PENDAHULUAN BEDA PENGARUH DURASI 10 MENIT DAN 15 MENIT PADA WARMING UP DAN COOLING DOWN TERHADAP RESIKO CEDERA ANKLE PADA PESENAM AEROBIK.

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam dekade terakhir, latihan senam aerobik telah menjadi salah satu jenis latihan yang paling popular. Aerobik yang dilakukan pada saat ini tidak seperti tarian. Pada saat ini, aerobik mempunyai gerakan yang tersusun, tapi penampilannya tidak terpaku pada musik. Banyak orang yang telah mengetahui bahwa aerobik menolong mereka untuk memiliki penampilan yang lebih baik dan merasa lebih baik dengan mendapatkan kesenangan dan kesehatan.

Masyarakat kita telah mengetahui akan manfaat yang diperoleh dari suatu program latihan senam aerobik. Disamping itu kita juga harus mengetahui akan adanya kemungkinan terjadinya cedera yang pada akhirnya dapat mengganggu aktivitas olahraga tersebut dan kondisi demikian sangat tidak diinginkan oleh pelaku olahraga tersebut.

Terdapat banyak sekali pasien yang melibatkan aktivitas senam yang berbeda, menempatkan diri pada resiko cedera muskuloskeletal. Gerakan-gerakan tubuh yang artistik diperagakan dalam permintaan spesifik tempat senam pada tubuh yang hangat dari ketahanan dan kapasitas aerobik, kekuatan otot, fleksibilitas keseluruhan, stabilitas sendi, kesempurnaan somatosensorik, dan koordinasi neuromuskuler.

Sebagian besar permintaan dari senam aerobik adalah faktor bahwa seseorang bisa merasa senang pada saat membakar kalori dan mendapatkan


(2)

kesehatan pada waktu yang bersamaan. Bagaimanapun, seperti senam reguler, senam aerobik juga memiliki risiko cedera jika tidak berhati-hati (Lyons,2010).

Suatu ciri dari kelas senam aerobik dimulai dengan suatu periode warming up yang lambat, kemudian maju pada tingkat aktivitas yang diperlukan untuk memelihara suatu laju denyut jantung yang ditargetkan untuk sedikitnya dari 20 menit. Diikuti dengan periode cooling down secara menyeluruh. Pengaruh keadaan cardiovasculer, tonus otot, dan stretching ditekankan melalui koordinasi langkah senam dan gerakan tubuh. Kelas senam aerobik adalah kesenangan : lompatan orang, tendangan, dan kadang-kadang teriakan atau nyanyian, semua pada hentakan dari musik yang lincah.

Tujuan dari kesehatan senam dapat menjadi ringakasan sebagai pencegahan cedera, perawatan menyeluruh dari cedera akut dan kronis, memperbaiki kekurangan dengan potensi luka yang kronis, dan memelihara secara optimal status fungsional pada praktek selanjutnya dari disiplin senam. Karena tidak semua pesenam memiliki akses spesialis klinis khusus, spesialis rehabilitasi umum yang bermanfaat dari dasar pengetahuan cedera senam yang terjadi (Keryl, 2006).

Beberapa pengarang mengemukakan bahwa durasi dan jenis latihan selama warming up dan pendingin memiliki efek yang menguntungkan pada pencegahan cedera (Pope et al. 2000). Di sisi lain, dukungan (Hawkins dan Bey, 1997) lain bahwa peregangan selama warming up dan pendingin tidak mencegah cedera.


(3)

Pada dasarnya ada dua jenis cedera yang biasa terjadi dalam dunia olahraga. Cedera akut, seperti cedera patah tulang atau fraktur, dislokasi(letak tulang tidak pada letak asalnya). Jenis cedera ini benar-benar membutuhkan perawatan yang serius dan secepat mungkin. Jenis kedua adalah cedera yang parah atau kronis. Cedera ini lebih sulit di deteksi dan biasanya sulit untuk diketahui gejala-gejala awalnya. Cedera kronis disebabkan oleh benturan kecil yang terjadi pada bagian tubuh tertentu secara berulang-ulang selama kurun waktu tertentu. Cedera tersebut dapat disebabkan oleh latihan yang berlebihan, pemakaian teknik latihan yang tidak tepat, struktur tubuh yang tidak normal atau kekuatan-kekuatan yang ada di luar lingkungan (Taylor, 1997).

Menurut Rokka (2007), meskipun latihan aerobik terus menerus meningkatkan semua parameter metabolik dan ukuran otot, hal itu meningkatkan risiko cedera baik secara langsung atau berulang-ulang. Epidemiologi dan studi klinis menyebutkan bahwa instruktur dan peserta dalam kegiatan ini menunjukkan tingkat cedera yang tinggi dalam warming up atau stretching.

