Analisis semiotik makna mimpi dalam film 12 menit

(1)

SKRIPSI

ANALISIS SEMIOTIK MAKNA MIMPI DALAM FILM 12 MENIT

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)

Disusun oleh :

Zahrotunnisa_1110051000146

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

Skripsi yang berjudul ANALISIS SEMIOTIK MAKNA MIMPI DALAM FILM 12 MENIT telah diajukan dalam siding rnunaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ihnu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah.lakarta, pada tanggal 28 Noperrber 2014. Skripsi ini telah diterirna sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.l) pada Jurusan

Komurrikasi dan Penyiaran Islam. (KPI)

Jakafta, I I Desernber2014

Panitia Sidang Munaqasah,

lrokhmah, M.Si NIP: 19830610 200912 2 001

NIP: 19770424 200710 2 002

Pembimbing Fita

Dr. Armawati Arbi, M.Si NIP:19761129

Minangsih,

105 2001 t2 2 002


(4)

Dengan ini sayamenyatakan bahwa:

1.

Skripsi

ini

merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata Strata Satu (Sl) di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

OfNi

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika di kemudian hari terbukti karya ini hasil jiplakan dari hasil karyu orang lain, maka

saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(;fg'syarif

Hidayatullah Jakarta.


(5)

i

Zahrotunnisa

1110051000146

Analisis Semiotika Makna Mimpi Dalam Film 12 Menit

Mempunyai mimpi adalah sesuatu hal yang wajib dimiliki setiap makhluk hidup, setiap orang harus menggambarkan mimpinya masing-masing. Selain menggambarkan kita juga harus yakin kalau mimpi kita akan terlaksanakan, tidak pernah pantang menyerah dan terus berusaha dalam mewujudkan mimpi.

Mimpi dikemas secara menarik dalam film “12 Menit”. Dalam film ini menceritakan ada

lima mimpi yang ingin dicapai oleh maing-masing pemainnya, di sini juga di perlihatkan bagaimana kerja keras setiap pemain untuk mencapai mimpi yang mereka inginkan. Film 12 menit ini adalah film pertama tentang perjuangan sekelompok marching band untuk menjadi juara GPMB. Dengan alur cerita yang menarik dan membawa emosi seseorang yang menontonnya.

Kemudian menimbulkan sebuah pertanyaan apa makna denotasi konotasi dan mitos makna

mimpi dalam film “12 Menit”? apa pendapat penulis scenario tentang film “12 Menit”?

Melihat konteks penelitian ini, kajian teori yang digunakan adalah teori semiotika

Roland Barthes. Roland Barthes adalah salah satu pengikut Sausure, Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus Barthes lebih tertuju pada gagasan signifikasi dua tahap (two order of signification). signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signinified (petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).

Metodelogi yang digunakan peneliti adalah metode analisis semiotika yang bersifat

kualitatif model deskriptif. Data yang didapat dari tailer film “12 Menit” serta digabung dengan

novel dengan judul yang sama, dan wawancara.

Film 12 menit ini adalah film yang berisi edukasi, memberikan gambaran tentang seseorang untuk meraih mimpi mereka, digambarkan oleh sekelompok marching band Bontang

Pupuk Kaltim, bagaimana mereka berjuang ribuan jam hanya untuk “12 Menit”. Membuat kita

termotivasi untuk bisa berusaha mewujudkan mimpi-mimpi kita.


(6)

ii

Puju syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan

nikmat iman, nikmat islam, serta nikmat sehat wal‟afiat sehingga penulis dapat menyusun

skripsi ini. Shalawat serta salam marilah kita senandungkan kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW, juga bagi keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Syukur Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Analisis Semiotik Makna Mimpi Dalam Film 12 Menit”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar S1 di lingkungan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis secara khusus ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Jawahir dan Ibunda Hj. Romlah yang tidak ada henti-hentinya untuk memanjatkan doa, mencurahkan kasih saying, memberikan pengorbanan yang tiada tara, yang terus memberikan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Selama masa penyusunan, penelitian, dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Baik dari lingkungan keluarga, sahabat, teman, civitas akademik kampus. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, Wakil Dekan I Bidang Akademik Bapak Suparto, M. Ed, Ph. D, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak, Drs. Jumroni, M.si, serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Bapak H. Sunandar, MA.


(7)

iii

selalu bersedia membantu penulisan memberikan informasi serta waktunya kepada penulis untuk berkonsultasi mengenai kegiatan kuliah.

3. Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ibu Fita Fathurakhmah M.Si. yang telah banyak membantu penulis dalam kelancaran kuliah dan penulisan skripsi ini.

4. Dosen pembimbing Ibu Dr. Armawati Arbi, M.Si, yang telah membimbing, mengarahkan dan menyemangati penulis dengan sabar untuk bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.

6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah menyediakan buku dan fasilitas untuk mendapatkan referensi dan memperkaya isi skripsi ini. 7. Penulis skenario Film 12 Menit untuk Selamanya, Oka Aurora yang telah bersedia

menjadi narasumber.

8. Keluargaku Agus Salim, Afnan, Fauziah, Idham Khalid, atas segala doa dan dukungannya selama ini, semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan untuk kita semua.

9. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA), khususnya Shogy Abdurrahman Sastra Negara, Fajaria Menur Widowati, Muthia Fariza, Grecy Astari Puji Astuti, Tri Alvianto, yang sudah memberikan motivasi kepada penulis dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripni ini, telah memberikan banyak pengalaman dan pembelajaran kepada penulis satu tahun belakangan ini, semoga senantiasa kita selalu dilindungi Allah SWT.


(8)

iv

Astuti, Firda Afriyani, M. Imron, M.Iman, Zaidahtulkhairani, A. Fadhilah Rosyadi, yang selalu memberikan semangat serta selalu membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Temen-temen seperjuangan KPI angkatan 2010, khususnya KPI E atas kebersamaan dan kekeluargaan yang telah kita lewati selama empat tahun terakhir. Semoga suatu saat kita bisa bertemu kembali dalam suasana yang bahagia dan dirahmati oleh Allah SWT.

Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan doanya selama ini.

Jakarta, 24 Nopember 2014


(9)

v

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR………. ii

DAFTAR ISI……….... v

DAFTAR TABEL……… vii

DAFTAR GAMBAR……… viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang Masalah... 1

B.Batasan dan Perumusan Masalah…………... 4

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 5

1. Tujuan Penelitian………. 5

2. Manfaat Penelitian……….. 5

a. Manfaat Akademis……… 5

b. Manfaat Praktis………. 5

D.Metodologi Penelitian……… 6

1. Metode Penelitian……… 6

2. Subjek dan Objek Penelitian……… 6

a. Tahapan Penelitian………. 6

b. Tahapan Pengolahan Data………. 7

c. Tahapan Analisis Data………... 7

E.Tinjauan Pustaka……… 8

F. Sistematika Penulisan……… 10

BAB II LANDASAN TEORI………. 12

A.Mimpi Dalam Pandangan Islam……… 12

B.Pengertian Semiotik dan Teori Semiotik Roland Barthes…… 13

1. Pengertian Semiotik dan Sejarah……… 13

2. Teori Semiotik Roland Barthes……….. 16

C.Sejarah Perkembangan Film Dunia dan Indonesia………….. 19

1. Definisi Film……….. 19

2. Sejarah Perkembangan Film Dunia……… 19

3. Sejarah Perkembangan Film Indonesia... 21

4. Jenis-jenis Film……….. 36

D. Teknik Pengambilan Gambar……… 37

1. Camera Angel……….. 37

2. Frame Size………….. 38

3. Moving Camera……… 39

4. Komposisi ……….. 40

E. Terapi Berpikir Positif………. 41

1. Keinginan yang Mnggebu……….. 41

2. Keputusan yang Kuat………. 41

3. Bertanggung Jawab Penuh………. 42

4. Menentukan Tujuan……… 42


(10)

vi

A.Sinopsis Film 12 Menit……… 37

B.Profil Penulis Skenario……… 38

C.Profil Sutradara Film 12 Menit………. 39

D.Profil Pemain Film 12 Menit……… 40

E.Tim Produksi Film 12 Menit……… 49

BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN……… 51

A. Temuan dan Hasil Penelitian……… 51

B. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos yang Mempresentasikan Makna Mimpi Dalam Film 12 Menit Untuk Selamanya……….. 53

C. Pendapat Penulis Skenario……… 95

BAB V PENUTUP………... 96

A. Kesimpulan………. 96

B. Saran-saran……….. 97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

vii

Tabel 4.1 Sikap Optimisme Pelatih.Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot……….. 53 Tabel 4.2 Rene Mencari Pemain. Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot……….. 56 Tabel 4.3 Kesungguhan Earine dalam Bermusik. Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot… 59 Tabel 4.4 Awal Pertemuan Rene dengan Tara Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot…… 64 Tabel 4.5 Tim Marching Band Mulai Berlatih Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot…… 66 Tabel 4.6 Permasalahan Kembali Datang Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot…………. 72 Tabel 4.7 Jakartaaaaa! Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot……….. 77 Tabel 4.8 Kita Harus Menang Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot……… 81 Tabel 4.9 12 Menit Untuk Selamanya Visual/Dialog/Suara/ Type of Shot……….. 89


(12)

viii

1. Gambar 3.1 Oka Aurora (Penulis Skenario Film 12 Menit)………... 38

2. Gambar 3.2 Hanny R Saputra (Sutradara Film 12 Menit Untuk Selamanya)... 39

3. Gambar 3.3 Titi Rajo Bintang sebagai Rene………... 40

4. Gambar 3.4Arum Sekarwangi sebagai Tara……… 41

5. Gambar 3.5 Hudri sebagai Lahang……….. 42

6. Gambar 3.6 Amanda susanto sebagai Ealine……… 43

7. Gambar 3.7 Olga Lydia sebagai Ibu Ealine……….. 44

8. Gambar 3.8Nobuyuki Suzuki sebagai Jesuke Higoshi………. 44

9. Gambar 3.9 Didi Petet sebagai Kakek Tara……….. 45

10.Gambar 3.10 Niniek L Karim sebagai Nenek Tara……… 46

11.Gambar 3.11 Verdi Soliman sebagai Manajer………. 47

12.Gambar 3.12 Egi Fedly sebagai Ayah Lahang……… 48


(13)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semiotika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang sebuah tanda dan bagaimana tanda itu bekerja.

