RITUAL PANGGUNI UTTIRAM PADA KOMUNITAS SUKU TAMIL DI KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG.

RITUAL PANGGUNI UTTIRAM PADA KOMUNITAS
SUKU TAMIL DI KECAMATAN LUBUK PAKAM
KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Mengikuti Sidang Meja Hijau
Program Studi Antropologi Sosial

Oleh :
FERI NOFIRMANTANJUNG
NIM. 8106152026

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI
ANTROPOLOGI SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN
2015

ABSTRAK
FERI NOFIRMAN TANJUNG, Ritual Pangguni Uttiram pada komunitas suku
Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Sekolah Pasca

Sarjana Universitas Negeri Medan 2015.
Penelitian ini menelaah tentang ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh
suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, ritual pangguni
Uttiram merupakan perayaan religi Hindu Tamil yang berasal dari India Selatan,
yang di perkirakan oleh para ahli berlangsung lebih dari 2500 tahun yang lalu dan
ritual ini sudah berlangsung sejak tahun 1880 Masehi bersamaan dibangunnya
kuil Shri Thendayudabani di Lubuk Pakam. Ritual dilakukan secara khusus untuk
mendapatkan keselamatan, kesehatan, dan rezeki yang baik dalam menjalani
kehidupan bagi mereka yang melaksankan nazar yakni berpuasa selama 40 hari
atau juga ada yang 20 hari lamanya.
Penelitian diperlukan untuk memahami ritual Pangguni Uttiram yang
dilaksanakan oleh masyarakat Suku Tamil di Lubuk Pakam sesungguhnya.
Penelitian ini juga membahas tentang proses pelaksanaan ritual dan makna, nilai
serta fungsi ritual bagi masyarakat suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam,
sehingga dapat diketahui dapat diketahui mengapa suku India Tamil
melaksanakan ritual, simbol-simbol dan peranan orang – orang dalam pelaksanaan
ritual Pangguni Uttiram serta aspek sosial budaya yang terjadi dalam ritual
Panggunin Uttiram tersebut. Dengan demikian dapat dijabarkan bagaimana
pandangan dan prilaku suku Tamil dalam ritual Pangguni Uttiram dalam
hubungannya dengan kehidupan sosial budayanya.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ritual, simbol, interaksi
simbolik dan struktural fungsional. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara mendalam dan tidak terstruktur, quessioner,
recording (rekaman Video). Dalam proses analiss data dilakukan reduksi data,
tampilan data dan verifikasi data untuk membuat kesimpulan serta ada empat
tahapan yang dilaksanakan yaitu persiapan, tahap pekerjaan lapangan, tahap
analisis data dan tahap penyusunan laporan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam
memandang bahwa ritual Pangguni Uttiram sebagai ritual penting untuk proses
menjalani kehidupan yang akan datang. Selain itu ritual Pangguni Uttiram yang
dilaksanakan merupakan bagian penghormatan kepada Dewa Murgan dengan cara
melakukan nazar atau berpuasa, karena pada bulan Purnama inilah dewa Murgan
lahir, selain itu ritual ini merupakan sebagai wujud eksistensi dan pelestarian
budaya umat Hindu Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam.
Kata kunci : Pangguni Uttiram, Kajian Antropologis, Suku Tamil

Abstract
Feri Nofirman Tanjung, The ritual of Pangguni Uttiram on Tamil tribe
communities in the center of Pakam sub-district, Deli Serdang district .the
Graduate school of medan state university 2015

This research exploring about the ritual of Pangguni Uttiram implemented by the
Tamil tribe communities in the center of Pakam sub-district, Deli Serdang district
, The ritual of Pangguni Uttiram is the celebration of religious Hindu Tamil
derived from Southern India , who in predicting that by experts lasts more than
2500 years ago and ritual has been on going since 1880 a.d. same time built
temples Shri thendayuthabani in Pakam .A ritual performed specifically for
salvation , health , and sustenance is in good undergo life to those who vow
namely to do fasted for 40 days or also have 20 days .
Research necessary to understand a ritual of Pangguni Uttiram that was
undertaken by Tamil of a tribal society in the center of Pakam behold .The
research also talk about the implementation of the ritual and meaning , value and
the function of a ceremony for Tamil of a tribal society in the center of Pakam
sub-district, `So it can be known why the tribe of India Tamil implement
ceremony , and the role of symbols and peoples in the implementation of
Pangguni Uttiram ceremony and cultural social aspects that occurs in Pangguni
Uttiram ceremony. .Thus can be elaborated how views and unmannerly tribe
Tamil in Pangguni Uttiram ceremony in conjunction with social life of their
culture .
A theory that used in this research is the theory ritual , a symbol , the interaction
of symbolic structural and functional .Data collection technique used is

observation , in-depth interviews and lack of structure , quessioner , recording ( a
recording video ) .In the process of analiss data was undertaken the reduction of
the data , data display and verification of data to make inferences and there are
four the phase that carried out which is preparation , stage field work , data
analysis stage and phase the preparation of reports . `
This research concludes that tribe Tamil in the center of Pakam sub-district view
that ritual Pangguni Uttiram as a ritual important to the process of undergoing life
to come .Besides ritual Pangguni Uttiram implemented is part homage to Gods
Murgan by conducting vow or fasted , because at the full moon deity murgan this
is born , in addition it is a ritual as a form of existence and of cultural preservation
Hindus Tamil in the center of Pakam sub-district .