Sebagian besar cedera berhubungan dengan senam aerobik adalah cedera musculoskeletal yang berlebihan dan terutama terjadi pada instruktur tapi juga pada peserta senam aerobik. Instruktur biasanya terlalu banyak bekerja, fasilitas yang kurang aman, jumlah kelas yang terlalu banyak dan jadwal yang padat. Majalah olahraga, tenaga ahli, dokter dan ahli fisioterapi memiliki berbagai saran tentang pencegahan kecelakaan di senam aerobik, seperti sepatu yang cocok, kepadtan permukaan lantai, menghindari aktivitas berat harian, warming up yang cukup dan tehnik peregangan yang sesuai. Peningkatan fleksibilitas dari


(4)

unit-tendon otot selama warming up dan cooling down, mendorong kinerja yang lebih baik dan menurunkan jumlah cedera.

Menurut Hartig et al. (1999), banyak penulis meyakini bahwa durasi dan jenis latihan yang terlibat pada warming up dan cooling down memiliki efek yang menguntungkan untuk pencegahan cedera. Sedangkan menurut Witvrouw et al. (2003), cedera dapat dihubungkan pada bermacam-macam faktor dan mengujinya hanya dari satu pandangan yang terbatas.

Menurut Rothenberger et al (1988), bahwa mengikuti program warming up sebelum melakukan senam aerobik inti tidak terkait dengan frekuensi cedera. Namun, jumlah cedera ini terkait dengan jenis warming up. Sedangkan menurut Kubo et al (2001), Wilber et al (1995), bahwa pertimbangan durasi yang tepat dari warming up dan cooling down sebanyak jenis aerobik dimana seseorang berpartisipasi.

Ekstremitas bawah sering kali mengalami serangan lebih kuat pada saat senam, menciptakan suatu lokasi utama untuk cedera, terutama pada kaki, lutut, ankle, dan paha. Sebagian cedera yang paling umum meliputi patah pada penari, yang terjadi ketika penari melakukan suatu lompatan dengan kaki membalik atau berputar. Cedera lain pada ekstremitas bawah termasuk sprain ligamen dan sprain otot karena digunakan secara berlebihan (Lyons,2010).

Garrick et all(1986) merekrut 60 instruktur dan 351 siswa dan menemukan bahwa satu luka tingkat 75% untuk instruktur-instruktur dan 441 % untuk para siswa. Tempat yang paling umum cedera adalah pada kaki untuk


(5)

instruktur-instruktur dan para siswa. Rothenberger et al(1988) mensurvei 726 penari aerobic dengan questioner; menemukan 49% dari yang mereka catat sedikitnya ada satu cedera yang berhubungan dengan senam aerobik. Kebanyakan dari luka-luka itu kepada tulang kering (24,5%), punggung (12,9%), dan ankle (12,2%) (dalam penelitian Shi-Yi Wang, Chenfu Huang and Chung Hsien Yang, 2002).

Seperti kaki, ankle dan tungkai bawah merupakan daerah umum cedera pada populasi atletik. Cedera ankle, terutama pada stabilisasi ligamen, sering terjadi cedera pada olahraga (Baxter, 1995).

Cedera akut yang sering terjadi pada pesenam adalah sprain ankle. Sindrom tekanan anterior dan posterior bisa terjadi pada saat bersamaan dengan cedera akut dan penggunaan berlebih. Menurut Hillier et al. (2004), populasi secara umum, kebanyakan sprain ankle pada senam melibatkan cedera pada ligament lateral secara kompleks, sedangkan cedera pada ligament bagian medial jarang terjadi.

B. IdentifikasiMasalah

Potensi cedera dalam olahraga bukan hanya dikarenakan faktor kurangnya warming up, tetapi juga tipe olahraga yang dilakukan memiliki andil yang tidak sedikit. Harus diakui, apapun cabang olahraganya pasti berpotensi cedera.

Untuk meminimalisir risiko cedera maka pelaku olahraga wajib melakukan warming up terlebih dahulu. Pelaku olahraga masih banyak yang mengabaikan tahapan berolahraga yang bermanfaat dan aman (jauh dari risiko cedera). Sebagaimana kegiatan memasak yang diawali dengan menyiapkan bahan,


(6)

memasak, dan diakhiri dengan penyajian, olahraga pun harus diawali dengan warming up (latihan pemanasan), latihan inti, dan diakhiri dengan cooling down (latihan pendinginan). Ketiga tahapan olahraga tersebut sangat penting sehingga harus dilakukan oleh pelaku olahraga tanpa terkecuali.

