SMK di luar jalur keterampilan yang diharapkan. Tetapi, persentasenya tidak lebih dari dua puluh persen (20 %) dari seluruh SMK yang ada di Indonesia (http://prismasanjaya-srg.sch.id/htm/prakerin-1.htm.). Hal ini juga terbukti dari hasil survey awal terhadap 15 orang alumni SMK, yang menunjukkan bahwa siswa yang telah mengikuti program Praktek Kerja Industri terbagi ke dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama, siswa (alumni) telah memiliki sikap kewirausahaan dan berani untuk mencoba melakukan usaha, namun jumlahnya masih sedikit dan masih bersifat meneruskan usaha keluarga. Kelompok kedua, siswa telah memiliki bekal sikap wirausaha tetapi baru sebatas kepada ketertarikan dan minat, belum


(8)

berani mencoba untuk mengaplikasikannya. Kelompok ketiga, alumni tersebut baru memiliki pengetahuan tentang kewirausahaan saja dengan kata lain belum memiliki sikap kewirausahaan.

Mengacu pada ketiga kelompok tersebut, maka pihak sekolah harus memikirkan lebih jauh, dan bekerja sama dengan masyarakat (industri) berkaitan dengan kebutuhan industri dalam meningkatkan kualitas kemampuan siswa dalam hubungan dengan kualifikasi dalam merekrut tenaga kerjanya. Sehingga pada akhirnya antara sekolah dan industri akan memiliki kesamaan tujuan, dan lulusannya akan memiliki standar kompetensi minimum yang diperlukan oleh industri. Namun, selama ini mutu pendidikan masih belum mencapai harapan yang optimal, salah satunya karena masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam mendukung terwujudnya pendidikan yang bermutu dalam menghasilkan lulusan yang siap kerja (able to job) danprofesional.

Dengan melihat fenomena yang ada dari jumlah lulusan berdasarkan tamatan lulusan yang dihasilkan, yang salah satunya dari SMK untuk tingkat SLTA. Ternyata lulusan tingkat SLTA yang termasuk juga SMK, menunjukkan jumlah pengangguran yang tinggi.

Tabel 1.1

Jumlah Pengangguran Berdasarkan Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2001-2004

No Pendidikan yang Ditamatkan 2001 2002 2003 2004

1. Tidak tamat SD 851 426 868 308 1 036 048 1 004 296

2. SD 1 893 565 2 353 330 2 452 805 2 275 281

3. SLTP 1 786 317 2 146 495 2 426 393 2 690 912

4. SLTA 2 933 490 3 244 130 3 456 099 3 695 504

5. Diploma I/II - 86 567 79 583 92 788

6. Akademi/Diploma III 251 134 163 859 123 226 144 463

7. Universitas 289 099 269 415 245 857 385 418

Total 5 813 231 9 132 104 9 820 011 10 251 351


(9)

Depnakertrans memprediksikan jumlah pengangguran tahun 2003-2009 secara total, sebagai berikut:

Tabel 1.2

Prediksi Jumlah Pengangguran Tahun 2003-2009

Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah 11.359 11.630 11.630 11.100 10.287 9.118 7.547 % (thd

angk. kerja

11,0 11,0 10,8 10,8 9,2 8,0 5,5

Sumber: Levi Silalahi, Depnakertrans

Lulusan yang tidak terserap lapangan kerja formal dan informal, otomatis menganggur. Orang tidak bekerja atau pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.

Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, yang terjadi di negara-negara di seluruh dunia dalam satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha, yang pada saat ini


(10)

Indonesia berada pada peringkat ke-92 dari 108 negara yang disurvei (World Economic Forum). Kita tidak bisa mengingkari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tercapainya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha tersebut. Namun, pada kenyataannya menurut World Competitiveness Report

pendidikan di Indonesia menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). ( http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/13/opi01.html )

Berkaitan dengan masalah pendidikan (SMK) dan adanya permasalahan tingginya jumlah pengangguran dan rendahnya tingkat kompetisi Indonesia, mengacu pada hasil penelitian Sunaryo (1996, http://pk.ut.ac.id/jp/12tibe.htm.) yang menunjukkan bahwa:

Tanggapan dunia industri dalam rangka program link and match pada indikator penyusunan program, penyusunan, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan cukup positif dan cenderung bersedia terlibat langsung. Namun, kesediaan industri dalam evaluasi dan pemasaran lulusan cenderung rendah. Hal ini karena mereka merasa kurang kompeten pada bidang evaluasi, sedangkan pemasaran lulusan merupakan suatu masalah rumit karena terjadi ketidakseimbangan antara besarnya lulusan dengan daya tampung dunia industri untuk tenaga kerja.

Selama ini, praktek kerja memang sudah menjadi salah satu persyaratan kompetensi yang harus dilalui siswa SMK. Sayangnya, tidak banyak dunia industri di dalam negeri yang mau menerima siswa untuk melakukan praktek kerja. Kalaupun ada, praktek kerja yang disediakan sering kali kurang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa SMK. Padahal dunia usaha dan industri dapat menyerap lulusan SMK yang sudah terlatih baik tanpa perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan pelatihan. Kalaupun ada biaya atau upah tenaga


(11)

kerja yang harus dikeluarkan, maka besarnya pun tidak sebesar jika mempekerjakan pekerja.

Berikut ini merupakan masalah yang membuat peningkatan mutu pendidikan tidak berjalan:

1. akuntabilitas sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat masih sangat rendah;

2. penggunaan sumber daya tidak optimal; 3. partisipasi masyarakat masih rendah; dan

4. sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungannya.

(Sidi, 2001:31-33).

Dari keempat hal di atas, dapat kita lihat bahwa pendidikan di negara kita belum melakukan upaya secara optimal. Sudah saatnya mengoptimalkan keempat hal tersebut dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Sehubungan dengan SMK, maka mutu pendidikan dalam hubungannya dengan mutu lulusan yang dapat terserap ke dalam dunia kerja. Mutu pendidikan berhubungan dengan apa yang dihasilkan dan siapa pemakainya. Hal tersebut merujuk pada nilai tambah yang diberikan oleh pendidikan, dan pihak-pihak yang memproses serta menikmati hasil-hasil pendidikan (Idochi Anwar, 2004:51). Upaya menuju terbentuknya lulusan yang memiliki kompetensi dengan mutu yang baik, dalam upayanya adalah dengan memberikan suatu program yang dinamakan dengan Prakerin (Praktek Kerja Industri). Sehingga pendidikan, khususnya pendidikan bisnis, ditunjang dengan pelatihan menuju kepada terbentuknya siswa yang memiliki sikap mandiri, yang tidak hanya mampu memasuki dunia kerja (sektor usaha) formal, tetapi juga mau bahkan mampu menciptakan lapangan kerjanya sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomson (1973), bahwa pendidikan kejuruan


(12)

merupakan “education designed to develop skill, abilities, understanding, attitudes, work habits, and appreciations needed by workers to enter and make progress in employment on useful and productive basis”. Hal tersebut menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keahlian, kemampuan, pemahaman, sikap, kebiasaan kerja, dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi pekerja yang berguna dan produktif. Sejalan dengan kondisi negara sekarang ini, juga berkaitan dengan upaya memenangkan persaingan dalam pasaran kerja, bahkan sampai pasar kerja di luar negeri.

Melalui Forum Rakernas Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN) pada 13 Juni 2005, Dirjen Dikdasmen Depdiknas Indra Djati Sidi memberikan masukan-masukan untuk dapat menciptakan Sekolah Menengah Kejuruan yang berstandar internasional, sehingga lulusannya dapat terserap lapangan kerja dengan kualitas yang memadai. Berdasar pada himbauan tersebut, sudah seharusnya lembaga pendidikan (SMK) melakukan persiapan untuk melahirkan lulusan-lulusan yang berkualitas dalam hubungannya dengan keterserapan ke dalam dunia kerja.

Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pada SMK merupakan proses pembelajaran dan bimbingan di sekolah, dan proses pelatihan kerja di sektor industri yang sesungguhnya. Proses pembelajaran di sekolah terutama bertujuan untuk membekali siswa dalam mengembangkan kepribadian, potensi akademik dan dasar-dasar keahlian yang kuat dan benar melalui pembelajaran program normatif, adaptif dan produktif. Sedangkan program pelatihan kerja bertujuan untuk membekali siswa menguasai kompetensi keahlian produktif terstandar,


(13)

menginternalisasi sikap-nilai, dan budaya industri yang berorientasi pada standar mutu, nilai-nilai ekonomi, kritis, produktif dan kompetitif serta jiwa kewirausahaan.