Menurut Ferdinan de Saussure di dalam bukunya “Course in General Linguistik.

Bahasa adalahsuatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-ide (gagasan-gagasan) dan karena itu dapat dibandingkan dengan sistem tulisan, huruf-huruf untuk orang bisu-tuli, simbol-simbol keagamaan, aturan-aturan sopan santun, dan sebagainya.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian.

yang pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif.Meskipun kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital.2

Beberapa pendapat para ahli tentang definisi Film. Murisan menjelaskan dalam bukunya Strategi Mengelola Radio Dan Televise.

Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodemik atau peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, dimana kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.3

Sedangkan Adi Pranadjaya menjelaskan.

Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibanding dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya

1

Ferdinan de Saussure dikutip oleh Artur Asa Berger dalam bukunya Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam kebudayaan kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010) cet. 1 h. 4

2

Artikel, diakses Jumat, 2 Mei 2014 pukul 17.52 WIB dari http://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Film

3

Morisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang: Ramdina Prakasa, 2005), h. 12


(14)

langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.4

Mimpi adalah energi bagi kehidupan. Sejatinya mimpi bisa membawa manusia pada arah kehidupan yang lebih baik. Namun tidak banyak manusia yang percaya dengan mimpinya, dan tidak sedikit juga yang karena badai perjuangan akhirnya memilih untuk melupakan mimpi-mimpi besar tersebut. Secara sederhana 12 Menit kembali menegur kita bahwa mimpi harus dipercayai agar terwujud; Dreaming is Bealiving”. Tidak ada

yang salah dengan mimpi, yang layak dipertanyakan adalah seberapa serius dan siap kita mengejar mimpi tersebut. “Terbayangkan berarti terjangkau” begitu ujar Hideyoshi, seorang tokoh besar Jepang dimasa lampau. Konsep ini pulalah kiranya yang diuji dalam Film 12 Menit. Menjadi juara dalam Grand Prix Marching Band (GPMB) adalah mimpi

besar yang „coba‟ dibayangkan oleh segenap tim Marching Band Bontang Pupuk Kaltim.

Rene seorang pelatih Marching Band berpengalaman hadir sebagai pembawa mimpi tersebut. Bagi Rene yang telah matang dalam dunia Marching Band dan telah beberapa kali membawa tim lain ke puncak kejayaan tentu mimpi tersebut tidaklah mustahil. Namun keyakinan Rene menjadi turut tergoncang saat berhadapan dengan kenyataantim yang dibinanya. Jangankan untuk menjangkau, untuk membayangkan saja personel tim sudah dihantam oleh berbagai rasa tidak enak dan konflik internal yang menghalangi keyakinan mereka. Tara, Lahang dan Elaine adalah tiga tokoh sentral lain dalam film ini. Tara, seorang pemain drum yang baik di masa lampau. Kini ia harus berjuang mengembalikan permainan terbaiknya dalam keterbatasan pendengaran. Hampir 80 persen pendengaran Tara hilang bersama kepergian Ayahnya dalam sebuah kecelakaan maut. Rasa bersalah dan kehilangan adalah luka masa lalu yang menghambat Tara untuk menatap masa depan. Lahang, pemuda dengan bekal pesan dari sang bunda

4

Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, (Jakarta: BPSDM Citra Pusat Perfilman H. Usman Ismail, 2000), h. 6


(15)

ingin menjadikan Tugu Monas sebagai loncatan bagi mimpi besar untuk mengunjungi berbagai tugu lain di dunia. Membentangkan sayap keberanian, terbang lebih tinggi seperti Elang.Dalam meretas mimpinya bersama Marching Band Lahang dihadapkan dengan sebuah dilema tentang keluarga. Kondisi Bapaknya yang kian parah, serta penyesalan karena tidak berada di sisi Ibunya saat sang bunda menghembuskan nafas terakhir membuat Lahang sulit beranjak dari sisi Bapaknya. Lahang meragu untuk mengejar mimpinya sementara sebuah janji telah terucap.Lahang telah berjanji kepada

Bapaknya untuk terus „hidup‟ dalam kehidupannya.Elaine, gadis pintar keturunan Jepang

yang sangat mencintai musik dan meyakini musik adalah segala-galanya dalam hidupnya. Josuke sang ayah, sangat menginginkan Elaine menjadi seorang ilmuwan, dan baginya musik adalah sesuatu yang sia-sia. Elaine mempunyai peran vital dalam tim. Ia adalah satu-satunya field commander yang diharapkan setelah field commander yang sebelumnya mengalami cedera berat. Josuke menentang keras keinginan Elaine untuk tetap bergabung dalam tim.

Film ini adalah film pertama tentang marching band yang di tulis langsung oleh penulis skenario terbaik di pestival film Bandung pada tahun 2014 yaitu Oka Aurora. Dan disutradarai oleh Hanny R Saputra, yang sudah dua tahun berturut-turut mendapatkan piala citra sebagai sutradara terbaik, dan pernah mendapatkan penghargaan sebagai film terbaik pada pestival sinetron Indonesia pada tahun 1997.

Film ini diangkat dari sebuah mimpi tim marching bandyang ada di sebuah kota di pelosok negri, yang ingin menjadi juara di acara Grand Prix Marching Band GPMB), sebuah perhelatan akbar bagi unit-unit Marching Band se-Indonesia, yang kebanyakan orang menganggapnya mustahil, mereka berlatih ribuan jam hanya demi 12 menit. Mereka bertekad kepada dunia bahwa mimpi harus kau percayai agar terwujud. Pesan yang diangkat dalam film ini adalah sesuai dengan ayat al-Qur‟an (QS Al- Ra‟d:11)


(16)

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sebuah bangsa sampai mereka

mengubah keadaan mereka sendiri” tentang bagaimana seseorang dapat percaya dan

bekerja keras untuk membuktikan kepada semua orang bahwa mimpinya akan terwujud. Pada zaman sekarang, sebelum mereka mewujudkan mimpinya sudah pesimis terlebih dahulu, menganggap kalau dia tidak mungkin menjadi apa yang dia inginkan dan tidak sedikit juga yang karena badai perjuangan akhirnya memilih untuk melupakan mimpi-mimpi besar tersebut. Secara sederhana 12 Menit kembali menegur kita bahwa mimpi harus dipercayai agar terwujud.Tidak ada yang salah dengan mimpi, yang layak dipertanyakan adalah seberapa serius dan siap kita mengejar mimpi tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul” Analisis Semiotik Makna Mimpi dalam Film 12 Menit

B. Batasan dan Perumusa Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus, maka penulis ini membatasi pengambilan potongan adegan-adegan dan teks dalam film 12 Menit, hanya yang dianggap memiliki makna dari tanda atau simbol yang menggambarkan tentang mimpi. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos yang mempresentasikan makna mimpi dalam film 12 menit?

2. Makna apa yang terdapat dalam film 12 Menit menurut penulis skenario?

C. Tujuan dan manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian


(17)

a. Untuk mengetahui apa makna denotasi, konotasi dan mitos yang mempresentasikan makna mimpi dalam film 12.

b. Untuk mengetahui makna apa yang terdapat dalam film 12 Menit menurut penulis skenario.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis semoga dapat menambah wawasan keilmuan.

1) Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi bagi pengembang ilmu komunikasi, serta sebagai tambahan referensi bahan pustaka, khususnya semiotik dalam film yang menggunakan analisis model Roland Barthes.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi praktisi perfilman terutama untuk memberikan rujukan bagaimana membuat film yang sarat muatan makna dan memberi pencerahan. Sedangkan untuk praktisi komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran ideal tentang bagaimana membaca makna yang terkandung dalam suatu produk media massa, melalui pendekatan semiotik.

D. Metodologi Penelitian


(18)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Bog dan dan Taylor mendefinisikan metodologi sebagai mekanisme penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, baik itu tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati oleh peneliti.5 Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan metode pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif, seperti penggunakan instrumen wawancara mendalam dan pengamatan.6Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis deskriptif kemudian menggunakan model Roland Barthes.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitiannya adalah penulis skenario serta potongan adegan visual

ataupun narasi dialog dalam film “12 Menit” yang berkaitan dengan makna mimpi

yang ingin disampaikan dalam film “12 Menit”. Sedangkan Objek penelitiannya

adalah film “12 Menit”.

a. Tahapan Penelitian

Prosedur penelitian, dibagi menjadi dua, yaitu:

 Data Primer adalah berupa data yang diperoleh dari rekaman video

film “12 Menit”. yang kemudian dibagi per scence dan dipilih

adegan-adegan sesuai rumusan masalah, yang digunakan untuk penelitian.

 Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen, atau literatur-literatur data yang mendukung data primer, seperti

5

Lexy J. Moeloeng, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda, 2002) h. 3.

6


(19)

buku yang sesuai dengan penelitian, artikel koran, catatan kuliah, kamus istilah, internet dan sebagainya.

b. Tahapan Pengolahan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara:

 Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan bebas terhadap objek penelitian dan unit analisis. dengan cara menonton dan mengamati adegan-adegan dan dialog dalam film “12 Menit”. Kemudian, memilih dan menganalisa sesuai dengan model penelitian yang digunakan.

 Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data melalui telaah dan mengkaji berbagai literatur yang sesuai dan ada hubungannya dengan bahan penelitian yang kemudian dijadikan bahan argumentasi. Seperti buku-buku, artikel koran, arsip, kamus istilah, internet dan sebagainya.

c. Tahapan Analisis Data

Temuan dijelaskan berdasarkan kerangka konsep. Setelah data terklasifikasi dilakukan analisis data menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Bartes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan penandaan, yaitu tingkatan denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna eksplisit untuk memahami makna tanda-tanda dalam film “12 Menit” mengenai mimpi.

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data yaitu analisis semiotika, sebagai sarana komunikasi massa penyampai pesan, dan cerminan realitas masyarakat, sebuah film dan berbagai unsur di dalamnya dapat dikaji salah satunya dengan analisis semiotika.


