MOTIVASI DAN PERAN KIYAI DALAM PENENTUAN ORIENTASI PENDIDIKAN: Upaya Memadukan Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah Di Pesantren Buntet Cirebon.

MOTIVASI DAN PERAN KIYAI

DALAM PENENTUAN ORIENTASI PENDIDIKAN:

Upaya Memadukan Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah
Di Pesantren Buntet Cirebon

Thesis,

Diajukan kcpada Panitia Ujian untuk Memcnuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh,

TAQIYUDDIN M
NIM 9697 142

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP)

BANDUNG

2000M/1420H

.

LEMBARAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Thesis ini telah disetujui oleh:

Prof. Df. H. Sudardja Adiwikarta, MA
Pembimbing I

Prof. Df. H. Ishak Abdulhak

Pembimbing II

ABSTRAK

Pesantren Buntet Cirebon, sejak berdiri pada penghujung abad ke-18


(1850-an) hingga 1910-an, belum mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan
keterampilan. jika ada alumninya yang menjadi pedagang, petani, tukang batu
atau tukang kayu, kemungkinan ketika mesantren ia sering dipercaya untuk me-

ngerjakan pekerjaan yang di kemudian mereka menjadi ahli dalam pekerjaannya itu. Dewasa ini, Pesantren Buntet telah maju dan berubah bentuk menjadi
sebuah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan pesantren, pendidikan persekolahan dan pendidikan keterampilan

Sebagai lembaga yang menyelenggarakan beberapa bentuk pendidikan, di

duga timbul beberapa masalah, antara lain: beragamnya tujuan institusional;
beragamnya keinginan masyarakat yang memasukkan putra-putrinya ke lembaga

pendidikan, dan yang lebih fatal adalah tujuan dan harapan itu harus menyesuaikan diri dengan tujuan pesantren Buntet. Karena itulah inti masalah yang
terjadi di Pesantren Buntet adalah, sejauh mana peran dan motivasi kiyai dalam
penentuan orientasi pendidikan di Pesantren Buntet.

Pelaksanaan penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, sedangkan
obyek penelitiannya adalah para kiyai, santri, alumni, tokoh masyarakat dan
pemerintah daerah yang ada di lingkungan Pesantren Buntet. Untuk memper-


oleh data yang akurat, penulis melakukan wawancara mendalam, observasi
mendalam dan studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, motivasi mBah Muqayyim ketika
mendirikan "lembaga sosial keagamaan" ini sangat sederhana sekali yaitu
mengajarkan kepada masyarakat Desa Kaduwela (lokasi Pesantren Buntet saat

itu) tentang beribadah kepada Allah swt., dan berbuat baik sesama manusia. Di
samping itu, lembaga ini dijadikan sebagai latihan fisik untuk menghadapi ten

ia

ara Belanda. Perkembangan berikutnya, motivasi kiyai dalam memajukan

embaga pendidikannya adalah menjadikan Pesantren Buntet sebagai lembaga
pendidikan yang tetap menjaga tradisi pesantren melalui madtrasah masjid,

madrasah diniyah dan Majlis Ta'lim juga berusaha mengembangkan pengetahuan
iimum dan keterampilan. Bahkan lebih dari itu, mereka berusaha menjadikan

Pesantren Buntet sebagai pelopor pengembangan Iptek. Peran atau keterlibatan

kiyai dalam pengembangan Pesantren Buntet, dapat dilihat melalui dua sisi yaitu

pengorbanan dalam bentuk material yakni sebagian harta kekayaannya diwakafkan untuk dijadikan sarana-fasilitas pesantren; dan pengorbanan dalam bentuk

spiritual yakni seluruh pikiran, waktu dan ilmunya difokuskan demi kemajuan
lembaga pendidikan yang telah didirikannya.

Dua upaya nyata yang dilakukan kiyai dalam memenuhi tuntutan masya

rakat yaitu: 1) merubah orientasi {reorientasi) sehingga Pesantren Buntet berorientasi membimbing dan membina manusia Indonesia yang beriman dan ber-

taqwa kepada Allah, menguasai Iptek tapi berakhlaq mulia serta bersikap mandiri, 2) bekerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan lain, sehingga lem
baga pendidikan yang ada di Pesantren Buntet tidak hanya madrasah diniyah atau

jenis-jenis lembaga PLS lainnya melainkan lembaga-lembaga pendidikan seko
lah yang mengajarkan pengetahuan umum dan keterampilan juga didirikan.
Akhir karya talis ilmiah ini, penulis merekomendasikan kepada pimpinan
Pesantren Buntet agar melakukan 1) pendataan jumlah santri secara adminis-


tratif, menyeluruh dan terkoordinasi sebagai santri Pesantren Buntet; 2) menja
dikan YPI Buntet sebagai wadah tertinggi, dalam menen-tukan kebijakan dan

mengkoordinasi lembaga-lembaga pendidikan yang ada; 3) mendirikan suatu

Lembaga Pendidikan Tinggi Islam (LPTI) sebagai sarana pengembangan thariqat tijaniyah dan syatariah yang selama ini telah berkembang dan melembaga di
Pesantren Buntet.

IV

DAFTAR ISI

halaman

STRAK

iii

TAPENGANTAR


v

JTARISI

viii

JTARTABEL

x

JTARGAMBAR

xi

FTAR RIWAYAT HIDUP

xii

KTARLAMPIRAN

B

IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Identifitasi Masalah

3

C. Pertanyaan Penelitian

4

D. Definisi Operasional

4


E. Tujuan Penelitian

8

F. Manfaat Penelitian

9

G. Kerangka Pemikiran

10

B II LANDASAN TEORITIS

A. Sistem Pendidikan Di Pesantren

15

1. Sejarah Pondok Pesantren


15

2. Penyelenggara dan Pendukung

21

3.
4.
5.
6.
7.

25
30
43
47
52

Sarana dan Prasarana
Pendidikan Islam: Kurikulum Pesantren

Orientasi Pendidikan Di Pesantren
Nilai dan Moralitas Pesantren..,
Hirarclii dan Karakteristik Pesantren

8. Tipologi Pondok Pesantren
9. Pesantren sebagai Sistem Pendidikan
lO.Pondok Pesantren Terpadu
B. Kiyai
1. Kriteria dan Figur Kiyai

vin

57
59
70
71
74

2. Kepemimpinan Kiyai
C. Motivasi dan Peran Kiyai

1. Motivasi Kiyai
2. Peran Kiyai

79
85
85
89

BAB HI PROSEDUR PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

97

B. Wilayah dan Obyek Penelitian

98

C. Teknik Pengumpulan Data

99

D. Teknik Analisis Data

102

E. Pelaksanaan Penelitian

1103

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum

107

1. Lokasi dan Lingkungan Pesantren
2. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan PP Buntet..
3. Keadaan Kiyai dan Santri
4. Hubungan Kiyai dan Santri
B. Kegiatan Kependidikan
1. Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah

107
Ill
122
131
134
135

2. Kegiatan Pendidikan Sekolah

139

3. Karakteristik Pondok Pesantren Buntet

147

C. Pemikiran dan Upaya Kiyai dalam Memenuhi
Tuntutan Masyarakat
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembaharuan

148
152

E. Pembahasan Hasil Penelitian

154

1. Motivasi Kiyai Pondok Pesantren Buntet
2. Peran Kiyai Pondok Pesantren Buntet

154
159

3. Orientasi Pendidikan Islam Pesantren Buntet

164

F. Temuan dan Implikasi Hasil Penelitian
BAB V

166

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

172

B. Rekomendasi

177

DAFTAR PUSTAKA

179

Daftar Riwayat Hidup

205

IX

DAFTAR TABEL
Halaman

abel 1 Kondisi Alam Desa Mertapada Kulon

109

abel 2 Keadaan Tingkat Pendidikan Masyarakat Mertapada Kulon
abel 3 Komposisi Mata Pencahariaan Masy. Mertapada Kulon

109
110

abel 4 Komposisi Usia Pendidikan Masy.Mertapada Kulon

Ill

abel 5 Latar Belakang Pendidikan dan SpesiaKsasi Ilmu Kiyai

124

abel 6 Nama-nama Kitab Kuning di Pesantren Buntet

136

.ambar 1 Konsep Pendidikan Di Pesantren Buntet

14

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1 Konsep Pendidikan di Pondok Pesantren Buntet

14

Gambar 2 Hirarclii Pendidikan di Pondok Pesantren

55

Gambar 3 Sistem Kepemimpinan Di Pesantren Buntet

127

Gambar 4 Sataktar Kebijakan Penyelenggara Pendidikan

135

XI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional yang secara berkesinambungan akan terus
menerus dilaksanakan, sangat membutahkan dukungan dan peranan dari
seluruh manusia Indonesia yang memiliki potensi: beriman dan bertaqwa,

berilmu pengetahuan dan berketerampilan, berbudi pekerti luhur, sehat

jasmani dan ruhani, berkepribadian dan bertanggung jawab atas segala

perkataan dan perbuatannya (GBHN 1993 dan pasal 4 UUSPN 1989).
Manusia Indonesia yang berilmu pengetahuan dan berketerampilan, sehat

jasmani dan rohani adalah sebagian besar dari mereka yang pernah dan
telah memperoleh bimbingan dan perhatian dari kiyai melalui Pondok Pe

santren; sedangkan mereka yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti

yang luhur dan berkepribadian serta selalu membiasakan diri dan ber
tanggung jawab terhadap perkataan dan perbuatannya adalah, karena se

bagian besar dari mereka adalah pernah dan telah memperoleh bimbingan
dan pelatihan melalui lembaga pendidikan sekolah.

Di dalam Undang Undang RI. Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, "Pendidikan di Indonesia dise-

lenggarakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pen
didikan luar sekolah". Selanjutnya dijelaskan bahwa, pendidikan yang di-

selenggarakan di lembaga pendidikan sekolah adalah melalui kegiatan be
lajar mengajar yang berlangsung secara berjenjang dan berkesinambung

an; sedangkan pendidikan yang diselenggarakan di lembaga pendidikan
luar sekolah adalah melalui kegiatan pembelajaran yang berlangsung de

ngan secara tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan.

Pesantren, karena sifat pendidikannya yang tidak berjenjang dan tidak

berkesinambungan, proses pendiriannya yang diprakarsai oleh seseorang
atau sekelompok orang dan keberadaan lembaga pendidikan ini yang se
lalu berada di tengah-tengah masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa

lembaga pendidikan keagamaan ini termasuk salah sata bentuk dari tipe
pendidikan luar sekolah. Tetapi jika dipelajari dari segi kelembagaan, ma
ka Pesantren adalah sebuah sistem lembaga kependidikan yang di dalamnya terdiri dari beberapa sub-sistem atau komponen pendidikan. Di antara komponen atau elemen-elemen lembaga pendidikan Pesantren ada

lah, antara lain Kiyai sebagai pendidik, Santri/murid sebagai peserta didik,

mushalla/masjid sebagai sarana pendidikan, isi Kitab Kuning sebagai ma
ted pendidikan dan beberapa pondokan/kamar sebagai tempat tinggal
para santri (Zamakhsari Dzofier, 1994:44). Pada beberapa Pesantren yang
besar dan terkenal, di antaranya ada yang telah memiliki sarana dan fasi-

litas lain seperti Ruang Perkantoran untuk kegiatan administrasi, beberapa
ruangan untuk kegiatan Unit Usaha Koperasi Pesantren (Kopontren) dan

ruangan Pusat Informasi Pesantren (PIP). Singkatnya, dengan beberapa
sarana dan prasarana yang telah dimiliki Pesantren, sebagaimana sarana

dan prasarana yang ada pada lembaga pendidikan sekolah, maka pada
Pesantren juga terjadi dan berlangsung sebagaimana apa yang terjadi dan
berlangsung pada lembaga pendidikan sekolah.
Pondok Pesantren Buntet Cirebon sejak berdiri pada pertengahan

abad ke-19 (tahun 1850-an) sampai tahun 1970-an dapat dikategorikan se

bagai Pesantren tradisional, layaknya di sebagian besar pondok pesantren

yang ada di Indonesia, yang sama sekali belum/tidak memperioritaskan
dan mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan keterampilan kepada para

santrinya. ]ika ada alumni yang memiliki keterampilan sebagai pedagang,

pctani, menjadi tukang kayu atau tukang batu, maka kemungkinan ketika ia
tinggal dan belajar di pondok pesantren (mondok), sering dipercaya oleh

kiyainya untuk mengerjakan suata pekerjaan yang di kemudian hari ia
menjadi ahli dalam bidang pekerjaan itu.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, keterlibatan dan peranan yang
dilakukan kiyai di Pesantren Buntet terhadap masyarakat sekitar-nya pada
saat itu masih lebih banyak bersifat 'amaliah pengetahuan dan praktek-

praktek keagamaan dan belum banyak berkiprah dalam bidang kete
rampilan.

Perkembangan dan kemajuan masyarakat begitu cepat, menuntut seti-

ap lembaga pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan
dan tuntatan tersebut. Di sisi lain, dalam kehidupan pondok pesantren

kiyai adalah pemegang perencanaan sebagai kekuatan dominan dalam me
nentakan arah dan kebijakan pendidikan, maka perubahan yang terjadi
akan dipengaruhi oleh kebijakan kiyai.
Dewasa ini, Pesantren Buntet Cirebon telah berubah menjadi suatu

lembaga yang menyelenggarakan bentuk kelembagaan pendidikan yaitu:
pendidikan pondok pesantren dan pendidikan persekolahan serta sekaligus menyelenggarakan pendidikan keterampilan. Tapi sebagai lembaga
kependidikan yang mengembangkan beberapa jenis pendidikan, maka
dapat dipastikan bahwa jenis-jenis pendidikan ita memiliki tujuan yang
berbeda.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan gambaran di atas maka, permasalahan yang terjadi di
pondok pesantren Buntet adalah: 1) Beragamnya tujuan institusional; 2)