Upaya membekali dan membentuk siswa yang memiliki sikap kewirausahaan melalui pendidikan bisnis di sekolah dan pelatihan kerja industri pada sektor industri nyata, sebagai konsep nyata berlakunya Otonomi Daerah yang mendorong adanya partisipasi masyarakat yang salah satunya adalah masyarakat industri.

Dalam memahami tujuan dari pendidikan bisnis, dan optimalisasinya melalui pelatihan (praktek) kerja industri dalam upaya menumbuhkan sikap kewirausahaan. Maka proses pendidikan dan pelatihan tersebut, tidak terlepas dari adanya proses pembelajaran. Baik di sekolah maupun di sektor industri. Namun, berkaitan dengan itu, untuk mengoptimalkan pendidikan dan pelatihan yang dapat membentuk siswa yang berkualitas, tidak terlepas dari aspek pengelolaan sekolah dalam kerjasamanya dengan industri. Dalam hal ini manajemen sekolah, dan manajemen perusahaan (industri) akan sangat menentukan.

Pendidikan bisnis dan optimalisasinya melalui pelatihan kerja industri merupakan suatu proses belajar. Pendidikan bisnis dilakukan di sekolah, tentunya sangat ditentukan oleh kualitas pembelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah. Namun pendidikan bisnis akan dapat diberikan dengan optimal, jika siswa dapat merasakan lingkungan kerja secara langsung. Hal ini mengindikasikan bahwa belajar tidak terlepas dari lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Burton (1962:13) bahwa “belajar adalah suatu perubahan dalam diri individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya”.


(14)

Berdasar pada latar belakang di atas, maka penulis berpendapat bahwa pendidikan bisnis dan pelatihan (praktek) kerja industri akan terlaksana secara optimal (tercapai target terbaik) dengan melakukan kerjasama antara pihak sekolah dan pihak perusahaan (industri). Penelitian ini dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana peran keduanya dalam hal pengelolaan program prakerin tersebut dalam upaya mengoptimalkan terbentuknya sikap kewirausahaan siswa SMK. Mengacu pada hal itu, peneliti berkeinginan untuk meneliti: Pembentukan Sikap Kewirausahaan Siswa dengan Mengoptimalkan Pendidikan Bisnis melalui Program Praktek Kerja Industri di SMKN I Tarogong Kidul Garut.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dilakukan di dua tempat (sekolah dan industri) yang pada pelaksanaannya bertolak pada peran keduanya dalam menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dengan salah satu tujuan siswa memiliki sikap kewirausahaan. Untuk mencapainya, maka dilaksanakan program praktek kerja industri. Dalam penyelenggaraannya banyak aspek yang dipersiapkan, yaitu dasar-dasar pendidikan bisnis di sekolah, guru yang kompeten, fasilitas sekolah, daya dukung personil sekolah dan lingkungan sekitar, dan banyak aspek lainnya yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan di SMK, khususnya pada pelaksanaan program praktek kerja.

Berdasar pada uraian dan latar belakang di atas, maka penelitian ini dibatasi pada fokus masalah ”bagaimana pelaksanaan program praktek kerja industri yang dilakukan dalam upaya mengoptimalkan pendidikan bisnis di sekolah, dengan tujuan membentuk sikap kewirausahaan siswa”.


(15)

Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut:

1. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa?

2. Bagaimana pengelolaan program Prakerin di sektor industri oleh pihak manajemen sekolah dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa? 3. Bagaimana pengelolaan program Prakerin di sektor industri oleh pihak

manajemen perusahaan dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa? 4. Sejauh mana optimalisasi pendidikan bisnis yang dilakukan sekolah melalui

pelatihan di sektor industri dalam membentuk sikap kewirausahaan siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pembelajaran yang dilakukan dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan program Prakerin di sektor industri oleh pihak manajemen sekolah dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan program Prakerin di sektor industri oleh pihak manajemen perusahaan dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa.

4. Untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi pendidikan bisnis yang dilakukan sekolah melalui pelatihan di sektor industri dalam membentuk sikap kewirausahaan siswa.


(16)

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan temuan secara empirik yang memberikan gambaran mengenai upaya mengoptimalkan pendidikan bisnis didukung dengan pelatihan kerja industri dengan tujuan terbentuknya sikap kewirausahaan pada siswa.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan yang berguna bagi pihak sekolah dan perusahaan tempat dilakukannya Prakerin, sehubungan dengan peningkatan kinerja yang mungkin dapat dilakukan dalam pelaksanaan prakerin. Selain itu, dapat memberikan gambaran sejauh mana pembentukan sikap kewirausahaan dapat menunjang terhadap terwujudnya pendidikan yang bermutu. Lebih jauhnya dapat menjadi bahan untuk pengembangan model program Prakerin.

E. Kerangka Pemikiran

Dengan semakin ketatnya tingkat persaingan antar negara, muncul berbagai tantangan yang berkaitan dengan masalah kualitas sumber daya manusia. Keadaan ini menghadapkan dunia pendidikan pada suatu tugas yang lebih berat untuk mempersiapkan dan menjawab segala tantangan tersebut. Salah satu dunia pendidikan tersebut adalah berada pada lembaga pendidikan formal menengah kejuruan (SMK), yang secara khusus memiliki kewajiban dan dituntut untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dalam artian lulusan yang siap memasuki dunia kerja. Namun, mempersiapkan lulusannya pada tingkat kesiapan tersebut


(17)

tidaklah mudah. Berbagai proses pendidikan dan pelatihan harus dilalui guna mencapai kompetensi yang diharapkan.

Proses yang dilalui pun tidak bisa dilakukan dengan mudah. Dalam proses pendidikan menengah kejuruan yang mengacu kepada Pendidikan Sistem Ganda, mengharuskan adanya keterlibatan dari dunia usaha (industri). Mengingat pendidikan bisnis (vocational) yang diberikan di sekolah tidak cukup untuk membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap sebagai seorang calon tenaga kerja. Maka sekolah kejuruan memerlukan tempat pelatihan sebagai sarana pembentukan sikap siswa yang siap kerja (able to job) dan memiliki sikap kewirausahaan. Pembentukan sikap kewirausahaan selain perlu untuk membentuk siswa yang akan memasuki instansi tertentu, diharapkan juga siswa mau dan mampu membuat lapangan kerjanya sendiri.

Keterpaduan antara pendidikan di sekolah dengan tuntutan di lapangan pun pada akhirnya menuntut pihak sekolah harus bersikap proaktif dalam sistem pengelolaan (manajemen) sekolahnya. Dalam hal ini sekolah bersikap proaktif melakukan penelitian atau pemantauan serta melakukan kerja sama dengan dunia usaha (industri), asosiasi profesi, dan masyarakat lainnya, untuk dapat membuat perencanaan yang berkaitan dengan upaya membekali siswanya dengan kompetensi sesuai dengan program keahlian masing-masing.

Salah satu program pembelajaran yang mampu memberikan kompetensi tersebut dikenal dengan sebutan program Praktek Kerja Industri, yang mengarah kepada penanaman sikap kemandirian siswa. Dalam proses pembelajarannya, siswa diberikan bekal pengalaman di lapangan dengan harapan dapat menularkan pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan wirausaha dari dunia usaha (industri)


(18)

kepada siswa. Sehingga dapat membentuk sikap kemandirian siswa dalam menghadapi kondisi yang ada setelah mereka lulus, bahkan siswa memiliki keinginan untuk membuka usaha sendiri atau berwirausaha.

Rincian kerangka berpikir dalam permasalahan penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Sikap kewirausahaan

Kewirausahaan muncul dari kata wirausaha (usaha sendiri). Kewirausahaan merupakan terjemahan dari entrepreneurship, sedangkan wirausaha terjemahan dari entrepreneur. Perbedaaan keduanya adalah bahwa entrepreneur merupakan orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambilan risiko, dan berorientasi laba (Kao, 1991:14). Sedangkan entrepreneurship merupakan suatu kemampuan

(ability) dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, dan proses dalam menghadapi tantangan hidup (Suryana, 2003:10).