(20)

Semiotika didefinisikan oleh Ferdinand De Sausure di dalam Coure In General Linguistic sebagai “ ilmuyang mengkaji tanda sebagai bagian dari

kehidupan sosial”7

Jadi secara sederhana semiotika dapat dipahami sebagai ilmu tentang tanda-tanda. Semiotika juga dipelajari aturan yang membuat satu tanda tersebut dapat memiliki arti.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan kepustakaan di perpustakaan yang ada di Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta.Ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa, diantaranya yaitu:

Analisis Semiotika Wajah Islam dalam Film My Name Is Khan8.Persamaan yang terdap dengan skripsi ini adalah sama-sama menggunakan teori Roland Barthes, sedangkan perbedaannya terdapat pada objek penelitiannya.Dalam penelitian tersebut objek yang ada setiap adegan yang mengandung makna Islam dalam film “My Name Is Khan” sedangkan objek penelitian dalam skripsi ini adalah makna mimpi dalam film 12 Menit. Penciteraan mengenai islam disampaikan para tokoh dalam film tersebut terutama tokoh utama dalam bentuk perilaku, dialog, karakter dan kejadian dalam film tersebut.

Analisis Semiotika Film A Mighty Heart.9Persamaan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sama-sama menggunakan teori Roland Barthes, sedangkan perbedaannya adalah dalam objek penelitiannya.Dalam penelitian tersebut objek yang ada setiap adegan

7

Yasraf Amir Piliang,Hipersemiotika, (Yogyakarta: Jalasutra, 2003) h. 256 8

Farouk Kahlil Gibran Bagawi, “Analisis Semiotika Wajah Islam dalam Film My Name Is Khan”

(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta. 2011). 9

Rizky Akmalsyah,Analisis Semiotika Film A Mighty Heart, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta. 2010).


(21)

yang mengandung makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film “A Mighty Heart” dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Makna konotasi dari sebuah film diangkat berdasarkan kisah nyata yang berawal dari kehidupan Daniel dan Mariane

Pearl‟s yang dramatis di Pakistan. Sedangkan makna konotasi dari film yang diproduksi

Revolution Studio ini sutradara sengaja mengajak kinerja jurnalis yang rumit dan perasaan orang-orang yang ditinggal pergi (mati) oleh mereka. Dan mitos dari film ini memang

diformulasikan dari kisah mendiang Daniel Pearl‟s, seorang jurnalis yang hilang dibunuh

dan diculik di akhir bulan Januari 2002 sedangkan objek penelitian dalam skripsi ini adalah makna mimpi dalam film 12 Menit .

Analisis Semiotika Terhadap Film In The Name Of Allah.10Persamaan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sama-sama menggunakan teori Roland Barthessedangkan perbedaannya adalah dalam objek penelitiannya.Dalam penelitian tersebut objek yang ada setiap adegan yang mengandung makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film “In The Name Of Allah” dengan menggunakan analisis semiotik Roland

Barthes. Makna denotasi dalam penelitian ini adalah gambaran tentang potret kehidupan orang-orang muslim, khususnya Pakistan, dan tiga benua di dunia. Makna konotasi yang terlihat dalam film ini adalah perjuangan yang dilakukan oleh tiga orang tokoh terkait dengan identitas islam yang ada pada diri mereka dan pengimplementasiannya dalam kehidupan. Dan ada beberapa mitos yang terlihat dalam film ini, yaitu tentang wacana tentang jihad dalam agama Islam yang berarti peperangan dan jihad dianggap sebagai

holy war atau perang suci.sedangkan objek penelitian dalam skripsi ini adalah makna mimpi dalam film 12 Menit .

10

Hani Taqiyya, Analisis Semiotika Terhadap Film In The Name Of Allah, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta. 2011).


(22)

Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Analisis Semiotika tentang makna mimpi dalam

film “12 Menit” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu penulis

menggunakan analisis semiotika untuk film 12 Menit ini.

F. Sitematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam melihat gambaran dan uraian mengenai pembahasan-pembahasan tertentu di dalam skripsi ini, maka dari itu, peneliti menyusun sistematika penulisan ini ke dalam lima bab. Dalam bab-bab tersebut mengandung beberapa sub bab yang akan dipaparkan secara terperinci, adapun sistematika penulisan dapat dilihat sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan

Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Landasan Teori

Landasan Teori yang meliputi, Mimpi Dalam Pandangan Islam, Pengertian Semiotik, Teori Semiotik menurut Roland Barthes, Definisi Film dan Sejarah Perkembangan Film di Indonesia dan Dunia, Jenis-jenis Film, Teknik Pengambilan Gambar dan Terapi Berpikir Positif.

BAB III Gambaran Film “12 Menit”

Dalam BAB III ini berisi gambaran Film “12 Menit ”Sinopsis Film “12 Menit”,


(23)

BAB IV Temuan Hasil Penelitian

Dalam BAB IV ini menjabarkan temuan dan analisis semiotika Film “12 Menit

Untuk Selamanya”, Narasi Adegan Yang Diteliti, Makna Konotasi, Denotasi dan Mitos,

dan Pendapat penulis skenario.

BAB V Penutup


(24)

12

LANDASAN TEORI

A. Mimpi dalam Pandangan Islam

Mimpi dapat di definisikan sebagai keinginan atau cita-cita, harapan, dan khayalan untuk suatu hal yang ingin terjadi di masa depan. Definisi lain dari mimpi adalah gambaran aktivitas atau kejadian yang terjadi pada saat seseorang tidur.

Mimpi mempunyai kedudukan yang agung dalam Islam, bagaimana tidak padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam telah menjadikannya sebagai isyarat akan datangnya kabar gembira.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

“Kenabian tidak ada lagi selain berita-berita gembira.” Para sahabat bertanya, “Apa yang di maksud dengan kabar-kabar gembira?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Mimpi yang baik”. (HR. Al-Bukhari no. 6990)

Adapun ciri orang yang benar mimpinya adalah seorang mukmin yang jujur, bila memang mimpinya itu mimpi yang baik/bagus. Jika seseorang dikenal jujur ucapannya ketika terjaga, ia memiliki iman dan takwa, maka secara umum mimpinya benar. Karena itulah hadits ini pada sebagian riwayatnya datang dengan menyebutkan adanya syarat, yaitu mimpi yang baik/bagus dari seorang yang shalih. Dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda1:

1


(25)

“Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur ucapannya”. dalam riwayat Imam Muslim no. 4200 dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu Anhu secara marfu’2

:

“Apabila hari kiamat telah dekat, maka jarang sekali mimpi seorang muslim yang tidak benar. Dan orang yang paling benar mimpinya di antara kalian adalah yang paling benar ucapannya. Mimpi seorang muslim adalah sebagian dari 45 macam nubuwwah (wahyu). Mimpi itu ada tiga macam: (1) Mimpi yang baik sebagai kabar gembira dari Allah. (2) Mimpi yang menakutkan atau menyedihkan, datangnya dari syetan. (3) dan mimpi yang timbul karena ilusi, angan-angan, atau khayal seseorang. Karena itu, jika kamu bermimpi yang tidak kamu senangi, bangunlah, kemudian shalatlah, dan jangan menceritakannya kepada orang lain.”

Dari beberapa ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa mimpi sesuatu yang dikenal dalam islam, dan lebih dari itu Allah menisyaratkan adanya kabar gembira melalui mimpi yang baik. Dan mimpi di sini datangnya dari tiga aspek. Yang pertama: datang dari Allah sebagai petunjuk kabar gembira, yang kedua datang dari syetan dan yang terakhir datang karena berdasarkan ilusi atau angan-angan.

B.Pengertian Semiotik dan Semiotik Model Roland Barthes 1.Pengertian Semiotik dan Sejarah

Secara etimologi istilah semiotik berasal daribahasa Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda adalah sesuatu yang terdiri pada sesuatu yang lain atau menambah dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai apa pun yang dapat dipakai untuk

2


(26)

mengertikan sesuatu hal yang lainnya. C.S Pierce menyebut tanda sebagai “suatu pegangan seseorang akibat keterkaitan sesorang dengan tanggapan atau kapasitasnya” (1958,2:228).3

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelaji sederetan luas objek-objek, peristiwa, peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.4 Menurut kamus besar bahasa Indonesia semiotika adalah “ilmu atau teori tentang lambang dan tanda (dl bahasa, lalu lintas, kode morse, dsb)”.5

Pengertian paling sederhana mengenai semiotik dapat diartikan sebagai studi mengenai tanda dan bagaimana tanda itu bekerja.6

Studi sistematis tentang tanda-tanda dikenal dengan semiologi.Artinya adalah “kata -kata mengenai tanda-tanda”. Menurut Ferdinan de Saussure di dalam bukunya “Course in General Linguistik. Bahasa adalahsuatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-ide (gagasan-gagasan) dan karena itu dapat dibandingkan dengan sistem tulisan, huruf-huruf untuk orang bisu-tuli, simbol-simbol keagmaan, aturan-aturan sopan santun, dan sebagainya.7

Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinan de Saussure melalui dikotomi system tanda: signified dan signifier atau signified dan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan antara yang ditantai (signified) dan yang menandai (signifier) dengan sebuah idea tau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang

bermakna”. Tanda-tanda itu seperti selembaran kertas. Satu sisi adalah penanda sisi yang lain menjadi petanda dan kertas itu sendiri adalah tanda. (Ferdinan de Saussure).

3

Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), h. 1.

4

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Suatu Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 95.

5

Artikel, diakses Jumat, 2 Mei 2014 pukul 17.52 WIB dari kbbi.web.id/semiotika

6

Andry Masri, Strategi visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 166.

7

Ferdinan de Saussure dikutip oleh Artur Asa Berger dalam bukunya Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam kebudayaan kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010) cet. 1 h. 4


(27)

Untuk menyederhanakannya kemudiann Umberto Eco dalam bukunya A Theory of

Semiotics menjelaskan dan mempertimbangkan bahwa:

Semiotika berkaitan dengan segala hal yang dapat dimaknai tanda-tanda.Suatu tanda adalah segala sesuatu yang dapat dilekati (dimaknai) sebagai pengganti yang signifikan untuk sesuatu lainnya.Segala sesuatu itu tidak terlalu mengharuskan perihal adanya atau mengaktualisasikan perihal dimana dan kapan suatu tanda memaknainya.