Beragamnya keinginan masyarakat yang memasuki lembaga-lembaga pen
didikan; 3) Tujuan lembaga yang berbeda dan beragamnya harapan ma

syarakat, hams menyesuaikan dengan tujuan Pesantren Buntet.
Dari beberapa permasalahan tersebut, permasalahan yang di hadapi
Pesantren Buntet adalah, sejauh mana kiyai berperan dalam penentuan

orientasi pendidikan Islam khususnya di Pesantren Buntet Cirebon.
C. Pertanyaan Penelitian

Mempelajari permasalahan tersebut di atas, maka pertanyaan peneliti
an yang diajukan pada pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai benkut:
1. Bagaimana perkembangan Pesantren Buntet Cirebon secara histons,
2. Bentak atau jenis pendidikan apa yang telah ada dan pendidikan apa

yang dikehendaki masyarakat dalam rangka mengikuti perkembangan
jaman,

3. Bagaimana respons kiyai dan pengelola Pesantren Buntet Cirebon
terhadap kebutuhan masyarakat,

4. Bagaimana pemikiran/wawasan kiyai terhadap pendidikan yang diperlukan masyarakat sekarang,

5. Peranan apa yang dilakukan kiyai dalam memenuhi tantutan masya
rakat,

6. Faktor-faktor pendukung dan penghambat apa yang dihadapi kiyai
dalam upaya memadukan sistem pendidikan sekolah dan PLS.
D. Definisi Opersasional
1. Peran

Manusia hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak bisa lepas dari ke-

dudukannya sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai
pribadi, ia memiliki hak untuk memperoleh kehormatan dan kebebasan

dari orang lain; karena itu ia berhak untuk memperoleh pendidikan, ke-se-

hatan, pekerjaan, berkarya, berbicara dan melakukan kegiatan lain sesuai

dengan keahlian dan profesinya. Tetapi sebagai anggota masyarakat, ia
berkewajiban untuk menghormati dan memberikan kebebasan kepada

orang lain untuk berkarya dan berprestasi sesuai dengan profesinya, mem

peroleh pendidikan dan kesehatan serta memperoleh kesempatan bekerja.
Proses bermasyarakat, selalu dijumpai adanya sistem pelapisan sosial.

Terjadinya sistem ini salah satu penyebabnya adalah adanya sesuatu yang
lebih dihargai dari yang lain, sehingga memberikan kemungkinan bagi terwujudnya berbagai statas sosial dan peran dalam masyarakat tersebut.
Status adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat, sedang

kan peran (role) adalah aspek dinamis dari statas tersebut. Seseorang yang
melaksanakan hak, kewajiban dan tajuan-tujuannya sesuai dengan status
sosialnya, maka ia tengah menjalankan suata peran.
Astrid S. Susanto (1977:94) mengutip pendapat Laurance Ross ten

tang role sebagai dinamisasi dari status atau penggunaan hak dan kewajib
an. Lebih jauh Koentjoroningrat (1974:121) mengemukakan, "dalam su

ata pranata, individu-individu yang terlibat di dalamnya selalu menempati
kedudukan-kedudukan tertenta pada hakekatnya kedudukan-kedudukan

tersebut merupakan suata komplek dari kewajiban-kewajiban dan hakhak dari individu-individu yang menempatinya, yang disebut status"; ada-

pun segala cara bertingkah laku dari individu-individu untak memenuhi
kewajiban dan mendapatkannya tadi, disebut role. Harsoyo (1972:124) me

ngemukakan, "peran adalah keseluruhan pola perilaku seseorang yang

bertalian dengan statas tertenta yang diharapkan oleh masyarakatnya".

2. Motivasi

Motivasi merupakan sesuatu yang dianggap abstrak, tetapi hasil dari
motivasi dapat dibuktikan melalui manifestasi. Seseorang, karena motivasinya berupaya dan bekerja keras sehingga tercapai apa yang diinginkannya. Kaitan dengan motivasi, Aron Quinn (1958:46) mengartikannya

sebagai "complex state with in a organisme that direct behaviour toi ward a goal"

yakni suatu keadaan yang sifatnya kompleks pada sebuah sistem organ
isme dalam mencapai tujuan. Bahkan David Krech, Cs melalui "Indivi
dual in Society" (1962:69) yang mengemukakan bahwa, "the study ofthe di

rection andpersitence of'actrion is the study ofmotivation" yakni studi tentang do

rongan untak mengarahkan dan mempertahankan perbuatan adalah studi
tentang motivasi. Dengan demikian, motivasi adalah goal directed yaitu
dorongan yang tambuh karena ada tujuan yang ingin dicapai pada diri in-

dividu maupun kelompok ke arah untuk mempertahankan nilai-nilai yang
dianggap tmggi.
3. Kiyai

Pada umumnya, masyarakat memanggil seseorang dengan panggilam
kiyai adalah karena kedudukannya sebagai pemimpin (imam) atau panutan

pada suata lembaga pendidikan keagamaan seperti mushalla, masjid, maj-

lis ta'lim atau pondok pesantren;Juga karena ia memiliki kedalaman ilmu
pengetahuan keagamaan dan mempraktekannya. Kaitannya dengan pengertian kiyai, Taufiq Abdullah (1993:43) mengemukakan bahwa untuk

mencari padanan kata kiyai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang

plural ini yaita kata 'alim (bahasa Arab) yang berarti orang yang berilmu,
bentuk jamaknya yaita kata 'ulama yang berarti kumpulan atau sekolmpok

orang yang berilmu dari berbagai latar belakang pengetahuan.

Pada tulisan ini yang dimaksud dengan kiyai ialah, seseorang yang
memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan, dijadikan panutan dan
pemimpin pada suatu lembaga pendidikan keagamaan karena 'alim, oto-

praksi dan kharismanya.
4. Orientasi

Orientasi, pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976) diartikan se

bagai, "upaya mencocokkan keadaan sesuai dengan petunjuk". Sedangkan
Joyce M. Hawkins (1996:234) menuliskan, "orientasi adalah penyesuaian
diri terhadap obyek". Pada tulisan ini, yang dimaksud perubahan orientasi

pendidikan yaita upaya yang dilakukan kiyai, sebagai pengelola pondok
pesantren dalam mengikuti perkembangan dan kemauan masvarakat se
suai dengan kemampuan dan kesediaan sarana fasilitas.
5. Pendidikan dan Pendidikan Islam

Di dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (1989:2) dikemukakan, "pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta di-

dik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang". Dalam pelaksanaannya, usaha menyi
apkan peserta didik ita dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan sekolah dan pendidikan luar se
kolah. Ke semua lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan

ita adalah dalam upaya merubah perilaku subyektif menjadi perilaku yang
obyektif sesuai dengan norma dan petunjuk nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat. Kaitannya dengan pendidikan Islam, maka usaha yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan adalah membentak kepribadian muslim (Zakiyah Derajat, 1983:27) yaitu manusia yang beriman,
berilmu dan mengamalkannya.

6. Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata yang
berbeda yaita pondok dan pesantren. Kata pondok, dalam bahasa Arab

funduq yang artinya ruang tidur atau asrama sederhana karena memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari
tempat asalnya. Sedangkan pesantren berasal dari kata santri yang mem

peroleh awalan pe dan akhiran an yang berarti menunjukkan tempat, maka
artinya adalah tempat para santri. Sedangkan kata pesantren, dianggap
sebagai gabungan antara suku kata sant (bahasa sankrit, manusia baik) dan
suku kata tra (bahasa sankrit, "suka menolong"), sehingga kata pesantren

da-pat berarti tempat pendidikan manusia yang baik-baik (Manfred
Ziemek, 1986).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan tradisional Islam yang di dalamnya sebagai tempat pa

ra santri untak mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan penekanan terhadap pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah, untuk memperoleh gambaran tentang
model sistem pendidikan yang berlangsung di Pesantren Buntet Cirebon
Untuk menemukan model pendidikan seperti ini, akan dilihat bagaimana

peran kiyai yang dianggap lebih dominan itu dan bagaimana interaksi
dengan semua komponen lainnya dalam proses pendidikan. Serta ba

gaimana peran kiyai dalam membentak kepribadian santri.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pembaca, baik
bermanfaat yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis. Manfaat
yang bersifat teoritis, pembaca akan memperoleh gambaran secara
langsung bahwa lembaga pendidikan yang ada di Pesantren tidak hanya
mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan, melamkan ilmu pengetahuan
umum/kejuruan dan keterampilan juga disampaikan.

Pengetahuan tersebut akan diperoleh, karena penulis berusaha
mengungkapkan bahwa duma pesantren tidak seperti apa yang diduga
oleh sebagian kecil masyarakat umum yaitu sebagai scond class dalam
pendidikan (sarana atau mutu pendidikan). Pendidikan yang berlangsung
di Psantren, sejak dua dasawarsa terakhir ini tidak hanya dikelola secara
tradisional. Di beberapa pesantren tertenai yang dikelola secara modern
meUbatkan tenaga-tenaga profesional, sehingga lembaga pendidikan yang

ada di pesantren tidak hanya lembaga pendidikan keagamaan yang lebih
mengutamakan pemahaman dan penguasaan al-Quran dan Kitab Kuning
(KK). Lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat umum dan kedmasan,
juga telah ada sebagai pemenuhan kebutuhan. Terhadap kedua lembaga
yang terakhir, kurikulum yang digunakan di sampmg kurikulum nasional
juga diberikan kurikulum lokal yang dirancang dan disesuaikan dengan
tujuan pesantren. Karenanya, tenaga pendidiknya juga disesuaikan dengan
mata pelajaran yang disampaikan.

Melalui ketiga bentak lembaga pendidikan itulah sehingga seorang

santri, walaupun ia bersekolah pada lembaga pendidiikan umum tetapi ia
memperoleh pengetahuan umum/kejuruan dan keterampilan serta keaga-

maan dari lembaga pendidikan yang dimasukinya juga memperoleh
pengetahuan keagamaan pengalaman peribadatan dari pesantrennya.
Sedangkan manfaat secara praktis, pembaca akan memperoleh gambaran yang jelas tentang model dan sistem pendidikan yang diupayakan

oleh para kiyai/pembina Pesantren Buntet. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa, para kiyai Buntet tidak pernah berhenti mengupayakan bentak

dan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hingga

tahun ajaran 1999/2000 ini, para kiyai Buntet telah mendirikan tiga
bentuk lembaga pendidikan yaitu pendidikan keagamaan, pendidikan

keumuman dan pendidikan kejuruan. Disamping ita, mereka tetap
mempertahankan sistem tradisionalnya yaitu memberikan pengetahuan
keagamaan secara nendalam kepada para santrinya berupa pengajian KK

dan praktek-praktek ibadah sebagaimana yang dilakukannya (sebagian
besar kiyai Buntet adalah penganut tarekat tijaniah dan syathariah).
Setelah memperoleh kedua manfaat di atas, minimal pembaca akan

mempertimbangkan kembali dugaan yang salah tentang Pesantren sebagai
lembaga pendidikan scond class. Dan diharapkan model dan sistem
pendidikan di Pesantren Buntet akan dijadikan sebagai panduan untak

memilih pondok pesantren sebagai salah sata lembaga pendidikan yang
memberikan pengetahuan, sikap mental dan keterampilan.
r. Kerangka Pemikiran

Pesantren, pada awal berdirinya merupakan lembaga pendidikan Islam

tradisional (salafy) yang fungsi dan tujuannya adalah sebagai tempat syi'ar

Islam. Maju atau mundurnya lembaga ini sangat dipengaruhi kiyainya dan

dukungan dari masyarakat lingkungan setempat. Keadaan pesantren saat
ita bersifat tertutap dan perannya pun masih terbatas pada persoalan

keagamaan dan hanya untuk masyarakat lingkungannya saja. Perkem

bangan berikutnya, beberapa pesantren tertenta yang dipimpin kiyaicendekiawan muslim mulai memperoleh perhatian masyarakat luas. Sejak
ita, pondok pesantren menjadi suata lembaga pendidikan terbuka dan
mau menyesuaikan diri dengan perkembangan dan keinginan masyarakat

luas; perannyapun tidak hanya dalam bentak keagamaan, melainkan juga

masalah-masalah sosial lainnya. Inilah yang dimaksud Mastuhu (1994:21)
bahwa, "pondok pesantren ada-lah lembaga pendidikan Islam yang

bercirikan grass root people yang telah tumbuh dan berkembang di
Nusantara sejak 300-400 tahun yang lalu".

Implikasi dari perubahan (dari suata sistem kelembagaan tertutup
menjadi lembaga pendidikan terbuka) adalah, tangsi lembaga ini berubah

yaita mulai menyiapkan diri beberapa perlengkapan sebagaimana perlengkapan yang ada pada lembaga pendidikan sekolah yaita meliputi bentuk

kelembagaan yang menerapkan sistem kelas, kurikulum dan metode pengajaran yang tidak hanya ala tradisional yakni sorogan, bandongan dan ha-

laqah. Kenyataan ini menggambarkan bahwa, usaha dan kegiatan yang di
lakukan pondok pesantren secara garis besar dapat dibedakan atas dua
tangsi pelayanan yaita: pelayanan kepada santri dan pelayanan kepada
masyarakat (Suyata dalam Dawam Rahardjo (Ed.), 1985:16). Dalam ben

tak pelayanan pertama, pesantren menyajikan beberapa sarana bagi per

kembangan pribadi muslim bagi para santrinya; sedangkan bentak pelayana kedua, pesantren berusaha mewujudkan masyarakat sesuai dengan
perkembangan dan kemampuan yang ada.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, pondok pesantren adalah

lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang selalu adaptif terhadap peru-

bahan dan perkembangan yang terjadi di lingkungannya. Sifat adaptif ada

lah sifat dasar kurikulum yang diperlukan untak mengantisipasi tantatan
dan perkembangan. Cuban (1992:216) mengemukakan, "paling tidak ada

tiga dasar keyakinan yang kondusif untak dijadikan sebagai landasan akan
pentinnya memperhatikan sifat adaptif kurikulum terhadap perubahan
yaita: 1) perubahan yang terjadi sifatnya positif, 2) perubahan yang terjadi
di lingkungan sekolah cenderung sifatnya terus menerus (kontinue) dan 3)

perlunya usaha untuk menyempurnakan rencana-rencana yang disusun
oleh lembaga atau pendidik, karena terjadinya proses adopsi terhadap su
ata inovasi".

