KAJIAN BANDINGAN WAWACAN LAYANG SYEKH ABDUL QADIR JAELANI DENGAN MANAQIB SYEH ABDUL QADIR JAELANI DAN PEMANFAATANNYA BAGI PENDIDIKAN.
KAJIAN BANDINGAN WAWACAN LAYANG SYEKH ABDUL QADIR
JAELANI DENGAN MANAQIB SYEH ABDUL QADIR JAELANI DAN
PEMANFAATANNYA BAGI PENDIDIKAN
Tesisdiajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.
oleh ANI HAELANI
NIM 1103436
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
(2)
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Yus Rusyana NIDN. 0024033802
Pembimbing II,
Dr. Hj. Vismaia S. Damaianti, M.Pd. NIP. 196704151992032001
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
Dr. Sumiyadi, M.Hum. NIP. 1966032019910331004
(3)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyataka bahwa tesis dengan judul “Kajian Intertekstual Wawacan Layang
Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan Pendekatan Nilai Luhur pada Masyarakat Multikultural
dan Pemanfaatannya bagi Pendidikan” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya sanggup menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Juli 2013
Yang membuat pernyataan
(4)
ABSTRAK
Penelitian ini diberi judul “Kajian Bandingan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir
Jaelani dengan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani dan Pemanfaatannya bagi Pendidikan”.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui penggambaran bandingan intertekstual atau mengungkapkan pemikiran-pemikiran keislaman yang tersurat di dalam wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan dalam Manaqib Syeh Abdul Qadir
Jaelani, mengetahui kaitan hasil pengkajian intertekstual atau mengungkapkan hipogram teks
wawacan Layang Syeh Abdul Qadir Jaelani pemanfaatan kajian intertekstual Wawacan
Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani bagi masyarakat dan pendidikan dengan terlebih dahulu
mengungkapkan makna penuh dari wawacan tersebut.
Sesuai dengan objek penelitian berupa wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani (SAQJ), maka metode yang ditentukan berorientasi pada metode kualitatif yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan cara mengobservasi, mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalisis, kemudian menginterpretasikannya. Metode deskriptif kualitatif dipilih bertujuan menggambarkan hasil penelitian secara mendetail dan komprehensif Langkah pertama dalam analisis sastra adalah mencari metode pendekatan yang sesuai dengan karya sastra itu sendiri. Setelah dipahami dari berbagai segi baru menetapkan kajian yang tepat untuk menganalisis SAQJ secara optimal, yakni dengan pegkajian intertekstual. Pengkajian intertekstualitas SAQJ difokuskan pada konsep teosofi tasawuf dan nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam yang digambarkan pada wawacan ini, yakni
SAQJ sebuah karya sastra faktual yang bisa dikatakan semimite (banyak berbicara kegaiban),
berlatar dan berbudaya Islam yang sufi.
Sebagai kesimpulan, Wawacan Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani adalah sebuah karya sastra lama, termasuk klasik yang diambil dari kitab Khulosotil Muffahir yang digubah ke dalam bentuk kitab manaqib dan wawacan. Nilai konsepsional yang terdapat dalam cerita ini mengacu pada nilai kemuliaan, rahasia cahaya-cahaya Ilahi, disertai dengan makna-makna yang tersembunyi di balik pengertian harafiah beberapa ayat suci Al-Qur an, meliputi nilai ketekunan dalam berilmu, nilai ketaatan kepada guru, nilai percaya dan yakin akan adanya Alloh SWT beserta para utusannya yaitu nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, para Malaikat, para Wali, para Auliya, nilai ghaib melalui perantara ilmu Tasawuf yang diterjemahkan sebagai ilmu mistiknya Islam. Nilai-nilai yang terkandung dalam Wawacan
Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani, masih banyak yang relevan dengan situasi dan kondisi
pembangunan masyarakat multikultur masa kini, karena figur agama Islam yang masyhur tersebut mampu memberikan sumbangan yang besar terhadap pembangunan kehidupan rohani khususnya dengan karakteristik pembinaan moralitas bangsa melalui pendidikan. Dengan penelitian ini setidaknya ikut berkontribusi dalam pelestarian dan pengembangan karya klasik agar mampu menghasilkan penelitian lanjutan yang variatif sehingga hasilnya masih tetap relevan dengan masyarakat multukltur seperti sekarang ini.
(5)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1
1.2 Masalah ... 4
1.2.1 Pembatasan masalah ... 4
1.2.2 Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian ... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
1.4 Definisi Operasional ... 6
1.5 Anggapan Dasar ... 6
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sastra Wawacan ... 8
2.2 Ajaran Tasawuf ... 9
2.3 Sejarah dan Kritik Sastra ... 13
2.4 Pendekatan terhadap Sastra Menurut Teori Abrams ... 16
2.5 Pendekatan Struktur ... 17
2.6 Pendekatan Bandingan (Intertekstualitas) ... 18
2.7 Nilai-Nilai Luhur Budi Pekerti sebagai Karakter Bangsa ... 19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 21
3.2. Sumber Data Penelitian ... 23
3.3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 23
(6)
BAB IV KAJIAN BANDINGAN TERHADAP WAWACAN LAYANG SYEKH ABDUL QADIR JAELANI DENGAN MANAQIB SYEH ABDUL QADIR JAELANI
4.1 Identifikasi Salinan Naskah ... 25
4.2 Struktur Isi Salinan Naskah Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani ... 28
4.3 Kajian Struktur Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani ... 36
4.3.1 Analisis Alur dan Pengaluran ... 36
4.3.2 Analisis Tokoh ... 71
4.3.3 Analisis Latar ... 94
4.3.4 Analisis Penceritaan ... 97
4.3.5 Analisis Ciri Khas Bahasa Pengarang sekaligus Nilai Budaya yang terkandung di dalamnya ... 100
4.3.6 Analisis Tema ... 101
4.3.7 Analisis Amanat ... 104
4.4 Analisis Fungsi Wawacan Layang Syeh Abdul Qadir Jaelani ... 108
4.5 Analisis Nilai Wawacan Layang Syeh Abdul Qadir Jaelani ... 109
4.6 Kajian Struktur Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani ... 109
4.6.1 Analisis Alur dan Pengaluran ... 109
4.6.2 Analisis Tokoh ... 125
4.6.3 Analisis Latar ... 131
4.6.4 Analisis Penceritaan ... 132
4.6.5 Analisis Ciri Khas Bahasa Pengarang sekaligus Nilai Budaya yang terkandung di dalamnya ... 135
(7)
4.6.6 Analisis Tema ... 135
4.6.7 Analisis Amanat ... 136
4.7 Analisis Fungsi Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani ... 138
4.8 Analisis Nilai Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani ... 144
4.9 Perbandingan antara Wawacan Layang Syeh Abdul Qadir Jaelani dengan 145
Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani ... 155
4.9.1 Perbandingan dari segi Struktur ... 155
4.9.2 Perbandingan dari segi Fungsi ... 158
4.9.3 Analisis Nilai-Nilai yang terkandung dari Kedua Salinan Naskah ... 162
BAB V PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN BAGI PENDIDIKAN 5.1 Model Pengajaran Invatif sebagai Model Pengajaran Nilai-Nilai Luhur dalam Karya Sastra ... 170
5.1.1 Problematika Pengajaran Nilai-nilai Luhur dalam sastra di Indonesia ... 170
5.1.2 Hakikat Pembelajaran Inovatif ... 171
5.1.3 Materi dalam Model Pengajaran Inovatif ... 171
5.1.4 Kegiatan Pembelajaran dengan Model Pengajaran Inovatif ... 172
5.2 Penerapan dan Tujuan ... 172
5.3 Penerapan Model Pembelajaran Inovatif ... 174
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 181
6.2 Saran ... 182
DAFTAR PUSTAKA ... 184
(8)
(9)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Secara teoretis kita dapat melakukan berbagai macam bandingan, di antaranya (a) bandingan intratekstual, seperti studi filologi, yang menitikberatkan pada kritik teks untuk mencari keaslian, babon naskah, atau sumber tema, misalnya bandingan Narasoma Maling,
Darmagandul, Pararaton, dan Wulung Reh; serta (b) bandingan intertekstual, antara dua
kurun waktu sastra yang berbeda, sinkroik, dan/atau diakronik. Bandingan intertekstual dapat dilakukan karya sastra antar daerah, negara, genre, atau pengarang yang diperkirakan ada keterkaitan. Kedua jenis studi bandingan itu mendasarkan pada unsur-unsur kesamaan sehingga jelas acuannya, misalnya konsep bandingan dari aspek genre, bentuk, periode, aliran, tema, dan mitos. Bandingan juga dapat diarahkan pada bandingan ekspresi sastra dengan ekspresi lain (seni, budaya, agama, politik). Titik pangkal sastra bandingan yang harus dirunut adalah konsep pengaruh antarkarya atau hipogram (Endraswara, 2011: 198-199).
Menurut Endraswara, bandingan intertekstual dan intratekstual sebenarnya ditentukan oleh objek dan subjek penelitian. Bandingan intratekstual mirip dengan ide lama ke arah bandingan kritik teks. Penyalinan naskah, mutrani, menyadur, dan sejenisnya menarik sastra bandingan intrateks pada masa lalu karena terdapat aneka versi dalam teks sastra. Berbeda dalam sastra bandingan intertekstual yang memang membandingkan teks yang berlainan. Intertekstual berupa bandingan antara dua karya atau lebih yang mungkin berbeda wilayah,
genre, konteks, dan sebagainya (Endraswara, 2011: 199).
Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani merupakan naskah kuno, buah karya sastra
lama/klasik daerah Sunda, dengan pengaruh bahasa Arab yang kuat, penting dikaji dan dianalisis akan isi yang terkandung di dalamnya, karena selain merupakan sebuah karya sastra, Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syekh Abdul Qadir
Jaelani juga mengandung nilai-nilai pendidikan moral serta tuntunan hidup, terutama bagi
umat Islam. Makna yang tersirat dalam Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani maupun Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani, di dalamnya terdapat suatu ajaran yang ditujukan kepada seseorang untuk mencapai kebahagiaan, kemuliaan teragung yang sejati, menyatu di sisi Allah Swt menuju puncak persada tertinggi, menyinari pandangan hati
(10)
dengan cahaya hakikat dan menyucikan nurani dari segala sesuatu selain yang hak, melalui ajaran bernama tasawuf (Budhisantoso, 1990: 2).
Dalam ajaran tasawuf diterangkan, bahwa syariat itu hanya peraturan belaka, tarekatlah yang merupakan pelaksanaan perbuatannya syariat; apabila syariat dan tarekat ini sudah dapat dikuasai, maka lahirlah hakikat yang merupakan perbaikan keadaan atau ihwal, sedang tujuan terakhir adalah makrifat, yakni mengenal dan mencintai Tuhan dengan sebaik-baiknya (Budhisantoso, 1990: 2). Menurutnya pula, di Indonesia sekarang ini, ajaran tasawuf sudah banyak dikenal, tetapi umumnya belum mengenal tarekat atau tasawuf itu dari dekat. Syekh Abdul Qadir Jaelani adalah tokoh tasawuf di zamannya, melalui pengkajian dan penelaahan naskah ini, melatarbelakangi pengenalan tasawuf secara konsepsional (Budhisantoso, 1990: 2).
Sebagai ilustrasi, betapa besarnya perhatian ahli-ahli pikir Eropa terhadap tasawuf, termasuk tarekat, karena mereka melihat dalam didikan batin itu tersembunyi kekuatan umat Islam yang tak terhingga, yang merupakan urat nadi dan jiwa bagi Islam sewaktu-waktu ia dalam keadaan mundur dan lemah. Seperti diketahui pembagian ilmu menurut Islam ada empat, yakni syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Budhisantoso, 1990: 2).
Kaitannya dengan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani sebagai naskah kuno, buah karya sastra lama/klasik daerah, maka semua sastra daerah mempuyai sifatnya yang khas, aksaranya yang khas, bahkan bahan-bahan tulisannya pun khas. Ada yang berupa kulit kayu, bambu, kertas padi, lontar, nipah, dan sebagainya. Sastra ini timbul dan berkembang pada zaman yang belum mengenal nasionalisme, bahkan sebagian besar berakar pada feodalisme yang kita anggap sebagai suatu sikap hidup yang sudah usang. (Budhisantoso, 1990: 6). Lalu dapatkah kita mengemukakan pertanyaan: masih adakah gunanya penelitian naskah lama dalam konteks masyarakat multikutural sekarang ini?
Tentu pertanyaan tersebut harus dijawab sesuai dengan fakta di lapangan. Berikut pendapat Rusyana menguatkan, bahwa pengalaman sastra seribu tahun di masa lalu dapat dijadikan rujukan dalam menyongsong sastra seribu tahun yang akan datang (Rusyana, 1999: 37, Media Indonesia). Selain itu, sekarang para pemilik sastra lisan maupun tertulis biasanya sudah lanjut usia bahkan sudah tiada, maka jelaslah di banyak daerah sastra tersebut sudah mendekati kemusnahan sehingga diperlukan perhatian dan penanganan yang segera. Pengumpulan secara fisik tentunya belum cukup, maka diperlukan telaah filologi untuk mempermudah orang dalam memahami naskah lama. Lalu transliterasi untuk semakin mempermudah orang dalam mengenal naskah kuno tersebut. Tentu, tahap pemeliharaan juga
(11)
tidak cukup untuk pelestarian naskah, namun diperlukan pengembangan untuk pelestarian atau keberlanjutannya sehingga bisa bermanfaat bagi umat manusia.
Adapun tahap pengembangan naskah dengan tujuan keberlanjutan dimaksud adalah adanya kegiatan lanjutan berupa kajian atau analisis terhadap karya sastra wawacan tersebut. Maka dengan demikian, naskah lama/klasik akan mampu menghadapi tantangan zaman dengan tidak ditinggalkan orang, inovatif, dan bisa memenuhi prinsip keberlanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani perlu diungkap dan dikaji untuk mengetahui sejauhmana tingkat intratekstual maupun intertekstualnya, nilai-nilai luhur apa yang dikandungnya, serta sejauhmana relevansi serta kontribusinya terhadap pembangunan kebudayaan, pendidikan kebahasaan dan kesusastraan Indonesia yang berwawasan kebangsaan dan berprinsip pembangunan berkelanjutan
(Sustainable development).
Di sini penulis mengkaji dengan membandingkan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir
Jaelani dengan Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani, dicari intertekstual atau keterkaitannya,
serta dicari nilai-nilai luhur yang terdapat di dalamnya untuk dijadikan suatu hal yang bermanfaat bagi dunia pendidikan. Penelitian bandingan dengan pencarian nilai luhur tersebut diupayakan lebih mendalam dan lengkap dari penelitian sebelumnya.
Penelitian dari segi intertekstual memang sudah banyak yang melakukan, terutama diterapkan pada analisis karya sastra berupa cerpen atau novel, namun pengkajian intertekstual dengan objek berupa wawacan atau manaqib masih sedikit yang peneliti temui, baru di antaranya Kalsum (2008) membahas Wawacan Batara Rama: Kajian Intertekstual. Di sini Kalsum mengintertekstualkan Manunggaling kaula – Gusti dalam Teks Wawacan Batara Rama dan Teks-teks hipogram lainnya, yakni Pantun Ramayana dan yang lainnya.
Sedangkan peneliti sendiri akan mengkaji secara intertekstual dengan membandingkan terlebih dahulu struktur Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan Manaqib Syekh
Abdul Qadir Jaelani, serta mencari nilai-nilai luhur yang tedapat di dalamnya agar berguna
bagi dunia pendidikan.
Selain itu, pengkajian sastra terhadap Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan
Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani hendakya ditinjau dari sudut Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani atau manaqib tersebut sebagai karya sastra yang khas, dan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani sebagai karya sastra yang berada dalam alur sejarah pula.
Diharapkan penelitian ini meliputi kedua sudut pandang ini juga. Penelitian Wawacan
(12)
akan menggunakan pendekatan bandingan intertekstualitas. Pendekatan bandingan intertekstualitas menurut Kalsum (2008: 42), yaitu menelusuri hipogram dari sebuah karya, hipogram yaitu teks-teks yang kemudian turut dalam rekonstruksi sebuah teks. Akan tetapi yang akan dilakukan pada penelitian ini dengan membandingkan terlebih dahulu kedua kara tersebut, baru kemudian dicari intertekstualitasnya atau kaitan satu sama lainnya serta dicari nilai-nilai luhur yang terdapat di dalamnya.
Adapun nilai luhur yang berlaku pada masyarakat multikultural yang akan dijadikan pendekatan dalam penelitian ini, yakni nilai-nilai yang ada dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Kemdikbud (2011), di antaranya religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.
Sebagai landasan untuk berbicara lebih lanjut mengenai pemanfaatannya bagi pendidikan, tidak kalah pentingnya mengetahui ihwal apresiasi sastra itu sendiri. Karena dengan apresiasi sastra, baik di sekolah-sekolah maupun di perguruan tinggi, maka karya sastra akan lebih bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.
Berbicara mengenai apresiasi sebagaimana diterangkan Rusyana (1984: 321), merupakan pengenalan nilai pada bidang nilai-nilai yang lebih tinggi. Menurutnya pula, apresiasi itu merupakan jawaban seseorang yang sudah matang dan sudah berkembang ke arah nilai yang lebih tinggi, sehingga ia siap untuk melihat dan mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik. Seseorang yang telah memiliki apresiasi bukan sekadar yakin bahwa sesuatu itu dikehendaki sebagai perhitungan akalnya, tetapi benar-benar menghasratkan sesuatu, dan menjawab dengan sikap yang penuh kegairahan terhadapnya (Witherington, 1950: 299 dalam Rusyana, 1984: 321-322).
Diharapkan dengan adanya apresiasi terhadap karya sastra lama berupa Wawacan Layang
Syekh abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani ini, dapat
membangkitkan hasrat sastra yang baru. Dengan demikian, bisa bermanfaat bagi dunia pendidikan pada khususnya dan masyarakat pada umumya.
1.2 Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Penulis membatasi penelitian ini yaitu hanya mengkaji bandingan teks yang satu dengan yang lain, dalam hal ini Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan Manaqib Syeh
(13)
Abdul Qadir Jaelani yang berusaha meneliti bandingan dan kaitan antara teks yang satu
dengan yang lain yang memiliki kemiripan judul (Syekh abdul Qadir Jaelani) dan berusaha mencari nilai yang terdapat di dalamnya untuk kemudian dikontribusikan bagi dunia pendidikan.
1.2.2 Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian
Ada tiga pertanyaan penelitian yang penulis kemukakan, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah desain atau identifikasi wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani?
2. Bagaimanakah kajian struktur Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan
Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani?
3. Bagaimanakah fungsi dan nilai dari Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan
Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani?
4. Bagaimanakah pemanfaatan kajian bandingan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir
Jaelani dengan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani bagi pembelajaran Apresiasi
Sastra Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
1) membandingkan struktur wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan
Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani.
2) mengetahui fungsi dan nilai dari Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani.
3) mengetahui pemanfaatan kajian bandingan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir
Jaelani dengan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani bagi pembelajaran Apresiasi
Sastra Indonesia. 1.3.2 Manfaat Penelitian
1) memberikan kontribusi bagi studi sastra adalah memberikan sumbangan pemikiran dalam perspektif desain atau identifikasi wawacan dan kajian struktur wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syeh Abdul Qadir
Jaelani.