Diantara ketiga tata cara berolahraga itu, tahap warming-up merupakan tahap yang penting, namun sering diabaikan. Jangankan masyarakat awam, atlet pun terkadang tidak melakukannya. Beberapa sebab antara lain: ketidaktahuan pelaku, kurangnya kesadaran pelaku, dan malas melakukan warming-up. Seringkali kita melihat pelaku olahraga datang ke lapangan, pakai sepatu, dan langsung main tanpa warming-up lebih dulu (Yanto, 2008).

Salah satu komponen penting dalam senam aerobik yaitu warming-up dan cooling down. Untuk pencegahan cedera telah dilakukan penelitian oleh Yanto (2008), bahwa pelaku olahraga masih banyak yang kurang menyadari bagaimana berolahraga yang baik dan aman, terutama pada warming up. Pemahaman yang ada di masyarakat bahwa warming up itu bertujuan untuk mencegah cedera. Ini adalah pemahaman yang tidak sepenuhnya benar.

Tujuan dari warming up menurut Chuen (2010), adalah untuk

mempersiapkan tubuh lebih giat latihan, memudahkan transisi dari istirahat ke latihan (memperbaiki peredaran darah, meningkatkan metabolisme, meningkatkan suhu tubuh, memisahkan lebih banyak oksigen, meregangkan otot-otot postural, mengurangi resiko cedera muskuloskeletal).


(7)

Pada penelitian Rokka et al. (2007), menyebutkan bahwa peserta senam aerobik yang mengikuti latihan warming up selama 10 menit memiliki resiko cedera sebesar 74%, sedangkan peserta yang mengikuti warming up selama 15 menit memiliki resiko cedera sebesar 26%. Dan peserta yang mengikuti latihan cooling down selama 10 menit memiliki resiko cedera sebesar 44,4%, sedangkan peserta yang mengikuti latihan cooling down memiliki resiko cedera sebesar 22,5%.

Berdasarkan observasi di Aerobic and Fitness Centre FORTUNA pada bulan September 2010, cedera sering kali terjadi pada bagian ankle karena pada bagian tersebut merupakan salah satu bagian yang paling mobile di antara bagian tubuh yang lain pada saat melakukan gerakan senam aerobik.

Penting diingat bahwa sendi ini mutlak untuk lokomosi manusia. Selain sering, trauma yang ringan saja sudah akan menimbulkan cacat untuk berjalan. Cacat ini kadang-kadang tidak berupa cacat yang temporer, tapi dapat merupakan suatu cacat yang permanen apabila tidak dilakukan pengelolaan serta penatalaksanaan secara baik sejak semula. Ditambah lagi oleh suatu fakta bahwa trauma pada daerah ini mudah diikuti oleh suatu osteoarthritis post-traumatika karena memang bentuk persendiannya yang khas dan majemuk. Oleh karena itu problema pengelolaan trauma pada sendi ini mempunyai arti sosial dan ilmu medis yang cukup penting (Widodo, 2010).

Rasa nyeri bengkak pada ankle dan nyeri tendon menyertai inversi sprain ankle di atas semua ligamen lateral, yang terdiri dari ligamen anterotibiofibulare


(8)

(ATFL), ligamen calcaneofibulare (CFL), dan ligamen posterotibiofibulare (PTFL). Ligamen anterotibiofibulare merupakan ligamen yang paling mudah terkena cedera (Motta, 2006).

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti ingin membuktikan melalui penelitian dengan judul : Beda Pengaruh Durasi 10 menit dan 15 menit pada Warming up Dan Cooling Down Terhadap Resiko Cidera Ankle Pada Senam Aerobik “. Pelaksanaannya di ukur dengan menggunakan blangko pemeriksaan resiko cedera ankle.

C. PembatasanMasalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada variable durasi waktu 10-15 menit warming up dan cool down terhadap resiko cedera pada senam aerobik.

D. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan antara pengaruh durasi 10, 15 menit warming up dan 10, 15 menit cooling down terhadap resiko cedera ankle pada pesenam aerobik?

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara durasi 10 menit dan 15 menit warming up dan durasi 10 menit dan 15 menit cooling down terhadap resiko cidera pada pesenam aerobic


(9)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dalam memberikan solusi pemecahan masalah mengenai latihan yang tepat dalam mengurangi resiko cedera olahraga.

2. Bagi IPTEK

Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan,

khususnya kedokteran dan fisioterapi olah raga, dengan adanya data-data yang menunjukkan pengaruh durasi warm up dan cool down sebelum melakukan latihan senam aerobik terhadap penurunan resiko cedera.