Berdasar pada hal tersebut, maka inti dari pribadi wirausaha adalah pribadi yang memiliki sikap dan tingkah laku yang unggul. Sesuai dengan itu, terdapat ciri sekaligus sebagai sikap dari kewirausahaan seperti yang dikemukakan Meredith dalam Suryana (2003:14), sebagai berikut:

a. Percaya diri, keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas, dan optimisme;

b. Berorientasi pada tugas dan hasil, kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan dinamis;

c. Pengambilan risiko dan suka tantangan, kemampuan untuk mengambil risiko yang wajar;

d. Kepemimpinan, perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik;

e. Keorisinilan, inovatif dan kreatif serta fleksibel; dan


(19)

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap dan perilaku kewirausahaan, yaitu faktor internal (hak kepemilikan, kemampuan atau kompetensi, serta insentif) dan eksternal (lingkungan). David McClelland (dalam Suryana, 2003:39) mengemukakan bahwa “kewirausahaan (entrepreneurship)

ditentukan oleh motif berprestasi (achievement), optimisme (optimism), sikap-sikap nilai (value attitudes) dan status kewirausahaan atau keberhasilan.

Berdasar pada berbagai pendapat di atas, maka sikap kewirausahaan dalam penelitian ini lebih mengacu kepada sikap kemandirian siswa dalam berusaha, kreativitas, keinovasian, tanggung jawab, dan orientasi untuk selalu berprestasi. 2. Pendidikan Bisnis

Mengacu pada pendapat Lyon (dalam Alma,1992:4) yang memberikan definisi bahwa “Pendidikan bisnis adalah setiap bentuk pendidikan yang dialami oleh businessman, yang membuat ia menjadi lebih baik, apakah pendidikan itu diterimanya di dalam kelas ataupun tidak”. Walaupun pada kenyataannya definisi ini tidak memuaskan guru di sekolah. Menurut mereka hanya pengetahuan tertentu saja yang dapat diberikan di sekolah, dan pengetahuan lainnya dapat diperoleh di luar sekolah. Dalam hal ini berarti bahwa pendidikan dilakukan di sekolah, dan pelatihan dilakukan di luar sekolah pada sektor industri nyata.

Pendidikan (umum) memiliki tujuan utama untuk membantu penyesuaian individu terhadap lingkungannya secara umum, maka pendidikan bisnis bertujuan untuk penyesuaian individu dengan lingkungan bisnis.

Dalam pembelajarannya, pihak sekolah (guru) mendidik siswa dalam bisnis, sekaligus menjadikannya sebagai warga negara yang baik, yang bijaksana dan bertanggung jawab di bidang ekonomi dan lainnya. Dalam prosesnya pun


(20)

harus selalu menghubungkan dengan upaya pembentukan watak dan etika yang mengutamakan kejujuran dan tanggung jawab. Sehingga lulusannya tidak hanya mempunyai kompetensi akademik dan praktis saja, tetapi juga kompetensi moral. Sehingga nantinya siswa menjadi warga negara yang mengerti keadaan ekonomi bangsa, dan sebagai konsumen yang pandai dalam melakukan kegiatan konsumsinya secara pribadi.

Pendidikan bisnis pada penelitian ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan yang mempersiapkan siswa memperoleh bekal pengetahuan dasar mengenai unsur-unsur dalam lingkungan bisnis yang ditetapkan sesuai program bidang keahliannya. Dengan kata lain memberikan mata diklat tertentu yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan di dunia usaha (industri). Misalnya bidang keahlian bisnis dan manajemen pada program keahlian akuntansi. Pendidikan bisnis yang diberikan pada program keahlian akuntansi melalui mata diklat produktif (mengerjakan persamaan akuntansi, mengelola bukti transaksi, mengelola jurnal, dan sebagainya). Pemelajaran mata diklat produktif dilaksanakan di sekolah, dan optimalisasinya melalui mata diklat produktif di sekolah dan di industri, yang sering kita sebut Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

Dari uraian di atas, dapat disebutkan bahwa tujuan pendidikan bisnis (dasar) secara luas mengembangkan tiga bidang kompetensi ekonomi yang berhubungan dengan dasar-dasar ekonomi, dengan bisnis, dan dengan pribadi.

Pendidikan bisnis dapat mencapai tingkat optimal dengan adanya dukungan manajemen sekolah. Dalam hal ini pihak yang terkait seperti kepala sekolah dan


(21)

guru menjadi sangat mempengaruhi terhadap terwujudnya tujuan dari pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan.

Hal tersebut di atas, berdasarkan pada asumsi bahwa optimalisasi, bisa terwujud dengan adanya optimalisasi pemanfaatan sumber daya pendidikan yang melibatkan berbagai proses atau fungsi dan administrasi pendidikan. Engkoswara dalam Anwar (2004:82) mengatakan bahwa proses dibagi atas perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan (pengawasan). Proses tersebut merupakan wilayah administrasi pendidikan terhadap sumber daya pendidikan yang mencakup siswa, guru, dan sebagainya; sumber belajar; dan fasilitas pendidikan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan pun menjadi sangat menentukan terhadap optimalisasi pendidikan bisnis yang dilakukan.

Optimalisasi yang berarti sebagai pengoptimalan, dan pengoptimalan berarti sebagai proses, cara, perbuatan mengoptimalkan. Dalam penelitian ini mengartikan optimalisasi sebagai suatu tingkat pencapaian dari target maksimal yang telah ditetapkan oleh suatu program, yang pencapaiannya ditentukan oleh upaya maksimal dari pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan program. Optimalisasi tercapai dengan adanya pemanfaatan sumber daya pendidikan yang melibatkan berbagai proses atau fungsi dan administrasi pendidikan. Optimalisasi pendidikan bisnis di sekolah terwujud melalui program praktek kerja yang merupakan prasyarat diperolehnya kompetensi dan diakuinya lulusan SMK sebagai calon tenaga kerja.

3. Pembelajaran pada Praktek Kerja Industri

Pelatihan sebagai wahana pendidikan di luar sekolah atau di lingkungan industri nyata. Pelatihan juga sebagai suatu proses pembelajaran seseorang atau


(22)

kelompok untuk meningkatkan kemampuan atau perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) untuk mencapai suatu tujuan. (Suherman, 1998:32). Sehingga pelatihan bisa optimal jika komponen proses pembelajarannya pun optimal sehubungan dengan manajemen pengelolaan sekolah yang meliputi tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan (evaluasi), ditunjang dengan manajemen perusahaan berkaitan dengan penunjukan instruktur pelatihan dan lingkungan industri yang kondusif dalam upaya membantu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta pelatihan (siswa).

Untuk merespon kebutuhan pasaran kerja, sistem pendidikan dan pelatihan ke arah itu menjadi suatu hal yang sangat penting. Ini berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan SDM yang berkualitas setara dengan standar nasional, bahkan saat ini harus setara dengan standar internasional untuk dapat bersaing. Dalam hubungannya dengan standar kompetensi sebagai suatu penyataan

(statement) tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan di tempat kerja berikut patokan kinerja yang diharapkan. Maka dalam menetapkan standar kompetensi sistem pendidikan dan pelatihan dari persekolahan harus disepakati oleh para calon pengguna program diklat tersebut, dengan kata lain kompetensi-kompetensi yang ditetapkan harus mengidentifikasikan praktek-praktek di tempat kerja nyata.

Pelatihan yang dilakukan di tempat kerja nyata, harus senantiasa meliputi beberapa aspek. Hal ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Aspek tersebut di antaranya:


(23)

a. Pembelajaran

Berdasarkan pada pendapat Komaruddin (2000:179) yang mengartikan bahwa “dalam bahasa Inggris pembelajaran disebut dengan learning, yaitu suatu kegiatan untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman atau keterampilan (termasuk penguasaan kognitif, afektif dan psikomotor) melalui studi, pengajaran atau pengalaman.” Ini berarti pembelajaran merupakan proses dari belajar, sebagai proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari pengalaman. Perubahan yang terjadi tentunya tidak bisa terlepas dari interaksinya dengan lingkungan. Sehingga untuk mengoptimalkan pendidikan dilakukan suatu upaya yang dapat mengkondisikan siswa untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya secara langsung. Lingkungan yang dijadikan tempat pun tidak hanya mencakup lingkungan bisnis, tetapi juga lingkungan masyarakat secara umum. Menghubungkannya dengan kecenderungan globalisasi, maka dunia pendidikan dituntut untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan baru yang tumbuh. Pendidikan yang senantiasa melakukan transformasi dan pembaruan sehingga menjadi tanggap terhadap segala perubahan.

Pada akhirnya, pembelajaran yang dilakukan bertujuan pada penguasaan kompetensi perilaku yang utuh (unjuk kerja). Hal ini sejalan dengan pemikiran dari Schippers (1993:23), bahwa “kompetensi perilaku merupakan prasyarat untuk meraih keberhasilan dalam berkarya dan berkiprah melalui prestasi dan kinerja yang optimal, yang pada gilirannya akan meningkatkan standar hidup”.