Keyword : Pangguni Uttiram, Anthropoligycal research, Tamil tribe
communities

KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa sebagai ungkapan rasa
syukur hambanya atas kekuatan dan rahmat yang diberikanNya sehingga tesis ini
dapat diselesaikan. Sholawat dan salam untuk nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya yang kelak dapat memberikan safaat kepada para

pengikutnya.
Terimakasih saya ucapkan dengan segenap ketulusan hati untuk keluarga
tercinta Ayahanda Herman Chaniago dan Ibunda Syamsimar Tanjung juga para
senior Abangda Chairul Azmi (Sekretaris Koni Sumut), Bangkit Sitepu (Anggota
DPRD Medan), Sugiat Santoso (KNPI Sumut), Kompol Rama S Putra, SH, MH
(Kasat Intelkam Polresta Medan), Letkol Marturak Hutahuruk (Mantan Kepala
BAIS Sumut), Nancy Rafiyana dan seluruh rekan – rekan dan sahabat yang telah
mendukung dan memotivasi untuk segera menyelesaikan perkuliahan ini.
Kepada Masyarakat suku Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam

Siwa

Linggam dan keluarga yang sangat koorporatif dalam memberikan data dan
menyambut kedatangan saya sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan
penelitan ini dapat dilaksanakan dan merupakan hubungan yang takkan pernah
putus untuk selamanya.
Terimakasih untuk bimbingan yang saya terima dari Bapak Dr. Firkarwin
Zuska, M.Ant. dan Bapak Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS dan juga para guru besar
yang menjadi dosen selama saya menuntut ilmu yang selalu dengan penuh
kesabaran memotivasi untuk penyeselaian tesis ini. Semoga tesis ini membawa

manfaat bagi siapapun untuk hal – hal yang terbaik bagi kehidupan.
Lubuk Pakam, 10 Agustus 2015
Peneliti

Feri Nofirman Tanjung

DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................

i

KATA PENGANTAR.......................................................................... .

iii

DAFTAR ISI .........................................................................................

iv


DAFTAR TABEL ................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

viii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................

1

1.1.Latar Belakang Masalah ..................................................

1

1.2.Rumusan Masalah ...........................................................

9


1.3.Tujuan Penelitian ............................................................

9

1.4.Manfaat Penelitian ..........................................................

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................

11

2.1.Dasar Teoritis ..................................................................

11

2.1.1. Teori Ritual ...............................................................

11


2.1.2. Teori Simbol .............................................................

17

2.1.3.Teori Struktural-fungsional........................................

21

2.2.Dasar Konseptual .............................................................

23

2.2.1 Ritual Pangguni Uttiram .............................................

23

2.2.2 Asal-usul kedatangan Suku Tamil ke Sumatera Utara

26


2.2.3.Organisasi Suku Tamil di Medan dan Deli Serdang...

31

2.3.Kerangka Berfikir.................................................................

34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...........................................

38

3.1. Metode Penelitian ................................................................

39

3.2. Jenis Penelitian ....................................................................

41


3.3. Teknik Pengumpulan Data ...................................................

40

3.3.1. Observasi ........................................................................

40

3.3.2. Wawancara. .....................................................................

41

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ................................................

42

4. Teknik Analisis Data...................................................... .

43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................

45

4.1.Deskripsi Wilayah Kecamatan Lubuk Pakam ...............

45

4.1.1. Letak Geografis ......................................................

45

4.1.2. Keberadaan Penduduk.............................................

48

4.2.1. Mitos tentang Dewa Murgan dan Hubungannya dengan
Ritual Pangguni Uttiram............. .................................. ...

49

4.2.2. Gambaran Umum Rumah Ibadah Suu Tamil..........

50

4.3. Tata cara, aturan dan Media melakukan ritual Pangguni
Pangguni Uttiram..................................................................

52

4.3.1. Aktifitas masyarakat sebelum ritual....................... 57
4.3.2. Aktifitas masyarakat sesaat ritual.......................... 58
4.3.3. Aktifitas masyarakat setelah ritual......................... 78
4.3.4. Aturan pada ritual Pangguni Uttiram..................... 79
4.3.5. Media pada ritual Pangguni Uttiram.....................

80

4.4. Peran Lembaga Agama. Adat dan Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang terhadap eksistensi ritual Pangguni Uttiram..

82

4.4.1. Peranan Lembaga Agama dan Lembaga adat
Suku Tamil........................................................................

82

4.4.2. Peran Pemerintah Kabupaten Deli Serdang........

83

4.5. Makna Simbol dan Fungsi, nilai-nilai budaya serta
Nilai sosial pada ritual Pangguni Uttiram........................

84

4.5.1. Makna simbol yang terkandung dalam unsur
Ritual Pangguni Uttiram............................................

84

4.6. Fungsi dan peran sosial dalam ritual Pangguni
Uttiram...................................................... ........................

92

4.6.1. Fungsi Sosial.......................................................

92

4.6.2. Peran Sosial........................................................

94

4.6.3. Nilai-nilai budaya Ritual Pangguni Uttiram.......

95

4.6.4. Nilai hakikat hidup manusia .............................

97

4.6.5.Nilai hakikat karya manusia. ......................................

97

4.6.6. Nilai hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan
Waktu.......................................................................