2) memberikan kontribusi bagi studi sejarah sastra adalah berkenaan dengan sejarah karya sastra lama/klasik dalam wawacan Indonesia.
(14)
3) memberikan kontribusi bagi pembaca sastra adalah mengetahui konsep nilai luhur, konteks dan fungsi yang dikaitkan dengan kajian bandingan wawacan Layang
Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani.
4) memberikan sumbangan pemikiran dan keilmuan bagi pendidikan, yakni pemanfaatan kajian bandingan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani bagi pembelajaran Apresiasi Sastra Indonesia.
1.4 Definisi Operasional
Untuk memperoleh kejelasan dari penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan beberapa istilah yang digunakan, di antaranya:
1) Kajian Bandingan (Intertekstual) adalah penelaahan bandingan yang berusaha membandingkan Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan Manaqib Syeh
Abdul Qadir Jaelani yang kemudian dicari keterkaitannya. Adapun kajian bandingan
di sini peneliti membandingkan struktur Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan Struktur Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani, setelah itu membandingkan nilai dan fungsi dari keduanya, serta membandingkan nilai-nilai luhur yang terdapat dari keduanya.
2) Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani atau disingkat WLSAQJ adalah naskah
kuno, buah karya sastra lama/klasik daerah Sunda/Jawa, dengan pengaruh bahasa Arab yang kuat. Adapun wawacan yang dianalisis adalah wawacan yang dimiliki oleh Nal Hadan dan ditranslitersi oleh S. Budhisantoso, dkk. (hasil terjemahan wawacan Bahasa Sunda ke dalam Bahasa Indonesia), sedangkan kitab yang dianalisis adalah kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir Al Jaelani yang dikeluarkan oleh Pondok Pesanten Suryalaya.
3) Nilai luhur adalah sebuah nilai karakter bangsa yang dijunjung dan masih sesuai dengan masyarakat Indonesia.
4) Pemanfaatan bagi pendidikan adalah proses memanfaatkan hasil kajian bandingan terhadap Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dengan Manaqib Syekh Abdul
Qadir Jaelani bagi pembelajaran Apresiasi Sastra Indonesia dengan model pengajaran
inovatif dalam menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis karya sastra.
(15)
Anggapan dasar (postulat) adalah anggapan yang menjadi titik tolak pemikiran dalam usaha memecahkan masalah atau suatu persoalan, pernyataan yang mengandung relevansi dengan masalah yang dikemukakan serta mengandung kebenaran atau sudah dianggap benar (Ambari, 1984: 84). Lebih lanjut, Surakhmad (1980: 40) menegaskan bahwa anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang dapat diterima oleh si penulis.
Berdasarkan penjelasan di atas, hal-hal yang menjadi anggapan dasar untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Setiap karya sastra dapat dipahami maknanya melalui kerja analisis, interpretasi, dan evaluasi.
2) Aspek-aspek karya sastra lama Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani maupun
Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani tersusun dalam aspek bentuk dan aspek isi.
Aspek bentuk karya sastra itu sendiri adalah suatu cara pengarang dalam menyampaikan ide-ide atau gagasannya, sedangkan aspek isi adalah ide-ide atau gagasan yang ingin disampaikan (Budi Darma, 1984: 27 dalam Santoso, 1990: 8). Bertolak dari pengertian tersebut, maka penulis akan meneliti kedua aspek tersebut, akan tetapi lebih dominan kepada aspek intertekstualnya atau relasi antarteksnya.
3) Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani maupun Manaqib Syeh Abdul Qadir
Jaelani merupakan naskah kuno, buah karya satra lama/klasik daerah Sunda, dengan
pengaruh bahasa Arab yang kuat, isi yang terkandung di dalamnya penting dikaji dan dianalisis, karena selain merupakan sebuah karya sastra, Wawacan Layang Syekh
Abdul Qadir Jaelani dan Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani juga mengandung
nilai-nilai pendidikan moral serta tuntunan hidup, terutama bagi umat Islam. Makna yang tersirat dalam Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani dan kitab manaqib tersebut, di dalamnya terdapat suatu ajaran yang ditujukan kepada seseorang untuk mencapai kebahagiaan, kemuliaan teragung yang sejati, menyatu di sisi Allah Swt menuju puncak persada tertinggi, menyinari pandangan hati dengan cahaya hakikat dan menyucikan nurani dari segala sesuatu selain yang hak, melalui ajaran bernama tasawuf (Budhisantoso, 1990: 2). Berangkat dari penjelasan tersebut, maka penulis akan meneliti makna yang terkandung di dalamnya dengan mencari nilai luhur yang terdapat di dalamnya.
(16)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 1998: 151). Dalam hal ini setiap penelitian tentu saja harus menggunakan suatu metode yang tepat untuk pencapaian hasil yang lebih baik.
Setiap penelitian sastra ditujukan untuk menangkap makna secara utuh. Pada dasarnya, metode apapun yang dipergunakan tidak menjadi soal, asalkan sesuai dengan tujuan dan bahan yang akan diteliti. Hal ini dikarenakan untuk menangkap makna secara utuh, tidak sekaligus diperoleh, melainkan dengan proses tahap-tahap, bersusun-susun, atau bertingkat-tingkat; dan struktur sastranya pun memang berlapis-lapis dan berdimensi-dimensi.
Metodologi yang digunakan untuk pengkajian dan analisa Wawacan Layang Syekh Abdul Qodir Jaelani adalah dengan metode analisis isi (content analysis) terlebih dahulu yang merupakan pendekatan yang dipusatkan/difokuskan pada pemahaman isi pesan atau gagasan pengarang. Untuk memahami ide-ide atau gagasan pengarang ini, dilakukan pula pendekatan ekstinsik, pendekatan yang dilakukan dengan mengkaitkan karya sastra dengan masyarakatnya (Suastika, 1986 : 36 dalam Budhisantoso, 1990: 8).
Pengkajian merujuk pada pemahaman kedalaman ide-ide atau gagasan pengarang yang dituangkan dalam karya sastra lama Wawacan Layang Syekh Abdul Qodir Jaelani yang tersusun berdasarkan pupuh-pupuh dengan pengklasifikasian berdasarkan hikayat, karena merupakan sastra sejarah keagamaan yang lebih bersifat interpretative.
Di dalam analisis pemahaman isi ide atau gagasan, dihubungkan dengan latar belakang sosial budaya pengarang naskah serta realitas sosial budaya dari tahun penulisan naskah, yang hal ini bertolak dari pengertian, bahwa karya sastra semacam Syekh Abdul Qodir Jaelani disamping diakui sebagai suatu karya yang otonom, juga tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial budaya yang melingkupinya. Merujuk kepada tahun penulisan Wawacan yaitu tahun 1939, memakai nama bulan hitungan Islam, yaitu Rayagung, budaya Islam yang memenuhi ide atau gagasan pengarang mempengaruhi gaya penampilan isi naskah.
(17)
Objek penelitian ini adalah sebuah wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Sesuai dengan objek dan subjek penelitian tersebut, maka metode yang ditentukan berorientasi pada metode kualitatif yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan cara mengobservasi, mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalisis, kemudian menginterpretasikannya.
Langkah pertama dalam analisis sastra adalah mencari metode pendekatan yang sesuai dengan karya sastra itu sendiri. Karya sastra merupakan gejala, sehubungan dengan hal itu setiap karya memiliki sifat umum dan keunikan tersendiri. Dalam rangka mencari metode pendekatan yang sesuai, langkah pertama memahami Syekh Abdul Qadir Jaelani dari berbagai segi yakni, SAQJ sebagai karya wawacan, SAQJ ditinjau dari segi struktur posisi SAQJ dalam perkembangan wawacan, SAQJ sebagai mite, dan keunikan kisahnya.
Setelah dipahami dari berbagai segi baru menetapkan kajian yang tepat untuk
menganalisis SAQJ secara optimal. Pengkajian intertekstualitas SAQJ difokuskan pada konsep teosofi tasawuf dan nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam yang digambarkan pada wawacan ini. SAQJ sebuah karya sastra faktual yang bisa dikatakan semimite (banyak berbicara kegaiban), berlatar dan berbudaya Islam yang sufi.
Adapun teks wawacan lain yang dijadikan bahan bacaan dalam analisis intertekstul SAQJ ini, di antaranya Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Al Jaylani yang didangding oleh R. Muh Jahja, Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani yang ditransliterasikan oleh Budhisantoso, dkk., Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani yang ditransliterasikan oleh Ikhwan, Manaqib Syekh Abdul Qadir al Jaelani yang dikeluarkan oleh YPPM Suryalaya, Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya, dan sebagai bahan bacaan Karya Teosofi Tasawuf Haji Hasan Mustapa yang hampir sama kisah keteosofian atau ketasawufannya.
Teks dari naskah-naskah tersebut tidak disusun berdasarkan titimangsa penulisan sehubungan dalam khazanah pernaskahan ada tradisi transmisi, yang penelusurannya sangat sulit dilakukan. Berdasarkan alasan tersebut pengurutan ini tidak berdasarkan kronologis namun secara acak.
Penelusuran hipogram ini hanya meliputi kedekatan atau kesamaan isi saja untuk kemudian diambil nilai-nilai terpenting bagi kehidupan. Sehubungan objek yang akan ditelusuri berupa konsep, maka terlebih dahulu mengadakan pembahasan konsep yang akan diteliti berdasarkan konsep-konsep karya teosofi tasawuf yang ada pada naskah dan informasi
(18)
yang diterima secara tertulis dan lisan. Informasi secara lisan hanya sebagai penjelasan dari teks tertulis.