Pembentukan kompetensi sikap dan perilaku siswa SMK melalui pelatihan, akan bertujuan berorientasi pada terbentuknya kompetensi spesialisasi dan kompetensi penunjang. Kompetensi kejuruan yang termasuk pada kompetensi


(24)

spesialisasi, meliputi: kompetensi profesi, metode, sosial, dan kompetensi belajar. Sedangkan kompetensi penunjang meliputi: segala kemampuan untuk memahami dan memperhatikan organisasi, teknologi serta aspek ekonomi dan ekologi; teknik operasional; serta kepribadian dan kemasyarakatan.

Pada akhirnya, dengan adanya pelatihan di lingkungan industri (masyarakat), akan menjadikan siswa sebagai pribadi yang utuh. Namun tentunya pelatihan harus ditunjang dengan fasilitas dan sarana, materi pembelajaran yang menekankan pada praktek kerja, metode pembelajaran yang tepat untuk pelatihan, dan adanya evaluasi yang dapat menilai dan mengukur sejauh mana tujuan dapat dicapai.

b. Pembimbing (instruktur) pelatihan dari pihak industri

Pelatihan adalah proses pembelajaran, sehingga siswa memerlukan bimbingan dari orang yang lebih mampu (berpengalaman). Kecakapan dari instruktur sangat menentukan keberhasilan pelatihan. Sehingga instruktur yang dijadikan pembimbing harus memiliki kemampuan yang baik. Dalam hal ini Wena (1996:83) menyatakan bahwa instruktur “ a) betul-betul terampil dan memahami segala aspek di bidang kerjanya; b) memahami metodologi pembelajaran pelatihan; c) memiliki sifat telaten dan tekun dalam membimbing siswa; dan d) memahami psikologi pembelajaran.” Selanjutnya dikatakan bahwa instruktur bertugas untuk merancang program pembelajaran pelatihan, membimbing siswa, serta mengevaluasi kemajuan belajar siswa.

c. Lingkungan industri

Keterpaduan antara lingkungan sekolah dan lingkungan industri yang secara nyata berbeda bagi siswa, merupakan sarana dalam menghasilkan


(25)

lulusan yang baik dalam artian memahami dunia kerja. Ini selaras dengan misi SMK, untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja, memperkenalkan siswa dengan dunia nyata. Pelatihan kerja merupakan salah satu upaya untuk memperkenalkan siswa dengan dunia kerja yang nyata.

Lingkungan industri yang dipilih untuk mengembangkan potensi siswa, harus dapat mewujudkan lingkungan kerja sebagai lingkungan belajar bagi siswa; adanya keterhubungan antara pelatihan yang dilakukan dengan pengajaran di sekolah; melibatkan siswa sebagai pekerja dengan tanggung jawabnya bersama-sama dengan karyawan lain, sehingga dapat terbina hubungan antara siswa dengan instrukturnya maupun dengan karyawan lainnya. Oleh karena lingkungan industri sangat mempengaruhi keberhasilan pelatihan kerja siswa, maka lingkungan industri harus memiliki keteraturan program pelatihan, memiliki perlengkapan belajar, keterampilan yang akan diberikan, waktu kerja, dan dapat membantu siswa dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja (dengan instruktur dan karyawan yang ada).

Dari uraian di atas, kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan seperti berikut:


(26)

(27)

Kerangka berpikir di atas, mengacu pada dasar pemikiran bahwa pendidikan bisnis sebagai komponen produktif pada sekolah kejuruan dapat mencapai optimal melalui pelaksanaan program praktek kerja industri dalam membentuk sikap kewirausahaan siswa yang akan memasuki dunia kerja. Dengan dasar kurikulum yang mengacu pada Pendidikan Sistem Ganda, maka optimalisasi pendidikan bisnis tersebut bisa terwujud dengan dukungan kerjasama antara manajemen sekolah (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan) dan manajemen perusahaan (industri) berkaitan dengan penunjukan instruktur dan persiapan lingkungan industri dalam mencapai tingkat kompetensi yang harus dikuasai siswa.

Pada akhirnya dari program pelatihan tersebut, diharapkan terbentuk kompetensi siswa yang dikatakan berkualitas, yang memiliki sikap kewirausahaan, yang mandiri, mampu dan tanggap dalam memasuki sektor industri bahkan dapat menciptakan lapangan kerja sendiri.

Adapun dalam keterkaitannya dengan Pendidikan IPS, kita tinjau dalam tujuan dari PIPS yang kita pahami sebagai bagian dari kurikulum sekolah yang mempunyai tanggung jawab dalam membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yaang diperlukan dalam berpartisipasi di masyarakat, baik lokal, nasional, maupun internasional.

Persamaan tersebut di atas, menunjukkan bahwa antara pendidikan bisnis dan optimalisasinya melalui pelatihan kerja, dengan pendidikan IPS mempunyai tujuan pembelajaran yang sama namun dengan penekanan yang berbeda dalam prosesnya. Terpenting dari keduanya adalah membekali siswa dengan kompetensi yang dapat berguna demi masa depannya dalam memasuki dunia kerja. Sehingga


(28)

akhirnya yang diharapkan dari kedua tujuan tersebut adalah tercapainya penguasaan kompetensi perilaku. Untuk memasuki dunia kerja, kompetensi perilaku tersebut, bisa diwujudkan dengan terbentuknya kompetensi melalui penguasaan keterampilan, baik keterampilan yang berkaitan dengan profesi, maupun sosial kemasyarakatan.

Berhubungan dengan pelaksanaan program praktek kerja industri, maka pendidikan IPS berada pada proses pemberian pengarahan kepada siswa sebelum terjun ke lapangan, dan selama siswa tersebut melaksanakan praktek kerja yaitu pada saat siswa harus bersosialisasi dan berinteraksi dengan instruktur dan karyawan di dunia usaha (industri). Dengan kata lain, berada pada proses pembelajaran baik sebelum melaksanakan praktek maupun pada saat pelaksanaannya.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan fokus penelitian adalah pada pelaksanaan program yang dilakukan sekolah terhadap upaya untuk mengoptimalkan pendidikan bisnis yang diberikan kepada siswa di sekolah melalui program praktek kerja industri, sehingga diharapkan siswa memiliki sikap kewirausahaan.

Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka penelitian yang dilakukan tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Alwasilah (2003:103) bahwa “dalam penelitian ini tidak ada hipotesis yang ditentukan sejak awal, tidak ada perlakuan dan tidak ada pembatasan pada produk akhir”. Sehingga metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dimaksudkan agar dapat mengungkap kenyataan yang ada di lapangan serta dapat dipahami secara mendalam, sehingga pada akhirnya diperoleh temuan penelitian, sedangkan data yang diperlukan adalah semua hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (Moleong,1998:3) adalah “Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, pendekatan ini diarahkan pada latar individu secara holistik (utuh)”. Lebih lanjut Sugiyono


(30)

(2005:2) menyatakan “kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan terucap tersebut”.

Penelitian kualitatif ini sering dikatakan sebagai metode penelitian naturalistik atau juga disebut etnografi, karena penelitiannya yang berada pada kondisi yang natural (alamiah). Metode ini digunakan dengan instrumen kuncinya adalah peneliti itu sendiri, teknik pengumpulan datanya dengan cara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasilnya lebih menekankan pada makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2005:1).

Peneliti berperan sebagai instrumen penelitian, sehingga peneliti lebih banyak berinteraksi dengan subjek penelitian serta mengamati berbagai kegiatan dan hasilnya dari laporan yang didokumenkan.

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan tujuan untuk dapat mengungkap kenyataan yang ada di lapangan serta dapat memahaminya secara mendalam. Sehingga pada akhirnya memperoleh temuan penelitian, dengan dasar dari data yang diambil. Pengambilan data berkaitan dengan optimalisasi pendidikan bisnis (kejuruan) melalui pelaksanaan program praktek kerja industri dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa.

Bogdan dan Biklen (1982:82) mengemukakan bahwa “pendekatan kualitatif berusaha untuk memahami dan menafsirkan makna tentang suatu peristiwa dan interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu”.


(31)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian kualitatif mengacu pada pendapat Spradley dalam Participant Observation yang dikutip dari tesis Kusmiadi (2000:70), langkah-langkahnya adalah:

Pertama, terdiri dari empat langkah, yaitu: menemukan situasi sosial, melakukan pengamatan berperan serta, membuat catatan etnografik, dan melakukan pengamatan deskriptif. Langkah-langkah tersebut akan mengungkap data dan informasi atas beberapa domain yang akan dipilih secara mendalam berkenaan dengan tercapainya tujuan penelitian.