98

4.6.7. Nilai dari hubungan manusia dengan sesamanya ......

99

4.6.7.1.Nilai Sosial .....................................................

99

4.6.7.2.Nilai Estetika ..................................................

100

4.7. Aplikasi Teori . ..............................................................

102

BAB V KESIMPULAN .......................................................................

106

5.1. Kesimpulan .........................................................................

106

5.2. Implikasi .................................................................................

108

5.3. Saran ....................................................................................

109

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

111

GLOSARRY ..........................................................................................

114

Lampiran....... ........................................................................................

116

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang..................................

47

Tabel 2 . Jumlah Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam berdasarkan
agama yang Yang dianut .......................................................

48

DAFTAR GAMBAR

1. Arca Dewa Murgan di Kuil Shri TendaYhudabani ....................

50

2. Peneliti ketika mewancarai tokoh masyarakat Ibu Sri Devi ......

53

3. Bendera Ayam Jantan dinaikan tanda acara dimulai .................

56

4. Simbol yang berada di kuil sebagai penangkal niat jahat ..........

58

5. Pemandu ritual dan ketua kuil duduk di depan omom ...............

59

6. Sebuah Payung kuning keemasan dan kepala kodo juga kumbo
yang diletakan di atas kepala menjadi bagian dari pengiring arak
-arakan peserta nazar menuju tempat ritual cucuk lidah di sungai.

60

7. Peneliti sedang menyaksikan para peserta nazar dan pemandu
ritual sedang berdoa di dalam kuil .........................................

61

8. Panindita berdoa di depan dewa Murgan ...................................

61

9. Para kaum ibsibuk mempersiapkan makanan yang dimasak ....

62

10. Para kaum ibsibuk mempersiapkan makanan yang dimasak ....

62

11. Panindita memberikan arcene kepada peserta nazar ..................

64

12. Peserta nazar dimandikan di sungai sebelum ritual tusuk lidah ..

65

13. Aneka sesaji untuk syarat ritual ..................................................

66

14. Wel Kawdi (buluk merak) puspam kawdi dan weple kawdi ....

66

15. Pemandu ritual memberikan asap kemenyan .............................

67

16. Peserta nazar yang kemasukan saat diberikan arcene. ................

67

17. Peserta nazar yang kerasukan memberikan restu kepada peserta
nazar lainnya. ..........................................................................

68

18. Peserta nazar memijak parang tajam yang berjumlah 2 buah ....

69

19. Peserta nazar yang sedang di tusuk pipinya ...........................

70

20. Peserta tusuk lidah dan sendal paku yang dipakai peserta.......

71

21. Suasana di tengah kota bersama pengiring musik....................

72

22. Seorang pemandu ritual sedang memecahkan kelapa..............

72

23. Peserta nazar menari di depan kuil sebelum sadar kembali.....

73

24. Barongsai saat menunjukan aksinya .......................................

74

25. Prosesi pernikahan dewa Murgan dengan Wanli dan Dewani..

74

26. Pihak keluarga pengantin wanita membawa makanan................

75

27. Arca Dewa Murgan dibawa menuju kereta kencana..................

76

28. Seorang gadis Hindu Tamil sedang menari diatas pentas...........

76

29. Buah kelapa dipecahkan sebagai tanda keberangkatan kereta
Kencana dan dewa Murgan mengelilingi Lubuk Pakam.............

77

30. Kereta kencana keluar dari kuil di saksikan oleh ratusan
Warga Lubuk Pakam...................................................................

77

31. Bendera diturunkan kembali tanda acara telah selesai.............

79

32. Salah satu media ritual yakni kereta kencana atau rado.............

80

33. Media arca dewa Murgan ............................................................

81

34. Sesaji yang di tempatkan di depan dewa Murgan........................

81

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, penelitian religi telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan
budaya. Fischer (1960) telah mencoba melihat beberapa kajian religi rakyat yang
setaraf dengan mitos. Di beberapa wilayah Indonesia, seperti Ambon, Bali,
Lombok, Flores dan lain-lain religi rakyat masih dipercaya penuh. Karena itu, di
lokasi tersebut masih berkembang keyakinan pada dukun dan pawang dalam
segala aktivitas hidup. Bahkan, di tempat tersebut banyak berkembang ihwal
religiomagis. Hal ini berkembang lagi menjadi sebuah kepercayaan animisme dan
dinamisme yang semakin subur.
Tradisi ritual tersebut kadang-kadang memang kurang masuk akal. Namun
demikian, bagi pendukung budaya yang bersangkutan yang dipentingkan adalah
sikap dasar spiritual yang berbau emosi religi, bukan logika. Karena itu, dalam
tradisi ritual biasanya terdapat selamatan berupa sesaji sebagai bentuk
persembahan atau pengorbanan kepada zat halus tadi yang kadang-kadang sulit
diterima nalar. Hal ini semua sebagai perwujudan bakti makhluk kepada kekuatan
supranatural.
`Pada saat manusia menghidangkan sesaji, menurut Robertson Smith
(Kcentjaraningrat, 1990:68) memiliki fungsi sebagai aktivitas untuk mendorong
rasa solidaritas dengan para dewa. Dewa dianggap sebagai komunitas istimewa.
Hal juga ditegaskan oleh Preusz bahwa pusat dari religi dan kepercayaan adalah
ritus atau upacara.