Berpatokan kepada ketiga dasar di atas maka dapat diyakini bahwa,
perubahan yang terjadi di pondok pesantren sangat pen ting artinya karena
dapat mempengaruhi kurikulumnya. Selama ini, antara pondok pesantren

dengan masyarakat dalam pemahaman terhadap suatu nilai (ketetapan
sikap dan perilaku [Salvanayasan, 1984]) terdapat perbedaan yang mendasar; pondok pesantren dalam pemahaman terhadap nilai-nilai keaga
maan, lebih bersifat tekstaal sedangkan masyarakat lebih bersifat kontekstaal. Pemahaman secara kontekstaal yang dipilih masyarakat, akan

melahirkan semangat kreatif-inovatif sesuai dengan persoalan yang sedang berkembang. Di samping ita, pemahaman secara kontektaal juga
dapat memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untak melakukan
interpretasi atau reinterpretasi terhadap suata nilai yang bersifat tektual
untak mengadaptasi persoalan-persoalan yang muncul dan berkembang

dalam masyarakat.
Pola pemahaman pertama (pemahaman terhadap nilai secara tekstaal)

biasanya dilakukan oleh pesantren-pesantren tradisional, sedangkan pe-

santren yang tengah berusaha menerapkan kurikulumnya sesuai dengan
keinginan masyarakat, cenderung menggunakan pola kedua (pemahaman
secara kontekstaal). Perkembangan dengan pola kedua ini cukup kondusif
untuk menopang proses inovasi, apalagi jika dikaitkan dengan usahausaha untuk membuktikan kebaikan dari inovasi itu dalam sistem kehi-

dupan masyarakat lingkungan pondok pesantren khususnya.

Untuk menerapkan pola kedua, sangat ditentukan oleh seorang pemimpin pondok pesantren yang memiliki ilmu pengetahuan keagamaan
yang luas, memahami betul tentang kurikulum pendidikan sekolah juga

diterima oleh masyarakat terutama karena kewibawaan dan kesalehannya.
Pemimpin pondok pesantren dimaksud adalah kiyai yang memiliki visi

dan misi yang jelas dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam di
pondok pesantren yang dipimpinnya. Salah satu visinya yang prospektif

dan memenuhi tantatan masyarakat adalah memadukan dua sistem pen
didikan yang berbeda yaita sistem pendidikan sekolah dan sistem pendi
dikan pondok pesantren. Misi dari penggabungan kedua sistem pendi
dikan ita, memberikan arah dan tujuan jangka panjang kepada para santrinya agar memperoleh dua ilmu pengetahuan sekaligus dalam satu saat
yang bersamaan. Kedua ilmu pengetahuan dimaksud adalah ilmu penge

tahuan keagamaan yang diperolehnya melalui lembaga pendidikan pon
dok pesantren dan ilmu pengetahuan umum atau keterampilan yang di
perolehnya melalui lembaga pendidikan sekolah yang dimasukinya. Untuk

lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada bagan
nomor 1 di bawah ini.

Gambar 1

Konsep Pendidikan di Pesantren Buntet
Kebutuhan
^

masyarakat

w

Respon
Lembaga

Bentuk dan Jenis
w

Pendidikan

Feed back

Berdasarkan gambar di atas, maka persoalan besar yang harus dijawab

dalam penelitian ini adalah, apa motivasi kiyai dan bagaimana perannya
dalam menentakan orientasi pendidikan Islam yang berlangsung di pon
dok pesantren Buntet Cirebon dalam upaya memadukan dua sistem pen
didikan yaitu pendidikan luar sekolah (sistem pendidikan pesantren) dan
pendidikan sekolah melalui beberapa lembaga-lembaga pendidikan seko
lah yang telah ada di lingkungan pondok pesantren Buntet Cirebon.

BAB III

PROSEDURPENELITIAN
A. Metode Penelitian

\'^T )?,*%£& If;/
-:7
v

v-

* v*

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu, "prosedur pe

nelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati" (Lexi J. Moleong,
1989); Nana S. dan Ibrahim (1989) mengemukakan, "penggunaan

pendekatan kualitatif adalah untuk menghasilkan grounded theory yaitu teori
yang timbul dari data dan bukan dari hipotesis sebagaimana dalam pende
katan kuantitatif'.

Secara rinci, S. Nasution (1988:9-11) mernjabarkan karakteristik pendekatah kuahtatif sebagai berikut,
(1) sumber data ialah situasi yang wajar (natural setting), (2) peneliti
sebagai instrumen penelitian, (3) sangat deskriptif, (4) mementingkan
proses maupun produk, (5) mencari makna di belakang kelakuan atau per
buatan sehingga dapat memahami masalah atau situasi, (6) mengutamakan
data langsung (first hand), (7) triangulasi: data atau informasi dari satu pihak
harus diteliti kebenarannya dengan memperoleh data itu dari sumber lam,
(8) menonjolkan rincian kotekstual, (9) subyek yang diteliti dipandang
sama kedudukannya dengan peneliti, (10) mengutamakan perpektif emic

yakni mementingkan pandangan responden bagaimana ia menafsirkan dan
memandang dunia dari segi pendiriannya, (11) verifikasi, antara lain
melalui studi kasus yang bertentangan atau negatif, (12) sampling yang
purposif, (13) menggunakan audit trail yaitu, pelacakan apakah laporan
penelitian sesuai dengan yang dikumpulkan, (14) partisipasi tanpa mengganggu, (15) mengadakan analisis sejak awal penelitian

Penggunaan pendekatan kuahtatif dalam mengkaji sistem pendidikan
di pondok pesantren, didasarkan atas ciri-ciri kuahtatif yang relevan deng
an tantatan. Dalam hal ini, (1) pendekatan kuahtatif menggunakan ling

kungan alamiah sebagai sumber data langsung yaitu pimpinan dan santri
serta alumni pesantren dan masyarakat sekitar lingkungan pondok pe-

santren; (2) penelitian kuahtatif sifatnya deskriptif analitik, data yang di

peroleh meliputi hasil pengamatan, wawancara, pemotretan, dokumen,
catatan lapangan yang disusun di lokasi penelitian yang tidak selalu dituangkan dalam bentuk dan bilangan statistik; (3) dalam penelitian kua
htatif, data dan informasi disajikan secara langsung hakekat hubungan

antara peneliti dan responden; (4) penelitian kuahtatif mengutamakan
makna dan penajaman nilai yang ditemui di lapangan.
B. Wilayah dan Obyek Penelitian
1.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Buntet yang berlokasi di Desa

Mertapada Kulon Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Pesan
tren Buntet, memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan unik jika
dibandingkan dengan sejarah perjalanan beberapa pondok pesantren yang
ada di Cirebon bahkan dibandingkan dengan beberapa pondok pesantren

di Indonesia sekalipun. Memihki sejarah panjang, karena Pesantren

Buntet telah berusia hampir sata setengah abad (1857-1999). Uniknya,

selama perjalanan sejarah itu, pondok pesantren yang terkenal thariqah
(tijaniyah dan syathariah)-nya ini dipimpin secara tarun-temurun oleh para
kiyai yang masih ada gans keturunan langsung dari kesultanan Cirebon.
Karena ita, sistem kepemimpinannya, hampir sama dengan sistem
kerajaan yang ada di Kesultanan Cirebon.

