Kajian Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN BAMBU

DI KECAMATAN SIBOLANGIT

KABUPATEN DELI SERDANG

USULAN PENELITIAN

OLEH :

TERKELIN TERSISIUS TARIGAN

031203023 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembaran Pengesahan

Usul Penelitian : Kajian Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

Nama : Terkelin T. Tarigan Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si Irawati Azhar, S.Hut

Nip. 132 259 571 Nip. 132 303 842

Mengetahui,

Ketua Departemen kehutanan

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S Nip. 132 287 583


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Morfologi Tanaman Bambu ... 4

Diskripsi Tanaman ... 4

Akar Rimpang ... 5

Batang ... 5

Rebung ... 5

Tipe Pertumbuhan ... 6

Pelepah Buluh ... 6

Helai Daun Pelepah Daun ... 7

Budi Daya Tanaman Bambu ... 7

Syarat Tumbuh ... 7

Pembibitan ... 8

Penanaman ... 8

Pemeliharaan ... 9

Produksi ... 9

Pemanfaatan Tanaman bambu ... 10

Akar ... 11

Batang ... 11

Daun ... 12

Rebung ... 12

BAHAN DAN METODE ... 13

Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Kuantifikasi Potensi dan Produksi tanaman ... 13

Populasi Sampel ... 13

Teknik Pengumpulan Data ... 14

Observasi Lapangan ... 14


(4)

Wawancara ... 15

Dokumentasi ... 16

Studi Pustaka ... 16

Analisa Data ... 16

KONDISI UMUM ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Karateristik Responden ... 18

Potensi Tanaman Bambu ... 19

Desa Durin Seregun ... 20

Desa Rumah Pil-Pil... 21

Desa Suka Makmur... 23

Pemanfaatan Tanaman Bambu ... 25

Keranjang ... 26

Dinding Rumah (Tepas)... 27

Rangka Atap ... 29

Bahan Bangunan... 30

Permasalahan Pengrajin Bambu ... 31

Pemasaran Produk-Produk Bambu ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

Kesimpulan... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Karateristik Respinden Menurut Kelas Umur ... 18

2. Bambu Apus ... 24

3. Bambu Betung ... 24

4. Bambu Talang ... 24

5. Bambu Perling ... 24

6. Hasil dari Pembuatan Kerajinan Keranjang Bambu ... 27

7. Bentuk Tepas ... 28

8. Bentuk Atap Rumah Dari Daun Rumbia... 29

9. Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan, a.Sebagai Bahan Bangunan rumah, b. Sebagai Bahan Baku Pondok ... 31

10.Jaringan pemasaran produk olahan di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Sirigun ... 34


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah Penduduk dan Jumlah Pengrajin Bambu di Lokasi Penelitian ... 17

2. Jenis dan Jumah Rumpun Bambu di Desa Durin Seregun ... 21

3. Jenis dan Jumah Rumpun Bambu di Desa Rumah Pil-Pil ... 22


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kuisioner Penelitian Potensi Pemanfaatan Bambu Di Kecamatan

Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara ... 37 2. Karateristik responden pengrajin bambu di Desa Suka Makmur,

Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Serigun Kec. Sibolangit

Kab. Deli Serdang ... 40 3. Peta Indeks Daerah Penelitian (Modifikasi dari


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya, penulis sampai saat ini sudah dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul: ” Kajian Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang”. sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orangtua terkasih, yang sampai sekarang terus memberi dukungan materil maupun moral dan terus bekerja keras untuk kelanjutan studi penulis saat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan penulisan Sekripsi ini hingga proposal ini dapat dissidangkan.

Pada hakekatnya penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima saran dan kritik yang membangun guna perbaikan dan kesempurnaan dari Sekripsi ini.

Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat diterima dan selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang lain.

Medan, Oktober 2008

Penulis


(9)

ABSTRAK

Terkelin T. Tarigan. Kajian Pemanfaatan Bambu Di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Di bawah bimbingan Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si dan Irawati Azhar, S.Hut.