Kedua, empat langkah berikutnya, yaitu: pengamatan fokus, analisis taksonomik, pengamatan terpilih dan analisis komponen. Dengan maksud untuk mengungkap data dan informasi yang terfokus pada aspek-aspek dalam pelaksanaan program praktek kerja industri. Berkenaan dengan itu, dilakukan teknik triangulasi untuk verifikasi penemuan melalui informasi dari sumber jamak dan menggunakan multi metode dalam mengumpulkan datanya.

Ketiga, terdiri dari tiga langkah terakhir, yaitu: analisis tema, inventori, dan penulisan laporan. Langkah-langkah ini akan memberikan gambaran untuk memperoleh perspektif yang lebih luas tentang fokus yang telah dipilih dan ditemntukan pada langkah kedua di atas.

2. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti lebih banyak berinteraksi dengan subjek penelitian dan mengamati berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas Akuntansi, Sekretaris (Administrasi


(32)

Perkantoran), dan Penjualan yang telah melakukan Prakerin yang diambil sebagai responden sebanyak 6 orang siswa (2 siswa dari setiap konsentrasi), guru pembimbing, instruktur di perusahaan (industri), dan kepala sekolah sebagai pemegang manajemen pengelolaan dari pelaksanaan Prakerin. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan pertimbangan tertentu berkaitan dengan data yang diperlukan. Distribusi responden dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Distribusi Responden

No. Responden Keterangan

1. Kepala Sekolah Didampingi Wakil Kepala Sekolah 2. Pengelola industri Instruktur yang ditunjuk sebagai

pembimbing Prakerin

3. Guru Guru pembimbing Prakerin

4. Siswa Sampel siswa kelas manajemen,

Akuntansi dan Penjualan

Validasi data dilakukan dengan cara triangulasi, yang diambil dari data penanggung jawab program Prakerin, guru pembimbing, pengelola usaha, dan siswa. Selain itu juga dari dokumen yang ditemukan di lapangan.

3. Objek yang Dikaji dalam Penelitian

Berdasar pada rumusan permasalahan, peneliti akan mengkaji objek-objek yang berkaitan dengan:

a. Pembelajaran yang dilakukan dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa, dengan komponen-komponennya:


(33)

2) fasilitas dan prasarana pembelajaran; 3) materi pembelajaran;

4) metode pembelajaran; dan 5) evaluasi pembelajaran

b. Pengelolaan Program Praktek Kerja Industri di sekolah, berkaitan dengan aspek-aspek:

1) manajemen pengelolaan (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan)

2) penentuan guru pembimbing 3) penentuan tempat praktek

c. Pengelolaan Program Praktek Kerja Industri di industri, berkaitan dengan aspek-aspek:

1) manajamen pengelolaan (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan)

2) penentuan instruktur, dilihat dari segi:

- pemahaman tentang tujuan pembelajaran melalui praktek kerja industri

- penguasaan materi pembelajaran

- pemahaman penggunaan media pembelajaran - perilaku yang dimiliki

- penguasaan metode pembelajaran - penguasaan evaluasi pembelajaran


(34)

3) lingkungan:

- keteraturan pelatihan - fasilitas dan sarana

- keterampilan yang diberikan - waktu kerja yang diberikan

- hubungan siswa, instruktur dan karyawan

d. Keterlibatan dan keselarasan kegiatan dalam manajemen pengelolaan program Prakerin di sekolah dan industri

Tabel 3.2

Bentuk Tabel Keterlibatan Sekolah dan Industri dalam Pengelolaan Program Praktek Kerja Industri

Tahap pengelolaan Keterlibatan Ket.

Program Prakerin Sekolah Industri Perencanaan

Pengorganisasian Pengarahan

Pengawasan (evaluasi)

e. Sikap kewirausahaan siswa yang terbentuk setelah mengikuti Program Praktek Kerja industri

1) Percaya diri, keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas, dan optimisme;

2) Berorientasi pada tugas dan hasil, kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan dinamis;

3) Pengambilan risiko dan suka tantangan, kemampuan untuk mengambil risiko yang wajar;


(35)

4) Kepemimpinan, perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik;

5) Keorisinilan, inovatif dan kreatif serta fleksibel; dan

6) Berorientasi ke masa depan, pandangan ke depan, perspektif.

B. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik yang digunakan berkaitan dengan tujuan mendapatkan makna dari apa yang ditemukan di lapangan. Sehingga peneliti harus melakukan kegiatan: melihat, mengkaji dan menganalisis suatu fenomena yang ada secara mendalam. Supaya karakteristik yang ada dan makna yang diperoleh dapat dikemukakan, maka teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari observasi partisipatif, wawancara, dan studi dokumen.

a. Observasi partisipatif, pada golongan partisipasi pasif (passive partisipation). Jadi dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. (Sugiyono, 2005:66).

b. Wawancara, sebagai salah satu teknik pengumpulan data yang efektif dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Melalui wawancara peneliti lebih mudah mendapatkan data yang diharapkan dengan memahami jawaban pertanyaan yang diajukan kepada responden, yaitu data yang berkaitan dengan peran dan pandangan responden mengenai proses pelaksanaan program praktek kerja industri dengan berbagai aspeknya sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal.


(36)

Wawancara ditujukan kepada subjek penelitian:

1) Kepada siswa untuk menemukan gambaran yang jelas berkaitan dengan sejauh mana sikap kewirausahaan yang terbentuk sebagai keluaran (output) dari program Prakerin.

2) Dilakukan kepada guru pembimbing, kepala sekolah dan pengelola usaha dan instruktur di lingkungan industri, untuk mendapat keterangan secara jelas mengenai pengelolaan dan kebijakan yang ada sehubungan dengan upaya menumbuhkan sikap kewirausahaan. c. Studi dokumentasi, dilakukan penelusuran, pengkajian dan pendalaman

terhadap berbagai dokumen yang bersifat permanen dan tercatat. Terutama berkaitan dengan pelaksanaan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan serta evaluasi yang dilakukan untuk dijadikan dasar sebagai tindak lanjutnya. Sesuai dengan metode, maka peneliti sebagai instrumen yang menentukan kelancaran, keberhasilan ataupun kegagalan dalam proses pengumpulan data.

C. Tahap-Tahap Pengumpulan data

Tahap penelitian yang dimaksud adalah setiap aktivitas yang dilakukan secara berurut mulai dari awal sampai dengan akhir penelitian. Secara umum tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini ada 4 (empat), sesuai dengan yang dikemukakan Moleong (1998: 72-93), yaitu: Pra lapangan, pelaksanaan studi, analisis data, dan pelaporan hasil penelitian.


(37)

Pra lapangan, adalah aktivitas yang dilakukan pada awal penelitian, yang meliputi: a. studi literatur; b. survei awal; c. menyusun rencana penelitian; dan d. mengurus ijin penelitian.

Pelaksanaan studi, adalah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti di tempat atau lokasi penelitian, yaitu pengumpulan data melalui teknik-teknik yang telah ditetapkan sesuai dengan prosedur penelitian dan kondisi lapangan.

Analisis data, adalah aktivitas pengolahan data, dari data yang telah terkumpul di lapangan sesuai dengan kaidah pengolahan yang berlaku dan dipilih, yang relevan dengan pendekatan kualitatif.

Pelaporan hasil penelitian, adalah penulisan draft tesis, dilakukan oleh peneliti setelah tahapan di atas selesai. Penulisan ini merupakan tahap berlanjut terus selama penelitian dilakukan. Penulisan draft tesis dilakukan secara terus menerus sampai data di lapangan jenuh tidak ditemukan hal yang baru.

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Kegiatan menganalisis data dalam penelitian merupakan suatu pekerjaan penting untuk dilakukan, karena melalui kegiatan tersebut peneliti akan mendapatkan makna terhadap data yang dikumpulkan.

Analisis data menurut Moleong (1998:182), adalah:

Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar yang membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.

Pendapat lain dari Seiddel dalam Moleong (2006:248), analisis data prosesnya berjalan sebagai berikut:


(38)

a. mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri;

b. mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya; dan

c. berpikir, dengan jalanmembuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis sesuai dengan cara yang dikemukakan oleh Nasution (1998:128), yaitu reduksi data, display data dan verifikasi data. Dalam reduksi data dibuat abstraksi dan rangkuman data secara sistematis dan terfokus pada inti data yang direduksi, sehingga memudahkan peneliti mencari data yang diperlukan. Data hasil pengamatan dan wawancara, kemudian dipilih, dipilah dan disusun secara sistematis. Cara kedua dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam melihat gambaran penelitian secara menyeluruh, sehingga hasil penelitian yang telah disusun secara sistematis digambarkan dalam bentuk grafik, bagan atau alur. Sedangkan verifikasi data atau menarik kesimpulan dilakukan untuk memaknai data yang terkumpul. Verifikasi ini senantiasa dilakukan terus selama penelitian berlangsung, untuk memperoleh kesimpulan yang mantap. Alur analisis data dapat digambarkan sebagai berikut:


(39)

Periode pengumpulan data

……….