Selain itu, metode tersebut lebih mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris, namun pada tahap pengumpulan data, juga berdasarkan angka-angka (apbila diperlukan) dan ditentukan berdasarkan rumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini. Artinya, penelitian yang peneliti kaji perlu menggunakan metode campuran antara kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena itu, mixing
methods adalah metode yang peneliti pilih.
Metode deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat keadaan suatu objek penelitian, yaitu keberadaan tokoh wali yang bernama syekh Abdul Qadir Al Jaelani yang menjadi tokoh wali yang termasyhur di dunia, kemudian mendeskripsikan secara sistematis antara fakta dengan simbol atau keunikan yang tertera pada naskah secara analitis.
3.2. Sumber data
Sehubungan dengan keterbatasan ruang waktu, pengetahuan penulis serta anggapan dasar dalam penelitian ini, maka penulis memutuskan untuk membahas struktur, intertekstual, dan pendekatan nilai karakter yang diambil dari naskah lama Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Adapun naskah yang dianalisis dan dijadikan bahan bandingan, sebagai berikut:
1) Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani Karangan Nal Hadan yang ditransliterasi dan diterjemahkan oleh Budhisantoso, dkk.
2) Manaqib Syekh Abdul Qadir al Jaelani yang dikeluarkan oleh YPPM Suryalaya (Lihat daftar buku)
3.3.Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data-data yang terdiri dari pokok: hasil penelusuran naskah-naskah lama atau Wawacan Syekh abdul Qadir Jaelani terutama yang berbahasa Sunda dan Jawa, hasil studi kesusastraan tentang konsep tasawuf, tentang pendidika nilai luhur atau nilai karakter, dan pengetahuan lainnya yang memiliki hubungan dengan penelitian ini yang diperoeh dari studi pustaka, penemuan penulis (dari cyber sastra,
(19)
koleksi sastra, majalah sastra, kritik sastra, wawancara sastra), dan dokumentasi-dokumentasi lainnya.
3.4. Teknik Pengolahan Data
Parameter kajian dan langkah-langkah kajian. Mengingat objek penelitian yang dihadapi adalah suatu teks naratif dan penelitian ini merupakan studi literatur, maka data yang hendak dikumpulkan pun berupa teks atau wawacan, sejauh dapat dirujuk untuk memberikan kerangka teori dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah kajian dalam penelitian ini meliputi: langkah awal, yakni pengolahan data, mengemukakan teori, dan konsep wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani atau konsep tasawuf yang ada di dalamnya. Pada bab berikutnya analisis struktur, analisis intertekstual wawacan yang menjadi objek kajian terhadap objek utama penelitian ini yang sesuai metode, dan tahap-tahap kajian yang telah ditentukan, analisis nilai karakter dari judul naskah yang diteliti, serta akan menampilkan kajian mengenai pemanfaatan hasil analisis bagi pendidikan yang menjadi salah satu tujuan dalam penelitian ini.
Kemudian pada bab terakhir, memaparkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai akhir penelitian, sekaligus menjawab permasalahan dan pembuktian terhadap anggapan dasar atau kerangka pemikiran yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini.
Berdasarkan metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode deskriptif, maka objek penelitian ini dikaji dengan berpijak pada data-data hasil telaah filologi yang dikerjakan oleh filolog, data-data hasil studi pustaka, dan dokumentasi dengan menggunakan teknik analisis, perbandingan, dan interpretasi.
(20)
BAB V
BAHAN PEMBELAJARAN DAN KEGIATAN DALAM PENDIDIKAN
5.1.Model Pengajaran Invatif sebagai Model Pengajaran Nilai-Nilai Luhur dalam Karya Sastra
Hasil analisis mengenai kajian bandingan intertekstual terhadap wawacan layang SAQJ dan Manaqib SAQJ dalam penelitian ini kemudian dimanfaatkan sebagai sumber belajar atau bahan ajar dalam penyusunan model pengajaran pada pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. Model pengajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah model pengjaran inovatif. Dasar pemilihan model pengajaran tersebut adalah karena model tersebut tepat untuk pembelajaran apresiasi sastra yang menekankan pada kegiatan apresiasi dan ekspresi siswa.
5.1.1.Problematika Pengajaran Nilai-nilai Luhur dalam sastra di Indonesia
Menurut Purwati (2011: 250), pengajaran sastra yang digelar di persekolahan kita hingga saat ini dianggap masih belum menyentuh substansi serta mampu megususng misi utamanya, yakni memberikan pengalaman bersastra (apresiasi dan ekspresi) kepada para peserta didik, akibatnya, seperti kerap dilaporkan dalam berbagai penelitian serta dibincangdebatkan dalam berbagai forum pertemuan (dari mulai diskusi terbatas hingga kongres) capaian pengajaran sastra senantiasa berujung pada kata “memprihatinkan”. Atau meminjam istilah sastrawan Taufik Ismail, akibat ketidaksungguhan dunia pendidikan kita dalam menyelenggarakan pengajaran sastra telah menjadikan para siswa kita mengalami “rabun sastra”.
Menurut H.E Suryatin (1999: 52-53 dalam Purwati 2011: 252), ketidaktercapaian pengajaran sastra yang digelar di persekolahan kita sudah barang tentu disebabkan oleh sejumlah faktor. Menurut H.E. Suryatin (1999: 52-53 dalam Purwati 2011: 252), mengidentifikasi tiga faktor sebagai biang penyebabnya, yakni faktor guru, faktor siswa, dan faktor siswa. Khusus mengenai faktor guru, H.E. Suryatin dalam Purwati (2011: 251), mengidentifikasi empat hal yang diduga keras menjadi penyebabnya, yakni rendahnya minat baca guru terhadap karya sastra, kurangnya pengalaman guru belajar teori sastra, kurangnya pengalaman para guru mengapresiasi karya sastra, serta guru dihadapkan luasnya cakupan
(21)
materi kurikulum yang harus diampaikan, padahal porsi waktu yang tersedia untuk bahasan sastra sangat terbatas.
Menurut Purwati (2011: 253), apabila hal itu terjadi, pengajaran sastra itu tidak kan mencapai tujuannya, pengajaran sastra tentunya, tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena yang dipentingkan adalah pengajaran bahasa bukan pengajaran sastra, ujarnya. Memang kalau coba kita amati mengenai tujuan pengajaran sastra dalam setiap kurikulum bahasa Indonesia yang pernah diberlaukan di dunia persekolahan kita, dari mulai kurikulum 1969, 1974, 1984, 1994, KBK 2001, KTSP 2006, 2011, 2013, sesungguhnya hampir tidak mengalami perubahan. Kalaupun hanya ada perbedaan itu hanyalah di tingkat redaksionalnya saja. Pada kurikulum-kurikulum tersebut, pengajaran sastra bukanlah diorientasikan bagi kepentingan sastra itu sendiri, melainkan bagi kepentingan pengajaran bahasa. Dengan perkataan lain, penggelaran pengajaran sastra di persekolahan kita diorientasikan bagi kepentingan meningkatkan kketerampilan berbahasa para siswa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis).
5.1.2. Hakikat Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran Inovatif merupakan model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Inovatif di sini harus dituntun dengan geraknya hati sang guru untuk berniat menginovasi pembelajaran dengan berbagai cara dan muatan sumber belajar. Misalnya, pada setiap buku bahasa Indonesia hampir seluruhnya memuat bahasan hikayat yang itu-itu saja, namun dengan pembelajaran yang inovatif, seorang guru harus mampu menyuguhkan muatan inovatif dengan meyuguhkan naskah klasik yang sudah lama tidak disentuh-sentuh orang dari suku bangsanya sendiri. Hal ini dicotohkan dengan pembelajaran hikayat/wawacan/manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani yang bagus untuk dijadikan materi ajar dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia maupun apresiasi sastra. Intinya, karakteristik penting dari setiap pendekatan tersebut diintegrasikan sehingga menghasilkan satu model yang memungkinkan siswa mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan produk yang bersumber dari pemahaman mereka terhadap konsep yang sedang dikaji.
5.1.3.Materi dalam Model Pengajaran Inovatif
Adapun materi yang sesuai disajikan dengan model inovatif, terbaru dan merupakan materi yang menuntut pemahaman yang tinggi terhadap nilai, konsep, atau masalah
(22)
fenomenal yang ada di masyarakat; serta menerapkan pemahaman tersebut ddalam kehidupan sehari-hari. Adapun materi apresiasi sastra dari bidang studi bahasa Indonesia adalah hal yang tepat disampaikan ke siswa dengan menggunakan model pengajaran inovatif ini. Nilai-nilai luhur yang ada dalam karya sastra, baik dalam bentuk wawacan maupun manaqib dapat dinikmati bersama dengan jalan mendengarkan model yang menembangkan wawacan atau membacakan khidmat manaqib yang kemudian menjadikan nilai-nilai luhur bisa diteladani dan diaplikasikan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini setidaknya siswa terbantu spirit religiusitasnya, motivasinya, untuk mendalami karya klasik yang sudah banyak dilupakan oleh orang dari tempat kelahiran atau dari negerinya sendiri.
