PROFIL PENGGUNAAN ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TBC DI RSUD “Y” PADA TAHUN Profil Penggunaan Antituberkulosis Pada Pasien Tbc Di RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2010 Dan 2011 Menggunakan Metode DU90%.

(1)

PROFIL PENGGUNAAN ANTITUBERKULOSIS PADA

PASIEN TBC DI RSUD “Y” PADA TAHUN

2010 DAN 2011 MENGGUNAKAN

METODE DU90%

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

ID’HA NUR WIDHIASIH

K 100 080 202

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(2)

(3)

PROFIL PENGGUNAAN ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TBC DI RSUD “Y” PADA TAHUN 2010 DAN 2011 MENGGUNAKAN

METODE DU90%

THE UTILIZATION PROFILE OF ANTITUBERCULOSIS IN PATIENTS WITH TBC IN RSUD ”Y” IN 2010 AND 2011 BY USING DU90% METHODS

Id’ha Nur Widhiasih dan Tri Yulianti

Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan telah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia, terutama di Indonesia. Metode Drug Utilization 90% (DU90%) menjelaskan pola dari penggunaan obat. DU90% adalah perkembangan lebih lanjut dari data yang banyak diberikan baik berupa data kuantitatif maupun data kualitatif. Terfokus pada obat yang jumlahnya 90% dari jumlah obat yang digunakan dan mengikuti Standart Guidelines. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan profil penggunaan OAT serta gambaran kuantitas penggunaannya pada pasien TBC di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011 apabila diukur dengan menggunakan metode DU90%.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional non eksperimental. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dan hasil penelitian diuraikan secara deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara total sampling. Data penggunaan OAT diperoleh dari instalasi farmasi dan data kunjungan pasien rawat jalan serta inap diperoleh dari instalasi rekam medik RSUD “Y”.

Berdasarkan kriteria DU90%, profil kuantitas penggunaan pada tahun 2010 sebesar 4682,01 tablet dan meningkat pada tahun 2011 sebesar 74951,6 tablet. OAT yang masuk ke dalam segmen DU90% pada tahun 2010 adalah Ethambutol (23,90%), Pirazinamid (23,41%), INH (17,63%), Rifampisin (16,08%) dan FDC R/H/Z/E (11,68%). Sedangkan pada tahun 2011 adalah INH (27,32%), Rifampisin (25,75%), Ethambutol (23,12%), dan Pirazinamid (18,70%).

Kata kunci : DU90%, TBC, Antituberkulosis, RSUD ”Y”.

ABSTRACT

Tuberculosis is an infection disease caused by Mycobacterium tuberculosis and become the major problems of public health in the world, especially in indonesia. The Drug Utilization 90% (DU90%) method describes patterns of drug utilization. DU90% is a further developments a lot of data providing both quantitative and qualitative data. The focus is on the drugs that account for 90% of the volume and adherence to standard guidelines. The aims of this study were to acknowledge the changing profile the use of antituberculosis


(4)

and an image of the quantity of it use in patients with TBC in RSUD “Y” in 2010 and 2011, measured by using DU90% method.

This research was observational non experimental. Data were collected retrospectively and the results described descriptively with the technique of the sample in total of sampling. Antituberculosis use data were obtained from pharmacy installation while outpatients visited data were obtained from medical record installation in RSUD “Y”.

Based on DU90% criteria, quantity profile of Antituberculosis in 2010 was 4682,01 tablets and it increase in 2011 was 74951,6 tablets. Quantity utilization of OAT which to be on DU90% segment in 2010 include Ethambutol (23,90%), Pirazinamid (23,41%), INH (17,63%), Rifampisin (16,08%) and FDC R/H/Z/E (11,68%). Whereas in 2011 INH (27,32%), Rifampisin (25,75%), Ethambutol (23,12%), and Pirazinamid (18,70%).

Key Word : DU90%, TBC, Antituberculosis, RSUD ”Y”.

I. PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru (Kemenkes RI, 2005). Tuberkulosis telah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia, terutama di Indonesia. Sekitar sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dengan 539.000 kasus baru dan 101.000 kematian setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia, jumlah pasiennya sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia sehingga menjadi negara ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina (Kemenkes RI, 2007).

Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi dua kategori utama. Obat-obat “pilihan pertama” menggabungkan tingkat efikasi terbesar dengan suatu derajat toksisitas yang dapat diterima. Kategori ini meliputi isoniazid, rifampin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid. Sebagian pasien tubekulosis berhasil ditangani dengan obat-obat ini. Namun, tambahan obat “pilihan kedua” terkadang terpaksa digunakan karena terjadi resistensi mikroba. Kategori obat ini mencakup ofloksasin, siprofloksasin, etionamid, asam aminosalisilat, sikloserin, amikasin, kanamisin, dan kapreomisin (Goodman dan Gilman, 2007).