Bagi penulis, ada sata hal yang lebih menarik dari sekedar mengetahui
panjangnya sejarah dan uniknya kepemimpinan di Pesantren Buntet, yaitu
para kiyai dan ustadznya secara konsisten dan kontinyu memikirkan
bagaimana agar bentak dan sistem pendidikan yang diupayakannya itu

bermanfaat dan sesuai dengan keinginan masyarakat luas. Dari sinilah

sehingga penulis ingin mengathui secara langsung dan mendalam motivasi
dan peranan kiyai dalam mengupayakan dan menentukan orientasi

pendidikan di lembaga yang dibinanya ita.
2. Subyek Penelian

Fokus penelitian ini adalah penentu orientasi pendidikan Islam, ka
rena ita yang dijadikan subyek penelitian adalah:

a. Para kiyai dan para pengelola/pembina Pesantren Buntet,
b. Tokoh masyarakat dan tokoh keagamaan,

c. Aparat pemerintah Desa,
d. Warga masyarakat yang diperkukan

C. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa karakteristik dalam pendekatan kuahtatif, antara lain me-

ngungkapkan makna (meaning) merupakan hal yang esensial, digunakan
natural setting sebagai sumber data langsung, dan peneliti sendiri meru

pakan instrumen kunci (key instrument) yang memihki kepekaan dan fleksibilitas yang tidak terbatas. Dalam "penelitian nataralistik dilakukan tidak
hanya wawancara dan observasi, meskipun kedua hal ini menempati po
sisi dominan; bahan dokumentasi juga mendapat perhatian selayaknya
oleh peneliti" (S. Nasution, 1988:85).

Dengan demikian, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 1. teknik wawancara mendalam, 2. observasi dan 3.
stadi dokumen.

1. Teknik Wawancara Mendalam

Wawancara, menurut Lincoln dan Guba yang dibahasa Indonesiakan Ahmad Sonhadji (1994:63) adalah "suata percakapan, yang

bertajuan untuk memperoleh konstruksi yang terjadi tentang orang,

kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuanm kerisauan
dan sebagainya";

Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka yakni,
respoden (kiyai dan pembina pesantren lainnya, santri dan masyarakat

daerah sekitar pesantren) diberikan kebebasa untak mengemukakan pen-

dapatnya sesuai dengan kemampuan dan kemauannya; sedangkan peneliti
berusaha mengarahkan dan menafsirkannya sesuai keperluan. Alat bantu

utama yang digunakan penulis adalah pedoman wawancara yang telah
dipersiapkan sebelum melakukan wawancara, di samping ita buku saku,
balpoint, tape recorder dan kamera foto.
2. Teknik Observasi

Lincoln dan Guba (1985) mengklasifikasi observasi menjadi tiga cara
yaita: 1) pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau nonpartisipan, 2) observasi dapat dilakukan secara terus terang atau penya-

maran, walaupun secara etis dianjurkan untuk terus terang (overt) kecuali
dalam keadaan tertentu yang memerlukan penyamaran (covert), dan 3) me-

nyangkut latar penelitian. Observasi dapat dilakukan pada latar "alami"
atau "dirancang".

Teknik observasi pada penelitian ini ditujukan kepada komunitas pe
santren, yang memiliki ciri-ciri tertenta sebagai lembaga pendidikan dan
lembaga sosial. Khususnya terhadap kiyai, karena keterhbatannya yang

mendalam sebagai pembina dan pembimbing sangat domman dalam me
nentukan arah dan kebijakan sistem pendidikan pesantren.
Dalam melakukan observasi, penulis melakukan observasi partisipan

terhadap sistem pendidikan pesantren yang berlangsung, melalui keikutsertaan penulis dalam beberapa kegiatan yang menurut penulis dianggap

patut untuk diikuti secara langsung. Seperti sebelum, sedang berlangsung
maupun setelah pelaksanaan pengajian KK, pelatihan keterampilan muhadharah dan kegiatan keterampilan lainnya. Sedangkan untuk mengetahui
perilaku kiyai dan para pembina, juga terhadap penlaku beberapa orang
santri dan alumni pesantren, serta perilaku tokoh masyarakat lingkungan
pesantren dilakukan observasi non-partisipan.
3. Teknik Studi Dokumen

Teknik dokumentasi dilakukan, untuk mengumpulkan data dan infor
masi dari sumber non-insani. Sumber ini terdiri dari dokumen dan rekam

an. Lincoln dan Guba (1985) mengartikan "rekaman" sebagai tulisan atau

pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untak individual atau organisasi
dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan "doku
men" digunakan untuk mengacu setiap tulisan atau bukan, selain "rekam
an" yaita tidak dipersiapkan secara khusus untak tajuan tertentu seperti
surat-surat, buku harian, naskah pidato, editorial surat kabar, catatan

khusus, skrip televisi ataupun foto-foto kegiatan.

Di suata instansi kelembagaan, terdapat dokumen resmi. Dokumen

resmi oleh Moleong (1988) dibagi menjadi dua bentuk yaitu dokumen
internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal be-rupa antara lain:

memo, pengumuman, instruksi, aturan, rekaman hasil rapat ataupun

1U2

keputusan pimpinan yang digunakan untak kalangan sendiri; sedangkan
bentuk dokumen eksternal berupa bahan-bahan in-formasi yang dihasil
kan oleh suatu lembaga misalnya: majalah, buletin, pernyataan dan berita
yang ditafsirkan kepada media masa.
D. Teknik Analisis Data

Analisis data, menurut Bogdan dan Bikle yang pendapatnya dikutip
Ahmad Sonhadji (1994:77) adalah, proses pelacakan data pengamatan
secara istematik terhadap transkip wawancara, catatan lapangan dan ba
han-bahan lain yang dikumpulkan untak meningkatkan pemahaman ter

hadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasekan temuannya ke
pada orang lain.

Dalam menganalisa data, penulis memulainya sejak penulisan deskripsi kasar sampai produk penelitian yakni dengan melakukan dua cara yaita
1) data dianalisa pada saat pengumpulan data berlangsung, dan 2) data
dianalisa setelah semua data dikumpulkan.

Pertama, data dianalisa saat pengumpulan data. Cara ini ditempuh me

lalui langkah-langkah: a) penegasan terhadap tajuan penelitian, b) peng
embangan pertanyaan yang bersumber pada pedoman wawancara yang
telah dipersiapkan, c) memasukkan data baru yang telah diperoleh ke

dalam bagian-bagian tertenta sesuai dengan sub-masalah, d) dan mengomentarinya secara umum, e) mendalami literatur yang berhubungan de
ngan data yang diperoleh selama di lapangan.