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Bambu yang kita dikenal memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serba guna bagi masyarakat pada saat ini. Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain:

Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Salah satu jenis

bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus

Gigantochloa. Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk

rumpun. Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman bambu menpunyai dua tipe pertumbuhan rumpun, yaitu simpodial (clump type) dan monopodial (running type). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membudidayakan bambu anata adalah syarat-syarat tumbuh, perbanyakan tanaman, persiapan tanaman, cara penanaman, dan pemilihan tanaman. Pertumbuhan setiap tanaman bambu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungannya. Bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH 3,5, dan umumnya menghendaki tanah yang PH nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan pemanfaatan bambu baik potensi maupun cara pemanenan dan pengelolaan oleh masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi lapangan, kuisioner, wawancara, studi pustaka dan analisis data. Data-data yang terkumpul dianalisa secara kualitatif untuk memberi penjelasan yang sesuai dengan hasil di lapangan. Secara umum pengelolaan tanaman bambu di daerah ini masih lemah dan memerlukan pengelolaan secara terpadu karena potensi dan produksi belum dapat dioleh secara maksimal.


(10)

ABSTRAK

Terkelin T. Tarigan. Potential Utilization of Bamboo in Residance of Sibolangit Deli Serdang Rigenci. Under guidance of both Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, Sut.

Bamboos are plant trat has important utility for life. Good bamboo have several characteristic : strength stem, straight, feat, easy to be formad, easy to splittled, easy to be picked up. Besides trat, bamboos relatively cheaper than the other building material because it is faund around the settlement of villages. Now a days, bamboo become multifunction plant for human. There are 75 genus and 1500 species of bamboo in the world Indonesia there are 10 genus of bamboo, among others are ; Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa,

Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. One of bamboo species that human is used after are bambu tali or

bambu apus. Thes bamboos is included in Gigantochloa genus. Bamboo which we are popularity know generally is bamboo cluster type. But, there is grow as a soliter stem as clump. There are two general patterns gor the growth of bamboo ; Clum type (sympodial), and Runnig type (monopodial). Several things that we need to be noticed are condition of growth. Multiplication of plant, procedure of planting and selection of plant. Condition of environment influence the growth of bamboos. Bamboo can grow well on soil with acid reaction with pH 3,5 and requices soil with pH 5,0-6,5, On fertile soil, Bamboo will grow well because necessity of plant will be fulfilled. Purposes of this research were the growtn of utilization of bamboo neither potential nor harvesting methode and management by the inhabitants. Data collection with field observation method, kuisioner, interview, literature study and data analyze. Data which collected were analyzed with qualitative methode to give the appropriate explaining with result in field research. Generally, management of bamboos ini this area need integrated management because the potential and production were maximize manage yet.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan dan ekosistem sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan keanekaragaman tumbuh-tumbuahan dan hasil kayu maupun hasil hutan bukan kayu memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat. Zain (1997), menjelaskan bahwa hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, yaitu masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan antara lain, kayu, serta berbagai hasil hutan non kayu seperti getah, buah-buahan, minyak atsiri, bambu dan lain-lain.

Pengusahaan hutan pada tiga dedake terahir ini masih berorientasi pada eksploitasi dan produksi kayu tanpa mempertimbangkan potensi hasil hutan non kayu (HHNK). Hasil hutan non kayu masih banyak yang belum dikembangkan dan diperhatikan. Disamping itu perhatian pihak pemerintah maupun swasta dalam pengusahaan hutan bukan kayu masih kurang. Selama era pengusahaan hutan yang berorientasi pada eksploitasi kayu, sisi pembangunan sosial kehutanan seperti tidak mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, ditambah lagi fakta yang membuktikan bahwa laju perusakan hutan makin meningkat, mengharuskan pemerintah harus merubah paradigma dalam pengelolaan hutan (Nurrochmat, 2005).