(5)

Metode Drug Utilization 90% (DU90%) menjelaskan pola dari penggunaan obat. DU90% merupakan perkembangan original dengan tujuan untuk membuat pengelompokan data statistik obat pada pengeluaran obat yang digunakan untuk penilaian kualitas. Terfokus pada obat yang jumlahnya 90% dari jumlah obat yang digunakan dan mengikuti Standart Guidelines. Metode DU90% membuktikan penggunaan untuk perbandingan internasional dari penggunaan obat dan pola peresepan oleh dokter. (WHO, 2006).

Penelitian dari Blázquez et al., (2003) mengenai tren penggunaan OAT di Spanyol pada tahun 1993-1998, obat yang paling banyak digunakan selama periode tersebut adalah Rifinah (kombinasi Rifampisin dan INH). Pada tahun 1993, persentasenya 41,2% yang kemudian menurun menjadi 34,5% pada tahun 1998. Rifampisin dan Etambutol merupakan persentase penggunaan tertinggi setelah Rifinah dengan persentase 18% dan 15% berturut-turut. Sedangkan dari penelitian Rahma (2007) mengenai Studi Penggunaan Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru di IRNA I RSU Dr. Saiful Anwar Malang, profil pengobatan dan obat-obat yang digunakan antara lain : TB kasus lama menggunakan R/H/Z/E (31,8% pasien) dan R/H (11,6% pasien), dan TB kasus baru menggunakan R/H/Z/E (50,0% pasien); R/H/Z/S (2,7% pasien); R/H/E (2,7% pasien) dan R/H/Z/E adjuvan (2,7% pasien).

Dengan menggunakan metode yang berbeda, berdasarkan penelitian dari Astuti (2010), OAT yang digunakan di instalasi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2009 adalah OAT KDT sebesar 65,91% dan OAT Kombipak sebesar 34,09%. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan OAT dengan menggunakan metode DU90%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan profil penggunaan OAT serta gambaran kuantitas penggunaannya pada pasien TBC di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2010 dan 2011 apabila diukur dengan menggunakan metode DU90%.

II. METODE PENELITIAN

a. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional non eksperimental untuk meneliti perubahan profil penggunaan OAT serta gambaran kuantitas


(6)

penggunaannya pada pasien TBC dengan menggunakan metode Drug Utilization 90% (DU90%). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dan hasil penelitian diuraikan secara deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara total sampling.

b. Populasi dan Sampel

Data yang digunakan adalah data penggunaan seluruh OAT untuk pasien TBC selama 01 Januari 2010-31 Desember 2011 yang berasal dari instalasi farmasi serta data kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap dari instalasi rekam medik RSUD “Y”.

c. Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan adalah lembar pengumpulan data berupa blangko dan buku-buku rujukan yang menjadi sumber analisa data. Bahan penelitian yang digunakan adalah data penggunaan seluruh OAT yang diperoleh dari instalasi farmasi serta data kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap yang diperoleh dari instalasi rekam medik RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011.

d. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis berdasarkan pengelompokan sebagai berikut :

1. Jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap pada tahun 2010-2011. 2. Karakteristik pasien rawat jalan dan rawat inap pada tahun 2010-2011. 3. Jenis OAT yang digunakan untuk pengobatan TBC pada tahun 2010- 2011. 4. Jumlah OAT yang digunakan pada tahun 2010- 2011.

5. Hasil perhitungan kuantitas penggunaan OAT per tahun dengan menggunakan metode DU90%

6. Persentase penggunaan OAT pada tahun 2010- 2011. 7. DU90% dari penggunaan OAT

Persentase penggunaan antibiotik yang diurutkan dari yang tertinggi sampai yang terendah, kemudian dilihat persentase penggunaan antibiotik yang masuk ke dalam segmen DU90%.


(7)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kunjungan Pasien Rawat Jalan dan Inap

Data jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap tahun 2010 dan 2011 diperoleh dari instalasi rekam medik RSUD “Y”. Pasien rawat jalan dan inap merupakan seluruh pasien yang tercatat dalam data rekam medik RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011, baik pasien umum maupun pasien Jamkesmas, Jamkesda, dan ASKES. Pasien dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB dewasa dari seluruh jenis TB yang terdapat di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011. Jenis-jenis TB yang terdapat di RSUD “Y” antara lain: TB paru BTA positif dengan atau tanpa biakan kuman, TB paru lainnya, TB alat nafas lainnya, Meningitis tuberkulosa, TB SSP lainnya, TB tulang dan sendi, Limfadenitis TB, TB milier, dan TB lainnya (termasuk TB MDR). Data jumlah kunjungan pasien rawat jalan pasien TBC di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan Pasien TBC di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011

Bulan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan

2010 2011

Januari 158 204

Februari 149 246

Maret 207 244

April 195 66

Mei 189 217

Juni 214 182

Juli 194 179

Agustus 209 181

September 183 214

Oktober 172 240

November 210 313

Desember 228 301

Jumlah KPRJ 2308 2587

Rata-rata 192,33 215,83

Rata-rata kunjungan pada tahun 2010 adalah 192 pasien/bulan, dan pada tahun 2011 adalah 216 pasien/bulan. Data jumlah kunjungan pasien rawat inap pasien TBC di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada tabel 2.