Kedua, data dianalisa setelah semua data dikumpulkan. Setelah semua
data dari wawancara, pengamatan yang sudah ditaliskan dalam catatan

lapangan, dokumen resmi/pribadi, foto/gambar berhasil dikumpulkan

kemudian dibaca, dipelajari dan ditelaah. Langkah selanjutnya adalah
diadakan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi meru

pakan usaha merangkum yang inti, proses dan pernyataan-pcrnyataannya
perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Berikutnya yaitu, menyusunnya dalam bentak sataan-sataan dan dari satuan-satuan ini kemudian
dikategorisasi.
E. Pelaksanaan Penelitian

Secara keseluruhan, pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui dua

tahap, vaitu 1. tahap orientasi pendahuluan dan 2. tahap pelaksanaan pe
nelitian ke lapangan.
1. Tahap orientasi pendahuluan

Penulis mcngenal Pesantren Buntet (masyarakat setempat menyebutnya Buntet Pesantren) sejak 1995 yaitu ketika penulis tarut serta dalam

penelitian kelompok tentang "Kontribusi Pondok Pesantren terhadap
Pembangunan Daerah Kabupaten Cirebon" (salah satunva adalah Pesan

tren Buntet) yang dilaksanakan dosen-dosen STAIN Cirebon.
Bagi penuhs, Buntet Pesantren memiliki beberapa kelebihan diban
dingkan dengan beberapa pesantren lain yang ada di Cirebon seperti Pon
dok Pesantren Al-Ishlah (Bobos), Pondok Pesantren Mutaallimin (Babakan Ciwaringin), pondok pesantren al-Wathoniah (Arjawinangun) dan

Pondok Pesantren Mubtadiin (Kempek). Salah sata kelebihan yang ada pa
da Pesantren Buntet adalah kiyai dan para pembinanya tidak pernah
berhenti memikirkan tentang perkembangan dan kemajuan lembaga pen

didikan Islam. Perkembangan terakhir (tahun ajaran 1997/1998) Pesan

tren Buntet membuka Perguruan Tinggi (AKPER), di samping itu tetap
menjaga sistem tradisionalnya yang telah ada sejak awal bcrdirinya. Dari

sinilah penulis terilhami untak mengetahui lebih dekat tentang Pondok
Pesantren Buntet, terutama yang berhubungan dengan sistem pendidikan
yang sedang dikembangkan.

Hasil dari pra-penelitian ita kemudian penulis tuangkan ke dalam ben

tak Proposal Penelitian thesis untak selanjutnya diajukan kepada Panitia
Ujian Program Pascasarjana IKIP Bandung untuk diseminarkan. Alhamdulillah pada Maret 1998, penulis dinyatakan lulus dan boleh melanjutkan

proposal penelitian itu untak diangkat menjadi topik penelitian thesis.
Pada April 1998, penulis memperoleh SK Pembimbing yang ditanda

tangani Direktur Pascasarjana IKIP Bandung, Prof. Dr. H. Abdul Azis
Wahab, MA dengan menetapkan Pembimbing I, Prof. Dr. H. Sudardja
Adiwikarta, MA dan Pembimbing II Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak. Atas

dasar saran dari kedua pembimbing agar judul proposal diperbaiki dan

fokus masalah dipertajam. Setelah proposal penehtian diperbaiki, penulis
dibolehkan untuk melanjutkan penulisan thesis.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ke Lapangan

Setelah penulis memperoleh surat ijin penelitian pada Desember 1998

(bertepatan dengan bulan Ramadhan 1419 H), penulis memulainya deng
an silatarahmi ke beberapa teman dosen yang berasal dari Buntet Pesan

tren. Sambil menyusun instrumen penehtian, penulis melakukan kunjung-

an ke kantor Kepala Desa Mertapada Kulon untuk memperoleh data dan
informasi penunjang yaita berupa monografi dan keadaan Desa.

Dalam pelaksanaan penehtian di lapangan, penulis mempersiapkan diri
dengan instrumen penehtian berupa Instrumen yakni konsep pertanyaan

yang akan diajukan kepada obyek penehtian, dan perlengkapan fisik be-

rupa tustel, tape recorder, buku catatan dan perlengkapan lain untuk ting
gal selama beberapa wakta di pondok pesantren. Adapun kegiatan yang
dilakukan penuhs selama berada di pondok pesantren Buntet diungkapkan melalui tahapan-tahapan berikut:

Tahap pertama, penuhs datang secara langsung ke lapangan selama 10
hari (12-22 Desember 1998) dengan kegiatan, antara lain:
a) Tinggal bersama para santri di hngkungan pondok pesantren Bun
tet, untuk mengetahui bentak-bentuk kegiatan rutin baik kegiatan
keagamaan maupun kegiatan kependidikan vang dilakukan santri,
b) Turut serta dalam kegiatan rutin santri tentang pengajian kitab
klasik Islam dan pelaksanaan peribadatan,

c) Memperhatikan, mempertanyakan dan mencatat kegiatan kiyai dan

para pengelola pondok, kaitannya dengan sistem pendidikan yang
ada di hngkungan pondok pesantren Buntet,
d) Bersilatarahmi ke rumah-rumah kiyai, untuk memperoleh infor

masi atau data tentang keluarga, pendidikan dan kegiatan (keaga
maan dan kemasyarakatan) kiyai di rumah,
Tahap kedua, penuhs berkunjung dan mondok lagi beserta santri di

pondok pesanten Buntet selama tiga hari (03-06 Januari 1999) dengan
kegiatan sebagai berikut:

a) Berkunjung dan mengumpulkan data dari lembaga-lembaga pendi
dikan (sekolah dan luar sekolah) yang ada di pondok pesantren

Buntet terutama dokumen yang ada hubungannya dengan keadaan

guru atau ustadz, santri, siswa/murid dan sistem kepemimpinan
nya,

b) Berkunjung ke beberapa tokoh masyarakat Desa Mertapada Ku
lon, untak memperoleh informasi tentang perkembangan pondok
pesantren Buntet dan dampaknya terhadap perkembangan masya
rakat,

Tahap ketiga, penuhs berkunjung ke pondok pesantren Buntet selama

tiga hari (10-13 januari 1999). Pada tahap ini penulis meman-faatkannya
dengan berdialog atau wawancara terbuka dengan kiyai, santri dan warga

masyarakat Desa Mertapada Kulon. Pada saat dialog/wawancara, res-

ponden dimohon untak mengemukakan pendapatnya tentang perkem
bangan pondok pesantren Buntet, peranan kiyai dalam pelaksanaan ke

giatan kependidikan di pondok pesantren Buntet atau keterhbatan kiyai
dengan kegiatan masyarakat. Pada kegiatan ini, penuhs merekam, mencatat dan pengambilan gambar kiyai-kiyai tertentu.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data/informasi, penuhs mengalami
sedikit hambatan yaita, penuhs sebagai Dosen di STAIN/IAIN Cirebon

sehingga sedapat mungkin membagi wakta antara mengajar dan tinggal di
pondok pesantren (jarak antara STAIN/IAIN dengan Pondok Pesantren
Buntet adalah 15 Km). Hambatan ini dapat diatasi, antara lain dengan

meminta bantaan kepada beberapa mahasiswa atau Dosen STAIN/IAIN
Cirebon yang berasal dari daerah Buntet. Atau beberapa teman yang per
nah mesantren di pondok pesantren Buntet.