Bambu sudah sejak lama dikenal di Indonesia dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pedesaan. Dengan penuh kreatifitas masyarakat


(12)

pedesaan menjadikan bambu sebagai bahan baku yang serba guna. Misalnya untuk bahan bangunan, peralaan dapur, alat musik, obat-obatan dan juga untuk bahan makanan (rebung). Bangunan rumah dipedesaan sebagian besar terbuat dari bahan bambu, seperti dinding, tiang, atap dan juga lantainya. Bagi bangsa kita bambu juga memiliki nilai sejarah. Bambu runcing merupakan senjata yang

dipakai para pejuang kemerdekaan untuk melawan pejajah (Berlin dan Estu, 1995).

Bahan bambu yang dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serba guna bagi masyarakat pada saat ini.

Pengolahan bambu tergantung pada penggunaan atau pemanfaatannnya. Selain untuk dimanfatkan sendiri oleh masyarakat, sekarang produk olahan bambu sudah banyak diekspor ke luar negeri seperti furniture, kerajinan, supit, tusuk gigi dan lain-lain.

Berdasarkan hal-hal diatas maka dianggap perlu dilakukan serangkaian penelitian tentang “Kajian Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang”.


(13)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui potensi tanaman bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengetahui pemanfaatan yang dilakukan terhadap bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan teknis yang dihadapi masyarakat di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang dalam pengusahaan bambu

4. Sebagai salah satu masukan bagi Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara tentang pentingnya pengembangan pontensi pemanfaatan bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi tanaman bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Bambu Deskripsi tanaman

Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain: Arundinaria,

Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong keluarga

Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006). Salah satu jenis bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus

Gigantochloa, Berikut ini urutan klasifikasi bambu tersebut.

Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Klas : Monocotiledonae Ordo : Graminales Famili : Gramineae Subfamili : Bambusoideae Genus : Gigantochloa


(15)

Spesies : Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.) Kurz (Berlin dan Estu, 1995).

Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul (Agus dkk. 2006). Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya.

Arah pertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlin dan Estu, 1995).

Akar Rimpang

Akar rimpangnya yang terdapat dibawah tanah membentuk sistem percabangan, dimana dari ciri percabangan tersebut nantinya akan dapat membedakan asal dari kelopok bambu tersebut. Bagian pangkal akar ripangnya lebih sempit dari pada bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang menjadi rebung yang kemudian memanjat dan akhirnya menghasilkan buluh (Widjaja, 2001).

Batang

Batang-batang bambu muncul dari akar-akar rimpang yang menjalar dibawah lantai. Batang-batang yang sudah tua keras dan umumnya berongga,


(16)

berbetuk silinder memanjang dan terbagi dalam ruas-ruas. Tinggi tanaman bambu sekitar 0,3 m sampai 30 m. Diameter batangnya 0,25-25 cm dan ketebalan dindingnya sampai 25 mm. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ daun yang menyelimuti batang yang disebut dengan pelepah batang. Biasanya pada batang yang sudah tua pelepah batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah batang terdapat perpanjangan tambahan yang berbetuk segi tiga dan disebut subang yang biasanya gugur lebih dulu (Widjaja, 2001).

Rebung

Tunas atau batang-batang bambu muda yang baru muncul dari permukaan dasar rumpun dan rhizome disebut rebung. Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang didalam tanah atau dari pangkal buluh yang tua. Rebung dapat dibedakan untuk membedakan jenis dari bambu karena menunjukkan ciri khas warna pada ujungnya dan bulu-bulu yang terdapat pada pepepahnya. Bulu pelepah rebung umumnya hitam, tetapi ada pula yang coklat atau putih misalnya bambu cangkreh (Dinochloa scandens), sementara itu pada bambu betung (Dendrocalamus asper) rebungnya tertutup oleh bulu coklat (Widjaja, 2001).