(8)

Tabel 2. Jumlah Pasien Rawat Inap Pasien TBC di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011

Bulan Jumlah Kunjungan Rawat Inap

2010 2011

Januari 31 36

Februari 38 58

Maret 30 39

April 49 35

Mei 25 33

Juni 27 31

Juli 27 29

Agustus 29 32

September 42 22

Oktober 43 34

November 26 38

Desember 26 28

Jumlah Pasien 393 415

Rata-rata 32,75 34,58

Rata-rata kunjungan pada tahun 2010 adalah 32 pasien/bulan, dan pada tahun 2011 adalah 34 pasien/bulan. Dari tabel 1 dan 2 terjadi peningkatan kunjungan pasien rawat jalan dan inap pada tahun 2010 dan 2011. Peningkatan kunjungan ini mengindikasikan adanya peningkatan prevalensi TB di masyarakat Surakarta dan sekitarnya.

B. Karakteristik Pasien

Pasien dalam penelitian ini diambil pasien TBC usia dewasa di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011. Berdasarkan data dari instalasi rekam medik RSUD “Y”, usia pasien dewasa dikelompokkan dari usia 15 tahun sampai di atas 65 tahun. Jadi, meskipun usia 15 tahun tidak termasuk kriteria usia dewasa, tetap diasumsikan bahwa usia 15 tahun merupakan pasien dewasa. Data distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan umur pada pasien TBC rawat jalan dan inap RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat di tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur pada Pasien TBC Rawat Jalan di RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011

Usia Tahun 2010 Tahun 2011

P L P L

15-24 78 84 124 149

25-44 259 316 367 431

45-64 381 446 397 420

≥65 214 260 334 365


(9)

Tabel 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur pada Pasien TBC Rawat Inap di RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011

Usia Tahun 2010 Tahun 2011

P L P L

15-24 20 20 32 35

25-44 62 79 46 58

45-64 54 86 63 72

≥65 31 41 49 60

Total 167 226 190 225

Berdasarkan tabel 3 dan 4, prevalensi pasien laki-laki lebih besar daripada pasien wanita. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Holmes et al., (1998) bahwa perbedaan prevalensi TB paru antara laki-laki dan perempuan sama hingga umur remaja, tetapi setelah remaja prevalensi laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal ini diduga karena hingga umur remaja kontak hanya terjadi pada lingkungan yang lebih kecil, namun setelah dewasa laki-laki lebih banyak kontak dengan lingkungan yang lebih besar di luar rumah dibandingkan dengan perempuan disamping faktor biologi dan sosial budaya termasuk stigma TB. Stigma TB dan faktor ekonomi yang rendah punya pengaruh besar terhadap perempuan sehingga akses perempuan ke fasilitas kesehatan sedikit dan perempuan lebih banyak kurang terdiagnosis dan dilaporkan (Martines et al., 2000). Diagnosis TB terlambat ditemukan pada perempuan karena rasa malu dan takut dikucilkan keluarga dibanding laki-laki yang cenderung pergi ke pelayanan kesehatan ketika mengetahui pengobatan TB gratis (Nakagawa et al., 2001).

Dari kedua tabel di atas dapat diketahui pula bahwa usia penderita TB paling banyak pada rentang usia 25-64 tahun dimana usia tersebut merupakan usia produktif. Menurut Herman et al., (2008) cit Amril & Suradi (2003), pasien TB paru umumnya berusia pada rentang usia produktif sehingga hal ini membawa dampak sosial ekonomi di masyarakat. Keadaan ini sangat merugikan karena pada usia tersebut mempunyai tingkat mobilitas dan interaksi sosial yang tinggi sehingga dapat menjadi sumber penularan.

C. Profil Penggunaan Antituberkulosis 1. Jenis OAT yang Digunakan

Dari instalasi farmasi RSUD “Y”, didapatkan data seluruh penggunaan OAT pada tahun 2010 dan 2011 yang berisi nama OAT, bentuk sediaan OAT,


(10)

kekuatan OAT, dan jumlah penggunaan OAT pada tiap tahunnya. Nama OAT terdiri dari nama OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun tahun 2010 dan 2011. Kekuatan OAT untuk mengetahui kandungan zat aktif dalam setiap sediaan, sedangkan total jumlah penggunaan OAT diperlukan untuk menghitung kuantitas penggunaannya. Ada 7 jenis OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011. Golongan OAT dan jenis OAT untuk pasien TBC di RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Golongan OAT dan Jenis OAT Untuk Pasien TBC di RSUD “Y” Tahun 2010 dan 2011

Golongan OAT Jenis OAT

Antibiotik Makrosiklik Rifampicin (R)

Hidrazid Isoniazid (H)

Analog Pirazin Pyrazinamide (Z)

Derivat Etilendiamin Ethambutol (E)

Aminoglikosida Streptomycin (S)