3. Bagi Fisioterapi

Menambah khasanah pengetahuan mengenai latihan dan intensitas latihan yang tepat yang nantinya berdampak pada keberhasilan terapi.

4. Bagi Masyarakat dan instruktur senam aerobic

Sebagai pertimbangan bagi para instruktur senam aerobik dalam menyusun program latihan dan bagi masyarakat untuk menyadari pentingnya berolah raga agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal.


(1)

tendon otot selama warming up dan cooling down, mendorong kinerja yang lebih baik dan menurunkan jumlah cedera.

Menurut Hartig et al. (1999), banyak penulis meyakini bahwa durasi dan jenis latihan yang terlibat pada warming up dan cooling down memiliki efek yang menguntungkan untuk pencegahan cedera. Sedangkan menurut Witvrouw et al. (2003), cedera dapat dihubungkan pada bermacam-macam faktor dan mengujinya hanya dari satu pandangan yang terbatas.

Menurut Rothenberger et al (1988), bahwa mengikuti program warming up sebelum melakukan senam aerobik inti tidak terkait dengan frekuensi cedera. Namun, jumlah cedera ini terkait dengan jenis warming up. Sedangkan menurut Kubo et al (2001), Wilber et al (1995), bahwa pertimbangan durasi yang tepat dari warming up dan cooling down sebanyak jenis aerobik dimana seseorang berpartisipasi.

Ekstremitas bawah sering kali mengalami serangan lebih kuat pada saat senam, menciptakan suatu lokasi utama untuk cedera, terutama pada kaki, lutut, ankle, dan paha. Sebagian cedera yang paling umum meliputi patah pada penari, yang terjadi ketika penari melakukan suatu lompatan dengan kaki membalik atau berputar. Cedera lain pada ekstremitas bawah termasuk sprain ligamen dan sprain otot karena digunakan secara berlebihan (Lyons,2010).

Garrick et all(1986) merekrut 60 instruktur dan 351 siswa dan menemukan bahwa satu luka tingkat 75% untuk instruktur-instruktur dan 441 % untuk para siswa. Tempat yang paling umum cedera adalah pada kaki untuk


(2)

instruktur-instruktur dan para siswa. Rothenberger et al(1988) mensurvei 726 penari aerobic dengan questioner; menemukan 49% dari yang mereka catat sedikitnya ada satu cedera yang berhubungan dengan senam aerobik. Kebanyakan dari luka-luka itu kepada tulang kering (24,5%), punggung (12,9%), dan ankle (12,2%) (dalam penelitian Shi-Yi Wang, Chenfu Huang and Chung Hsien Yang, 2002).

Seperti kaki, ankle dan tungkai bawah merupakan daerah umum cedera pada populasi atletik. Cedera ankle, terutama pada stabilisasi ligamen, sering terjadi cedera pada olahraga (Baxter, 1995).

Cedera akut yang sering terjadi pada pesenam adalah sprain ankle. Sindrom tekanan anterior dan posterior bisa terjadi pada saat bersamaan dengan cedera akut dan penggunaan berlebih. Menurut Hillier et al. (2004), populasi secara umum, kebanyakan sprain ankle pada senam melibatkan cedera pada ligament lateral secara kompleks, sedangkan cedera pada ligament bagian medial jarang terjadi.

B. Identifikasi Masalah

Potensi cedera dalam olahraga bukan hanya dikarenakan faktor kurangnya warming up, tetapi juga tipe olahraga yang dilakukan memiliki andil yang tidak sedikit. Harus diakui, apapun cabang olahraganya pasti berpotensi cedera.

Untuk meminimalisir risiko cedera maka pelaku olahraga wajib melakukan warming up terlebih dahulu. Pelaku olahraga masih banyak yang mengabaikan tahapan berolahraga yang bermanfaat dan aman (jauh dari risiko cedera). Sebagaimana kegiatan memasak yang diawali dengan menyiapkan bahan,


(3)

memasak, dan diakhiri dengan penyajian, olahraga pun harus diawali dengan warming up (latihan pemanasan), latihan inti, dan diakhiri dengan cooling down (latihan pendinginan). Ketiga tahapan olahraga tersebut sangat penting sehingga harus dilakukan oleh pelaku olahraga tanpa terkecuali.

Diantara ketiga tata cara berolahraga itu, tahap warming-up merupakan tahap yang penting, namun sering diabaikan. Jangankan masyarakat awam, atlet pun terkadang tidak melakukannya. Beberapa sebab antara lain: ketidaktahuan pelaku, kurangnya kesadaran pelaku, dan malas melakukan warming-up. Seringkali kita melihat pelaku olahraga datang ke lapangan, pakai sepatu, dan langsung main tanpa warming-up lebih dulu (Yanto, 2008).