Umberto Eco juga menyebutkan tanda tersebut sebagai “kebohongan”, dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri. Manurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksi oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial.8

Semiotika seperti yang kita ketahui dapat dikatakan baru karena berkembang sejak awal abad 20. Memang sebelumnya pada abad 18 dan 19 banyak ahli teks (khususnya Jerman) mengurai berbagai masalah yang berkaitan dengan tanda, namun mereka tidak menggunakan pengertian semiotik.9

Semioitika oleh Ferdinan de Saussure di dalam Course in General Linguistik. Sebagai ilmu yang mengakaji tentang sebagian tanda dari kehidupan sosial.10

Sedangkan semiotika menurut Roland Barthes adalah ilmu mengenai bentuk (form).Studi ini mengkaji signifikasi yangterpisah dari sisinya (content). Semiotika tidak hanya meneliti mengenai signifier dan signified, tetapi juga hubungan yang mengikat mereka. Tanda yang berhubungan secara keseluruhan.11

8

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 6, h. 87.

9

Tommy Cristomy, Semiotik Budaya, (Depok: Universitas Indonesia, 2004), cet. 1, h. 81.

10

Ferdinan de Saussure dikutip oleh Yasraf Amir Piliang dalam buku Hiper Semiotik Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, (Yogyakarta: Jalasutra,2003)h. 256.

11

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 6, h. 122.


(28)

2. Teori Semiotik Roland Barthes

Roland Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga menengah protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik, di sebelah baratdaya Prancis. Dia dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang rajin mempraktikkan model linguistic dan semiologi sausurean.12

Rolan Barthes adalah pakar semiotic Prancis yang pada tahun 1950-an menarik perhatian dengan telaahnya tentang media dan budaya pop menggunakan semiotiksebagai alat teoritisnya. Barthes menjelaskan dalam tesisnya bahwa struktur makna yang terbangun di dalam produk dan genremedia diturunkan dari mitos-mitos kuno, dan sebagai peristiwa media ini mendapatkan jenis signifikansi yang secara tradisional hanya dipakai dalam ritual-ritual keagamaan.

Representasi menurut Barthes menunjukan bahwa pembentukan makna tersebut mencakup sistem tanda menyeluruh yang mendaur ulang sebagai makna yang tertanam dalam-dalam di budaya Barat misalnya, dan menyelewengkannya ke tujuan-tujuan komersil.Hal ini kemudian disebut sebagai struktur.13

Roland Barthes adalah salah satu pengikut Sausure, Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda.Fokus Barthes lebih tertuju pada gagasan signifikasi dua tahap (two order of signification).

12

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h.115.

13


(29)

Frist Order Second Order

Reality sign culture

Gambar 1

Signifikansi Dua Tahap Barthes

Dalamgambar di atas, Barthes, seperti dikutip Fiske, menjelaskan signifikansi tahap pertama merupakan merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signinified

(petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.Barthes menyebutnya sebagai denotasi.Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua.Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).14

 Makna Denotasi:

Makna denotasi adalah Kata yang tidak mengandung makana atau perasaan-perasaan tambahan yang bersifat langsug, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda. Dengan demikian, jika kita memperhatikan suatu objek, misalnya boneka Barbie, maka

14

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 127-128.

Signifier Signified

Konotation

Myth Denotation


(30)

makna denotasi yang terkandung adalah “ini boneka yang panjangnya 11 ½ dan mempunyai ukuran 5 ¼-3-4 ¼.Boneka ini kali pertama dibuat tahun 1959”.15

 Makna Konotasi:

Konotasi adalah makna yang mengandung makna arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna yang sesungguhnya. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan yang terjadi ketika gambar bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai nilai-nilai subjektif atau paling tidak intersubyektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, konotasi adalah bagaimana cara kita menggambarkan suatu objek.16

 Mitos

Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.17dalam mitos, sekali lagi kita mendapati pola tiga dimensi yang disebut Barthes sebagai penanda, petanda dan tanda.

Semiotik pertama kali diperkenalkan oleh Ferdinan de Saussure yang mengatakan Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan antara yang ditantai dan yang menandai kemudian dikembangkan oleh Roland Barthes ketika makna itu muncul maka akan muncullah mitos atau persepsi masyarakat selama ini tentang tanda tersebut.

15

Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), h. 65.

16

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 128.

17

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 128.


(31)

C.Sejarah Perkembangan Film Dunia dan Indonesia 1) Definisi Film

Film menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lakon (cerita) gambar hidup.Film dalam bahasa inggris disebut motion picture (gambar hidup).Film sebagai perekam sejarah yang baik.Film juga bisa mempunyai fungsi dari segi edukatif dan instruktif, dari tingkat bawah sampai tingkat ilmiah.Dinilai berdasarkan hasil atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Karya film merupakan hasil kerjasama atau kolektif berbagai seniman atau seniwati serta karyawan-karyawan teknis, cabang-cabang seni seperti seni lukis, seni arca, seni sastra, dan seni musik. (Siagian, 2006, h. 6-8).

Menurut Tjasmadi, (2008, h. 44) ada beberapa alasan yang amat mendasar tentang gunanya orang membuat film, yaitu: film sebagai medium ekspresi seni peran, film sebagai tontonan yang bersifat dengar-pandang (audio visual), dengan sendirinya berhubungan dengan hiburan, dan film sebagai piranti menyampaikan pesan apa saja yang bersifat dengar-pandang, sehingga film berkaitan erat dengan informasi. Dalam film, terdapat klasifikasi penonton, yaitu: Film Anak-Anak (children films), Film Semua Umur (all ages), Dengan Bimbingan Orangtua (parental guidance), Film Remaja (teenages), dan Film Dewasa (adults).

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa film adalah sebuah media komunikasi yang mepunyai fungsi edukatif dan instruktif yang berisi seni, yang menggabungkan audiodenganvisualsehingga dianggap efektif untuk menyampaikan suatu pesan kepada halayak.

2) Sejarah Perkembangan Film Dunia

Berawal dari sebuah mimpi, “Aku ingin membuat gambar yang bergerak”, yang tersimpan kira-kira 17.000 tahun yang lalu di gua Altamira, Spanyol.Ditemukan gambar


(32)

hewan berkaki banyak.Para ahli sejarah menyatakan, bisa saja ini adalah sebuah impian manusia zaman purbakala untuk membuat gambar bergerak. Sebab itu, seakan tersembullah ungkapan dari gambar itu, “ Aku ingin membuat gambar ini bergerak”18

Selain itu, sebelum terciptanya film pertama para ahli sejarah pada zaman dahulu kala mereka berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan obor, obor yang diputar-putar sebagai tanda mengiriman isyarat (pesan). Para ahli sejarah menjelaskan jika obor digerakan maka akan terlihat seperti satu garis, sebagaimana lampu senter digerakan di tempat yang gelap, maka sinar senter tersebut akan membentuk suatu garis. Ini yang di sebut ajaib dan tipuan mata, sesuatu yang berhubungan erat dengan pemutaran film.19

Berdasarkan hasil penemuan di atas munculah gagasan untuk membuat foto bergerak.Dipelopori oleh Edward Muybridge, mahasiswa Standford Universityyang membuat 16 framkuda sedang berlari.Dari ke-16 foto yang sedang berlari itu, Maybridge mencoba merangkai dan menggerakan secara berurutan, hasilnya, foto tersebut terlihat hidup dan berhasil menjadi foto bergerak pertama di dunia.Sekalipun pada zaman itu teknologi untuk merekan belum ada, Muybridge menggunakan camera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari kuda. Dengan kata lain diperlukan pengambilan gambar beberapa kali untuk memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat di film kan. Sejarah mencatat peristiwa itu pada tahun 1878.Dari sinilah ide membuat film pertama muncul.Sepuluh tahun setelah penemuan gambar bergerak (1888), barulah muncul film pertama di dunia, ya paling tidak mendekati konsep film-film yang sudah ada saat ini. Film ini dikenal dengan namaRoundhay Garden Scene

18

Seiichi Konishi & Kaiji Nakamura, penemuan film, (Jakarta, Elex Media Koputindi, 2002), cet-1 h. 5.

19


(33)

yang di'sutradarai' oleh Louis Le Prince yang berasal dari Prancis. Film pertama di dunia ini hanya berdurasi sekitar 2 dekit, menggambarkan sejumlah anggota keluarga Le Prince sedang berjalan-jalan menikmati hari di taman. Setahun kemudian(1889), Amerika Serikat barulah memproduksi film pertamanya yang berjudul Monkeyshines No. 1. Film ini berisikanGambar orang yang 'blur' dengan latar hitam yang sedang melakukan gerakan-gerakan tangan dalam beberapa detik.20

Ide pembuatan film pertama muncul di dunia karena mimpi seseorang yang ingin membuat gambar yang bergerak, akhirnya mimpi itu bisa terlaksana pada 17000 tahun yang lalu, gambar bergerak pertama kali adalah gambar seekor kuda yang dipelopori oleh Edward Muybridge. Dia membuat 16 gambar kuda yang kemudian disatukan dan dia berhasil menciptakan gambar bergerak pertama di dunia.

3) Sejarah Perkembangan Film Indonesia21

Pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1900-an masyarakat kita sudah mengenal adanya film atau yang lebih dikenal dengan “Gambar Hidoep”. Hal ini

dibuktikan dengan adanya koranBintang Betawi No.278, 5 Desember 1900 yang memuat iklan bioskop. Seni pertunjukkan film pada masa itu diselenggarakan oleh orang Belanda.Jenis bioskop terbagi menjadi tiga golongan berdasarkan status penonton, yaitu bioskop untuk orang Eropa, bioskop orang menengah, dan golongan orang pinggiran.

Pada tahun 1925 sebuah artikel di koran masa itu, De Locomotif, memberi usulan untuk membuat film. Pada tahun 1926 dua orang Belanda bernama L. Heuveldorp dan

20

Artikel, diakses Rabu, 21 Mei 2014 pukul 07.50 WIB dari http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.