Obat Kombinasi untuk Terapi TBC FDC E/H

FDC R/H/Z/E

Dari tabel 5, ada 6 golongan OAT yang terdiri dari 7 jenis OAT yang digunakan di RSUD “Y”. Dalam formularium RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011 hanya OAT lapis pertama yang masuk dalam formularium, tidak ada OAT lapis kedua yang masuk dalam daftar formularium. Sebaiknya RSUD “Y” juga menambahkan OAT lapis kedua ke dalam daftar formulariumnya, karena diantara pasien-pasien TB yang di rawat di RSUD “Y” ada pasien yang mengalami TB MDR sehingga memerlukan obat-obat TB lini kedua. Jumlah nama dagang untuk setiap nama generik OAT yang digunakan untuk pasien TBC di RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Nama Dagang untuk Setiap Nama Generik OAT yang digunakan Untuk Pasien TBC di RSUD “Y” Tahun 2010 dan 2011

Nama Generik Jumlah Nama Dagang

Ethambutol 2

Etambutol, INH, Vit B6 3

FDC kap 2

INH, Vit B6 3

Isoniazid tab 100 ; 300 mg 1

Pirazinamid tab 500 mg 1

Rifampicin 300 mg ; 450 mg; 600 mg 1

Rifampicin / INH tab 1

Rifampicin, INH, Ethambutol, Pirazinamid tab 1

Streptomycin inj 1 g 1


(11)

Berdasarkan data pada tabel 6, dapat diketahui ada 10 nama generik dan 16 nama dagang OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011. Dari 16 nama dagang, 8 nama dagang masuk dalam daftar formularium, 5 nama dagang yang tidak masuk dalam daftar formularium, dan 3 nama dagang tercantum dalam formularium, namun tidak digunakan. Disamping itu, dari 10 nama generik hanya 9 nama generik saja yang digunakan. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi para dokter di RSUD “Y” agar dalam meresepkan obat sesuai dengan formularium yang telah dibuat oleh panitia farmasi dan terapi (PFT), karena obat-obat dalam formularium merupakan obat pilihan yang sudah dievaluasi secara objektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat (Siregar dan Amalia, 2003) untuk meningkatkan penggunaan obat secara rasional oleh panitia farmasi dan terapi (PFT) RSUD “Y”.

2. Gambaran Kuantitas Penggunaan OAT Menggunakan Metode Drug

Utilization

Dari data-data yang telah didapat, selanjutnya dilakukan perhitungan kuantitas penggunaannya dengan menggunakan metode Drug Utilization. Kuantitas penggunaan dihitung dari jumlah seluruh tablet OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011. OAT dikelompokkan berdasarkan jenis OAT nya, kemudian dihitung seluruh jumlah tablet OAT yang dipakai untuk masing-masing OAT pada tiap tahunnya. Hasil perhitungan kuantitas penggunaan OAT untuk pasien TBC di RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011 ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kuantitas Penggunaan OAT untuk Pasien TBC di RSUD “Y” Tahun 2010 dan 2011 Menggunakan Metode DU90%

No Kode ATC Jenis OAT DU Jumlah

2010 2011

1 J04AB02 Rifampicin (R) 752,76 19299,75 20052,51

2 J04AC01 INH (H) 825,55 20478,75 21304,3

3 J04AK01 Pyrazinamide (Z) 1095,7 14016,66 15112,36

4 J04AK02 Ethambutol (E) 1119 17326,5 18445,5

5 J04AM01 Streptomycin (S) 177 1145 1322

6 J04AM03 FDC E/H 165 1140 1305

7 J04AM06 FDC R/H/Z/E 547 1545 2092

Jumlah 4682,01 74951,66 79633,67


(12)

Dari tabel 7, terlihat bahwa pada tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan kuantitas penggunaan yang cukup signifikan. Pada tahun 2010, kuantitas penggunaannya sebesar 4682,01 tablet. Namun, pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi 74951,66 tablet dengan rata-rata penggunaan tiap tahunnya sebesar 39816,84 tablet. Peningkatan kuantitas penggunaan tersebut berkaitan erat dengan adanya peningkatan kunjungan pasien rawat jalan dan inap pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2010, Ethambutol merupakan OAT dengan kuantitas penggunaan paling tinggi yaitu sebanyak 1095,7 tablet, sedangkan kuantitas terendah adalah Streptomisin sebanyak 177 tablet. Pada tahun 2011 kuantitas tertinggi adalah INH sebanyak 20478,75 tablet dan terendah adalah FDC E/H sebanyak 1140 tablet. Tidak ada perubahan pada jenis dan golongan OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011. Dari tabel 7, dapat diketahui bahwa di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011 lebih banyak digunakan OAT kombipak daripada OAT KDT.

Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. KDT (Kombinasi Dosis Tetap) merupakan paduan OAT yang disediakan dalam bentuk paket yang terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, antara lain yaitu dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping, mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep, jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien (Kemenkes, 2007).

Dari hasil penelitian Herman et al., (2008) tentang Perbandingan Hasil Akhir Pengobatan Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dengan Kombipak pada Pengobatan TB Paru dengan Strategi DOTS di


(13)

Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Pulogadung, dan Matraman Jakarta, angka keberhasilan dan kesembuhan pengobatan TB paru kasus BTA positif sama antara OAT KDT dan kombipak. Sehingga dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa OAT KDT dan OAT kombipak mempunyai efektifitas yang sama.