Menurutnya, upacara religi akan bersifat kosong, tak bermakna, apabila
tingkah laku manusia di dalamnya didasarkan pada akal rasional dan logika, tetapi
secara naluri manusia memiliki suatu emosi mistikal yang mendorongnya untuk
berbakti kepada kekuatan tertinggi yang menurutnya tampak konkret di
sekitarnya, dalam keteraturan dari alam, serta proses pergantian musim, dan
kedahsyatan alam dalam hubungannya dengan masalah hidup dan maut.
Yang perlu ditekankan dalam kajian religi, menurut Geertz (2001:395410) bahwa kajian budaya, bukanlah “sebuah sains eksperimental yang mencari
suatu kaidah, tetapi sebuah sains interpretatif yang mencari makna”. Makna harus
dicari dalam fenomena budaya. Keyakinan terhadap makna ini, didasarkan pada
kondisi hidup manusia, yang menurut Parsons dan Weber selalu berada pada tiga
tingkatan: (1) kepribadian individual, yang dibentuk dan diatur oleh, (2) suatu
sistem sosial, yang pada akhirnya dibentuk dan dikontrol oleh, (3) suatu “sistem
budaya” yang terpisah. Tingkatan (3) ini yang merupakan jaringan kompleks dari
simbol, nilai, dan kepercayaan, berinteraksi dengan individu dan masyarakat.
Proses pewarisan nilai-nilai kebudayaan biasanya berlangsung melalui
sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi, adat-istiadat dan norma yang
mengatur tingkah laku serta seluruh perlengkapan yang digunakan ditujukan
untuk memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat
(pranata sosial0 dan bentuk tradisi yang bersifat tradisional seperti upacara (ritual
kemudian menjadi simbol-simbol dalam mengindentifikasikan diri untuk
menunjukan adanya batas-batas sosial dengan kelompok masyarakat suku bangsa
lainnya.

Kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang disebut sebagai kelompok
etnik yang mempunyai ciri budaya sendiri (Barth, 1988 : 12). Dalam prosesnya
perkembangan budaya, kebiasaan yang terangkum dalam kebudayaan tersebut
mencakup sejumlah kompleksitas yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moralitas, hukum, adat istiadat sert berbagai macam bentuk kemampuan
dan kebiasaan berhubungan dengan tatanan kehidupan manusia sebagai anggota
masyarakat (Taylor dalam Monaghan dan Just, 2008 : 53) (di kutip dari Tesis
Hasan Azhari).
Sistem kebudayaan dan sistem konsepsi dengan demikian dilihat sebagai
mempunyai persamaan struktur-struktur dinamik dan begitu juga mempunyai
persamaan dalam hal asal mulanya yaitu dalam bentuk-bentuk simbolik. Peranan
dari upacara (ritual) menurut Geertz, adalah untuk mempersatukan dua sistem
yang paralel dan berbeda tingkat hierarkinya ini dengan menempatkannya pada
hubungan-hubungan formatif dan reflektif antara yang satu dengan yang lainnya
dalam suatu cara sebagaimana masing-masing itu dihubungkan dengan asal mula
simboliknya dan asal mual ekspresinya. Bentuk-bentuk kesenian dan begitu juga
dengan upacara, adalah sama keadaannya dengan perwujudan-perwujudan
simbolik lainnya, yaitu “mendorong untuk menghasilkan secara berulang dan
terus menerus mengenai hal-hal yang amat subyektif dan yang secara buatan dan
polesan dipamerkan”.
Dengan demikian, sebagai suatu keseluruhan, upacara mempunyai
kedudukan sebagai perantara simbolik, atau mungkin lebih tepat kalau disebut
sebagai perantara metafor, dalam kaitannya dengan kebudayaan dan pemikiran
subyektif yang memungkinkan bagi keduanya (yaitu upacara dan kebudayaan)

untuk dapat saling bertukar tempat dan peranan. Kesanggupan dari upacara untuk
bertindak dan berfungsi seperti ini, yaitu menterjemahkan tingkat-tingkat lainnya
yang lebih tinggi sehingga membuat manusia menjadi sadar dengan melalui
pancaindera serta perasaannya, dan mewujudkan adanya kesamaan dalam ke-seiasekataan yang struktural dalam bentuk simbolik, adalah sebenarnya merupakan
dasar utama dari pemikiran manusia. Seperti dikatakan oleh Geertz. “Dapatnya
saling tukar menukar tempat dan peranan dari model bagi dan model dari yang
dalam mana formulasi simbolik dapat dilakukan adalah ciri-ciri khusus dari
mental kita sebagai manusia”.
Dengan demikian, bila untuk Geertz kebudayaan adalah “seperangkat teksteks simbolik”, maka kesanggupan manusia untuk membaca teks-teks tersebut
dipedomani oleh dan dalam struktur-struktur upacara yang bersifat metafor,
kognitif, dan penuh dengan muatan emosi dan perasaan. Agama dan upacara
adalah dua satuan yang secara bersamaan merupakan sumber dan model
keteraturan sosial (social order).
Secara keseluruhan terdapat suatu kesan bahwa model dari Geertz tersebut
melingkar-lingkar dan selalu berulang disana-sini. Nampaknya hal ini disebabkan
oleh: (1) Bahwa pembahasan mengenai masalah tersebut memang seharusnya
dilakukan demikian, yaitu bahwa sistem sosial adalah “aliran bersama yang terdiri
atas dua arus atau lebih yang masing-masing menciptakan integrasi-integrasi yang
bersifat sebagian atau mencakup hanya bidang-bidang tertentu saja; yang secara
keseluruhan terdiri atas: a) bagian-bagian yang terlepas satu sama lainnya, dan b)
bagian-bagian yang saling berkaitan serta tergantung satu sama lainnya” dan
bahwa kesemuanya itu “tidak harus berada dalam suatu keadaan yang secara