21

Artikel, diakses Rabu, 21 Mei 2014 pukul 08.12 WIB dari http://montase.blogspot.com/2010/05/sekilas-sejarah-film-indonesia.html


(34)

G.Kruger mendirikan perusahaan film, Java Film Coy di Bandung dan pada tahun yang sama mereka memproduksi film pertamanya berjudul Loetoeng Kasarung (1926), yang diangkat dari legenda Sunda. Film ini tercatat sebagai film pertama yang diproduksi di Indonesia dan ini dianggap sebagai sejarah awal perfilman Indonesia.Film ini diputar perdana pada 31 Desember 1926.Film berikutnya yang diproduksi adalah Eulis Atjih

(1927) berkisah tentang istri yang disia-siakan oleh suaminya yang suka foya-foya. Dalam perkembangan berikutnya banyak bermunculan studio film yang dinominasi oleh orang-orang Cina. Pada tahun 1928 Wong Brothers dari Cina (Nelson Wong, Joshua Wong, dan Othniel Wong) mendirikan perusahaan film bernama Halimun Film dan memproduksi film pertamanya Lily Van Java (1928). Film ini berkisah tentang seorang gadis Cina yang dipaksa untuk menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya, padahal ia telah memiliki kekasih. Film ini sendiri kurang disukai oleh penonton pada masa itu.Wong Brothers akhirnya mendirikan perusahaan film baru bernama Batavia Film.Selain Wong Brothers, ada pula Tan’s Film, Nansing Film dan perusahaan milik Tan Boen Swan.Nansing Film dan perusahaan Tan Boen Swan memproduksi Resia Borobudur (1928) dan Setangan Berloemoer Darah (1928).

Setelah L.Heuveldorp menarik diri, G.Kruger mendirikan perusahaan film sendiri bernama Kruger Filmbedriff, yang memproduksi, Karnadi Anemer Bangkong (1930) dan Atma De Visher (1931). Selain itu orang Belanda lainnya yaitu F.Carli yang mendirikan perusahaan film bernama Cosmos Film Corp atau Kinowerk Carli yang memproduksi De Stem des Bloed (Nyai Siti, 1930) yang berkisah mengenai orang Indo, lalu juga Karina’s Zelfopoffering (1932). Sedangkan Tan’s Film dan Batavia Film pada


(35)

tahun 1930 memproduksi Nyai Dasima (1930), Si Tjonat (1930), Sedangkan Halimun film memproduksi Lari Ke Arab (1930).

Masuk era film bicara, tercatat dua film tercatat sebagai film bicara Indonesia pertama adalah Nyai Dasima (1931) yang di-remake oleh Tan’s Film serta Zuster Theresia (1931) produksi Halimun Film. Masa ini juga muncul The Teng Chun yang mendirikan perusahaan The Teng Chun ”Cino Motion Pict” dan memproduksi Boenga Roos dari Tjikembang (1931) dan Sam Pek Eng Tai (1931). Sasarannya adalah orang-orang Cina dan kisahnya pun masih berbau budaya Cina.Sementara Wong Brothers juga memproduksi Tjo Speelt Voor de Film (1931).Sedangkan Kruger dan Tans’s

berkolaborasi memproduksi Terpaksa Menikah (1932). Di penghujung tahun 1932 beredar rumor kuat akan didirikan perusahaan film asal Amerika. Semua produser menjadi takut karena tak akan bisa menyaingi dan akhirnya Carli, Kruger dan Tan’s Film berhenti untuk memproduksi film. Studio yang masih bertahan adalah Cino Motion Picture.

Beberapa tahun setelahnya muncul seorang wartawan Albert Balink yang mendirikan perusahaan Java Pasific Film dan bersama Wong Brothers memproduksi

Pareh (1935).Film ini dipuji pengamat namun tidak sukses komersil.Balink dan Wong akhirnya sama-sama bangkrut.Pada tahun 1937, Balink mendirikan studio film modern di daerah Polonia Batavia yang bernama ANIF (Algemeene Nederland Indie Film Syndicaat) dan memproduksi Terang Boelan/Het Eilan der Droomen (1937).Film ini berkisah tentang lika-liku dua orang kekasih di sebuah tempat bernama Sawoba. Sawoba adalah sebuah tempat khayalan yang merupakan singkatan dari SA(eroen), Wo(ng), BA(link) yang tak lain adalah nama-nama penulis naskah, penata kamera, editor, dan


(36)

sutradaranya sendiri. Walau meniru gaya film Hollywood The Jungle Princess (1936) yang diperankan Dorothy Lamoure namun film ini memasukkan unsur lokal seperti musik keroncong serta lelucon yang diadaptasi dari seni panggung. Film ini sukses secara komersil dan distribusinya bahkan sampai ke Singapura. Pemeran utama wanitanya, Rockiah setelah bermain di film ini menjadi bintang film paling terkenal pada masa itu

. Kala ini Terang Boelan (1937) adalah film yang amat populer sehingga banyak perusahaan yang menggunakan resep cerita yang sama. Pada tahun 1939 banyak bermunculan studio-studio baru seperti, Oriental Film, Mayestic Film, Populer Film, Union Film, dan Standard Film. Film-film populer yang muncul antara lainAlang-alang

(1939) dan Rentjong Atjeh (1940).

Pada masa ini pula kaum pribumi mulai diberi kesempatan untuk menjadi sutradara yang perannya hanya sebagai pelatih akting dan dialog.Justru yang paling berkuasa pada masa itu adalah penata kamera yang didominasi orang Cina.Pada era ini pula muncul kritik dari kalangan intelek untuk membuat film yang lebih berkualitas yang dijawab melalui film, Djantoeng Hati (1941) dan Asmara Moerni (1941).Para pemain dari kedua film ini didominasi kaum terpelajar namun karena dirasa terlalu berat, para produsen film akhirnya kembali ke tren awal melalui film-film ringan seperti

Serigala Item (1941), TengkorakHidup (1941). Pada akhir tahun 1941, Jepang menguasai Indonesia.Semua studio film ditutup dan dijadikan media propaganda perang oleh Jepang.Jepang mendirikan studio film yang bernama Nippon Eiga Sha.Studio ini banyak memproduksi film dokumenter untuk propaganda perang. Sementara film cerita


(37)

yang diproduksi antara lainBerdjoang (1943) yang disutradarai oleh seorang pribumi, Rd. Arifin namun didampingi oleh sutradara Jepang, Bunjin Kurata.

Pasca kemerdekaan RI pada tahun 1945, studio film milik Jepang yang sudah menjadi kementerian RI direbut oleh Belanda dan berganti nama Multi Film. Film-film yang diproduksi antara lainDjauh Dimata (1948) dan Gadis Desa (1948) yang diarahkan oleh Andjar Asmara. Di era ini pula muncul nama Usmar Ismail yang kelak akan menjadi pelopor gerakan film nasional. Pada tahun ini pula, 1949, para produser Cina lama mulai berani mendirikan studio lagi.The Theng Chun dan Fred Young mendirikan Bintang Surabaja. Tan Koen Youw bersama Wong mendirikan Tan & Wong Bros. Salah satu film produksi Tan & Wong Bros yang populer adalah Air Mata Mengalir Di Tjitarum (1948).

Pada tahun 1950 dibentuklah Perfini (Perusahaan Film Nasional).Perfini merupakan perusahaan film pertama milik pribumi.Beberapa bulan kemudian dibentuk pula Persani (Perseroan Artis Indonesia). Film pertama produksi Perfini adalah Long March Of Siliwangi atau Darah dan Doa (1950) yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Syuting pertama film film ini tanggal 30 Maret 1950, kelak ini dijadikan sebagai hari film nasional. Sementara produksi besar lainnya adalah ”Dosa Tak Berampun” (1951).

Dalam dua tahun saja, Persani telah memiliki studio yang mewah dan megah.Studio ini merupakan studio film terbesar di Indonesia kala itu. Usmar Ismail dan Djamaludin Malik nantinya akan ditetapkan sebagai Bapak Perfilman Nasional (resmi pada tahun 1999). Antara tahun 1954-1955 Perfini mengalami krisis finansial.Film arahan sutradara Usmar Ismail, Krisis (1953) walau sukses komersil namun tetap saja tak mampu menutup hutang bank.Pada masa ini pula muncul kritik terhadap film-film produksi


(38)

studio milik orang Cina yang memproduksi film bermutu sangat rendah. Salah satunya adalah film Tans & Wong berjudul Topeng Besi (1953) yang diproduksi dengan biaya sangat murah. Namun di sisi lain, film-film dalam negeri juga bisa mulai bersaing dengan film-film impor dari Malaysia, Filipina, dan India. Pada Tahun 1954, Usmar dan Djamaludin mempelopori berdirinya PPFI (Persatuan Perusahaan Film Nasional), lalu juga menjadi anggota FPA (Federatuion Of Motion Picture Produsers in Asia).

Persani dan Perfini bersama-sama memproduksi film Lewat Djam Malam (1954) disutradarai oleh Usmar Ismail. Film ini bercerita tentang mantan pejuang kemerdekaan yang menghadapi kekecewaan terhadap orang-orang seperjuangannya yang berubah menjadi seseorang yang tidak mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang telah mereka perjuangkan dengan susah payah. Konon film ini akan dikirim ke Festival Film Asia di Tokyo namun pemerintah Indonesia melarang karena masa itu kita tengah konflik dengan pemerintah Jepang.

Pada tahun 1955 PPFI untuk pertama kalinya menyelenggarakan Festival Film Indonesia (FFI) tercatat merupakan festival film pertama yang diselenggarakan di tanah air.Terpilih film terbaik adalah Lewat Djam Malam (1954). Namun sayangnya Usmar Ismail tidak mendapat penghargaan apa pun dalam ajang ini. Film ini rencananya akan diputar di festival film Cannes pada 16-27 Mei 2012 setelah direstorasi penuh. Pada tahun 1955 film produksi Perfini Tamu Agung (1955) mendapat penghargaan khusus komedi terbaik pada ajang bergengsi Festival Film Asia.Sejarah juga mencatat awal bulan Maret tahun 1956 para pemain dan pekerja film membentuk PARFI (Persatuan Artis Film Nasional).Pada tahun 1957, PPFI memutuskan untuk menutup studio film mereka karena tak ada dukungan dari pemerintah kala itu.Djamaludin Malik ditangkap


(39)

tanpa alasan yang jelas.Studio Perfini disita bank karena tidak mampu membayar hutang.Setelah diadakan perundingan dengan pemerintah pada tanggal 26 April 1957 akhirnya studio dibuka kembali.Namun kondisinya tidak seperti dulu dan kondisi perfilman nasional menjadi lumpuh. Hasil negoisasi dengan pemerintah berupa janji pemerintah akan adanya kementerian khusus untuk membina para insan film baru dipenuhi pemerintah 7 tahun setelahnya.