BABV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

vv

1. Perkembangan Pesantren Buntet secara historis

Perkembangan yang terjadi di pesantren Buntet, dapat dikategorikan
ke dalam tiga macam yaita pertama perkembangan sarana-fasihtas, kedua,

perkembangan kelembagaan dan ketiga perkembangan kependidikan. Ke

tiga bentak perkembangan ini bermuara pada perkembangan visi dan misi
kelembagaan dan kependidikan.

Pembahasan ini difokuskan pada perkembangan pondokan dan lem

baga pendidikan. Pesantren Buntet, dihhat dari perkembangan sarana
fasihtas kamar/asrama santri mengalami perubahan yang cukup pesat;

namun perkembangannya, menurut penuhs, memihki ciri khas tersendiri
jika dibandingkan dengan perkembangan asrama santri di beberapa pon
dok pesantren tradisional yang ada di wilayah III Cirebon. Pondok yang
ada di Pesantren Buntet, hingga penehtian ini berlangsung telah ada 37

pondok dengan 275 kamar. Dari ke-37 pondok ini, dapat dikategorikan
sebagai pondok atau "asrama kecil" karena tempatnya di rumah-rumah
kiyai. Selain ke-37 asrama itu, ada "asrama besar" yang lebih dikenal
dengan sebutan ASBES. Perkembangan sarana fisik berupa asrama/
pondok santri ini sangat bervariasi, ditentukan oleh tingkat kepeduhan
pemiliknya. Melalui kedua bentuk asrama inilah sehingga santri Pesan
tren Buntet ada yang disebut santri ASBES (santri yang tinggal di asrama
besar) dan santri rumah (santri yang tinggal di rumah kiyai).
Berdasarkan penyebutan santri Buntet di atas, maka wajar jika kuantitas santri di Pesantren Buntet sulit didata secara administratif karena

*

b

kiyai yang memihki santri tidak semua melaporkan iumlali dan keadaan
santrinya. Di samping itu, secara kuahtas santri Buntet sangat ditentakan
oleh berkuahtas atau tidaknya kiyai dalam pemahaman terhadap suata

KK dan pengetahuan keagamaan. Santri Buntet yang tinggal di pondok

yang kiyainya memihki keahhan tertentu dan memperhatikan penuh ter
hadap peribadatanya, maka ia akan mewarisi apa yang disampaikan kiyai

nya dan menjadi anak yang shaleh. Sebahknya santri yang tinggal di
rumah kiyai yang kurang peduli terhadap peribadatannya dan tidak maksimal dalam mengamalkan "ilmunya", maka kuahtas dan kesalehannya
dipertanyakan.

Akibat langsung dari keadaan di atas adalah pertama tidak diperoleh

gambaran tentang sistem organisasi santri Pesantren Buntet, padahala,
melalui organisasi santri ita akan terbentuk sistem kepemimpinan santri
yang berkesinambungan; melalui organisasi juga, santri akan memihki
keterampilan berorganisasi dan kepemimpinan. Kedua, tidak diperoleh
data tentang profil atau ciri khas (ilmu keagamaan) tertenta yang dimiliki
alumni Buntet.

2. Bentuk Pendidikan dan Respons kiyai terhadap keinginkan
masyarakat

Dipelajari secara periodisasi, bentak pendidikan yang ada di Pesan
tren Buntet secara terus menerus mengalami perubahan. Pada periode I

(1758-1782) dan Periode II (1782-1824) Pesantren Buntet masih berbentuk "lembaga sosial keagamaan", sehingga lembaga pendidikannya
berbentak madrasah-masjid dan majlis ta'lim; Periode III (1824-1910) mulai

meningkat menjadi pondok tradisional, karena di samping sudah terjadi
proses pendidikan yaita pengajaran al-Quran dan beberapa KK dasar

dengan metoda sorogan dan bandonganayx, juga para pembina tetap mem
bina masyarakat melalui majlis ta'hmnya.

Periode IV (1910-1946) pondok Buntet dapat dikategorikan sebagai

pondok pesantren tradisional, karena telah dibuka dua lembaga pendi
dikan sekolah, yaita MWB (setingkat TK Islam) dan MWI (setingkat

SD), yang dalam pembelajarannya telah terbentuk sistem kependidikan.
Di kedua madrasah ita telah ada kepala sekolah, beberapa ustadz yang

disesuaikan dengan bidang pengetahuan dan materi pelajarannya diatur
secara terjadwal serta diselenggarakan dalam bentak perjenjangan. Pesan
tren Buntet mengawah era baru yaita pada periode V (1946-1979) ketika
dipimpin KH. Mustahdi. Behau, telah membuka beberapa lembaga pen
didikan seperti MTs, PGA, Madrasah Ahyah (kemudian dinegerikan

menjadi MAAIN, terakhir menjadi MAN) bahkan IAIN CabangJakarta.
Lembaga pendidikan yang ada di Pesantren Buntet hingga tahun ajar
an 1998/1999, dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaita lem
baga-lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah koordinasi LPI
dan lembaga pendidikan yang berada di bawah koordinasi YPI. LPI dan
YPI, memihki struktur, fungsi dan kemepimpinan yang berbeda. Kenya

taan ini sering membuat masyarakat menduga-duga bahwa, pertama di
Pesantren Buntet terdapat duahsme kepemimpinan dalam penentuan

kebijakan masalah pengembangan kependidikan. Tapi jika diperhatikan
dari komposisi kepengurusan, temyata ada beberapa nama kiyai yang
menjadi pengurus di LPI maupun YPI. Kedua, masing-masing lembaga
ita memi-liki peran yang sama yaita melayani kebutuhan masyarakat da
lam bidang pendidikan: LPI melayani kebutuhan masyarakat dalam
bidang pendidikan Islam yang bersifat luar sekolah (non-formal) seperti:

madrasah masjid, majlis ta'lim dan madrasah diniyah dan lembaga-lembaga

pendidikan Islam bersifat umum dalam bentak persekolah seperti MI
NU, MTs NU, MA NU dan MAK NU, sedangkan YPI melayani

kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan kejuruan yaitu AKPER.

Dengan dibukanya lembaga pendidikan yang bersifat keagamaan, keumuman dan kejuruan, maka Pesantren Buntet dapat dikategorikan seba

gai Pondok Pesantren Terpadu yang mampu memadukan ketiga materi
sekaligus yaita keagamaan-keumuman-kejuruan. Karena itu, para kiyai
"Buntet" telah mempertimbangkan keinginan masyarakat agar lembaga-

lembaga pendidikan yang ada di lingkungan Pesantren Buntet tidak
hanya berorientasi pada keagamaan, tetapi juga keumuman dan kejuruan.
3. Pemikiran Kiyai terhadap Pondok Pesantren Terpadu

Pemikiran kiyai "Buntet" terhadap bentuk dan jenis pendidikan, sa