Tipe Pertumbuhan

Tanaman bambu menpunyai dua tipe pertumbuhan rumpun, yaitu simpodial (clump type) dan monopodial (running type). Pada tipe simpodial tunas baru keluar dari ujung rimpang. Sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul dan tumbuh membentuk rumpun. Bambu tipe simpodial tersebar di daerah tropik, seperti yang terdapat di Indonesia dan Malaysia. Pada bambu tipe monopodial tunas bambu keluar dari buku-buku rimpang dan tidak membentuk rumpun. Batang dalam satu rumpun menyebar sehingga tampak


(17)

seperti tegakan pohon yang terpisah-pisah. Jenis bambu ini biasanya ditemukan di daerah subtropis seperti di Jepang, Cina dan Korea (Berlin dan Estu, 1995).

Pelepah Buluh

Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas, yang terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligulanya terdapat antara sambungan antara pelepah daun daun pelepah buluh. Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu buluh ketika masih muda. Ketika buluh tumbuh dewasa dan tinggi, pada beberapa jenis bambu pelepahnya luruh, tetapi pada jenis lain ada pula yang pelepahnya tetap menempel pada buluh tersebut, seperti pada jenis bambu talang (Schizostachyum brachycladum) (Widjaja, 2001).

Helai Daun dan Pelepah Daun

Helai daun bambu mempunyai tipe pertulangan yang sejajar seperti rumput, dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol. Daunnya biasanya lebar, tetapi ada juga yang kecil dan sempit seperti pada bambu cendani (Bambusa multiplex) dan bambu siam (Thyrsostachys siamensis). Helai daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau pendek. Pelepah dilengkapi dengan kuping pelepah daun dan juga ligula. Kuping pelepah daun umumnya besar tetapi ada juga yang kecil atau tidak tampak. Pada beberapa jenis bambu, kuping pelepah daunnya mempunyai bulu kejur panjang, tetapi ada juga yang gundul (Widjaja, 2001).


(18)

Budi Daya Tanaman Bambu

Penggunaan bambu untuk industri atau kerajinan dewasa ini semakin meningkat. Dengan demikian kebutuhan akan bambu juga semakin banyak. Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak hanya dapat sepenuhnya bergantung pada yang telah ada sekarang. Untuk itu tanaman bambu perlu dibudidayakan secara intensif, yakni dengan cara mengebunkannya, agar dapat menjamin ketersediaan bahan baku dan kontinuitas produksi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membudidayakan bambu adalah syarat-syarat tumbuh, perbanyakan tanaman, persiapan tanaman, cara penanaman, dan pemilihan tanaman (Berlin dan Estu, 1995).

Syarat Tumbuh

Pertumbuhan setiap tanaman tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungannya. Dengan demikian perlu diperhatikan faktor-faktor yang bekaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Faktor lingkungan terebut meliputi jenis iklim dan jenis tanah. Lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-36o C. Bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH 3,5, dan umumnya menghendaki tanah yang pH nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik

karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlin dan Estu, 1995).

Pembibitan

Pembibitan dilakukan untuk memperbanyak tanaman. Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan dengan generatif adalah dengan bijinya. Sedangkan perbanyakan vegetatif antara


(19)

lain dengan stek batang, stek cabang atau stek rhizome (akar). Untuk mendapatkan bibit bambu dalam skala yang besar dan cepat dapat juga dilakukan dengan teknik kultur jaringan (Berlin dan Estu, 1995).

Penanaman

Penanaman bambu bisa dilakuan di kebun, tanah yang latar, tepi sungai atau di pakarangan. Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya dilakukan persiapan lahan seperti pembersihan areal dari semak belukar, bebatuan dan kotoran lain. Penanaman bambu sebainya dilakukan pada musim penghujan dan bibit yang digunakan sebaiknya dalam keadaan segar. Pada saat menanam bibit hendaknya ditambahkan pupuk buatan yaitu Urea, TSP dan KCl, dengan perbandingan 3 : 2 : 1 sebaiknya 600 Kg/ha. Pupuk diberikan melingkari tanaman karena rumpun akan tumbuh di sekeliling tanaman induknya. Setelah itu tanah disekitar bibit dipadatkan dan ditinggikan sekitar 5 – 10 cm (Berlin dan Estu, 1995).