menyeluruh dan mendalam saling berkaitan satu sama lainnya menjadi sistemsistem”; dan (2) Bahwa model-model dari Geertz bersifat fleksibel, ilusif, dan
jauh dari sistem yang terstruktur secara kaku. Karena menurut Geertz, “ide-ide
memberikan informasi kepada hubungan-hubungan politik, ekonomi, dan sosial di
antara kelompok-kelompok dan individu-individu [yaitu struktur sosial]”.
Demikian halnya kebudayaan suku Tamil yang ada di Lubuk Pakam Deli
Serdang setiap tahunnya ada melaksanakan upacara Pangguni Uttiram, Perayaan
Pangguni Uttiram merupakan perayaan religi Hindu Tamil yang berasal dari India
Selatan (Tamil Nadu sekarang), yang di perkirakan oleh para ahli telah
berlangsung lebih dari 2500 tahun yang lalu dan Ritual ini sudah berlangsung
sejak tahun 1880 M bersamaan dibangunnya Kuil Shri Thendayudabani oleh
orang-orang "Cettiaya" dari negara India, di Kota Lubuk Pakam. Namun acara
ritual sempat terhenti pada era Orde Baru, namun bangkit kembali pada tahun
1999. Pada perayaan ini disambut oleh mereka-mereka yang berbhakti kepada
Dewa Murugan (adik Dewa Ganesha/putra ke-dua Dewa Siwa dan ber ibu yang
bernama Parwati) dengan nama lainnya, sebagai berikut : Subramaniam,
Kumaran, Skanda, Kartikageya, Vellen, Thendayuthapani, Arumugam, dan lain
sebagainya.
Pangguni Uttiram di rayakan pada bulan Pangguni (bulan dalam kalender
Tamil) tepat pada saat bulan purnama yang jatuh pada bulan maret atau april pada
penanggalan kalender masehi. Pada perayaan Pangguni Utiram ini yang paling
menakjubkan ialah ritual menusuk badan dengan Vell (jarum yang berbentuk
lembing atau berbentuk hati senjata milik Dewa Murugan. Serta Kavadi (sebuah
alat penyangga yang diusung terbuat dari logam atau kayu yang dihiasi oleh

bunga, dedaunan, bulu merak), yang diangkat dan diletakkan diatas bahu kanan
bagi yang melaksanakannya.
Nama Kavadi tergantung kepada kayu yang dihias tersebut misalnya;
Wepelai Kavadi (Kavadi yang di hias dengan dedaunan atau daun mint), Puspam
Kavadi (Kavadi yg dihiasi dengan bunga), Maiil Kavadi (Kavadi yang dihias
dengan bulu merak, Pall Kavadi (Kavadi susu), Panier Kavadi (Kavadi minyak
wangi), Santanaam Kavadi (Kavadi Cendana ), Vell Kavadi (tombak hati) serta
pengangkatan Palle Kodam (susu yang diisi dalam belangga yang terbuat dari
logam atau tanah liat yang di junjung atas kepala), kemudian susu tersebut
dimandikan (Abhisegam) ke Archa Dewa Murugan.
Ritual penusukan anggota tubuh dengan Vell serta prosesi Kavadi harus
dilakukan dipinggiran sungai, hal ini terkait dengan 5 unsur alam (api, air, tanah,
udara,eter) yang menjadi medium untuk masuk (trance) atau kekuatan Dewa
Murugan ketubuh yang melaksanakan nazar tersebut. Para peserta nazar harus
melaksanakan puasa selama 40 hari atau 21 hari tergantung kepada kesangupan
individu tersebut biasanya puasa yang dilakukan adalah puasa putih (hanya
memakan nasi putih saja ) dan puasa amis atau makan vegetarian saja. para peseta
nazar harus tinggal dikuil dan selama tinggal dikuil, pendeta akan mengikat
tangan kanan peserta nazar dengan Kangenam (benang yang telah dioleskan
kunyit dan diikatkan kunyit pada benang tersebut ). Hal ini dilakukan agar peserta
nazar terbebas dari gangguan energi negatif.
Prosesi penusukan Vell kepada para peserta nazar dilakukan pada pagi
hari, biasanya rombongan peserta nazar akan berangkat dari kuil bersama para
pendeta atau Gurukel dan umat lain menuju sungai yang bersih dan yang lokasi