Pada masa bersamaan sekitar tahun 1957 kondisi politik di Indonesia didominasi golongan komunis PKI atau sering disebut golongan kiri.Golongan kiri juga ingin menguasai dunia perfilman kala itu.Mereka mendirikan Sarfubis (Sarikat Buruh Film dan Sandiwara) namun kelompok ini tidak efektif di pasaran.Kala itu juga terjadi pertikaian antara PARFI dan golongan kiri. Usmar Ismail dan Djamaludin Malik sangat antipati dengan komunis. Sementara golongan kiri mengganggap kematian film nasional disebabkan impor film Amerika ke Indonesia. Golongan kiri juga menuduh Usmar Ismail sebagai agen Amerika. Walaupun kondisi perfilman Nasional semakin krisis, beberapa film masih diproduksi. Usmar Ismail pada tahun 1956 mengarahkan Tiga Dara

(1957) yang dirilis setahun setelahnya.

Pada tahun 1960-an dunia perfilman di Indonesia pecah menjadi dua blok, yakni golongan Usmar dan rekan-rekannya dengan golongan kiri. Pada tahun 1962, Djamaludin Malik yang telah bebas dari penjara, menyelenggarakan FFI yang kedua serta mendirikan LESBUMI (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) dengan Ketua Umum Usmar Ismail. Film-film populer yang muncul di masa pelik ini antara lainPedjoang (1960) dan Anak-anak Revolusi (1964) karya Usmar Ismail.


(40)

Pada tahun 1961, Pedjoang mendapat penghargaan pemeran pria terbaik (Bambang Hermantpo) di ajang Festival Film International di Moskow.Film fenomenal lainnya adalah Pagar Kawat Berduri (1961) dan Tauhid (1964) karya Asrul Sani. Golongan kiri menuntut agar film Pagar Kawat Berduri (1961) ditarik dari peredaran, karena dianggap dapat membuat orang bersimpati pada Belanda.

Lalu juga ada Piso Surit (1960) dan Violtta (1962) karya Bahctiar Siagian, serta

Matjan Kemayoran (1965) karya Wim Umboh.Pada tahun 1964 untuk pertama kalinya

diadakan Festival Film Asia Afrika (FFAA) di Jakarta.Golongan kiri yang menguasai seluruh kepanitiaan FFAA mencetuskan berdirinya PAPFIAS (Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika).Tujuan PARFIAS adalah melarang beredarnya film-film produksi Amerika dan sekutunya di bioskop-bioskop Indonesia.Kondisi ini membuat bioskop-bioskop lokal dipenuhi film-film asing dari Rusia, Eropa Timur, dan RRC.PARFIAS sendiri juga tak mampu menggangkat perfilman Indonesia, sehingga kondisi bioskop kala itu sepi pengunjung.

Setelah PKI ditumpas,kondisi industry film kita sedang mati suri maka untuk mengangkat perfilman nasional, sejak tahun 1967, kementerian penerangan mulai bersungguh-sungguh melaksanakan tugasnya. Hasilnya, film-film lokal bergairah kembali.

Tahun 1967, Wim Umboh memproduksi film berwarna Indonesia pertama yang berjudul Sembilan (1967) yang diproduksi dengan biaya sangat tinggi. Tahun 1969 pemerintah juga memproduksi film-film percontohan yang diharapkan dapat mengangkat perfilman nasional, seperti Apa Jang kau Tjari Palupi?(1969) karya Asrul Sani, Djambang Mentjari Naga Hitam (1968) karya Lilik Sudjio, Mat Dower (1969)


(41)

karya Nya Abbas Acup, Nyi Ronggeng (1969) dan Kutukan Dewata (1969) karya Alam Surawidjaya. Hasilnya ternyata cukup positif, pada tahun 1969 produksi film hanya 9 judul, tahun 1970 meningkat menjadi 20 judul, dan tahun 1971 meningkat menjadi 52 judul.

Awal tahun 70-an, tokoh-tokoh film nasional seperti Usmar Ismail dan Djamaludin Malik telah tiada.Djamaludin Malik meninggal pada Juni 1970 dan tak lama kemudian Usmar Ismail juga berpulang.Tahun 1970 muncul desakan kepada pemerintah dari industri perfilman agar sensor terhadap film Indonesia dilonggarkan seperti perlakuan pada film-film impor.Maka muncul film-film yang memasukkan unsur erotisme seperti Djambang Mentjari Naga Hitam (1968) dan Bernafas Dalam Lumpur

(1970).Kedua film yang juga telah diproduksi berwarna ini ini merupakan pelopor dari film-film yang mengutamakan adegan berbau seksual dan penuh dengan adegan aksi yang kejam.

Namun pada akhir tahun 1972, Badan Sensor Film kembali bersikap tegas terhadap film-film yang berbau seksual.Sutradara Teguh karya memulai debutnya melalui Wadjah Seorang Lelaki (1971).Film ini dipuji pengamat namun tidak sukses komersil.Teguh adalah seorang sutradara teater yang kelak menjadi sutradara berpengaruh di era 1980-an. Sementara sineas kawakan lainnya, Wim Umboh memproduksi film Pengantin Remadja (1971) yang sukses secara komersil.Pada Tahun 1973 dipelopori oleh Sumardjono diselenggarakan kembali FFI yang sempat vakum beberapa tahun. Hingga tahun 1980-an pemenang FFI masih didominasi oleh sineas-sineas seperti Wim Umboh, SyumanDjaya, Teguh Karya, serta Asrul Sani. Namun pada era ini juga sudah muncul sutradara-sutradara muda seperti, Ismail Subardjo, Slamet


(42)

Raharjo, dan Franky Rorempandey.Film-film yang populer tahun 70-an diantaranya

Ratapan Anak Tiri (1973), Bing Slamet Koboi Cengeng (1974), Karmila (1976) serta,

Inem Pelayan Sexy (1977).

Pada era 1980-an hingga awal 1990-an film-film yang paling populer masa ini adalah film-film komedi slapstick yang dibintangi oleh grup lawak legendaris, Warkop DKI, yakni Dono, Kasino, Indro seperti Mana Tahaaan..(1979), Setan Kredit (1981),

Tahu diri Dong (1984), Maju Kena Mundur Kena (1983) dan Sabar Dulu dong (1989). Dengan gaya banyolan yang unik dan konyol, Warkop telah memproduksi lebih dari 30 film dan hampir seluruhnya sukses komersil. Pada masa ini juga populer genre horor yang dipelopori sang ratu horor, Suzanna, seperti, Sundel Bolong (1981), Malam Jumat Kliwon (1986), dan Malam Satu Suro (1988). Film aksi fantasi sejarah, Saur Sepuh: Satria Madangkara (1987), yang diadaptasi dari sandiwara radio populer juga sukses besar dengan empat sekuelnya. Aktor laga, Barry Prima juga sukses dengan film aksi sejenis melalui Jaka Sembung (1981) dengan tiga sekuelnya.Sementara film remaja

Catatan Si Boy (1987) yang dibintangi Onky Alexanderd dan Meriam Bellina, juga sukses besar dengan empat sekuelnya. Sementara itu muncul pula film-film drama berkualitas dari sutradara-sutradara berpengaruh pada masa ini seperti, Doea Tanda Mata(1984) karya Teguh Karya, Matahari-Matahari(1985) karya Arifin C Noer, Tjoet Nyak Dien (1986) karya Eros Djarot, Kodrat (1986), karya Slamet Rahardjo Djarot,

Kejarlah daku Kau Kutangkap (1985) karya Chaerul Umam, serta Nagabonar (????) karya Deddy Mizwar. Sementara PengkhianatanG-30-S PKI (1982) karya Arifin C. Noer yang merupakan film propaganda fenomenal, menjadi film terlaris era 80-an dan kelak selalu diputar di televisi nasional tiap tahunnya selama era Orde baru.


(43)

Dimulai awal dekade 1990-an hingga awal dekade 2000-an kondisi perfilman Indonesia mati suri dengan menurunnya jumlah produksi film nasional terutama sekali karena munculnya TV swasta di akhir era 80-an. Sejak Tahun 1993, FFI tidak lagi diselenggarakan karena minimnya produksi. Di tengah kondisi serba sulit ini sejak awal 90-an hingga tahun 1997, muncul film-film erotis berkualitas rendah yang mengeksploitasi seks semata dengan judul-judul yang bombastis, sebut saja macam

Gadis Metropolis (1992), Ranjang yang Ternoda (1993), Gairah Malam (1993),

Pergaulan Metropolis (1994), Gairah Terlarang (1995), Akibat Bebas Sex (1996),

Permainan Erotik (1996), serta Gejolak Seksual (1997). Namun film-film drama berkualitas masih muncul seperti seperti Taksi(1990) Arifin C Noer, Sri (1997) sutradara Marselli Sumarno, Telegram(1997) karya Slamet Raharjo Djarot, serta Badut-Badut Kota(1993) karya Ucik Supra. Garin Nugroho juga memulai debutnya dengan film-filmnya seperti Cinta Dalam Sepotong Roti (1990), Daun di Atas Bantal (1997), dan

Puisi Tak Terkuburkan (1999). Dewan Film Nasional juga membiayai Bulan Tertusuk Ilalang (1994) karya Garin Nugroho dan Cemeng 2005(1995) karya sutradara N. Riantiarno untuk menggairahkan kembali perfilman nasional seperti yang telah dilakukan pada era 60-an silam. Sementara dari kalangan sineas independen, muncul sineas-sineas intelek muda yang kelak berpengaruh pada dekade mendatang seperti Riri Reza, Mira Lesmana, Rizal Mantovani, dan Nan Acnas dengan memproduksi Kuldesak

(1997).

Pasca reformasi dianggap sebagai momentum awal kebangkitan perfilman nasional.Momen ini ditandai melalui film musikal anak-anak Petualangan Serina (1999) karya Riri Reza serta diproduseri Mira Lesmana yang sukses besar di pasaran.Selang


(44)

beberapa tahun diproduksi dua film fenomenal yang sukses luar biasa yang selanjutnya memicu produksi film-film lokal. Pertama adalah film horor Jelangkung (2001) karya sutradara Jose Purnomo dan Rizal Mantovani dan kedua Ada Apa Dengan Cinta? (2001) karya Sutradara Rudi Soedjarwo yang diproduseri oleh Mira Lesmana dan Riri Reza.AADC sukses fenomenal hanya dalam tiga hari diputar di Jakarta film ini telah meraih 62.217 penonton. Dua film ini dianggap sebagai film pelopor yang nantinya banyak bermunculan puluhan film-film dengan tema dan genre yang sama.