Pemeliharaan

Tanaman bambu yang dibudidayakan perlu juga pemeliharaan. Meskipun demikian pemeliharaan tanaman bambu tidak perlu intensif, sehingga tidak terlalu merepotkan pemiliknya. Tindakan pemeliharaan tanaman bambu antara lain meliputi pemangkasan, penyiangan, pembumbunan dan pemupukan (Berlin dan Estu, 1995).

Potensi Tanaman Bambu

Tanaman bambu di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil


(20)

dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, disamping tunas-tunas rumpunnya.

Produksi

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan.

Pada perinsipnya, pengembangan tanaman bambu di negara kita ini sangat prospek, disamping dapat memenuhi kebutuhan bambu dalam negeri juga dapat memenuhi kebutuhan luar negeri. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi tanaman bambu juga dapat sebagai salah satu kantong penyerap air, akar-akar pada bambu sangat baik dalam hal menahan dan menjaga ketersediaan air dalam tanah (Soekartawi, 1995)

Pemanfaatan Tanaman Bambu

Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan tanaman bambu dapat meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi bahan baku industri perkayuan nasional melalui substitusi atau keanekaragaman bahan baku, mengingat potensi hutan kayu semakin langka sedangkan industri sudah telanjur ada dengan kapasitas besar, maka tuntutan pemenuhan bahan baku industri kehutanan menjadi agenda prioritas penyelamat aset kehutanan nasional (Otjo dan Atmadja, 2006).

Secara tradisional umumnya bambu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan bahan makanan.


(21)

Sebagai bahan bangunan banyak dipakai didaerah pedesaan, sedangkan di kota bambu merupakan bahan penting untuk rumah murah, bangunan sementara dan untuk banguan bertingkat (Widjaja dkk., 1994).

Bambu merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat. Sampai saat ini bambu sudah dimanfaatkan sangat luas, mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Pada umumnya seluruh bagian dari bambu dapat kita manfaatkan yakni mulai dari akar, daun, rebung sampai pada batang. Adapun pemanfaatan bambu yang dilakukan dengan mengunakan teknologi paling sederhana hingga teknologi tinggi diantaranya adalah: bambu lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp, kerajinan dan handicraft, supit, furniture dan perkakas rumah tangga, komponen bangunan dan rumah, sayuran dan bahan alat musik tradisional (Batubara, 2002).

Konsumen barang-barang kerajinan bambu tidak hanya di dalam negeri. Masyarakat mancanegara juga meminatinya karena kenaturalan dan kecantikannya. Hasil kerajinan bambu di Indonesia dapat dengan mudah kita peroleh karena kerajinan bambu banyak sekali dijajakan dikaki lima atau pinggir jalan, selain itu di pasar swalayan pun, kerajinan bambu dapat ditemukan. Aneka produk Bambu Berkah misalnya, dapat dijumpai di Plaza Indonesia di jantung kota Jakarta (Duryatmo, 2000).


(22)

Akar

Akar tanaman bambu dapar berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya kebanjiran. Akar bambu juga dapat berperan dalam menanganai limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya (Berlin dan Estu, 1995). Batang

Batang bambu baik yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, namun demikian tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan.

Secara geris besar pemanfaatan batang bambu dapat diglongkan kedalam dua hal yaitu:

1. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu

a. Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk tiang pada bangunan rumah sederhana.

b. Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah, rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), simpit, kerajinan tangan dan lain sebagainya.

c. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja, dan lain-lain.

2. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk konstruksi dan non konstruksi (Berlin dan Estu, 1995).


(23)

Daun

Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu didalam pengobatan tradisional daun bambu dapat dimanfaatkan untuk mengobati deman panas pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena daun bambu mengandung zat yang bersifat mendinginkan (Berlin dan Estu, 1995).

Rebung

Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizom maupun buku-bukunya. Rebung merupakan anakan dari bambu, rebung yang masih bisa kita konsumsi sebagai sayur berumur kerkisar 1-5 bulan. Rebung dapat difanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong kedalam jenis sayur-sayuran. Tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya yang pahit. Menurut beberapa pengusaha rebung bambu yang rebungnya enak dimakan diantaranya adalah bambu betung (Berlin dan Estu, 1995).