yang tidak jauh dari kuil. Para peserta nazar harus berjalan kaki tanpa
menggunakan sandal kesungai. Sebelum prosesei penusukan harus dilakukan dulu
Puja kepada Dewa Ganesha untuk memohon perlindungan kemudian pemujaan
kepada Dewa Murugan. Setelah itu pendeta akan membacakan mantera-mantera
suci untuk meminta izin kepada Dewa Murugan, energi positif itu akan masuk
kedalam badan salah satu pendeta dan beliau akan naik di atas parang untuk
merestui para peserta nazar dengan cara memakaikan Vibuthi atau abu suci di
dahi mereka.bagi mereka yang tidak direstui akan dilarang melakukan penusukan
tersebut karena akan fatal akibatnya.
Ritual atau upacara Pangguni Uttiram dilakukan konon ceritanya Di masa
amat silam Rsi Agastya memerintahkan muridnya Idumban untuk memindahkan
dua buah bukit yang di sebut Siva Giri dan Shakti Giri milik keluarga Dewa
Murugan, ketempat kediaman Rsi Agastya, namun sayang rencana Idumban telah
terbaca oleh Dewa Murugan, dengan segera Dewa Murugan berubah wujud
seperti anak-anak dan berdiri diatas salah satu bukit.
Seketika itu juga Idumban mengangkat bukit tersebut ia merasakan
keberatan dan tidak sangup mengangkat bukit itu, ketika Idumban melirik ke atas
ia melihat seorang anak kecil (avatara) berdiri di atas bukit, dengan rasa rendah
hati Idumban meminta anak kecil itu turun dari bukit tersebut, namun dengan
nada lantang anak kecil itu menolak untuk turun dari bukit, oleh karena perasaan
dongkol dan terhina maka Idumban menjadi marah dan terjadi lah pertempuran
yang sangat hebat dengan anak kecil itu.
Akhir dari pertempuran itu dimenangkan oleh anak kecil itu kemudian
Idumban bersujud sambil memohon ampun, setelah pertempuran selesai anak

kecil merubah wujud KeDewataan-Nya, Ia berkata “saya bangga atas pengabdian
mu kepada guru mu dan mulai saat ini saya memberi penghormatan kepada mu
untuk menjadi pengawal saya di tempat saya berada”. Idumban berkata: “Oh dewa
murugan saya berjanji setia mengawal Mu”, kemudian Dewa Murugan berkata
”Untuk memperingati momen ini Bhakti saya akan membawa Kavadi untuk
persembahan kepada Saya”. Mulai saat itulah Pangguni Utiram bersama Kavadi
diperingati sebagai hari kemenangan. Jadi ritual ini merupakan serangkaian
upacara untuk menyambut kemenangan dan keselamatan (Siwa Kumar, Etnografi
ritual Pangguni Uttiram di lubuk Pakam, 2011).
Ritual Pangguni Uttiram mempunyai makna khusus bagi masyarakat suku
Tamil di Lubuk Pakam, oleh karena itu setiap tahun selalu diadakan ritual tersebut
antara bulan Maret dan April Tahun Masehi (Wawancara Narasumber dengan Ibu
Sinta di depan kuil Shri Thendayudhabani. Terletak di Jalan Sultan Hasanuddin,
Pasar-3 Lubuk Pakam, Deli Serdang 2014).
Untuk mengetahui bagaimana ritual Panggunni Uttiram yang dilakukan
oleh suku Tamil yang ada di lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang maka perlu
dilakukan penelitian, sebab penelitian ini nantinya akan menjelaskan latar
belakang, tatacara, makna simbol-simbol, fungsi dan nilai. Berdasarkan rangakain
cerita di atas, maka peneliti tertarik ingin meneliti tentang “Ritual Pangguni
Uttiram Pada Komunitas Suku Tamil Di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten
Deli Serdang.

1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana tata cara pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram di Lubuk
Pakam Kabupaten Deli Serdang pada waktu sebelum dan saat
kegiatan ritual Pangguni Uttiram ada serta setelah ritual tersebut
dilaksanakan, aturan dan media yang digunakan pada prosesi ritual
Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Tamil di
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang ?
2. Bagaimana peran lembaga Agama, adat dan Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang terhadapa eksistensi ritual Pangguni Uttiram yang
dilaksanakan oleh masyarakat suku Tamil di Lubuk Pakam ?
3. Apakah makna, simbol dan fungsi serta nilai-nilai budaya serta sosial
yang terdapat dalam ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh
masyarakat suku Tamil di Lubuk Pakam ?

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram di Lubuk
Pakam Kabupaten Deli Serdang pada waktu sebelum dan saat kegiatan
ritual Pangguni Uttiram serta setelah ritual tersebut dilaksanakan,
aturan dan media yang digunakan dalam ritual Pangguni Uttiram yang
dilaksanakan oleh masyarakat suku Tamil yang berada di Kuil Shri
Thendayudabani Lubuk Pakam

2. Menjelaskan peranan orang-orang yang terlibat secara teknis dan peran
Lembaga Agama, Lembaga Adat dan Pemerintah Kabupaten Deli
Serdang terhadap eksistensi ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan
oleh masyarakat suku Tamil di Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
3. Menguraikan makna, simbol dan fungsi serta nilai-nilai budaya pada
ritual Pangguni Uttiram yang ada di Lubuk Pakam
1.4. . Manfaat Penelitian
Hasil penilitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Secara teoritis mampu mengembangkan khazanah intelektual dengan
meletakkan

penggunaan

teori-teori

antropologi

sehingga

dapat

memberikan nuansa yang positif tentang eksistensi suku Tamil dengan
ritual Pangguni Uttiram
2. Secara Praktis memberikan sumbangan pemikiran untuk pembinaan,
pengembangan potensi budaya dan kearifkan lokal serta eksistensinya dan
kepada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang khusunya Dinas Pariwisata
Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu nilai jual pariwisata budaya
(Cultural tours).
3. Mengetahui potensi budaya masyarakat suku Tamil dalam melaksanakan
ritual Pangguni

Uttiram

sehingga dapat

dibandingkan

eksistensi

pelaksanaannya di daerah-daerah lainnya.
4. Referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya dengan model dan tema
yang sejenis yang belum dibahas dalam penelitian ini.