D. Profil Penggunaan OAT Pada Tahun 2010 dan 2011 Berdasarkan Profil DU90%

DU90% diperoleh dengan membagi kuantitas penggunaan tiap jenis OAT dengan seluruh jumlah OAT pada tiap tahunnya kemudian dikali 100%. Selanjutnya, persentase OAT untuk tiap-tiap tahunnya dikumulatifkan dan diurutkan dari persentase tertinggi ke persentase terendah. Obat yang masuk dalam segmen DU90% adalah obat yang masuk dalam akumulasi 90% penggunaan. Profil DU90% penggunaan OAT berdasarkan jenis OAT di RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat di tabel 8 dan 9.

Tabel 8. Profil DU90% Penggunaan OAT berdasarkan Nama OAT di RSUD “Y” Tahun 2010

Jenis OAT % Penggunaan Segmen

Ethambutol 23,90

DU90%

Pirazinamid 23,41

INH 17,63

Rifampisin 16,08

FDC R/H/Z/E 11,68

Streptomycin 3,78

DU 10%

FDC E/H 3,52

Tabel 9. Profil DU90% Penggunaan OAT berdasarkan Nama OAT di RSUD “Y” Tahun 2011

Jenis OAT % Penggunaan Segmen

INH 27,32

DU90%

Rifampicin 25,75

Ethambutol 23,12

Pyrazinamide 18,70

FDC R/H/Z/E 2,06

DU 10%

Streptomycin 1,53

FDC E/H 1,52

Dari tabel 8 dan 9 dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 OAT yang masuk ke dalam segmen DU90% adalah Ethambutol (23,90%), Pirazinamid (23,41%), INH (17,63%), dan Rifampisin (16,08%) dan FDC R/H/Z/E (11,68%). INH, Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol dan FDC R/H/Z/E masuk ke dalam segmen DU90% karena merupakan first line untuk terapi TBC. Obat-obatan


(14)

seperti Rifampisin, Isoniazid, dan Pirazinamid dianggap memiliki aksi selektif pada masing-masing populasi, sehingga perlu untuk menggunakan beberapa terapi obat untuk membasmi semua basil. Isoniazid diduga membunuh basil pada pertumbuhan fase log, sedangkan Pirazinamid diduga membunuh secara perlahan pada basil yang replikasi selama 2 bulan pertama fase awal terapi. Rifampisin diperkirakan perlahan-lahan membunuh basil persisten yang tidak bereplikasi selama 6 bulan terapi, dengan penambahan isoniazid untuk mencegah resistensi selama fase lanjutan (Hall et al., 2009).

Pada awal percobaan uji klinik, menunjukkan bahwa beberapa agen diperlukan untuk mencegah munculnya resistensi dalam masyarakat sebagai akibat dari pemilihan obat dari pemberian agen tunggal (CDC, 2003). OAT diberikan dalam bentuk kombinasi untuk menghindari terjadinya MDR. MDR adalah kuman TBC yang sudah kebal terhadap obat lini pertama, khususnya rifampisin, INH. Untuk MDR ini pengobatannya sudah amat susah, amat mahal dan banyak efek sampingnya (Aditama, 2006).

Sedangkan pada tahun 2011 yang masuk ke dalam segmen DU90% adalah INH (27,32%), Rifampisin (25,75%), Ethambutol (23,12%), dan Pirazinamid (18,70%). Streptomisin tidak masuk ke dalam segmen DU90% pada tahun 2010 maupun 2011. Namun begitu, Streptomisin tetap menjadi suatu obat penting pada terapi tuberkulosis. Dia digunakan ketika dibutuhkan atau disukai obat yang dapat diinjeksikan, terutama pada orang-orang yang mengidap penyakit tuberkulosis parah, dalam bentuk yang mungkin mengancam kehidupan penderita, misalnya meningitis dan penyakit menyebar, dan untuk terapi infeksi yang resisten terhadap obat-obat lain (Katzung, 2004). Berdasarkan data dari kedua tabel di atas, tidak ada perubahan penggunaan pada jenis OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian tentang pengukuran kuantitas penggunaan OAT di RSUD “Y” pada pasien TBC rawat jalan pada tahun 2010 dan 2011 dengan menggunakan metode DU 90% didapatkan hasil :


(15)

1. Profil kuantitas penggunaan OAT pada tahun 2010 sebesar 4682,01 tablet dan pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi sebesar 74951,6 tablet dengan rata-rata penggunaan tiap tahunnya sebesar 39816,84 tablet.

2. OAT yang masuk ke dalam segmen DU 90% pada tahun 2010 adalah Ethambutol (23,90%), Pirazinamid (23,41%), INH (17,63%), Rifampisin (16,08%) dan FDC R/H/Z/E (11,68%). Sedangkan pada tahun 2011 hanya INH (27,32%), Rifampisin (25,75%), Ethambutol (23,12%), dan Pirazinamid (18,70%).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disampaikan beberapa saran, yaitu:

1. RSUD “Y” sebaiknya menambahkan OAT lapis kedua ke dalam daftar formulariumnya, karena diantara pasien-pasien yang terdapat di RSUD “Y” ada yang mengalami TB MDR (Multi Drug Resistance) sehingga memerlukan obat-obat TB lini kedua.