5.1.4. Kegiatan Pembelajaran dengan Model Pengajaran Inovatif
Menurut Purwati (2011: 257), pada dasarnya, kegiatan pembelajaran dibagi menjadi empat langkah, yaitu: orientasi, eksplorasi, interpretasi, dan rekreasi. Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para guru dengan berpegang pada hakikat setiap langkah berikut, yakni: a) sintaks, yang terdiri dari orientasi, eksplorasi, interpretasi, re-kreasi, dan evaluasi, b) sistem sosial, c) prinsip-prinsip reaksi, dan d) sistem penunjang/pendukung 5.2. Penerapan dan Tujuan
Model inovatif dirancang untuk meningkatkan motivasi, kreasi, penemuan baru, bagi individu siswa maupun kelompok. Mencari dari apa yang ditemukan, memaknai dari apa yang telah ditemukan, dan mendiskusikan pengalaman dari apa yang telah dilakukan adalah hal yang utama dalam kegiatan pembelajaran inovatif. Siswa didorong mampu mencari sendiri/menemukan sendiri, meneliti sendiri dengan tujuan agar siswa mampu memaknai sendiri dari apa yang dicarinya. Strategi atau model pengajaran ini dapat secara langsung diaplikasikan dalam menyimak bahkan berbicara inovatif. Intinya, semua yang belajar menjadi tidak jenuh dengan apa yang didengar, karena hal-hal baru yang dipelajarinya. Sealin itu, dengan hasil mencari dan menemukan sendiri, biasanya siswa terkesan dengan apa yang pernah dilakukannya sehingga hal ini bisa memunculkan bentuk tulisan inovatif karya siswa, hasil dari apa yang dipelajarinya untuk kemudian dibaca dan dimafaatkan lagi oleh teman-temannya atau masyarakat sekalipun.
Adapun dampak atau pengaruh yang dapat dicapai melaui model pembelajaran ini, yakni seseorang mampu memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai luhur, konsep, atau masalah tertentu, siswa akan memiliki kemampuan menerapkan konsep atau memecahkan
(23)
masalah, serta siswa akan mampu meneliti, berpikir, dan mengkreasikan sesuatu berdasarkan pemahaman tersebut.
5.3. Penerapan Model Pembelajaran Inovatif
Penerapan model pembelajaran inovatif dalam penelitian ini menggunakan hasil analisis bandingan intertekstual wawacan layang SAQJ dengan Manaqib SAQJ yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebaikan sebagai sumber belajar atau bahan ajar. Karakteristik model ini berpusat pada siswa. Selanjutnya model pembelajaran ini dapat untuk mengajarkan lima kompetensi berbahasa, yaitu membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan apresiasi sastra yang sesuai dengan KTSP atau kurikulum terbaru. Sebagaimana terlihat dari rencana pelaksanaan pembelajaran pada tingkat menengah berikut ini.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Kompetensi Membaca Karya Sastra
IDENTITAS SEKOLAH, SK, KD, INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI :, ALOKASI WAKTU
NAMA SEKOLAH SMA Karya Pembangunan
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia
KELAS /SEMESTER XI (sebelas) / 1 (satu)
PROGRAM IPA/IPS
ASPEK
PEMBELAJARAN
Membaca STANDAR
KOMPETENSI
7. Memahami berbagai wawacan dan atau hikayat (Kitab/Karya klasik)
KOMPETENSI DASAR Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
wawacan (Syeh Abdul Qadir Jaelani) dan Manaqib Syeh Abdul Qadir Jaelani, membandingkannya,
mendiskusikannya.
Indikator Pencapaian Kompetensi
Nilai Budaya Dan Karakter
Bangsa
Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif
Mengidentifikasi ciri wawacan/hikayat sebagai bentuk karya sastra lama
Menemukan unsur-unsur intrinsik ( alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) dalam wawacan/hikayat
Menceritakan kembali isi wawacan/hikayat dengan bahasa sendiri
Bersahabat/ komunikatif
Kreatif
Kepemimpinan
(24)
ALOKASI WAKTU 4 x 45 menit ( 2 pertemuan)
TUJUAN PEMBELAJARAN
TUJUAN Siswa mampu menemukan unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik wawacan/hikayat Syeh Abdul Qadir Jaelani MATERI POKOK
PEMBELAJARAN
Teks hikayat
Ciri-ciri wawacan atau hikayat sebagai bentuk kesusasteraan lama
Unsur-unsur intrinsik ( alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat)
Unsur-unsur ekstrinsik (a.l. : latar belakang budaya yang memengaruhi kelahiran dan perkembangan suatu
wawacan/hikayat) METODE PEMBELAJARAN
V Presentasi inovatif
V Diskusi Kelompok
V Inquiri
V Tanya Jawab
Penugasan Demontrasi /Pemeragaan Model yang inovatif STRATEGI PEMBELAJARAN
Tatap Muka Terstruktur Mandiri
Memahami berbagai wawacan/hikayat
Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik wawacan/hikayat
Siswa dapat Menemukan unsur-unsur intrinsik ( alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) dalam wawacan/hikayat. KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN Nilai Budaya Dan
Karakter Bangsa PEMBUKA
(Apersepsi)
Guru menceritakan cuplikan sebuah hikayat yang menarik dan cukup terkenal, misalnya salah satu bagian cerita Hikayat Syeh Abdul Qadir Jaelani. Kemudian siswa diminta untuk menebak judul ceritanya, pengarangnya, negara asal cerita, budaya yang mempengaruhi, dan kelanjutan/akhir
Bersahabat/ komunikatif
(25)
ceritanya.
Dengan melontarkan beberapa pertanyaan, Guru menuntun pengetahuan siswa untuk mengidentifikasi bentuk cerita tersebut adalah sebuah hikayat, sebuah bentuk sastra lama yang memiliki kekhasan.
INTI
Pertemuan ke-1 ( 90’) Eksplorasi
Siswa membaca secara intensif hikayat, misalnya berjudul Tikus dan Kucing Hutan seperti yang tersaji di buku teks.
Guru menunjuk beberapa siswa untuk menceritakan kembali hikayat yang dibacanya dengan kata-kata sendiri Guru menjelaskan latar belakang atau
sejarah kelahiran hikayat tersebut. Elaborasi
Guru membagikan artikel dari surat khabar/internet yang membahas tentang cerita hikayat dan meminta siswa untuk mempelajarinya.
Berdasarkan hasil pengkajiannya, siswa diajak brain storming mengidentifikasi dan merumuskan ciri-ciri hikayat. Dengan berdiskusi kelompok, siswa
menjawab sejumlah pertanyaan untuk mengidentifikasi ciri-ciri hikayat Tikus dan Kucing Hutan sebagai bentuk
kesusasteraan lama.
Secara bergantian, setiap kelompok ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil berdiskusinya.
Guru mengulas, merangkum, dan menyimpulkan tampilan presenstasi seluruh kelompok.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui
Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.
Kreatif
Pertemuan ke-2 ( 90’) Eksplorasi
Guru menjelaskan unsur-unsur yang membangun hikayat, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Guru menjelaskan karakteristik unsur ekstrinsik yang membentuk hikayat.
(26)
Elaborasi
Siswa menjawab pertanyaan Guru seputar unsur intrinsik dan ekstrinsik pada hikayat Syeh Abdul Qadir Jaelani
Guru menyampaikan tugas Geladi Kelompok: secara berkelompok siswa membaca sendiri sebuah hikayat, menganalisis unsur intrinsik dan
ekstrinsiknya, dan mengidentifikasi ciri-cirinya sebagai bentuk kesusasteraan lama.
Secara bergantian, setiap kelompok mempresentasikan hasil berdiskusinya di depan kelas untuk ditanggapi bersama. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui
Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.
PENUTUP
(Internalisasi dan refleksi)
Siswa menjawab soal-soal Kuis Uji Teori untuk mereview konsep-konsep penting yang telah dipelajari
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran
Guru mengajak siswa untuk tidak melupakan hikayat sebagai warisan
budaya nenek moyang yang mengandung nilai-nilai hidup yang sangat luhur.
Bersahabat/ komunikatif
SUMBER BELAJAR
V Pustaka rujukan Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas X karya Alex Suryanto dan Agus Haryanto terbitan ESIS 2007 halaman 63-68
Material: VCD,
kaset, poster DVD naskah kuno (wawacan Syeh Abdul Qadir Jaelani),
V Mediacetak dan
elektronik
artikel di koran atau majalah yang mengupas hikayat V Website internet website yang memuat wawacan/hikayat dari berbagai
bangsa, artikel yang mengupas wawacan/hikayat Narasumber
Model peraga
V Lingkungan Lingkungan masyarakat sekitar siswa
(27)
TEKNIK DAN BENTUK
V Tes Lisan V Tes Tertulis
V Observasi Kinerja/Demontrasi
Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio Pengukuran Sikap
Penilaian diri INSTRUMEN /SOAL
Tugas untuk membaca dan mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik sebuah hikayat.
Tugas untuk mengidentifkasi ciri-ciri yang terdapat dalam sebuah hikayat yang menunjukkan bahwa hikayat tersebut merupakan bentuk kesusasteraan lama.
Tugas mandiri untuk membaca hikayat, mendiskusikan unsur dan ciri-cirinya, serta mempresentasikan di depan kelas
Daftar pertanyaan Kuis uji Teori untuk mengukur
pemahaman siswa atas konsep-konsep seputar hikayat yang telah dipelajari
RUBRIK/KRITERIA PENILAIAN/BLANGKO OBSERVASI
...,... Mengetahui
Kepala SMA/MA Guru Mata Pelajaran
... ... NIP./NIK. NIP./NIK.