Salah satu komponen penting dalam senam aerobik yaitu warming-up dan cooling down. Untuk pencegahan cedera telah dilakukan penelitian oleh Yanto (2008), bahwa pelaku olahraga masih banyak yang kurang menyadari bagaimana berolahraga yang baik dan aman, terutama pada warming up. Pemahaman yang ada di masyarakat bahwa warming up itu bertujuan untuk mencegah cedera. Ini adalah pemahaman yang tidak sepenuhnya benar.

Tujuan dari warming up menurut Chuen (2010), adalah untuk mempersiapkan tubuh lebih giat latihan, memudahkan transisi dari istirahat ke latihan (memperbaiki peredaran darah, meningkatkan metabolisme, meningkatkan suhu tubuh, memisahkan lebih banyak oksigen, meregangkan otot-otot postural, mengurangi resiko cedera muskuloskeletal).


(4)

Pada penelitian Rokka et al. (2007), menyebutkan bahwa peserta senam aerobik yang mengikuti latihan warming up selama 10 menit memiliki resiko cedera sebesar 74%, sedangkan peserta yang mengikuti warming up selama 15 menit memiliki resiko cedera sebesar 26%. Dan peserta yang mengikuti latihan cooling down selama 10 menit memiliki resiko cedera sebesar 44,4%, sedangkan peserta yang mengikuti latihan cooling down memiliki resiko cedera sebesar 22,5%.

Berdasarkan observasi di Aerobic and Fitness Centre FORTUNA pada bulan September 2010, cedera sering kali terjadi pada bagian ankle karena pada bagian tersebut merupakan salah satu bagian yang paling mobile di antara bagian tubuh yang lain pada saat melakukan gerakan senam aerobik.

Penting diingat bahwa sendi ini mutlak untuk lokomosi manusia. Selain sering, trauma yang ringan saja sudah akan menimbulkan cacat untuk berjalan. Cacat ini kadang-kadang tidak berupa cacat yang temporer, tapi dapat merupakan suatu cacat yang permanen apabila tidak dilakukan pengelolaan serta penatalaksanaan secara baik sejak semula. Ditambah lagi oleh suatu fakta bahwa trauma pada daerah ini mudah diikuti oleh suatu osteoarthritis post-traumatika karena memang bentuk persendiannya yang khas dan majemuk. Oleh karena itu problema pengelolaan trauma pada sendi ini mempunyai arti sosial dan ilmu medis yang cukup penting (Widodo, 2010).

Rasa nyeri bengkak pada ankle dan nyeri tendon menyertai inversi sprain ankle di atas semua ligamen lateral, yang terdiri dari ligamen anterotibiofibulare


(5)

(ATFL), ligamen calcaneofibulare (CFL), dan ligamen posterotibiofibulare (PTFL). Ligamen anterotibiofibulare merupakan ligamen yang paling mudah terkena cedera (Motta, 2006).

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti ingin membuktikan melalui penelitian dengan judul : Beda Pengaruh Durasi 10 menit dan 15 menit pada Warming up Dan Cooling Down Terhadap Resiko Cidera Ankle Pada Senam Aerobik “. Pelaksanaannya di ukur dengan menggunakan blangko pemeriksaan resiko cedera ankle.

C. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada variable durasi waktu 10-15 menit warming up dan cool down terhadap resiko cedera pada senam aerobik.

D. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan antara pengaruh durasi 10, 15 menit warming up dan 10, 15 menit cooling down terhadap resiko cedera ankle pada pesenam aerobik?

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara durasi 10 menit dan 15 menit warming up dan durasi 10 menit dan 15 menit cooling down terhadap resiko cidera pada pesenam aerobic


(6)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dalam memberikan solusi pemecahan masalah mengenai latihan yang tepat dalam mengurangi resiko cedera olahraga.

2. Bagi IPTEK

Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya kedokteran dan fisioterapi olah raga, dengan adanya data-data yang menunjukkan pengaruh durasi warm up dan cool down sebelum melakukan latihan senam aerobik terhadap penurunan resiko cedera.

3. Bagi Fisioterapi

Menambah khasanah pengetahuan mengenai latihan dan intensitas latihan yang tepat yang nantinya berdampak pada keberhasilan terapi.

4. Bagi Masyarakat dan instruktur senam aerobic

Sebagai pertimbangan bagi para instruktur senam aerobik dalam menyusun program latihan dan bagi masyarakat untuk menyadari pentingnya berolah raga agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal.