MANFAAT BUM DESA BAGI MASYARAKAT revised

MANFAAT BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA) BAGI MASYARAKAT
(Telaah Kajian Manfaat Keberadaan BUM Desa ‘Hanyukupi’ Ponjong dan BUM Desa
‘Sejahtera’ Bleberan di Kabupaten Gunungkidul)
Eko Kurniawan Komara; Nurul Purnamasari
(Yayasan Penabulu)

A. PENDAHULUAN
Terbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memimpikan kehidupan desa yang
otonom dalam mengelola pemerintah dan kemasyarakatannya. Berlakunya regulasi
tentang desa membuka harapan bagi masyarakat desa untuk berubah. Hal tersebut
menjadi momentum untuk mendorong lahirnya desa dengan tata kelola yang lebih
akuntabel dan transparan, masyarakat desa yang partisipatif, dan perekonomian desa
yang menghidupi. Gotong royong dan lekatnya nilai-nilai lokal merupakan aset
pembangunan perdesaan. Gotong royong masyarakat yang kuat seharusnya
berpengaruh pada percepatan pembangunan ekonomi desa.
Dalam berbagai kajian perekonomian desa, yang tidak boleh dilupakan adalah kondisi
modal sosial (social capital) masyarakat desa yang sudah sangat kuat. Masyarakat
desa mempunyai beragam ikatan sosial dan solidaritas sosial yang kuat, sebagai
penyangga penting kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Swadaya dan gotong royong telah terbukti sebagai penyangga utama “otonomi asli”
desa. Walau di satu sisi, kekayaan modal sosial berbanding terbalik dengan modal

ekonomi. Modal sosial masyarakat desa terdiri atas ikatan sosial (social bonding),
jembatan sosial (social bridging), dan jaringan sosial (social linking). Dari ketiga aspek
tersebut, ikatan sosial masyarakat desa yang bersifat parokial (terbatas) menjadi modal
sosial yang paling dangkal yang tidak mampu memfasilitasi pembangunan ekonomi,
mewujudkan desa yang bertenaga sosial, dan berdemokrasi lokal (Eko et al., 2014).
Untuk membebaskan ikatan sosial (social bonding) yang terbatas tersebut perlu ada
gerakan kemandirian masyarakat desa. Selain memperkuat modal sosial, desa juga
harus memperkuat modal ekonomi (financial capital), modal pengetahuan (knowledge
capital), dan modal kemanusiaan (human capital) (De Massis et al., 2015). UU Desa
beserta regulasi turunannya secara eksplisit telah membuka ruang untuk terjadinya
gerakan ini.
Pembangunan desa dapat ditingkatkan melalui pengembangan potensi perekonomian
desa dan menjadi wadah bersama masyarakat pedesaan dalam membangun diri dan
lingkungannya secara mandiri dan partisipatif. Keberadaan Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa) menjadi salah satu pertimbangan untuk menyalurkan inisiatif masyarakat
desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber
daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia (warga desa) dalam
pengelolaannya, dan adanya penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk
pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari
BUM Desa. BUM Desa yang ideal mampu menjadi poros kehidupan masyarakat Desa.

Karena ia berdiri atau ada untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, mampu menyerap
kapasitas produksi masyarakat, dan aksesnya terbuka untuk semua masyarakat Desa
dari berbagai elemen.