Reduksi data

Antisipasi selama setelah

Display data

Analisis

selama setelah Kesimpulan (verifikasi)

selama setelah

Gambar 3.1: Komponen dalam analisis data (flow model) Sumber: Sugiyono (2005: 91)

E. Keabsahan Hasil Penelitian

Kriteria keabsahan hasil penelitian, mengacu pada penjelasan dari Lincoln & Guba (dalam Nasution, 1988:114-124), yang menyatakan:

a. Kredibilitas (uji validitas internal), untuk menunjukkan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya. Derajat kepercayaan menggantikan konsep validitas internal pada penelitian non kualitatif. Kredibilitas dalam kualitatif menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan yang ada pada responden. Untuk mencapai kredibilitas, peneliti menggunakan teknik: 1) triangulasi, yaitu proses pengecekan kebenaran data yang diperoleh dari sumber lain; 2) pembicaraan dengan kolega (peer debriefing), yaitu kegiatan membahas dan membicarakan hasil-hasil penelitian di lapangan dengan teman; dan 3) penggunaan bahan referensi. Sugiyono (2005:122) menambahkannya dengan teknik perpanjangan


(40)

pengamatan, peningkatan ketekunan, analisis kasus negatif, dan member check.

b. Transferability (uji validitas eksternal), yaitu untuk mengetahui sejauhmana hasil penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi lain, ini diserahkan kepada pembaca dan pemakai. Untuk melakukan pengalihan tersebut, peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian-kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dalam hal ini peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif untuk membuat keputusan tentang pengalihan tersebut.

c. Dependabilitas (uji reliabilitas), akan berguna untuk melihat sejauhmana hasil penelitian bergantung pada keandalan. Dependabilitas dapat diusahakan dengan melakukan “audit trial” dengan mempelajari laporan-laporan lapangan dan selanjutnya, sampai laporan-laporan penelitian selesai untuk mengetahui kekonsistenan peneliti dalam setiap aspek penelitian.

d. Confirmabilitas (uji objektivitas), yaitu sejauhmana hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya, sejauhmana hasil penelitian cocok dan sesuai dengan data yang telah dikumpulkan, dan sejauhmana kebulatan hasil penelitian tanpa mengandung unsur-unsur yang bertentangan.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pembelajaran pada pelaksanaan praktek kerja industri mengacu pada tujuan diperolehnya kompetensi, pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai seorang profesional. Sehingga materi pembelajaran yang relevan antara di sekolah dan kebutuhan di industri, fasilitas dan prasarana yang memadai, metode pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek dan sistem penilaian yang dapat mengukur kepada tingkat ketercapaian kompetensi siswa, dapat menunjang kepada upaya mengoptimalkan pendidikan di sekolah dengan tujuan terbentuknya sikap kewirausahan siswa. Adapun komponen lain yang menunjang adalah instruktur yang memahami dan kompeten dalam memberikan bimbingan, serta lingkungan kerja (belajar) yang mendukung terhadap tercapainya kompetensi yang diharapkan. Belum optimalnya pembelajaran karena pendeknya waktu praktek kerja, kemampuan belajar dan kesempatan melakukan praktek kerja menghasilkan tingkat kompetensi yang berbeda dengan yang diharapkan. 2. Manajemen pengelolaan pelaksanaan program praktek kerja industri mengarah

pada tujuan mempersiapkan siswa sebagai tenaga kerja profesional yang memiliki sikap kewirausahaan. Jiwa dan kemampuan kewirausahaan dikembangkan sebagai bagian dari diklat kejuruan, yang mempersiapkan siswa menguasai keterampilan hidup dan lebih berdaya saing, mampu membuka peluang penciptaan lapangan kerja serta peningkatan taraf hidup dan perekonomian masyarakat. Program-program diklat yang dirancang mengandung


(42)

proporsi kerja industri yang lebih besar dan diarahkan untuk meningkatkan kesesuaian atau relevansi antara program diklat yang dilaksanakan di sekolah dengan industri. Belum optimalnya manajemen pengelolaan program oleh sekolah disebabkan karena sekolah belum memperbaharui (up to date) data kebutuhan industri dan perjanjian kerja sama.

1. Keberhasilan pembelajaran pada praktek kerja industri ditentukan oleh kesiapan manajemen di industri yang meliputi penyediaan fasilitas kerja, kualitas kemampuan instruktur dan lingkungan industri yang dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan dan pembentukan sikap siswa. Pembekalan khusus kepada siswa yang dilakukan melalui kerjasama antara sekolah dengan industri, sosialisasi keterampilan yang ada di industri kepada siswa dan identifikasi kepada dunia usaha (industri) sebelum program praktek kerja industri memberikan kontribusi positif bagi pelaksanaan pembelajaran dalam upaya menumbuhkan dan membentuk sikap kewirausahaan. Sikap percaya diri, sikap berani untuk mengambil resiko, sikap untuk memiliki jiwa kepemimpinan, dan sikap untuk terus berprestasi siswa relatif mengalami peningkatan. Selain itu melalui praktek kerja industri siswa memperoleh pengalaman yang bersifat manajerial, hubungan insani (human relationship), teknis, dan entrepreneurial, sehingga keterampilannya dalam beradaptasi, berkomunikasi, mencari dan mengolah informasi serta memecahkan masalah (emotional intelligence) semakin terasah. Belum optimalnya pelaksanaan praktek dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan dalam mengatasi pengangguran disebabkan karena penempatan siswa yang lebih banyak pada sektor administratif belum dapat mengasah keterampilan siswa dalam menangkap peluang kerja.


(43)

2. Optimalisasi pendidikan bisnis dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan selain dengan diberikannya mata diklat kewirausahaan dilakukan pula melalui praktek kerja industri. Namun, upaya tersebut belum optimal karena sumber daya yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal, seperti pemanfaatan fasilitas unit produksi yang belum maksimal, penempatan siswa praktek kerja yang lebih banyak pada sektor administratif dan kurang mengarah kepada pencapaian kompetensi yang diharapkan, waktu praktek yang relatif sangat singkat, kualitas kerja sama yang kurang dan sebagian instruktur yang kurang kompeten dalam membimbing siswa.

B. Saran

1. Perlu ditingkatkannya pembekalan, pembimbingan, serta penambahan waktu pelaksanaan praktek kerja industri. Selain itu perlunya meningkatkan frekuensi kehadiran guru pembimbing di dunia usaha (industri), untuk memantau perkembangan yang terjadi pada siswa-siswanya. Begitu pula pihak industri bekerja sama dengan sekolah mempersiapkan instruktur yang memahami dan mampu memberikan bimbingan kepada siswa.

2. Untuk meningkatkan keberhasilan dari program praktek kerja industri dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa, maka kerja sama pada penyusunan program pembelajaran dan implementasi dari prinsip-prinsip pembelajaran sekolah kejuruan mutlak dilakukan. Meskipun program PSG telah berjalan tetapi masih perlu ditingkatkan melalui koordinasi lebih intensif antara pihak sekolah dan industri, khususnya dalam mempertemukan antara perkembangan kebutuhan pihak industri dengan kemampuan pihak sekolah.


(44)

Sehingga, muatan lokal dalam kurikulum SMK perlu lebih fleksibel agar setiap saat bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri. Aspek efisiensi internal SMK yang perlu segera dibenahi yaitu standar peningkatan pemanfaatan fasilitas SMK untuk melayani berbagai jenis peserta didik dalam cakupan yang lebih luas, dan memperbaiki kualitas dan relevansi pendidikan kejuruan sesuai dengan standar dan kebutuhan dunia usaha (industri).

3. Sekolah harus lebih proaktif merangkul badan-badan usaha nonadministratif dalam penempatan siswanya, dengan tujuan untuk memberikan pengalaman wirausaha dan siswa tidak terpaku untuk menjadi pegawai negeri. Selain itu, dengan semakin banyaknya intstitusi pasangan, akan semakin banyak peluang waktu pelaksanaan praktek.