Film bertema remaja dan film horor bahkan hingga kini masih membanjir dan laris di pasaran.Mengikuti sukses AADC film-film roman dan melodrama remaja bermunculan dan tak jarang menggunakan bintang muda, penyanyi atau grup musik yang tengah naik daun. Film-film roman remaja yang populer antara lainEiffel I’m in

Love (2003) karya Nasri Ceppy, Heart (2005), Inikah Rasanya Cinta? (2005), Love in Perth (2010), Purple Love (2011), Love is U (2012). Sineas Nayato Fio Fuala dikenal juga memproduksi film-film melodrama yang menyayat hati antara lain Cinta Pertama

(2006), The Butterfly (2007), sertaMy Last Love (2012). Melalui Virgin (2004) film remaja mulai berani mengambil tema-tema yang dianggap tabu sebelumnya.

Genre horor mendominasi pasar melalui film-film horor remaja yang umumnya mengambil cerita mitos atau legenda dari sebuah tempat atau lokasi angker yang menampilkan makhluk-makhluk gaib khas lokal, seperti kuntilanak, pocong, genderuwo, suster ngesot, tuyul, dan sebagainya.Pengaruh horor Jepang juga seringkali tampak dan tak jarang pula memasukkan unsur erotisme sebagai bumbu.Beberapa film horor populer diantaranya, Tusuk Jelangkung (2002), Kuntilanak (2006), Terowongan Casabanca


(45)

sang ratu horor pun masih sempat bermain dalam Hantu Ambulance (2008). Selain film-film horor bermunculan film-film-film-film slasher ala barat seperti Rumah Dara (2010), Air Terjun Pengantin (2009), Pintu Terlarang (2009), hingga yang terbaru Modus Anomali

(2012). Genre horor juga sering dipadukan dengan genre komedi, seperti Setan Budeg

(2009), Poconggg Juga Pocong (2011), dan Nenek Gayung (2012).

Selain film roman dan horor, film bergenre komedi juga juga sukses besar di pasaran.Film ini rata-rata juga ditujukan untuk penonton remaja dan beberapa diantaranya berkualitas baik.Dalam perkembangan film komedi yang berbumbu seks juga semakin banyak diproduksi. Film-film komedi yang populer dan sukses diantaranya

Arisan! (2003) serta sekuelnya yang rilis tahun lalu, Get Married (2007) dengan dua sekuelnya, Get Married 2 (2009), dan Get Married 3 (2011), Sekuel Nagabonar, yaitu

Naga Bonar jadi 2 (2007), Quickie Express (2007), XL :Extra Large (2008) serta

Otomatis Romantis (2008).

Film anak-anak diproduksi tidak sebanyak film roman dan horor namun film bertema ini seringkali sukses besar di pasaran.Film umumnya berkisah tentang perjuangan seorang anak atau sekelompok anak-anak untuk menggapai impian dan cita-citanya. Film-film anak-anak yang populer antara lainDenias, Senandung di Atas Awan

(????) karya John De Rantau. Laskar Pelangi (2008) dan Sang Pemimpi (2009) karya Riri Reza diangkat dari novel best seller karya Andrea Hirata.Laskar Pelangi (2008) menjadi film terlaris di Indonesia dengan penonton mencapai 4.606.785.Film anak-anak tidak jarang pula dipadukan dengan genre olah raga, seperti Garuda di Dadaku (2009),


(46)

Industri perfilman kita melakukan terobosan dengan memproduksi film animasi musikal melalui Meraih Mimpi (2009).Film-film bergenre drama juga banyak muncul yang biasanya berkisah tentang perjuangan hidup, perncarian eksistensi diri, nilai-nilai moral, dan dan masalah sosial.Beberapa diantaranya berkualitas sangat baik dan sukses di beberapa ajang festival film intersnasional. Film-filmnya drama populer diantaranya

Cau Bau Kan (2001) dan Berbagi Suami (2006) yang keduanya karya sutradara Nia Dinata, lalu Pasir Berbisik (2000) dan The Photograph (2007) karya Nan Achnas,

Eliana, Eliana (2002), 3 hari untuk Selamanya (????), dan Gie (2004) karya Riri Reza,

Mengejar Matahari (2004) karya Rudi Soedjarwo, Surat Kecil Untuk Tuhan (2011), dan pemenang Citra tahun lalu Sang Penari (2011) karya Ifa Irfansyah.

Film bertema religi Kiamat Sudah Dekat (2003) karya Deddy Mizwar memang sukses komersil namun adalah Ayat-ayat Cinta (2008) karya Hanung Bramantyo yang mengangkat genre religi menjadi populer hingga sekarang. Film religi kental sekali dengan nuansa agama (muslim) dan kisahnya berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dan tak jarang pula dibumbui unsur roman. Film-film religi populer seperti Ketika Cinta Bertasbih (2009), Ketika Cinta Bertasbih 2

(2009), Perempuan Berkalung Sorban (2009), Dalam Mihrab Cinta (2010), Tanda Tanya (2011), hingga film religi anak-anak, Negeri 5 Menara (2012). Film religi juga mengangkat kisah tokoh agama seperti Sang Pencerah (2010) dan yang baru dirilis

Soegija (2012). Sementara Cin(T)a (2009) serta 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta (2010) mengangkat tema masalah beda agama.

Genre aksi baru mulai populer akhir dekade 90-an dan seringkali berpadu dengan tema kriminal dan perang, seperti Serigala Terakhir (2009), Merah Putih (2009), Darah


(47)

Garuda (2010), Merantau (2009), serta yang baru saja rilis The Raid (2012). The Raid

bahkan sukses dirilis luas di Amerika dan sempat masuk 11 besar box office mingguan disana.Selain sukses secara komersil film ini juga sukses secara kritik karena adegan aksinya yang dikoreografi secara menawan.Film ini merupakan sejarah bagi kita karena sukses komersil di mancanegara hingga menjadi perbincangan banyak media dan pengamat film di dunia.Sedangkan dari para pembuat film non mainstream (non komersil) muncul pula film-film alternatif.Beberapa diantaranya abstrak, kompleks, dan ceritanya sulit dipahami orang awam.Tema film yang diangkat biasanya merupakan kritik dan respon terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik di negara ini.Garin Nugroho adalah satu diantara sineas yang memilih di jalur ini, dan seringkali justru film-filmnya mendapat apresiasi di festival-festival luar negeri.Film-filmnya seperti Opera Jawa

(2006), Under the Tree (2008), Generasi Biru (2008), serta Mata Tertutup (2012).Juga film-film semi abstrak seperti Novel Tanpa Huruf R (2003) dan Identitas (2009) karya Aria Kusumadewa.Setelah vakum selama duabelas tahun, Festival Film Indonesia akhirnya mulai diselenggarakan kembali pada tahun 2004.Peraih Citra tahun 2006,

Ekskul (2006) membuat kontroversi dengan menggunakan ilustrasi musik film-film populer barat seperti Gladiator, Bourne Supremacy, Taegukgi, dan Munich.Sebagai bentuk protes, para peraih Piala Citra tahun tersebut seperti Riri Reza, Mira Lesmana, dan lainnya melakukan aksi pengembalian Piala Citra.Mereka pulalah yang membentuk festival film tandingan, yakni IMA (Indonesian Movie Award) yang diselenggarakan pertama kali pada tahun 2007.

Dari sedikit penjelasan diatas terlihat perkembangan perfilman Indonesia dari masa ke masa yang dinamis.Hingga saat ini sinema kita masih berjuang mencari


(48)

bentuknya menuju industri film yang lebih mapan.Secara rata-rata, kualitas kita masih dibawah industri film negara Asia lainnya seperti Jepang, Hong Kong, Korea, bahkan Thailand.Secara teknis kita tidak kalah namun dari aspek cerita kita masih sangat lemah. Para sineas kita masih harus lebih banyak belajar dan jeli mencari celah untuk bisa bersaing dengan film-film dari negara lain. Sukses The Raid bisa menjadi secercah harapan, bukan hal yang mustahil film kita bisa menembus pasar internasional.

4) Jenis-jenis Film

Jenis film terbagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah:

 Film Horor

Film jenis ini biasanya berhubungan dengan hal-hal yang supranatural, yang selalu berhubungan dengan kematian atau hal yang di luar nalar kita. Film ini memang dibuat begitu menyeramkan agar para penonton merasakan ketakutan.

 Film Drama

Film jenis ini lebih ringan dibandingkan dengan film horror, Karena film jenis ini hanya bercerita tentang suatu konflik dalam kehidupan, hanya saja terkadang dibuat berlebihan karena agar penonton ikut masuk ke dalam cerita yang ada di dalam film tersebut.

 Film Komedi

Film jenis ini berisi tentang kelucuan dari alur cerita dan para pemainnya, film ini dibuat sedemikian rupa agar para penonton dapat tertawa ketika menyaksikan film ini.


(49)

 Film Musikal

Film jenis ini penuh dengan nuansa musik, alur ceritanya hampir sama dengan drama hanya saja musikal dalam beberapa adegan para pemain bernyanyi, dan dalam berdialog mereka menggunakan musik.

 Laga (action)

Film jenis isi banyak berisi adegan yang membahayakan seperti berantem di atas gedung, loncat dari gedung satu ke gedung yang lain, dan lain sebagainya, film jenis ini tak jarang membuat para penontonnya di buat menegangkan.

Film 12 menit ini termasuk ke dalam film drama, karena menceritakan perjuangan seorang anak muda untuk mencapai mimpinya.

5) Teknik Pengambilan Gambar

Ada lima hal yang diperlukan dalam pengambilan gambar untuk jurnalistik televisi, yaitu22:

1. Camera Angel: (sudut pengambilan gambar)

Camera Angeladalah posisi camera pada saat pngambilan gambar.Masing-masing angel sudut punya makna tertentu.Camera Angeldalam sudut pengambilan gambar ada lima bagian:

a. Bird Eye View

Teknik pengambilan gambar yang dilakukan dengan ketinggian kamera berada di atas ketinggian objek. Hasilnya akan terlihat lingkungan yang luas dan benda-benda lain tampak kecil dan berserakan.