(24)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Seregun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan mei 2008.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: • Kalkulator

• Alat Tulis • Kamera

Bahan & objek yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: • Lembar kuisioner

• Pengrajin bambu di Kec. Sibolangit Kab. Deli Serdang Kuantifikasi Potensi dan Produksi Tanaman

Observasi lapangan dan kuisioner dilakukan di Desa Durin Seregun, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Dari kegiatan observasi lapangan akan diketahui jumlah rumpun jenis-jenis bambu dan pemanfaatan tumbuhan bambu yang terdapat masing-masing lokasi penelitian.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat kecamatan Sibolangit yang memanfaatkan dan memproduksi hasil dari tanaman bambu secara tradisional.


(25)

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah ”purposive sampling” yaitu teknik penarikan sampel secara sengaja dengan tujuan tertentu. Purposive

sampling dapat diartikan sebagai pengambilan sampel berdasarkan kesengajaan,

maka pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya (Soekartawi 1995). Masyarakat Desa Durin Seregun, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Suka Makmur akan dijadikan sampel penelitian karena Desa-Desa tersebut merupakan sentra pengrajin bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Seluruh pengrajin bambu di 3 desa akan dijadikan sebagai responden sehingga diperoleh data yang akurat. Adapun jumlah pengrajin bambu yang dijadikan sebagai responden adalah Desa Durin Seregun 99 responden, Desa Rumah Pil-Pil 152 responden dan Desa Suka makmur 122 responden.

Teknik Pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini baik data primer maupun data sekunder adalah:

Observasi lapangan

Observasi lapangan bertujuan untuk melengkapi data-data yang diperoleh dari kegiatan wawancara dan kuisoner. Adapun data yang diperoleh dari kegiatan observasi lapangan adalah data-data yang tidak dapat diperoleh dengan wawancara maupun dengan kuisioner. Menurut Moleong (1989) ada beberapa alasan mengapa observasi perlu dilakukan dalam penelitian antara lain:


(26)

1. Observasi dilakukan atas pengamatan secara langsung, memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian sebagai mana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

2. Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

3. Observasi memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.

4. Observasi merupakan jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data yang kemungkian bias.

Dari observasi lapangan ini diketahui gambaran umum lokasi penelitian, kehidupan ekonomi, sosial budaya masyarakat. Selain itu peneliti akan melihat pemanfaatan dan pengolahan tanaman bambu, potensi tanaman bambu, dan kemampuan produksi yang dilakukan masyarakat secara langsung.

Kuisioner

Kuisioner hanya dilakukan kepada responden terpilih. Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama sesuai dengan keperluannya. Data yang diharapkan dari kuisioner ini antara lain adalah identitas responden, metode pengolahan yang dilakukan dan sosial ekonomi responden/masyarakat.

Wawancara

Wawancara merupakan kegiatan atau metode pengumpulan data yang dilakukan dengan bertatapan langsung dengan responden. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara ini berupa penjelasan-penjelasan dari data hasil kuisioner dan data-data lain yang tidak diperoleh dari kuisioner.


(27)

Dokumentasi

Dokumentasi berupa foto yang dapat menghasilkan deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan sebagai data pelengkap untuk meyakinkan keadaan yang sebenarnya dilapangan.

Studi Pustaka

Merupakan teknik yang digunakan untuk mendapat data-data sekunder, berupa data-data kependudukan, lokasi penelitian, luas lahan dan data-data lain yang dibutuhkan dalam penelitian. Data ini diperoleh dari kantor kepala desa, dinas kehutanan dan instansi terkait lainnya.