2. Para dokter di RSUD “Y” dalam meresepkan obat agar sesuai dengan formularium yang telah dibuat oleh panitia farmasi dan terapi (PFT) RSUD “Y”.

3. Dapat dilakukan studi kualitatif lebih lanjut tentang efek samping penggunaan OAT.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada Ibu Tri Yulianti, M.Si., Apt selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing utama, serta Bapak Dr. dr. EM. Sutrisna dan Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt selaku dosen penguji atas bimbingan dan bantuannya dalam penelitian ini.

VI. DAFTAR ACUAN

A, Blázquez., J, Arias., R, Mateos-Campos, 2003, Trends in the Use of Antituberculosis Drugs in Spain 1993-1998, Pharmacoepidemiol Drug Saf, 12 (3): 227.


(16)

Astuti, D.I., 2010, Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Tuberkulosis Paru di Instalansi Rawat Jalan RSUD “Y” Surakarta Tahun 2009, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aditama, T.Y., 2006, XDR-TB, Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3, No. 2, 20.

CDC, 2003, Morbidity and Mortality Weekly Report : Treatment of Tuberculosis, Departemen of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention, Vol. 52, hal : 33.

Goodman dan Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol.2, 48: 1247-1253, Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran.

Hall, R.G II., Leff , R.D., & Gumbo, T., 2009, Treatment of Active Pulmonary Tuberculosis in Adults: Current Standards and Recent Advances : Insights from the Society of Infectious Diseases Pharmacists, NIH Public Access, 29 (12), 1469.

Herman, N., Aditama, T.Y., & Ikhsan, M., 2008, Perbandingan Hasil Akhir Pengobatan Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dengan Kombipak pada Pengobatan TB Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Pulogadung, dan Matraman Jakarta Timur, J. Respir Indo, Vol. 28, No.3, 149, 153.

Holmes, C.B., Hausler, H., & Nunn, P., 1998, A Review of Sex Difference in the Epidemiology of Tuberculosis, Int J Tuberc Lung Dis, 2(2), 96-104.

Katzung, B.G., 2004, Farmakologi: Dasar & Klinik, Edisi 8, 93-101, Diterjemahkan oleh bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta, Salemba Medika.

Kemenkes RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis, 2 : 4-5, 3 : 25, Jakarta.

Kemenkes RI, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan kesatu, 2 : 3-4, 4 : 13 30-31, Jakarta.

Martinez, A.N., Rhee, J.T., Small, P.M., & Behr, M.A., 2000, Sex Differences in the Epidemiology of Tuberculosis in San Francisco, Int J Tuberc Lung Dis, 4 (1), 26-31.

Nakagawa, M.Y., Ozasa, K., Yamada, N., Shimouchi, A., Ishikawa, N., Bam, D.S, & Mori, T., 2001, Gender difference in delays to diagnosis and seeking behaviour in a rural area of Nepal, Int J Tuberc Lung Dis, 5 (1), 24-31.


(17)

Rahma, Hanandita., 2007, Studi Penggunaan Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru (Penelitian Dilakukan di IRNA I RSU Dr. Saiful Anwar Malang), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya.

Siregar, C.J.P., & Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Terapan, hal. 73, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

WHO, 2006, Adherence to WHO’s Model List of Essential Medicine in Two European Countries, WHO Drug Information, Vol. 20, No. 2, 79, 84.


(1)

Dari tabel 7, terlihat bahwa pada tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan kuantitas penggunaan yang cukup signifikan. Pada tahun 2010, kuantitas penggunaannya sebesar 4682,01 tablet. Namun, pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi 74951,66 tablet dengan rata-rata penggunaan tiap tahunnya sebesar 39816,84 tablet. Peningkatan kuantitas penggunaan tersebut berkaitan erat dengan adanya peningkatan kunjungan pasien rawat jalan dan inap pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2010, Ethambutol merupakan OAT dengan kuantitas penggunaan paling tinggi yaitu sebanyak 1095,7 tablet, sedangkan kuantitas terendah adalah Streptomisin sebanyak 177 tablet. Pada tahun 2011 kuantitas tertinggi adalah INH sebanyak 20478,75 tablet dan terendah adalah FDC E/H sebanyak 1140 tablet. Tidak ada perubahan pada jenis dan golongan OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011. Dari tabel 7, dapat diketahui bahwa di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011 lebih banyak digunakan OAT kombipak daripada OAT KDT.

Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. KDT (Kombinasi Dosis Tetap) merupakan paduan OAT yang disediakan dalam bentuk paket yang terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, antara lain yaitu dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping, mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep, jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien (Kemenkes, 2007).