(28)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia
KELAS /SEMESTER XI (sebelas) / 1 (dua)
PROGRAM Umum
ALOKASI WAKTU 3 x 45 menit
TEMA KEBUDAYAAN
STANDAR KOMPETENSI
7. Memahami berbagai wawacan/hikayat
KOMPETENSI DASAR .2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik wawacan/hikayat
ASPEK
PEMBELAJARAN
Membaca
Indikator Pencapaian Kompetensi
Nilai Budaya Dan Karakter
Bangsa
Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif
Mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dan terjemahan
Mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) dan ekstrinsik wawacan
Mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) dan ekstrinsik novel terjemahan
Mampu membandingkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonsia dengan novel terjemahan novel
Bersahabat/ komunikatif
Kreatif
Kepemimpinan
Keorisinilan
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
Novel Indonesia dan novel terjemahan
Unsur-unsur intrinsik ( alur, tema, penokohan, sudut pandang,
latar, dan amanat)
Unsur ektrinsik dalam novel (budaya, sosial, pendidikan, dll)
STRATEGI PEMBELAJARAN
Tatap Muka Terstruktur Mandiri
Memahami berbagai
wawacan/hikayat
Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
wawacan/hikayat
Siswa dapat Mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik (alur, tema,
(29)
Tatap Muka Terstruktur Mandiri latar, dan amanat) dan ekstrinsik novel terjemahan. KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN Nilai Budaya Dan
Karakter Bangsa PEMBUKA (Apersepsi)Siswa ditanya mengenai pengertian
wawacan
Siswa ditanya tentang perbedaan wawacan denganyang lainnya
Bersahabat/ komunikatif
INTI Eksplorasi
Siswa membaca wawacan/hikayat Elaborasi
Siswa berdiskusi untuk :
mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik wawacan/hikayat menganalisis unsur-unsur intrinsik (
alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) dan ekstrinsik wawacan//hikyat
membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dengan novel Indonesia
Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
Siswa lain menanggapi presentasi hasil diskusi
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa: Menyimpulkan tentang hal-hal yang
belum diketahui
Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.
Kreatif
PENUTUP
(Internalisasi & persepsi)
Siswa diminta menjelaskan manfaat pembandingan wawacan/hikayat Siswa diminta mengungkapkan
pengalaman hidupnya yang sesuai dengan isi salah satu
wawacan/hikayat
Bersahabat/ komunikatif
METODE DAN SUMBER BELAJAR
V Pustaka rujukan Alex Suryanto dan Agus
Haryanta. 2007. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA dan MA
(30)
Sumber Belajar Kelas XI Jakarta : ESIS-Erlangga halaman 99-104
Mahayana, Maman S.,Oyon Sofyan, Achmad Dian. 1992. Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern. Jakarta : PT Grasindo
V Material: VCD, kaset, poster
Rekaman pengajaran analisis wawacan
V Media cetak dan elektronik
Artikel atau siaran pembahasan novel Indonesia/terjemahan di koran/majalah atau televisi
V Website internet Artikel pembahasan novel Indonesia/terjemahan
V Narasumber Kritikus sastra
V Model peraga Siswa yang mempunyai
pengalaman sebagai kritikus sastra
V Lingkungan Hasil-hasil analisis
wawacan/hikayat yang ada di masyarakat
Metode
V Presentasi
V Diskusi Kelompok V Inquari
Demontrasi
/Pemeragaan Model PENILAIAN
TEKNIK DAN
BENTUK
V Tes Lisan V Tes Tertulis
V Observasi Kinerja/Demontrasi
V Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio V Pengukuran Sikap
V Penilaian diri INSTRUMEN /SOAL
Daftar pertanyaan lisan tentang pengertian dan perbedaan wawacan/hikayat dengan karya sastra lainnya.
Tugas/perintah untuk melakukan diskusi, presentasi, pemberian tanggapan Daftar pertanyaan uji kompetensi dan kuis uji teori untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap teori dan konsep yang sudah dipelajari
(31)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Bagian awal pembahasan disebutkan mengenai wawacan SAQJ sebagai sastra klasik yang disebut wawacan.Wawacan Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani adalah sebuah karya sastra lama, termasuk klasik, digolongkan ke dalam golongan Cerita kategori sejarah yang penuilisannya merupakan riwayat/hikayat. Wawacan Syekh Abdul Qadir Zaelani biasa dibawakan dengan ditembangkan/didangding, yang tersusun berdasarkan pupuh-pupuh Dangdanggula, Asmarandana, Sinom, Kinanti, Pangkur, Gurisa, Durma, Pucung, Lambang, Mijil dan Maskumambang.
Cerita dari kitab Khulosotil Muffahir yang digubah ke dalam bentuk naskah wawacan, hikayat, maupun kitab manaqib tersebut ditulis pada bulan Rayagung, hari Kamis, tanggal empat tahun 1939 dan yang mempunyai buku Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani ini adalah Nal Hadan. Naskah aslinya ditulis dalam bahasa Sunda, dengan pengaruh bahas ‘Arab, dikarenakan ceritanya yang mencerminkan budaya agam Islam, tingkatan-tingkatan ilmu di dalam menuju ma’rifat kepada Allah SWT, berdasarkan cerita dari tokoh-tokoh Islam dijamannya sejarah ini ditulis.
Cerita SAQJ ditulis dengan dilatarbelakangi oleh kemuliaan tentang seorang Syekh di zaman dahulu, ahli menyembah dan senang berbakti kepada Allah SWT, kepada semua para wali saat itu, agar bermanfaat untuk dijadikan pelajaran bagi pembacanya, membuang segala perilaku yang tidak baik, dan mencegahj perilaku yang dilarang oleh agama Islam, misalnya maksiat.
Tingkatan ilmu di dalam agama Islam, tersusun mejadi empat tahap, yaitu : Syariat, Thareqat, Hakikat dan Ma’rifat. Rangakaian ilmu ini, dilaksanakan oleh Syekh Abdul Qodir Zaelani hingga Ma’rifat, seorang pembesar Wali yang dikasihi oleh Yang Maha Suci, oleh Yang Sukma Maha Agung, yang mendapat Rahmat dan Salam, yang disayangi oleh Allah SWT.
Nilai konsepsional yang terdapat dalam cerita ini mengacu pada nilai kemuliaan, rahasia cahaya-cahaya Ilahi, disertai dengan makna-makna yang tersembunyi di balik pengertian harafiah beberapa ayat suci Al-Qur an, meliputi nilai ketekunan dalam berilmu, nilai ketaatan kepada guru, nilai percaya dan yakin akan adanya Allah SWT beserta para utusannya yaitu nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, para Malaikat, para Wali, para
(32)
Auliya, nilai ghaib melalui perantara ilmu Tasawwuf yang diterjemahkan sebagai ilmu mistiknya Islam.
Pada bab tiga dijelaskan metode yang digunakan yakni menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dipilih dengan tujuan untuk menggambarkan hasil penelitian secara mendetail dan komprehensif. Sedangkan pada bab empat terdiri dari pembahasan yang di dalamnya terdapat hasil analisis dari penulis, yakni terdapat kajian struktur terhadap karya yang diteliti, kajian intertekstual, kajian nilai luhur yang ada pada masyarakat multikultur, dan analisis kebermanfaatan hasil penelitian bagi pendidikan. Pada bab empat, disajikan kajian struktur. Kajian struktur wawacan SAQJ ini terbagi ke dalam bahasan tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar, penceritaan, gaya bahasa, konteks sosial, amanat, dan bandingan/ intertesktual yang terdapat di dalamnya.
Padda bab lima dijabarkan hasil analisis mengenai kajian bandingan intertekstual terhadap wawacan layang SAQJ dan Manaqib SAQJ dalam penelitian ini kemudian dimanfaatkan sebagai sumber belajar atau bahan ajar dalam penyusunan model pengajaran pada pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. Model pengajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah model pengjaran inovatif. Dasar pemilihan model pengajaran tersebut adalah karena model tersebut tepat untuk pembelajaran apresiasi sastra yang menekankan pada kegiatan apresiasi dan ekspresi siswa.
6.2.Saran
Nilai-nilai yang terkandung dalam Wawacan Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani, masih banyak yang relevan dengan situasi dan kondisi pembangunan keagamaan masa kini, karena tokoh agama Islam yang masyhur ini mampu memberikan sumbangan yang besar artinya terhadap pembangunan kehidupan rohaniyah khususnya dan lahiriyah pada umumnya, dengan karakteristik di dalam pembinaan moralitas bangsa melalui pendidikan agama Islam. Beberapa saran yang kiranya patut mendapat perhatian adalah : selayaknya cerita ini dapat dialihbahasakan dengan bahasa yang popular, terutama bagi kepentingan generasi penerus yang dapat membangkitkan nilai-nilai pendidikan agama Islam secara lebih mendalam. Hal yang terpenting adalah menghindari kepunahan naskah sebagai akibat lamanya usia naskah, sehingga patut dilestarikan di samping penelitian serta pengkajian yang lebih spesifik terhadap isi cerita. Juga harus ada pengembangan dari sisi yang lain, yakni dengan meneliti karya yang sudah ditransliterasi dan diterjemahkan untuk dianalisis ke dalam bentuk pisau analisis yang lain yang sifatnya variatif tidak hanya mengenal satu pisau analisis tetpi dianalisis dengan berbagai sudut pandang untuk menghasilkan kemajemukan dan
(33)
keberagama di dalam penelitian sastra yang dibutuhkan di zaman masyarakat multikultur seperti sekarang ini.
Adapun penelitian ini berdampak terhadap guru-guru sastra terutama guru SD-SMA, para pendidik, para peneliti, serta pengarang. Oleh karena itu beberapa hal yang sebaiknya dilakukan di antaranya:
1)Hasil penelitian dapat dijadikan alternatif bahan pengajaran sastra di sekolah;
2)Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian sejenis dan lintas studi guna mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, terutama dari ilmu psikologi perkembangan anak;
3)Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam wawacan maupun manaqib dapat berdampak positif dalam pengembangan karakter peserta didik;
4) Guru dapat mengembangkan model ini sesuai dengan bidang studinya, bahkan mungkin dari model inovatif ini, para guru dapat mengembangkan model lain yang lebih baik.
5) Guru dapat mengembangkan model dan rencana pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini sesuai dengan prinsip pembelajaran inovatif itu sendiri,
6)Para pengarang/sastrawan diharapkan lebih produktif lagi dalam menciptakan karya-karya wawacan/teks semacam manaqib bagi anak-anak sebagai wujud tanggung jawab perkembangan akhlak generasi penerus bangsa.