1

B. PERMASALAHAN
Pasal 3 Permendes Nomor 4 Tahun 2015 menegaskan bahwa BUM Desa didirikan
dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan perekonomian desa, mengoptimalkan
manfaat aset, meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi
desa, menciptakan peluang dan jaringan pasar, membuka lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa, yang
kesemuanya diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa. Sedangkan
sesuai Pasal 89 UU Desa, hasil usaha BUM Desa selain akan digunakan bagi
pengembangan usaha BUM Desa itu sendiri, dimanfaatkan untuk pembangunan desa,
pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin.
Untuk mewujudkan desa yang mandiri, maka diperlukan sumber pendapatan bagi desa
yang berasal dari desa tersebut. Kemandirian yang dimaksud adalah proses yang
dilakukan pemerintah desa bersama masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhannya sesuai kemampuan yang dimiliki. Unit-unit usaha
yang bergerak di desa haruslah memiliki ciri khas dan keunggulan kompetitif supaya
dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa.
Dalam mengamati dinamika perdesaan, Penabulu juga mengamati dari dekat
perkembangan BUM Desa ‘Sejahtera’ di Desa Bleberan dan BUM Desa ‘Hanyukupi’ di
Desa Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Kedua BUM Desa tersebut berdiri sebagai
bentuk optimalisasi sumber daya desa. Dalam telaah ini, Penabulu mengulas kajian
mengenai manfaat keberadaan BUM Desa bagi masyarakat di Desa Bleberan dan Desa
Ponjong. Secara umum, kondisi BUM Desa ‘Hanyukupi’ dan BUM Desa ‘Sejahtera’
adalah sebagai berikut:
a) Awalnya, keberadaan sumber mata air di Desa Ponjong dimanfaatkan untuk
pengembangan bidang perikanan. Minapolitan yang pernah dikembangkan di tiga
kawasan dengan budidaya lele dan ikan tawar lainnya tidak berhasil karena
analisis pemasaran yang kurang tepat. Hingga kemudian masyarakat dan
pemerintah bersepakat limpahan sumber air dikembangkan menjadi wahana
wisata air ‘Waterbyur’ dan bernaung dalam BUM Desa ‘Hanyukupi’ yang secara
legal beroperasi sejak tahun 2011.
b) Desa Bleberan memiliki potensi alam yang sangat besar untuk dapat
dimanfaatkan dalam pembangunan sektor pertanian dan sektor pariwisata. Tidak

hanya menyokong roda perekonomian desa, obyek wisata yang terletak di Desa
Bleberan telah berkontribusi menyumbang pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten Gunungkidul sejak 2012. BUM Desa ‘Sejahtera’ kini menaungi tiga
usaha yaitu desa wisata, pengelolaan air bersih, usaha ekonomi produktif simpan
pinjam (UEP-SP).
C. ANALISIS
Pendirian BUM Desa didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa sebagai upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat. BUM Desa dibangun atas inisiasi masyarakat,
yang berdasarkan prinsip kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel,

2

dan berkelanjutan dengan mekanisme berbasis anggota dan pengusahaan mandiri
(Ridlwan, 2014). Oleh karena itu masyarakat lah yang paling berhak mendapat manfaat
dari keberadaan BUM Desa, baik manfaat langsung maupun manfaat tidak langsung.
a) Manfaat ekonomi (PADes)
BUM Desa diharapkan mampu menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di
pedesaan. Aset ekonomi yang ada di desa harus dikelola sepenuhnya oleh masyarakat
desa. BUM Desa akan bergerak seirama dengan upaya meningkatkan sumber-sumber
pendapatan asli desa, meng-gerakkan kegiatan ekonomi masyarakat di mana peran

BUM Desa sebagai institusi payung dalam menaungi (Nurcholis, 2011). Demikian
halnya yang dijumpai di BUM Desa ‘Hanyukupi’ dan BUM Desa ‘Sejahtera’, dimana
prosentase pembagian keuntungan atau sisa hasil usaha (SHU) dialokasikan untuk
beberapa pos.
Pada tahun 2014 BUM Desa ‘Hanyukupi’ Desa Ponjong memperoleh sisa hasil usaha
(SHU) sebesar Rp 88.000.000,- yang merupakan hasil bersih dari usaha. Dari SHU
tersebut dibagi dengan alokasi sebesar 20% untuk Desa, BKM 20%, BUMDes 20%,
kemudian Dusun 15%. Sedangkan BUM Desa ‘Sejahtera’ di Desa Bleberan yang
menaungi tiga unit usaha wisata Gua Rancang dan Air Terjun Sri Gethuk, Pelayanan Air
Bersih (PAB), dan koperasi simpan pinjam memberikan kontribusi pada PADes tahun
2013 sebanyak Rp 64.000.000,- yang merupakan 25% dari laba BUMDes, dan setiap
dusun menerima kurang lebih Rp 6.000.000,- per tahun.
Keberadaan BUMDes tidak dipungkiri membawa perubahan di bidang ekonomi dan
sosial. Kontribusi BUMDes terutama dalam bentuk Pendapatan Asli Desa, dimana
keuntungan bersih BUMDes dialokasikan untuk pemasukan Desa. Keuntungan
BUMDes dialokasikan untuk beberapa pihak dengan prosentase yang berbeda.
Walaupun demikian masih perlu dikaji kembali mengenai prosentase pembagian SHU
agar dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
b) Manfaat politik
BUM Desa yang berdiri secara partisipatif, menjadi ruang bertemunya kelompokkelompok minat kepentingan di desa. Kesepakatan-kesepakatan mengenai jenis usaha,