Dari hasil penelitian Herman et al., (2008) tentang Perbandingan Hasil Akhir Pengobatan Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dengan Kombipak pada Pengobatan TB Paru dengan Strategi DOTS di


(2)

Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Pulogadung, dan Matraman Jakarta, angka keberhasilan dan kesembuhan pengobatan TB paru kasus BTA positif sama antara OAT KDT dan kombipak. Sehingga dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa OAT KDT dan OAT kombipak mempunyai efektifitas yang sama.

D. Profil Penggunaan OAT Pada Tahun 2010 dan 2011 Berdasarkan Profil DU90%

DU90% diperoleh dengan membagi kuantitas penggunaan tiap jenis OAT dengan seluruh jumlah OAT pada tiap tahunnya kemudian dikali 100%. Selanjutnya, persentase OAT untuk tiap-tiap tahunnya dikumulatifkan dan diurutkan dari persentase tertinggi ke persentase terendah. Obat yang masuk dalam segmen DU90% adalah obat yang masuk dalam akumulasi 90% penggunaan. Profil DU90% penggunaan OAT berdasarkan jenis OAT di RSUD “Y” tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat di tabel 8 dan 9.

Tabel 8. Profil DU90% Penggunaan OAT berdasarkan Nama OAT di RSUD “Y” Tahun 2010

Jenis OAT % Penggunaan Segmen

Ethambutol 23,90

DU90%

Pirazinamid 23,41

INH 17,63

Rifampisin 16,08

FDC R/H/Z/E 11,68

Streptomycin 3,78

DU 10%

FDC E/H 3,52

Tabel 9. Profil DU90% Penggunaan OAT berdasarkan Nama OAT di RSUD “Y” Tahun 2011

Jenis OAT % Penggunaan Segmen

INH 27,32

DU90%

Rifampicin 25,75

Ethambutol 23,12

Pyrazinamide 18,70

FDC R/H/Z/E 2,06

DU 10%

Streptomycin 1,53

FDC E/H 1,52

Dari tabel 8 dan 9 dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 OAT yang masuk ke dalam segmen DU90% adalah Ethambutol (23,90%), Pirazinamid (23,41%), INH (17,63%), dan Rifampisin (16,08%) dan FDC R/H/Z/E (11,68%). INH, Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol dan FDC R/H/Z/E masuk ke dalam segmen DU90% karena merupakan first line untuk terapi TBC. Obat-obatan


(3)

seperti Rifampisin, Isoniazid, dan Pirazinamid dianggap memiliki aksi selektif pada masing-masing populasi, sehingga perlu untuk menggunakan beberapa terapi obat untuk membasmi semua basil. Isoniazid diduga membunuh basil pada pertumbuhan fase log, sedangkan Pirazinamid diduga membunuh secara perlahan pada basil yang replikasi selama 2 bulan pertama fase awal terapi. Rifampisin diperkirakan perlahan-lahan membunuh basil persisten yang tidak bereplikasi selama 6 bulan terapi, dengan penambahan isoniazid untuk mencegah resistensi selama fase lanjutan (Hall et al., 2009).

Pada awal percobaan uji klinik, menunjukkan bahwa beberapa agen diperlukan untuk mencegah munculnya resistensi dalam masyarakat sebagai akibat dari pemilihan obat dari pemberian agen tunggal (CDC, 2003). OAT diberikan dalam bentuk kombinasi untuk menghindari terjadinya MDR. MDR adalah kuman TBC yang sudah kebal terhadap obat lini pertama, khususnya rifampisin, INH. Untuk MDR ini pengobatannya sudah amat susah, amat mahal dan banyak efek sampingnya (Aditama, 2006).

Sedangkan pada tahun 2011 yang masuk ke dalam segmen DU90% adalah INH (27,32%), Rifampisin (25,75%), Ethambutol (23,12%), dan Pirazinamid (18,70%). Streptomisin tidak masuk ke dalam segmen DU90% pada tahun 2010 maupun 2011. Namun begitu, Streptomisin tetap menjadi suatu obat penting pada terapi tuberkulosis. Dia digunakan ketika dibutuhkan atau disukai obat yang dapat diinjeksikan, terutama pada orang-orang yang mengidap penyakit tuberkulosis parah, dalam bentuk yang mungkin mengancam kehidupan penderita, misalnya meningitis dan penyakit menyebar, dan untuk terapi infeksi yang resisten terhadap obat-obat lain (Katzung, 2004). Berdasarkan data dari kedua tabel di atas, tidak ada perubahan penggunaan pada jenis OAT yang digunakan di RSUD “Y” pada tahun 2010 dan 2011.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian tentang pengukuran kuantitas penggunaan OAT di RSUD “Y” pada pasien TBC rawat jalan pada tahun 2010 dan 2011 dengan menggunakan metode DU 90% didapatkan hasil :


(4)

1. Profil kuantitas penggunaan OAT pada tahun 2010 sebesar 4682,01 tablet dan pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi sebesar 74951,6 tablet dengan rata-rata penggunaan tiap tahunnya sebesar 39816,84 tablet.