4. Di sekolah, upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung proses pembentukan sikap kewirausahaan seyogyanya pembelajaran kewirausahaan lebih kepada tahap aplikasi. Pemanfaatan unit produksi yang ada di sekolah, dan melakukan kunjungan ke dunia usaha (industri) pada kelas-kelas awal. Selain itu, meningkatkan keterlibatan dunia kerja, khususnya dunia usaha (industri) dalam menerapkan kebijaksanaan pengelolaan sistem diklat sebagai implementasi dari kebijakan link and match.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati N (2001) Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Al Muchtar, Suwarma (2000) Epistemologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri

Ali, Moh. & Asrori, Moh. (2005) Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Alma, Buchari. (1992). Pendidikan Bisnis (Business Education). Bandung: Alfabeta Alma, Buchari & Harlasgunawan Ap. (2003). Hakekat Studi Sosial (The Nature of

Social Studies), Saduran buku Robert Barr, James L. Barth, and Samuel Shermis. Bandung: Alfabeta

_________. (2004). Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta _________. (2005). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta Alwasilah, C. (2003) Pokok Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya

Anwar, Idochi. (2004) Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Astamoen, Moko. (2005). Entrepreneurships. Bandung: Alfabeta

Azwar, Saifuddin (2005). Sikap Manusia, teori dan Pengukurannya, Edisi ke-2 Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bachtiar, Yoyon (1997) Manajemen Mutu Terpadu. Bandung: Laboratorium Pengembangan Manajemen Jurusan Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Banks, James A. (1985) Teaching Strategies for Social studies. New York, London:

Longman

Bogdan, R.C., Biklen, dan Knopp, S. (1982) Qualitatif Research For Education: An Introduction to Theory and Method. Boston: Allyn and Bacon Inc.

Butler, F.C. 1979. lnstructional Systems Development for Vocational and Technical Training. Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publication. Damanhuri, S. Didin ( tt) SDM Indonesia dalam Persaingan Global. [Online].

Tersedia: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/13/opi01.html. [20 Februari 2006]


(46)

Danim, Sudarwan (2003) Ekonomi Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia. Danuhadimedjo, Djatmiko (1998) Kewirausahaan dan Pembangunan. Bandung:

Alfabeta

Depdikbud. 1993. Link and Match. Jakarta: Depdikbud

Depdiknas (2004). Kurikulum SMK Buku II GBPP. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan

Depdikbud (2004) Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan: Pedoman Pelaksanaan.

Jakarta: Depdikbud

Dewantara, Ki Hajar (1962) Pendidikan. Yogyakarta: Majlis Luhur Persatuan Taman Siswa

Drucker, Peter F. (1996) Inovasi dan Kewiraswastaan: Praktek dan Dasar-Dasar. Jakarta: Erlangga

Engel, F. James, et.al. (1994) Perilaku Konsumen. Jakarta: Binarupa Aksara

Faisha, Amir (2002) Informasi Program Pengembangan Pendidikan Menengah Kejuruan Tahun 2003 (dikutip dari informasi yang disampaikan Subdit Program dan KAL, Direktorat Dikmenjur Pada Rakor Dikmenjur, Di PPPG Kesenian, Yogyakarta Tanggal 8-12 Oktober 2002). [Online]. Tersedia:

http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/html/pmk/02-kebijakan_program_pengembangan.htm . [23 januari 2006]

Hamalik, Oemar (2000) Pengembangan Sumber Daya Manusia, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara Hisrich, Robert D. dan Peters M. P. (2002) Entrepreneurship, fifth edition. New

York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kilby, Peter. (1981) Entrepreneurship and Economic Development. The Free Press, New York Collier-Mc Millan, Ltd.

Kurikulum SMK (2004). Buku II GBPP. Jakarta:

Kusmiadi, A. (2000) Pembelajaran Model Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Alpa pada Pengembangan Kewirausahaan. Tesis PPS-UPI: Tidak Diterbitkan

Lupiyoadi, Rambat. (2004). Entrepreneurship from Mindset to Strategy. Jakarta: FE-UI


(47)

Mar’at (1982). Sikap Manusia, Perubahan dan Pengukurannya. Jakarta: Galia Indonesia

McClelland, David C. (1961) The Achieving Society. Litton Educational Publishing. Inc. New York

McGuire, William J. (1975) The Nature of Attitudes and Attitude Change. The Handbook of Socia Psychology. Volume three. New Delhi: Amerind Publishing Co. Pvt. Inc.

Meredith, Geoffrey G. at.al. (2000) Kewirausahaan Teori dan Praktek. Jakarta: CV. Taruna Grafika

Moekijat. (1994) Metode Riset dalam Penelitian. Bandung: Mandar Maju Moleong, L (1998) Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

__________(2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Musselman, A. Vernon. & Jackson, J. (1984) Introduction to Modern Business.

Terjemahan Kusuma Wiriadisastra. USA: Prentice Hall Inc.

Nasution, S (1988) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito __________ (2000). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:

Bumi Aksara

__________ (2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

NCSS. (1994). CurriculumStandards for Social Studies. Washington: United States of America

NN. (tt) Prakerin. [Online]. Tersedia: http://prismasanjaya-srg.sch.id/htm/prakerin-1.htm. [20 Februari 2006]

Nolker, H. Schoenfeldt (1988) Pendidikan Kejuruan, Pengajaran, Kurikulum, Perencanaan. Jakarta: Gramedia

Pidarta, Made (2000). Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Rifai, M. (1982) Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Jemmars

Santoso (2000) Dampak Pelatihan Kerja Usaha Terhadap Pengembangan Berwiraswasta Percetakan Sablon di SKB Kendal. Tesis. PPS UPI: tidak diterbitkan


(48)

Sears, David, O. et al. (1999) Psikologi Sosial, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Sidi, Indra Djati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru

Pendidikan. Jakarta: Pramadina dan Logos Wacana Ilmu

Silalahi, Levi. (tt) Perkiraan Penduduk, Angkatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi,

Penduduk Bekerja dan Penganggur 2003-2009 (Depnakertrans). [Online]. Tersedia: http://www.tempo.co.id/hg/narasi/2004/06/13/nrs,20040613-01,id.html. [23 Januari 2006]

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suherman.(1998). Pengaruh Pelatihan Kerja Terhadap Kinerja Pamong Belajar.

Tesis. PPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Sunaryo. (1996). Tanggapan Dunia Usaha Terhadap Program Link and Match. Jurnal Kependidikan. 26 (1): 25-36. http://pk.ut.ac.id/jp/12tibe.htm. [24 Februari 2006]

Supelli & Leksono, K. (2000) Pendidikan untuk Pemahaman. [Online]. Tersedia:

http://mkb.kerjabudaya.org/mkb-arsip/kls/mkb-kls-pendidikanpemahaman.htm. [20 Februari 2006]

Suryana. (2003). Kewirausahaan Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat

Sumanto, Wasty. (1984) Pendidikan Kewirausahaan. Bandung: Bina Aksara

Talut, Thamrin, dan Abduh (1980) Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: PPPG Depdikbud

Ukas, Maman (2004) Manajemen, Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung: Agnini Wena, Made (1996). Pendidikan Sistem Ganda. Bandung: Tarsito

Zimmerer, W. dan Scarborough, N. (1996) Entrepreneurship and The New Venture Formation. New Jersey: Prentice Hall International Inc.


(49)

(1)

saat bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri. Aspek efisiensi internal SMK yang perlu segera dibenahi yaitu standar peningkatan pemanfaatan fasilitas SMK untuk melayani berbagai jenis peserta didik dalam cakupan yang lebih luas, dan memperbaiki kualitas dan relevansi pendidikan kejuruan sesuai dengan standar dan kebutuhan dunia usaha (industri).

3. Sekolah harus lebih proaktif merangkul badan-badan usaha nonadministratif dalam penempatan siswanya, dengan tujuan untuk memberikan pengalaman wirausaha dan siswa tidak terpaku untuk menjadi pegawai negeri. Selain itu, dengan semakin banyaknya intstitusi pasangan, akan semakin banyak peluang waktu pelaksanaan praktek.