22

Teknik Pengambilan Gambar” diakses pada tanggal. Rabu 3 Desember pukul 21.30 WIB dari http://www.thingktep.wordpress.com


(1)

Pertanyaan What

1. Apa tujuan dibuatnya film serta novel 12 menit untuk selamanya? 2. Hal apa yang mendasari dibuatnya film ini?

3. Apa manfaat yang akan diperoleh penonton apabila meonton film ini?

4. Apa kendala yang dialami selama pembuatan film? Scene mana yang paling sulit dan yang paling mudah?

5. Apa pesan yang ingin disampaikan kepada penonton?

6. Apakah film ini dapat memotivasi tim marching band yang lain?

7. Apakah film ini menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Bontang?

8. Apa yang mendasari Rene memiliki mimpi untuk menjadikan tim marching band Bontang Pupuk Kaltimmenjadi juara GPMB?

9. Apa yang mendasari Tara tetap ingin bermain marching band padahal ia telah kehilangan 80% pendengarannya?

10.Apa yang mendasari Earine sehingga ia sangat mencintai music?

11.Menurut anda,seberapa besar keberhasilan pemain dalam memvisualkan bahasa verbal sehingga mampu menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dalam film ini?

12.Apakah ada unsur mimpi/cita-cita dalam film ini? Tolong sebutkan. Scene mana yang memperlihatkan tentang mimpi?

13.Berapa persen presentasi antara fakta dan fiktif yang terdapatdalam film ini? 14.Scene mana yang menurut anda paling penting dalam film ini?

15.Jika film ini dirangkum dalam satu scene,maka scene mana yang akan anda ambil? When

1. Kapan film ini mulai diproduksi, berapa lama proses produksinya?

Who

1. Siapa pembuat skenario film ini? 2. Siapa penulis novel 12 menit?


(2)

3. Siapa Sutradara film ini? 4. Siapa target penonton film ini?

5. Siapa tokoh utama dalam film ini, dan mengapa menjadi tokoh utama? Where

1. Dimana saja lokasi film ini dibuat?

2. Lokasi mana yang paling utama dalam pembuatan film ini?, mengapa dipilih lokasi di tempat tersebut?

3. Dimana saja film ini diputar? Why

1. Kenapa Lahang ingin sekali melihat Monas? 2. Kenapa film ini harus diproduksi?

3. Kenapa film inii harus ditonton?

4. Kenapa film ini harus mengangkat kisah marching band Bontang, Kaltim?

How

1. Bagaimana Lahang dapat mengatasi dilema ketika ia dihadapi pada 2 pilihan, untuk terus memburu mimpinya atau merawat sang ayah?

2. Bagaimana cara Tara tetap bertahan di marching band ketika ia kehilangan 80% pendengarannya sedangkan marching band memerlukan pendengaran yang baik?

3. Bagaimana Eline dapat tetap bertahan ketika ia tidak mendapatkan izin dari ayahnya untuk mengikuti marching band?

4. Bagaimana cara Rene memimpin 120 anak dari kota kecil untuk memenangan kompetisi tingkat nasional? Apa yang membuatnya tetap bertahan memimpin grup marching band ini?


(3)

Hasil Wawancara Via Email What

1. Apa tujuan dibuatnya film serta novel 12 menit untuk selamanya? Oka: untuk mengangkat kehidupan Marching Band.

2. Hal apa yang mendasari dibuatnya film ini?

Oka: ketertarikan pada nilai-nilai yang dimiliki sebuah kelompok Marching Band. 3. Apa manfaat yang akan diperoleh penonton apabila meonton film ini?

Oka: Penonton dapat termotivasi oleh film ini, tidak mudah pantang menyerah

4. Apa kendala yang dialami selama pembuatan film? Scene mana yang paling sulit dan yang paling mudah?

Oka: Semua adegan memiliki kesulitan masing-masing. Adegan di dalam rumah pun bisa sulit ketika tingkat aktingnya harus tinggi. Adegan paling sulit salah satunya adalah adegan Tara, Rene, dan Opa di sungai. Pertama, karena sungai itu berbuaya. Kedua, karena tim Art Production harus membangun jembatan khusus untuk keperluan itu. Tapi, bukan berarti adegan di rumah tidak bisa sulit. Salah satu adegan rumah yang cukup sulit adalah di kamar Elaine, saat Elaine bersedih karena dilarang ke Jakarta. Sutradara harus berkali-kali mengambil adegan Elaine meneteskan sebutir air mata.

5. Apa pesan yang ingin disampaikan kepada penonton? Oka: bahwa siapa pun bisa bermimpi.

6. Apakah film ini dapat memotivasi tim marching band yang lain?

Oka: silakan cek TL @12menithemovie. Kamu bisa melihat tanggapan para penonton (yang rata-rata adalah anak-anak Marching Band).

7. Apakah film ini menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Bontang?

Oka: Kalau nanyanya ke saya, ya saya pasti akan jawab “Iya”. Tapi, menurut kamu sebagai pembaca/penonton, gimana? Ini pertanyaan yang harus dinilai oleh pembaca/penonton. Apakah memang lokalitas Bontang terasa sekali, ataukah Bontang hanya terasa sebagai tempelan? Karena kalau Bontang hanya terasa sebagai tempelan, berarti sebagai penulis/sineas saya telah gagal. 

8. Apa yang mendasari Rene memiliki mimpi untuk menjadikan tim marching band Bontang Pupuk Kaltimmenjadi juara GPMB?


(4)

Oka: Karena sejak kecil Rene selalu tertarik pada drum.

9. Apa yang mendasari Tara tetap ingin bermain marching band padahal ia telah kehilangan 80% pendengarannya?

Oka: Karena dia yakin dia bisa, dan tidak ada yang mustahil di dunia ini selama kita mau berusaha.

10.Apa yang mendasari Earine sehingga ia sangat mencintai music? Oka: karena dia sekolah di sekolah musik.

11.Menurut anda,seberapa besar keberhasilan pemain dalam memvisualkan bahasa verbal sehingga mampu menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dalam film ini?

Oka: menurut kamu, aktingnya cukup meyakinkan nggak? Kamu kan sudah baca novelnya. Setelah melihat filmnya, apakah sesuai dengan yang kamu baca? Apakah akting Tara, Elaine, Lahang, dan Rene bisa dipercaya? Sekali lagi, kalau nanyanya ke saya sebagai sineas, saya pasti akan jawab “Iya”.

12.Apakah ada unsur mimpi/cita-cita dalam film ini? Tolong sebutkan. Scene mana yang memperlihatkan tentang mimpi?

Oka: semua adegan memperlihatkan tentang upaya meraih mimpi. Nggak bisa dilihat per adegan. Semua kejadian adalah proses menuju ke satu tempat.

13.Berapa persen presentasi antara fakta dan fiktif yang terdapatdalam film ini? Oka: 50%.

14.Scene mana yang menurut anda paling penting dalam film ini?

Oka: Semua sineas akan bilang bahwa dalam filmnya, semua adegan adalah penting. Karena semua adegan itu menggambarkan upaya meraih sesuatu. Nggak ada adegan yang lebih nggak penting daripada yang lain.

15.Jika film ini dirangkum dalam satu scene,maka scene mana yang akan anda ambil?

Oka: adegan terakhir, saat mereka tampil di Istora. Karena itulah esensi semua perjuangan mereka.

When

1. Kapan film ini mulai diproduksi, berapa lama proses produksinya? Oka: Awal 2013. Lama produksi 1 tahun.


(5)

Who

1. Siapa pembuat skenario film ini? Oka: saya sendiri.

2. Siapa penulis novel 12 menit? Oka: saya juga.

3. Siapa Sutradara film ini? Oka: Mas Hanny R Saputra 4. Siapa target penonton film ini?

Oka: Seluruh anak-anak Indonesia yang mempunyai mimpi.

5. Siapa tokoh utama dalam film ini, dan mengapa menjadi tokoh utama?

Oka: Rene harus jadi tokoh utama, karena pelatih adalah yang mewakili ruh pemimpin. Where

1. Dimana saja lokasi film ini dibuat? Oka: Di Bontang dan Jakarta.

2. Lokasi mana yang paling utama dalam pembuatan film ini?, mengapa dipilih lokasi di tempat tersebut?

Oka: Bontang. Karena tim marching band berasal dari Bontang. 3. Dimana saja film ini diputar?

Oka: Silakan cek TL @12menithemovie Why

1. Kenapa Lahang ingin sekali melihat Monas?

Oka: Karena Lahang menjadikan Monas sebagai batu loncatan bagi mimpinya untuk melihat tugu-tugu yang ada di dunia ini.

2. Kenapa film ini harus diproduksi?

Oka: Karena film ini patut untuk di jadikan tontotan dan tuntunan. 3. Kenapa film inii harus ditonton?

Oka: Karena Film ini menceritakan tentang bagaimana seseorang meraih mimpi. 4. Kenapa film ini harus mengangkat kisah marching band Bontang, Kaltim?


(6)

Oka: Karena MBBPKT adalah Marching Band dengan prestasi terbaik di Indonesia. Kamu bisa cek wikipedia untuk melihat daftar prestasi mereka.

How

1. Bagaimana Lahang dapat mengatasi dilema ketika ia dihadapi pada 2 pilihan, untuk terus memburu mimpinya atau merawat sang ayah?

Oka: sang ayah yang memberikan motivasi kepada Lahang untuk terus mengejar mimpinya.

2. Bagaimana cara Tara tetap bertahan di marching band ketika ia kehilangan 80% pendengarannya sedangkan marching band memerlukan pendengaran yang baik?

Oka: terus latihan, dan latihan.

3. Bagaimana Eline dapat tetap bertahan ketika ia tidak mendapatkan izin dari ayahnya untuk mengikuti marching band?

Oka: ia terus meyakinkan sang ayah dengan dibantu oleh ibunya.

4. Bagaimana cara Rene memimpin 120 anak dari kota kecil untuk memenangan kompetisi tingkat nasional? Apa yang membuatnya tetap bertahan memimpin grup marching band ini?

Oka: kerja keras, dan disiplin. Latihan terus menerus tak kenal lelah. Karena dia tak akan menyerak sebelum mimpinya terwujud untuk menjadikan group ini menjadi juara GPMB.