2. OAT yang masuk ke dalam segmen DU 90% pada tahun 2010 adalah Ethambutol (23,90%), Pirazinamid (23,41%), INH (17,63%), Rifampisin (16,08%) dan FDC R/H/Z/E (11,68%). Sedangkan pada tahun 2011 hanya INH (27,32%), Rifampisin (25,75%), Ethambutol (23,12%), dan Pirazinamid (18,70%).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disampaikan beberapa saran, yaitu:

1. RSUD “Y” sebaiknya menambahkan OAT lapis kedua ke dalam daftar formulariumnya, karena diantara pasien-pasien yang terdapat di RSUD “Y” ada yang mengalami TB MDR (Multi Drug Resistance) sehingga memerlukan obat-obat TB lini kedua.

2. Para dokter di RSUD “Y” dalam meresepkan obat agar sesuai dengan formularium yang telah dibuat oleh panitia farmasi dan terapi (PFT) RSUD “Y”.

3. Dapat dilakukan studi kualitatif lebih lanjut tentang efek samping penggunaan OAT.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada Ibu Tri Yulianti, M.Si., Apt selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing utama, serta Bapak Dr. dr. EM. Sutrisna dan Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt selaku dosen penguji atas bimbingan dan bantuannya dalam penelitian ini.

VI. DAFTAR ACUAN

A, Blázquez., J, Arias., R, Mateos-Campos, 2003, Trends in the Use of Antituberculosis Drugs in Spain 1993-1998, Pharmacoepidemiol Drug


(5)

Astuti, D.I., 2010, Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Tuberkulosis Paru di Instalansi Rawat Jalan RSUD “Y” Surakarta Tahun 2009, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aditama, T.Y., 2006, XDR-TB, Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3, No. 2, 20.

CDC, 2003, Morbidity and Mortality Weekly Report : Treatment of Tuberculosis, Departemen of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention, Vol. 52, hal : 33.

Goodman dan Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol.2, 48:

1247-1253, Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran.

Hall, R.G II., Leff , R.D., & Gumbo, T., 2009, Treatment of Active Pulmonary Tuberculosis in Adults: Current Standards and Recent Advances : Insights from the Society of Infectious Diseases Pharmacists, NIH Public

Access, 29 (12), 1469.

Herman, N., Aditama, T.Y., & Ikhsan, M., 2008, Perbandingan Hasil Akhir Pengobatan Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dengan Kombipak pada Pengobatan TB Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Pulogadung, dan Matraman Jakarta Timur, J. Respir Indo, Vol. 28, No.3, 149, 153.

Holmes, C.B., Hausler, H., & Nunn, P., 1998, A Review of Sex Difference in the Epidemiology of Tuberculosis, Int J Tuberc Lung Dis, 2(2), 96-104.

Katzung, B.G., 2004, Farmakologi: Dasar & Klinik, Edisi 8, 93-101, Diterjemahkan oleh bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta, Salemba Medika.

Kemenkes RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis, 2 : 4-5, 3 : 25, Jakarta.

Kemenkes RI, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan kesatu, 2 : 3-4, 4 : 13 30-31, Jakarta.

Martinez, A.N., Rhee, J.T., Small, P.M., & Behr, M.A., 2000, Sex Differences in the Epidemiology of Tuberculosis in San Francisco, Int J Tuberc Lung

Dis, 4 (1), 26-31.

Nakagawa, M.Y., Ozasa, K., Yamada, N., Shimouchi, A., Ishikawa, N., Bam, D.S, & Mori, T., 2001, Gender difference in delays to diagnosis and seeking behaviour in a rural area of Nepal, Int J Tuberc Lung Dis, 5 (1), 24-31.


(6)

Rahma, Hanandita., 2007, Studi Penggunaan Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru (Penelitian Dilakukan di IRNA I RSU Dr. Saiful Anwar Malang),

Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya.

Siregar, C.J.P., & Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Terapan, hal. 73, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

WHO, 2006, Adherence to WHO’s Model List of Essential Medicine in Two European Countries, WHO Drug Information, Vol. 20, No. 2, 79, 84.


Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD DR Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

2 8 13

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Klaten Tahun 2011.

0 2 11

EVALUASI PENGGUNAAN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PARU DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Evaluasi Penggunaan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Paru Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2010-2011.

0 1 12

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Paru Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2010-2011.

0 1 10

EVALUASI PENGGUNAAN ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009.

0 1 22

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS DEWASA DIINSTALASI Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Dewasa Diinstalasi Rawat Jalan Rs Paru Dungus Madiun Tahun 2010.

0 0 12

EVALUASI PENGGUNAAN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER SERVIKS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Evaluasi Penggunaan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Serviks Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr.Moewardi Tahun 2010.

0 1 13

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Instalasi Rawat Jalan RSUD. Dr. R. Soedjati Purwodadi Tahun 2009.

0 3 10

PROFIL PENGGUNAAN ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TBC DI RSUD Dr. MOEWARDI PADA Profil Penggunaan Antituberkulosis Pada Pasien Tbc Di RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2010 Dan 2011 Menggunakan Metode DU90%.

0 1 14

PENDAHULUAN Profil Penggunaan Antituberkulosis Pada Pasien Tbc Di RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2010 Dan 2011 Menggunakan Metode DU90%.

0 4 10