(34)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1974. Islam di Indonesia. Jakarta: Tintamas Jakarta.
Anonim. 2009. Pengembangan Nilai-Nilai Luhur Budi Pekerti sebagai Karakter Bangsa. Melalui www.belanegarari.wordpress.com. Iunduh pada Mei 2013.
Anonim. 2012. Membangun Karakter Bangsa Indonesia melalui Kursus dan Pelatihan. Depdiknas.Melalui www.juansyah.wordpress.com. Diunduh pada 13 Juni 2013.
Anonim. 2012. Pendidikan (Karakter) Salah Kaprah. Melalui
www.edukasi.kompasiana.com. Diunduh pada Mei 2013.
Al-Kaaf, Habib Abdullah Zakiy. 2003. Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Bandung: Pustaka Setia Bandung.
Al-Kaaf, Habib Abdullah Zakiy. 2003. Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Bandung: Pustaka Setia Bandung.
Ambari, Abdullah. 1984. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Djatnika. Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi. 2013. Pendidikan Karakter: Peran Sekolah dan Keluarga. Disampaikan pada seminar ‘Pendidikan Karakter Teguhkan Pribadi Bangsa’ yang terselenggara atas kerja sama PT Penerbit Erlangga dan Himpunan Mahasiswa Biologi, FMIPA, UNNES Semarang, Minggu, 23 September, 2012. Http://www.erlangga.co.id/umum/7405-pendidikan-karakter-peran-sekolah-dan-keluarga-.html
Baroroh, Baried. 1980. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Penataran Tenaga Ahli Kesusastraan Jawa dan Nusantara.
Basri, Seta. 2012. Pengertian Masyarakat Majemuk Masyarakat Multikultural serta ke mana
Indonesia Termasuk. Melalui http://setabasri01.blogspot.com.19 Mei 2013 22.00 WIB.
Budhisantoso, dkk. 1990. Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani. Jakarta: Depdikbud. Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: depdikbud.
Darma, Budi. 1995. Kritik Sastra dan karya sastra; harmonium. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Durachman, Memen. 1996. Khotbah di Atas Bukit, Novel Gagasan Karya Kuntowijoyo. Tesis.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Bukupop. Esten, Mursall. 1984. Kritik Sastra indonesia. Surabaya: usaha Nasional.
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi sastra dari Strukturalisme Genetik sampai
(35)
--- . 1999. Hilangnya Pesona Dunia; siti Nurbaya, Budaya Minang. Struktur Soaial
Kolonial. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia.
Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill.
Heryanto, Ariel. 1984. Sastra, Sejarah, dan Sejarah Sastra. Jakarta: CV. Rajawali Press. Jahja, R. Muh. (Penyusun/Pedangding) ----. Wawacan Layang Kanjeng Syekh Abdul Qadir
Jaylani, R.a.. Basa Sunda. Bandung: H. Umar Afih Jalan Sunda.
Jauss, Hans Robert. 1955. Aesthetic Experience and Literary Hermeneutics, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggrs oleh Michael shaw. Minneapolis: University of Minnesota Press.
Kalsum. 2008. Wawacan Batara Rama: Kajian Intertekstualitas. Bandung: Fakultas Sastra Unpad.
Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Williem G. Westeijn. 1991. Penerjemah: Akhadiati Ikram.
Tentang Sastra. Cet. 2. Jakarta: Intermasa, XVI, 235 hal. 22,5 cm. Seri ILDEP.
Modood, Tariq. 2007. Multiculturalism: A Civic Idea. p.2. Cambridge: Polity Press.
Mu’in, Fatchul. 2008. Karya Sastra Menurut Teori Abrams. Melalui
http://fatchulfkip.wordpress.com. 19 Juni 2013.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1994. Prinsip-prinsip Kritik sastra. Yogyakrta: UGM Press.
--- . 2003. Beberapa teori Sastra, metode Kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prawiroatmodjo, S. 1981. Bausastra Jawa – Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
Purwadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Purwati, Dewi Budi. 2011. Struktur Narasi dan Nilai-nilai Akhlakul Karimah dalam Novel
Anak di Indonesia Tahun 1921-2010 Serta Implementasinya pada Pembelajaran Apresiasi Sastra dengan Model Pengajaran Kreatif Produktif di Madrasah Tsanawiyah kelas VIII.
Tesis. Bandung: UPI.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rokhman, Muh. Arif. 2003. Sastra Interdisipliner; Menyandingkan Sastra dari disiplin Ilmu
sosial. Jakarta: Qalam dan Sanding.
Rusyana, Yus. 1969. Galuring Sastra Sunda. Bandung: Gununglarang.
--- . 1971. Bagbagan Puisi Sawer Sunda. Bandung: Proyek Penelitian Pantun Folklore Sunda.
--- . 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV. Diponegoro Bandung.
(36)
--- . Desember 1999. Karya Klasik, Karya Milik Bangsa Indonesia. Bandung: Media Indonesia, No. 37.
Selden, Raman. 1993 Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini.Seminar Nasional Sejarah Sastra Indonesia. HISKI. Fakultas Sastra UNDIP Semarang.
Subrata, Heru. 2013. Kajian Kesastraan: Silabus Apresiasi Sastra Indonesia. www.mbahbrata.wordpress.com. 19 Juni 2013.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sumardjo, Yakob. 1981. Segi sosiologis Novel Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Prima. Syamsudin A. R. dan Vismaia S.Damaianti. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT Gramedia. --- . 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: P.T. Dunia Pustaka Jaya. --- . 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya.
--- . 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1968/1976/1977/1989. Teori Kesusastraan.
Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. 1983. Manaqib Syekh Abdul Qadir al
Jaelani. Tasikmalaya: YSBPP Suryalaya.
Zoest, Aart van. 1990 Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa.
Daftar Salinan Naskah
1) Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani Karangan Nal Hadan dan ditransliterasikan oleh Budhisantoso, dkk. (Lihat daftar buku)
2) Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani yang ditransliterasikan oleh Ikhwan
3) Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Al Jaylani yang didangding oleh R. Muh Jahja 4) Manaqib Syekh Abdul Qadir al Jaelani yang dikeluarkan oleh YPPM Suryalaya
(Lihat daftar buku)
5) Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (Lihat daftar buku)
6) Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya (Lihat daftar buku)
7) Karya Teosofi Tasawuf Haji Hasan Mustapa yang hampir sama kisah keteosofian atau ketasawufannya (terdapat pada penelitian Kalsum lihat daftar buku)
(1)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Bagian awal pembahasan disebutkan mengenai wawacan SAQJ sebagai sastra klasik yang disebut wawacan.Wawacan Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani adalah sebuah karya sastra lama, termasuk klasik, digolongkan ke dalam golongan Cerita kategori sejarah yang penuilisannya merupakan riwayat/hikayat. Wawacan Syekh Abdul Qadir Zaelani biasa dibawakan dengan ditembangkan/didangding, yang tersusun berdasarkan pupuh-pupuh Dangdanggula, Asmarandana, Sinom, Kinanti, Pangkur, Gurisa, Durma, Pucung, Lambang, Mijil dan Maskumambang.
Cerita dari kitab Khulosotil Muffahir yang digubah ke dalam bentuk naskah wawacan, hikayat, maupun kitab manaqib tersebut ditulis pada bulan Rayagung, hari Kamis, tanggal empat tahun 1939 dan yang mempunyai buku Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani ini adalah Nal Hadan. Naskah aslinya ditulis dalam bahasa Sunda, dengan pengaruh bahas ‘Arab, dikarenakan ceritanya yang mencerminkan budaya agam Islam, tingkatan-tingkatan ilmu di dalam menuju ma’rifat kepada Allah SWT, berdasarkan cerita dari tokoh-tokoh Islam dijamannya sejarah ini ditulis.
Cerita SAQJ ditulis dengan dilatarbelakangi oleh kemuliaan tentang seorang Syekh di zaman dahulu, ahli menyembah dan senang berbakti kepada Allah SWT, kepada semua para wali saat itu, agar bermanfaat untuk dijadikan pelajaran bagi pembacanya, membuang segala perilaku yang tidak baik, dan mencegahj perilaku yang dilarang oleh agama Islam, misalnya maksiat.
Tingkatan ilmu di dalam agama Islam, tersusun mejadi empat tahap, yaitu : Syariat, Thareqat, Hakikat dan Ma’rifat. Rangakaian ilmu ini, dilaksanakan oleh Syekh Abdul Qodir Zaelani hingga Ma’rifat, seorang pembesar Wali yang dikasihi oleh Yang Maha Suci, oleh Yang Sukma Maha Agung, yang mendapat Rahmat dan Salam, yang disayangi oleh Allah SWT.
Nilai konsepsional yang terdapat dalam cerita ini mengacu pada nilai kemuliaan, rahasia cahaya-cahaya Ilahi, disertai dengan makna-makna yang tersembunyi di balik pengertian harafiah beberapa ayat suci Al-Qur an, meliputi nilai ketekunan dalam berilmu, nilai ketaatan kepada guru, nilai percaya dan yakin akan adanya Allah SWT beserta para utusannya yaitu nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, para Malaikat, para Wali, para
(2)
Auliya, nilai ghaib melalui perantara ilmu Tasawwuf yang diterjemahkan sebagai ilmu mistiknya Islam.
Pada bab tiga dijelaskan metode yang digunakan yakni menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dipilih dengan tujuan untuk menggambarkan hasil penelitian secara mendetail dan komprehensif. Sedangkan pada bab empat terdiri dari pembahasan yang di dalamnya terdapat hasil analisis dari penulis, yakni terdapat kajian struktur terhadap karya yang diteliti, kajian intertekstual, kajian nilai luhur yang ada pada masyarakat multikultur, dan analisis kebermanfaatan hasil penelitian bagi pendidikan. Pada bab empat, disajikan kajian struktur. Kajian struktur wawacan SAQJ ini terbagi ke dalam bahasan tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar, penceritaan, gaya bahasa, konteks sosial, amanat, dan bandingan/ intertesktual yang terdapat di dalamnya.
Padda bab lima dijabarkan hasil analisis mengenai kajian bandingan intertekstual terhadap wawacan layang SAQJ dan Manaqib SAQJ dalam penelitian ini kemudian dimanfaatkan sebagai sumber belajar atau bahan ajar dalam penyusunan model pengajaran pada pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. Model pengajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah model pengjaran inovatif. Dasar pemilihan model pengajaran tersebut adalah karena model tersebut tepat untuk pembelajaran apresiasi sastra yang menekankan pada kegiatan apresiasi dan ekspresi siswa.
6.2.Saran
Nilai-nilai yang terkandung dalam Wawacan Layang Syekh Abdul Qodir Zaelani, masih banyak yang relevan dengan situasi dan kondisi pembangunan keagamaan masa kini, karena tokoh agama Islam yang masyhur ini mampu memberikan sumbangan yang besar artinya terhadap pembangunan kehidupan rohaniyah khususnya dan lahiriyah pada umumnya, dengan karakteristik di dalam pembinaan moralitas bangsa melalui pendidikan agama Islam. Beberapa saran yang kiranya patut mendapat perhatian adalah : selayaknya cerita ini dapat dialihbahasakan dengan bahasa yang popular, terutama bagi kepentingan generasi penerus yang dapat membangkitkan nilai-nilai pendidikan agama Islam secara lebih mendalam. Hal yang terpenting adalah menghindari kepunahan naskah sebagai akibat lamanya usia naskah, sehingga patut dilestarikan di samping penelitian serta pengkajian yang lebih spesifik terhadap isi cerita. Juga harus ada pengembangan dari sisi yang lain, yakni dengan meneliti karya yang sudah ditransliterasi dan diterjemahkan untuk dianalisis ke dalam bentuk pisau analisis yang lain yang sifatnya variatif tidak hanya mengenal satu pisau analisis tetpi
(3)
keberagama di dalam penelitian sastra yang dibutuhkan di zaman masyarakat multikultur seperti sekarang ini.
Adapun penelitian ini berdampak terhadap guru-guru sastra terutama guru SD-SMA, para pendidik, para peneliti, serta pengarang. Oleh karena itu beberapa hal yang sebaiknya dilakukan di antaranya:
1)Hasil penelitian dapat dijadikan alternatif bahan pengajaran sastra di sekolah;
2)Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian sejenis dan lintas studi guna mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, terutama dari ilmu psikologi perkembangan anak;
3)Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam wawacan maupun manaqib dapat berdampak positif dalam pengembangan karakter peserta didik;
4) Guru dapat mengembangkan model ini sesuai dengan bidang studinya, bahkan mungkin dari model inovatif ini, para guru dapat mengembangkan model lain yang lebih baik.
5) Guru dapat mengembangkan model dan rencana pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini sesuai dengan prinsip pembelajaran inovatif itu sendiri,
6)Para pengarang/sastrawan diharapkan lebih produktif lagi dalam menciptakan karya-karya wawacan/teks semacam manaqib bagi anak-anak sebagai wujud tanggung jawab perkembangan akhlak generasi penerus bangsa.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1974. Islam di Indonesia. Jakarta: Tintamas Jakarta.
Anonim. 2009. Pengembangan Nilai-Nilai Luhur Budi Pekerti sebagai Karakter Bangsa. Melalui www.belanegarari.wordpress.com. Iunduh pada Mei 2013.
Anonim. 2012. Membangun Karakter Bangsa Indonesia melalui Kursus dan Pelatihan. Depdiknas.Melalui www.juansyah.wordpress.com. Diunduh pada 13 Juni 2013.
Anonim. 2012. Pendidikan (Karakter) Salah Kaprah. Melalui www.edukasi.kompasiana.com. Diunduh pada Mei 2013.
Al-Kaaf, Habib Abdullah Zakiy. 2003. Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Bandung: Pustaka Setia Bandung.
Al-Kaaf, Habib Abdullah Zakiy. 2003. Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Bandung: Pustaka Setia Bandung.
Ambari, Abdullah. 1984. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Djatnika. Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi. 2013. Pendidikan Karakter: Peran Sekolah dan Keluarga. Disampaikan
pada seminar ‘Pendidikan Karakter Teguhkan Pribadi Bangsa’ yang terselenggara atas kerja
sama PT Penerbit Erlangga dan Himpunan Mahasiswa Biologi, FMIPA, UNNES Semarang, Minggu, 23 September, 2012. Http://www.erlangga.co.id/umum/7405-pendidikan-karakter-peran-sekolah-dan-keluarga-.html
Baroroh, Baried. 1980. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Penataran Tenaga Ahli Kesusastraan Jawa dan Nusantara.
Basri, Seta. 2012. Pengertian Masyarakat Majemuk Masyarakat Multikultural serta ke mana
Indonesia Termasuk. Melalui http://setabasri01.blogspot.com.19 Mei 2013 22.00 WIB. Budhisantoso, dkk. 1990. Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Jaelani. Jakarta: Depdikbud. Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: depdikbud.
Darma, Budi. 1995. Kritik Sastra dan karya sastra; harmonium. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Durachman, Memen. 1996. Khotbah di Atas Bukit, Novel Gagasan Karya Kuntowijoyo. Tesis.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Bukupop. Esten, Mursall. 1984. Kritik Sastra indonesia. Surabaya: usaha Nasional.
(5)
Post--- . 1999. Hilangnya Pesona Dunia; siti Nurbaya, Budaya Minang. Struktur Soaial
Kolonial. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia.
Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill.
Heryanto, Ariel. 1984. Sastra, Sejarah, dan Sejarah Sastra. Jakarta: CV. Rajawali Press. Jahja, R. Muh. (Penyusun/Pedangding) ----. Wawacan Layang Kanjeng Syekh Abdul Qadir
Jaylani, R.a.. Basa Sunda. Bandung: H. Umar Afih Jalan Sunda.
Jauss, Hans Robert. 1955. Aesthetic Experience and Literary Hermeneutics, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggrs oleh Michael shaw. Minneapolis: University of Minnesota Press.
Kalsum. 2008. Wawacan Batara Rama: Kajian Intertekstualitas. Bandung: Fakultas Sastra Unpad.
Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Williem G. Westeijn. 1991. Penerjemah: Akhadiati Ikram.
Tentang Sastra. Cet. 2. Jakarta: Intermasa, XVI, 235 hal. 22,5 cm. Seri ILDEP. Modood, Tariq. 2007. Multiculturalism: A Civic Idea. p.2. Cambridge: Polity Press.
Mu’in, Fatchul. 2008. Karya Sastra Menurut Teori Abrams. Melalui
http://fatchulfkip.wordpress.com. 19 Juni 2013.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1994. Prinsip-prinsip Kritik sastra. Yogyakrta: UGM Press.
--- . 2003. Beberapa teori Sastra, metode Kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prawiroatmodjo, S. 1981. Bausastra Jawa – Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
Purwadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Purwati, Dewi Budi. 2011. Struktur Narasi dan Nilai-nilai Akhlakul Karimah dalam Novel
Anak di Indonesia Tahun 1921-2010 Serta Implementasinya pada Pembelajaran Apresiasi Sastra dengan Model Pengajaran Kreatif Produktif di Madrasah Tsanawiyah kelas VIII.
Tesis. Bandung: UPI.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rokhman, Muh. Arif. 2003. Sastra Interdisipliner; Menyandingkan Sastra dari disiplin Ilmu
sosial. Jakarta: Qalam dan Sanding.
Rusyana, Yus. 1969. Galuring Sastra Sunda. Bandung: Gununglarang.
--- . 1971. Bagbagan Puisi Sawer Sunda. Bandung: Proyek Penelitian Pantun Folklore Sunda.
--- . 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV. Diponegoro Bandung.
(6)
--- . Desember 1999. Karya Klasik, Karya Milik Bangsa Indonesia. Bandung: Media Indonesia, No. 37.
Selden, Raman. 1993 Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini.Seminar Nasional Sejarah Sastra Indonesia. HISKI. Fakultas Sastra UNDIP Semarang.
Subrata, Heru. 2013. Kajian Kesastraan: Silabus Apresiasi Sastra Indonesia. www.mbahbrata.wordpress.com. 19 Juni 2013.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sumardjo, Yakob. 1981. Segi sosiologis Novel Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Prima. Syamsudin A. R. dan Vismaia S.Damaianti. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT Gramedia. --- . 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: P.T. Dunia Pustaka Jaya. --- . 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya.
--- . 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1968/1976/1977/1989. Teori Kesusastraan.
Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. 1983. Manaqib Syekh Abdul Qadir al
Jaelani. Tasikmalaya: YSBPP Suryalaya.
Zoest, Aart van. 1990 Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa.
Daftar Salinan Naskah
1) Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani Karangan Nal Hadan dan ditransliterasikan oleh Budhisantoso, dkk. (Lihat daftar buku)
2) Wawacan Syekh Abdul Qadir Jaelani yang ditransliterasikan oleh Ikhwan
3) Wawacan Layang Syekh Abdul Qadir Al Jaylani yang didangding oleh R. Muh Jahja 4) Manaqib Syekh Abdul Qadir al Jaelani yang dikeluarkan oleh YPPM Suryalaya
(Lihat daftar buku)
5) Ajaran Tasawuf Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (Lihat daftar buku)
6) Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya (Lihat daftar buku)
7) Karya Teosofi Tasawuf Haji Hasan Mustapa yang hampir sama kisah keteosofian atau ketasawufannya (terdapat pada penelitian Kalsum lihat daftar buku)