4. Di sekolah, upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung proses pembentukan sikap kewirausahaan seyogyanya pembelajaran kewirausahaan lebih kepada tahap aplikasi. Pemanfaatan unit produksi yang ada di sekolah, dan melakukan kunjungan ke dunia usaha (industri) pada kelas-kelas awal. Selain itu, meningkatkan keterlibatan dunia kerja, khususnya dunia usaha (industri) dalam menerapkan kebijaksanaan pengelolaan sistem diklat sebagai implementasi dari kebijakan link and match.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati N (2001) Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Al Muchtar, Suwarma (2000) Epistemologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri

Ali, Moh. & Asrori, Moh. (2005) Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Alma, Buchari. (1992). Pendidikan Bisnis (Business Education). Bandung: Alfabeta Alma, Buchari & Harlasgunawan Ap. (2003). Hakekat Studi Sosial (The Nature of

Social Studies), Saduran buku Robert Barr, James L. Barth, and Samuel Shermis. Bandung: Alfabeta

_________. (2004). Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta _________. (2005). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta Alwasilah, C. (2003) Pokok Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya

Anwar, Idochi. (2004) Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Astamoen, Moko. (2005). Entrepreneurships. Bandung: Alfabeta

Azwar, Saifuddin (2005). Sikap Manusia, teori dan Pengukurannya, Edisi ke-2 Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bachtiar, Yoyon (1997) Manajemen Mutu Terpadu. Bandung: Laboratorium Pengembangan Manajemen Jurusan Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Banks, James A. (1985) Teaching Strategies for Social studies. New York, London:

Longman

Bogdan, R.C., Biklen, dan Knopp, S. (1982) Qualitatif Research For Education: An Introduction to Theory and Method. Boston: Allyn and Bacon Inc.

Butler, F.C. 1979. lnstructional Systems Development for Vocational and Technical Training. Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publication. Damanhuri, S. Didin ( tt) SDM Indonesia dalam Persaingan Global. [Online].

Tersedia: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/13/opi01.html. [20 Februari 2006]


(3)

Danim, Sudarwan (2003) Ekonomi Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia. Danuhadimedjo, Djatmiko (1998) Kewirausahaan dan Pembangunan. Bandung:

Alfabeta

Depdikbud. 1993. Link and Match. Jakarta: Depdikbud

Depdiknas (2004). Kurikulum SMK Buku II GBPP. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan

Depdikbud (2004) Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan: Pedoman Pelaksanaan. Jakarta: Depdikbud

Dewantara, Ki Hajar (1962) Pendidikan. Yogyakarta: Majlis Luhur Persatuan Taman Siswa

Drucker, Peter F. (1996) Inovasi dan Kewiraswastaan: Praktek dan Dasar-Dasar. Jakarta: Erlangga

Engel, F. James, et.al. (1994) Perilaku Konsumen. Jakarta: Binarupa Aksara

Faisha, Amir (2002) Informasi Program Pengembangan Pendidikan Menengah Kejuruan Tahun 2003 (dikutip dari informasi yang disampaikan Subdit Program dan KAL, Direktorat Dikmenjur Pada Rakor Dikmenjur, Di PPPG Kesenian, Yogyakarta Tanggal 8-12 Oktober 2002). [Online]. Tersedia:

http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/html/pmk/02-kebijakan_program_pengembangan.htm . [23 januari 2006]

Hamalik, Oemar (2000) Pengembangan Sumber Daya Manusia, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara Hisrich, Robert D. dan Peters M. P. (2002) Entrepreneurship, fifth edition. New

York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kilby, Peter. (1981) Entrepreneurship and Economic Development. The Free Press, New York Collier-Mc Millan, Ltd.

Kurikulum SMK (2004). Buku II GBPP. Jakarta:

Kusmiadi, A. (2000) Pembelajaran Model Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Alpa pada Pengembangan Kewirausahaan. Tesis PPS-UPI: Tidak Diterbitkan

Lupiyoadi, Rambat. (2004). Entrepreneurship from Mindset to Strategy. Jakarta: FE-UI


(4)

Mar’at (1982). Sikap Manusia, Perubahan dan Pengukurannya. Jakarta: Galia Indonesia

McClelland, David C. (1961) The Achieving Society. Litton Educational Publishing. Inc. New York

McGuire, William J. (1975) The Nature of Attitudes and Attitude Change. The Handbook of Socia Psychology. Volume three. New Delhi: Amerind Publishing Co. Pvt. Inc.

Meredith, Geoffrey G. at.al. (2000) Kewirausahaan Teori dan Praktek. Jakarta: CV. Taruna Grafika

Moekijat. (1994) Metode Riset dalam Penelitian. Bandung: Mandar Maju Moleong, L (1998) Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

__________(2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Musselman, A. Vernon. & Jackson, J. (1984) Introduction to Modern Business.

Terjemahan Kusuma Wiriadisastra. USA: Prentice Hall Inc.

Nasution, S (1988) Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito __________ (2000). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:

Bumi Aksara

__________ (2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

NCSS. (1994). Curriculum Standards for Social Studies. Washington: United States of America

NN. (tt) Prakerin. [Online]. Tersedia: http://prismasanjaya-srg.sch.id/htm/prakerin-1.htm. [20 Februari 2006]

Nolker, H. Schoenfeldt (1988) Pendidikan Kejuruan, Pengajaran, Kurikulum, Perencanaan. Jakarta: Gramedia

Pidarta, Made (2000). Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Rifai, M. (1982) Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Jemmars

Santoso (2000) Dampak Pelatihan Kerja Usaha Terhadap Pengembangan Berwiraswasta Percetakan Sablon di SKB Kendal. Tesis. PPS UPI: tidak diterbitkan


(5)

Sears, David, O. et al. (1999) Psikologi Sosial, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Sidi, Indra Djati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru

Pendidikan. Jakarta: Pramadina dan Logos Wacana Ilmu

Silalahi, Levi. (tt) Perkiraan Penduduk, Angkatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk Bekerja dan Penganggur 2003-2009 (Depnakertrans). [Online]. Tersedia: http://www.tempo.co.id/hg/narasi/2004/06/13/nrs,20040613-01,id.html. [23 Januari 2006]

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suherman.(1998). Pengaruh Pelatihan Kerja Terhadap Kinerja Pamong Belajar. Tesis. PPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Sunaryo. (1996). Tanggapan Dunia Usaha Terhadap Program Link and Match. Jurnal Kependidikan. 26 (1): 25-36. http://pk.ut.ac.id/jp/12tibe.htm. [24 Februari 2006]

Supelli & Leksono, K. (2000) Pendidikan untuk Pemahaman. [Online]. Tersedia:

http://mkb.kerjabudaya.org/mkb-arsip/kls/mkb-kls-pendidikanpemahaman.htm. [20 Februari 2006]

Suryana. (2003). Kewirausahaan Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat

Sumanto, Wasty. (1984) Pendidikan Kewirausahaan. Bandung: Bina Aksara

Talut, Thamrin, dan Abduh (1980) Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: PPPG Depdikbud

Ukas, Maman (2004) Manajemen, Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung: Agnini Wena, Made (1996). Pendidikan Sistem Ganda. Bandung: Tarsito

Zimmerer, W. dan Scarborough, N. (1996) Entrepreneurship and The New Venture Formation. New Jersey: Prentice Hall International Inc.


(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Pelayanan Klinik Terhadap Resep Antidiabetes di Apotek Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Garut Kota Wilayah Kabupaten Garut

1 12 120

KONTRIBUSI PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP SIKAP KEWIRAUSAHAAN PADA SISWA Kontribusi Praktik Kerja Industri dan Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Terhadap Sikap Kewirausahaan Pada Siswa Kelas XI Jurus

0 1 13

PENGARUH PRESTASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN DAN PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI TERHADAP MINAT Pengaruh Prestasi Belajar Kewirausahaan dan Pelaksanaan Praktek Kerja Industri minat berwirausaha pada siswa kelas XI Program keahlian Akuntansi SMK Muhammadiya

0 0 15

PENGARUH PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KOMPETENSI KEAHLIAN ADMINISTRASI PERKANTORAN DI SMKN 11 BANDUNG.

1 2 66

PERSEBARAN PENDERITA DBD DI KECAMATAN TAROGONG KIDUL KABUPATEN GARUT.

0 3 34

KONTRIBUSI PRAKTEK KERJA INDUSTRI TERHADAP SIKAP KEWIRASWASTAAN SISWA DI SMKN 1 KATAPANG.

0 0 28

KEBERHASILAN PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) DIHUBUNGKAN DENGAN KESIAPAN SISWA DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA.

1 9 31

HUBUNGAN ANATAR PERALATAN PRAKTEK, PELAYANAN GURU DAN PRAKTEK INDUSTRI PROGRAM STUDI GAMBAR BANGUNAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SMKN DI KOTA BANDUNG.

0 0 48

Pengaruh Bacaan Sastra Dan Minat Baca Terhadap Prestasi Akademik Siswa Sma I Tarogong Kidul Garut.

0 0 48

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI KELURAHAN SUKAKARYA KECAMATAN TAROGONG KIDUL KABUPATEN GARUT

0 0 10