prosentase pembagian keuntungan, hingga terbitnya peraturan desa (perdes)
merupakan salah satu manfaat tidak langsung dari keberadaan BUM Desa. Pengurus
BUM Desa ‘Hanyukupi’ dan BUM Desa ‘Sejahtera’ setiap tahun melakukan laporan
pertanggungjawaban yang dihadiri perwakilan elemen masyarakat sebagai bentuk
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan usaha. Disana masyarakat melakukan
fungsi kontrol (pengawasan) terhadap jalannya bisnis unit-unit usaha yang bernaung di
bawah BUM Desa dan mendiskusikan perencanaan yang akan dilakukan dalam tahun
anggaran berikutnya.
c) Manfaat sosial budaya
Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa
(PADes) maka BUM Desa berkontribusi secara sosial untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan lapangan pekerjaan. Semenjak ada BUM Desa ‘Sejahtera’
masyarakat Desa Bleberan memperoleh lapangan kerja baru, karena 87% karyawan
BUM Desa ‘Sejahtera’ berasal dari tenaga kerja lokal. Berkurangnya angka

3

pengangguran dan urbanisasi akan menjaga keguyuban desa karena aktivitas
masyarakat berpusat di desa.
Melalui unit usaha koperasi simpan pinjam (UEP-SP), BUM Desa ‘Sejahtera’ turut

menghidupkan sektor ekonomi produktif serta mendukung berbagai kegiatan kelompok
masyarakat PKK dan Karang Taruna. BUM Desa ‘Sejahtera’ juga memberi santunan
dan rehabilitasi rumah warga miskin. Hal yang sama juga dilakukan BUM Desa
‘Hanyukupi’ yang mengalokasikan sebagian keuntungannya untuk pemberian kambing
kepada warga tidak mampu, pemberian bea siswa kepada anak sekolah, dan
menyediakan kios bagi warga di lokasi ‘Waterbyur’.
Salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa adalah
mengembangkan kewirausahaan bagi masyarakat desa. Pengembangan desa
wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi penduduk, dan
pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi strategi dalam
pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, dimana sumber daya dan
fasilitas yang disediakan secara spontan oleh (komunitas) masyarakat desa untuk
menuju perubahan kondisi sosial ekonomi perdesaan (Ansari, 2013). Apabila desa
wirausaha menjadi suatu gerakan massif, maka merupakan hal yang sangat mungkin
untuk mendorong perkembangan ekonomi perdesaan. Desa wirausaha merupakan
program yang dapat dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan
rendah, dan menambah keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat
desa pun dapat bermakna mengorganisir struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset
desa seperti tanah, air, lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal
pengembangan usaha baru yang digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa.

Kontribusi BUM Desa sebagai salah satu pembangunan desa mandiri yag dapat
berjalan dengan percaya diri bahwa desa memang sudah berhasil mengatur rumah
tangganya sendiri dan menciptakan desa yang mandiri yang tidak hanya bergantung
kepada anggaran dana desa yang berasal dari Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah
(Ramadana dkk, 2013).
D. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Simpulan
Pertumbuhan ekonomi perdesaan yang ditandai dengan berkembangnya
kewirausahaan masyarakat dan pengelolaan asset desa merupakan bentuk
perubahan yang terjadi di tingkat desa. Kesadaran akan perubahan ini perlu dikelola
dalam kerangka nilai social masyarakat dan manajemen bisnis yang berbasis pada
pembangunan sosial – lingkungan.
Sebagai sebuah organisasi, BUM Desa di Ponjong dan Bleberan senantiasa perlu
menggembangkan semangat dialog dengan masyarakat sebagai bentuk penguatan
nilai partisipasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUM Desa. Semangat dialog
inilah yang akan mendukung terciptanya political stability yang dibangun antara
masyarakat, pengurus/pengelola BUM Desa, dan pemerintah desa. Dengan
terciptanya political stability, kondisi yang mendukung ke arah keberlanjutan
(sustainability) BUM Desa akan semakin baik dan kondusif. Pada saat yang