BAB V
SIMPUL DAN SARAN
A. Simpulan
1. Tata cara ritual Pangguni Uttiram pelaksanaannya dilakukan dan
dimulai dengan rangkaian doa – doa dan membakar sesaji di depan
omom (api) dan dilanjutkan dengan menaikan lambang atau bendera
yang bergambar Ayam jantan, kemudian melakukan doa-doa kepada
Dewa Murgan, lalu dilakukan prosesi pelepasan nazar yakni di sungai
yang ada di dekat kota lubuk Pakam. Dalam perjalanan menuju sungai
peserta nazar dan masyarakat di wajibkan melepaskan sendal atau
sepatunya.kemudian sampai di sungai prosesi dilakukan pertama
memandikan peserta nazar ke sungai lalu dilakukan ritual dan doa-doa,
kemudian dilaksankan penusukan lidah atau bagian tubuh lainnya
sesuai yang di amanahkan oleh pemandu ritual. Kemudian mereka
berkeliling kota sambil membawa kepalo kodo (air suci/susu) yang
sudah di doakan untuk di persembahkan kepada dewa Murgan. Sambil
menari dan bernyanyi mereka berjalan menuju kembali kekuil. Sampai
di kuil mereka peserta nazar melakukan menari cukup lama , lalu
dilanjutkan doa kembali dan kemudian alu(besi) atau vell dilepaskan
yang dilakukan oleh pemandu ritual, luar biasa tidak ada luka atau
darah yang bercucuran padahal pipi atau lidah mereka tembus oleh alu
besi atau vell. Dan malamnya dilaksanakan arak kereta kencana yang
di dalamnya ada arca dewa Murgan sebagai simbol bahwa dewa

Murgan akan memberikan keberkahan kepada seluruh umat yang
belum sempat atau sibuk datang ke kuil maka dewa Murgan dengan
kereta Kencana mengelilingi kota Lubuk Pakam dan memberikan restu
dan berkah kepada siapa saja yang meminta kepadanya. Aktifitas
masyarakat suku India Tamil Lubuk Pakam pada saat prosesi ritual
Pangguni Uttiram tidak bersifat semu, namun dilaksanakan dengan
kesadaran dan tanggung jawab sebagai anggota dan bahagian
kelompok masyarakat yang berbudaya yang tersistematis dan
terkoordinir dengan baik. Aktifitas masyarakat suku India Tamil dalam
melaksanakan ritual Pangguni Uttiram mencerminkan proses interaksi
sosial, dimana tindakan, perilaku dan sikap masyarakat sebelum, saat
prosesi ritual dan setelah akhir kegiatan ritual Pangguni Uttiram
konsisten melaksanakan tugasnya dengan pola kerja sistem gotong
royong, dan hal ini masih dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat suku India Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten
Deli Serdang terutama dalam bidang – bidang sosial kemasyarakatan.
2. Eksistensi ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat
suku India Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam masih dalam binaan
Kuil Shri Tendayudhabani, namun belum mendapat apresiasi penuh
dari pemerintah Kabupaten Deli Serdang, mungkin disebabkan
minimnya informasi tentang pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram serta
kegiatannya dilakukan tidak secara rutin terjadwal karena kegiatan ini
jatuh tepat pada malam bulan purnama jadi tidak ada kejelasan tanggal
dan hari pelaksanaannya.

3. Makna simbol, fungsi serta nilai-nilai budaya dan sosial dalam ritual
Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat suku India
Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam menggambarkan pentingnya
menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan penguasa alam
yang diwujudkan melalui serangkaian pendekatan nilai-nilai dan
makna simbol yang tersirat melalui alat dan bahan pada ritual
Pangguni Uttiram.
B. Impliklasi
1. Esensi ritual Pangguni Uttiram yang dilaksanakan oleh masyarakat
suku India Tamil di Kecamatan Lubuk Pakam adalah bentuk
perwujudan sebuah kepercayaan yang diyakini sebagai apresiasi
terhadap eksitensi diri sebagai anggota suatu kelompok masyarakat.
Aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat suku India Tamil dalam
ritual

Pangguni

Uttiram

menggambarkan

pentingnya

menjaga

keseimbangan hubuungan manusia dengan penguasa alam yang
diwujudkan melalui serangkaian pendekatan nilai-nilai luhur yang
tersirat dalam makna simbol yang digunakan serta menjadikannya
sebagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) dalam menjalani
kehidupan sehari-hari
2. Interaksi sosial pada kegiatan ritual Pangguni Uttiram adalah bentuk
dari sistem sosial yaitu gotong royong yang merupakan ciri khas
kebudayaan Indonesia yang dipahami mereka sebagai suku India