4

bersamaan, rasa saling memiliki dan mutual trust mulai terbangun diantara
masyarakat, pengurus/pengelola, dan pemerintah desa.
BUM Desa merupakan terobosan (breakthrough) di bidang ekonomi dengan tidak
meninggalkan nilai-nilai kebersamaan, keadilan, dan etika dalam pengelolaan
potensi dan asset desa. Oleh karena itu, tidak hanya untuk mengurangi jumlah
pengangguran dan urbanisasi, BUM Desa merupakan upaya untuk mendorong
munculnya bentuk-bentuk ekonomi kreatif yang dapat mempererat ikatan
kekerabatan – social berbasis nilai dan budaya dalam pengelolaan potensi dan asset
desa yang dapat menggerakan ekonomi desa.
2. Rekomendasi
Berdasarkan pengamatan mendalam BUM Desa di desa Ponjong dan Bleberan,
Kabupaten Gunungkidul – Daerah Istimewa Jogjakarta maka kami
merekomendasikan beberapa pekerjaan rumah yang masih harus dirampungkan
untuk pengembangan dan keberlanjutan BUM Desa:
a) Meningkatkan government effectiveness di tingkat desa melalui berbagai bentuk
pengembangan kapasitas (capacity building). Pemerintah desa yang baik dan
berkualitas akan mampu mendorong terciptanya BUM Desa dengan paradigma
kesejahteraan social melalui pengelolaan potensi dan asset desa. Dengan

government effectiveness, pemerintah desa juga mampu memberikan arah pada
pola manajemen BUMDesa.
b) Pemerintah desa bersama pengurus BUM Desa, masyarakat, dan pihak
eksternal (supra desa) mengupayakan adanya regulatory quality. Peraturan
yang baik dan berkualitas sebagai bentuk kebijakan atas pengelolaan BUM
Desa dapat mendukung keberlanjutan BUM Desa. Misalnya, kajian yang
mendalam dan komprehensif atas tata ruang wilayah desa, prosentase bagi
hasil keuntungan, dan manajemen pengelolaan BUM Desa.
c) Pengelolaan BUM Desa senantiasa mengedepankan partisipasi dan tanggung
gugat (accountability) dari warga/masyarakat pada tahapan perencanaan,
implementasi dan evaluasi sebagai wujud dari control of corruption sebagai
mekanisme pencegahan.

5

REFERENSI
Ansari, B., et al., 2013, Sustainable Entrepreneurship in Rural Areas. Research Journal of
Environmental and Earth Science Vol. 5 No. 1: 26-31.
Arfianto, A.E.W. & Balahmar, A.R.U., 2014, Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pembangunan Ekonomi Desa. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol. 2 No. 1:

47-56.
De Massis, A., et al., 2015, Product Innovation in Family versus Nonfamily Firms: an
Exploratory Analysis. Journal of Small Bussiness Management Vol. 53 No. 1: 1-36.
Eko, S., et al., 2014, Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: Forum Pengembangan
Pembaharuan Desa (FPPD).
Gunawan, K., 2011, Manajemen BUMDes Dalam Rangka Menekan Laju Urbanisasi.
WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3: 61-72.
Nurcholis, H., 2011, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Pemerintah Desa Bleberan, 2014, Profil Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten
Gunungkidul.
Pemerintah Desa Ponjong, 2010, Laporan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman,
Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas, Desa Ponjong,
Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul.
Ramadana, C.B., et al., 2013, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai
Penguatan Ekonomi Desa: Studi di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang. Jurnal Administrasi Publik (JAP) Vol. 1 No. 6: 1068-1076.
Ridlwan, Z., 2014, Urgensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam Pembangun
Perekonomian Desa. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 3: 427-440.
Trijono, L., 2001, Strategi Pemberdayaan Komunitas Lokal: Menuju Kemandirian Daerah.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 5 No. 2: 215-235.

6