Tamil yang dapat dipertahankan dan dikembangkan sebagai apresiasi
nilai-nilai luhur bagi generasi selanjutnya.
3. Peran dan fungsi sosial dari pelaksanaan ritual Pangguni Uttiram dapat
dijadikan motivasi bagi masyarakat suku India Tamil untuk
menunjukan indenditas etnis dalam upaya menjaga eksistensi budaya
India Tamil di Kabupaten Deli Serdang khususnya di Kota Lubuk
Pakam dan terbentuknya pranata sosial, organisasi sosial dari tindakan
sosial yang dilakukan anggota masyarakat dalam pelaksanaan ritual
Pangguni Uttiram untuk peduli terhadap permasalahan-permasalahan
sosial yang terjadi dimasyarakat sekitarnya.
C. Saran
1. Diharapkan adanya penelitian lanjutan yang meneliti tentang bentuk
kegiatan budaya yang beragama dari masyarakat suku india Tamil
khususnya yang tinggal atau bermukim di Kecamatan Lubuk Pakam
Kabupaten Deli Serdang.
2. Adanya publikasi hasil penelitian dalam bentuk seminar atau pameran
seni budaya masyarakat suku India Tamil dengan tujuan eksistensi dan
pelestarian yang di prakarsai Lembaga adat atau perkumpulan
Parishada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Deli Serdang.
3. Lembaga agama sebagai pembina umat khususnya agama Hindu untuk
lebih melakukan perhatian terhadap kegiatan-kegiatan budaya yang
bersifat ritual agar tidak terjadi yang bersifat kecelakaan ritual karena
kesalahan-kesalahan dalam prosesi ritual berlangsung.

4. Diharapkan perhatian dan pembinaan dari Pemerintah Kabupaten Deli
Serdang khususnya dinas Pariwisata untuk lebih aktif menggali potensi
budaya dalam konteks wisata budaya.
5. Kepada generasi muda suku India Tamil agar lebih proaktif
mempertahankan nilai-nilai budayanya sehingga indentitas etnis tidak
hilang

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin, 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia; Pengantar
Antropologi Agama Jakarta :Grafindo Persada.
Al-Bary, M.Dahlan Yakub. 2000. Kamus Sosiologi Antropologi. Surabaya : Indah
Astutik, Juli. 2003. Makna Ritual Upacara Kasada dalam Perspektif Antropologi.
Malang: L.Kis.
Azhari, Hasan. 2015. Ritual Tarung Naga : Suatu Kajian Antropologis dalam adat
perkawinan Suku Banjar di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan.: Program Pascasarjana
Unimed.
Barth, Fedrik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya, Jakarta : UI Press
Chair, Abdul,2011. 1988. Ritual Kenduri Dalam Tradisi Suku Melayu di Percut
Studi Antropologi. Tesis tidak diterbitkan . Medan : Program Pascasarjana
Unimed
Dillistone, F.W. 1986. The Power of Symbols. Alih Bahasa. A. Widyamartaya.
2002. Yogjakarta. Kanisius.
Dhavavony, Mariasusai. 1995. Fenomenalogi Agama. Jogyakarta : Kanisius
Fathoni, H. Abdurrahmat. 2006. Antropologi Budaya suatu Pengantar. Jakarta :
Rieneka Cipta.
Geertz Clifford. 1974. The Interprettion of Cultures. Alih Bahasa. Fransisco Budi
Hardiman. Yogjakarta : Kanisius.
Gultom. Ibrahim. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta : Bumi Aksara.

Ihromi, T.O. Pokok-Pokok Antropologi Budaya : Jakarta , Yayasan Obor
Indonesia.
Kaplan, David dan Albert A.Manners. 2000. The Theory of culture. Alih Bahasa.
Landung Simatupang. Yogjakarta : Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat, 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
, 1992. Sejarah Teori Antropologi II . Jakarta : UI Press
, 2000. Sejarah Teori Antropologi I . Jakarta : UI Press
, 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian
Rakyat
, 1993.Ritus Peralihan di Indonesia .Jakarta : Balai
Pustaka
, Sistem religi dan teori- teorinya dalam ilmu Antropologi :
Universitas
Kuntjara, Esther.2006. Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis.
Yogjakarta : Graha Ilmu
Kobalen, A.S. 2004. Idealnya Sebuah Perkawinan Hindu Tamil. Edisi Pertama,
Cetakan I. Jakarta : Pustaka Mitra Jaya
Lubis, Zulkifli. 2005. Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil Punjabi di Medan,
USU. Medan.
Luckman Sinar B, Tuanku. 2008. Orang India Di Sumatera Utara. Medan.
Penerbit Forkala Sumut.
Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. : Remaja
Rosda Karya.
Monoghan, Jhon dan Peter Just. 2008. Antropologi Sosial dan Budaya Suatu
Pengantar Singkat. Medan : Bina Media Perintis.
Mulder, Niels. 2001. Ruang Batin Masyarakat Indonesia. Yogjakarta : LKIS.

Pals Daniel L, 1995. Seven Theories of Religion, Alih Bahasa Indonesia. Inyiak
Ridwan Muzir, M. Syukri. Yogjakarta : IRCiSod.
Poerwadarnita, WJS.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Rambe, Tappil. 2011. Upacara Jamu Laut : Studi Terhadap Masyarakat Melayu
Nelayan di desa Jaring Halus Pulau Beting Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana
Unimed
http: siwa-kumar.blogspot.com/2011/01/Pluralitas-tamil-di-kota-medan-.html.
(diambil 2 Januari 2015 jam 10.12 Wib)