Analisa Data

Dari teknik-teknik pengumpulan data akan diperoleh data-data primer dan data sekunder yang nantinya data-data ini akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu memberikan gambaran-gambaran dan penjelasan-penjelasan yang sesuai dengan hasil lapangan. Dari hasil analisa ini akan diperoleh keterangan-keterangan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun parameter yang dikaji antara lain meliputi:

1. Potensi tanaman bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yakni di Desa Rumah Pil-Pil, Desa Durin Seregun dan Desa Suka Makmur 2. Pemanfaatan Tanaman Bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli

Serdang yakni di Desa Rumah Pil-Pil, Desa Durin Seregun dan Desa Suka Makmur

3. Permasalahan teknis yang berhubungan dengan pemanfaatan tanaman bambu


(28)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara yang direpresentasikan dari 6 desa yang memanfaatkan dan mengelola bambu sebagai mata pencahariannnya. Berdasarkan letak geografisnya, Kecamatan Sibolangit berada pada 98°30’00”- 98°38’00” BT dan 03°09’00” - 03°21’00” LU. Adapun desa yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah Desa Rumah Pil-Pil, Desa Suka Makmur dan Desa Durin Sirigun. Adapun luas dan jumlah penduduk secara keseluruahan serta jumlah masyarakat pengrajin di lokasi penelitian berdasarkan data stasistik dapat dilihat pada pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah penduduk dan jumlah pengrajin bambu di lokasi penelitian

No Nama desa Luas Desa ∑ Rumah Tangga ∑ penduduk Pengrajin 1. Durin Seregun ± 343,364 Ha 143 596 orang 99 orang 2. Rumah Pil-Pil ± 579,144Ha 294 312 orang 152 orang 3. Suka Makmur ± 587,068 Ha 322 823 orang 122 orang

Sumber : Data Primer Dari Masing-Masing Desa

Bertani dan Pengrajin merupakan mata pencaharian utama di tiga desa lokasi penelitian. Adapun jenis hasil pertanian utama dari lokasi penelitian ini ádalah tanaman palawija, seperti jagung, terong, cabai dan lain-lain. Selain sebagai petani dan pengrajin masyarakat setempat juga bekerja sebagai PNS, buruh harian lepas dan wiraswasta. 98,39% dari responden merupakan Suku Karo dan 1,61% Suku Jawa.


(29)

10.45% 10.01%

42.89% 21.44%

10.18% 20-29

30-39 40-49 50-59 >60

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian dilapangan melaui observasi, kuisioner, wawancara dan studi pustaka diperoleh hasil-hasil yang dapat dikategorikan sebagai berikut: Karateristik Responden

Untuk memudahkan klasifikasi umur responden pengrajin bambu di tiga desa yang dilakukan penelitian, maka dilakukan pengelompokan umur menjadi 5 kelompok, yakni umur 20-29 tahun, 39-39 tahun, 40-49 tahun, 50-59 tahun serta umur diatas 60 tahun. Karateristik responden di masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Karateristik Respinden Menurut Kelas Umur

Ditinjau dari segi umur, maka diketahui masyarakat pengrajin bambu di Kecamatan Sibolangit paling banyak pada kisaran umur 40-49 tahun, mencapai 42.89 %, dan yang paling rendah adalah pada kisaran diatas 60 tahun 10.18 %. Rendahnya pengrajin bambu pada kisaran umur diatas 60 tahun karena pandangan masayarakat di Suku Karo yang memandang kurang layak untuk membiarkan orang tua yang telah lanjut usianya untuk terus bekerja. Hal ini sependapat dengan pendapat Guntur (1995) yang menyatakan bahwa masyarakat Suku Karo adalah


(30)

kelompok sosial yang tinggal di daerah pegunungan yang memiliki tanah yang subur. Pada tatanan hidup dan kebudayaan masyarakat Suku Karo sangat menghormati orang tua yang telah lanjut usianya, hal tersebut terlihat jelas pada adanya pabdangan bahwa tabu bagi pihak keluarga jika tetap membiarkan orang tuanya yang telah lajut usia tetap bekerja, kisaran umur 20-29 tahun juga cukup rendah yang bekerja sebagai pengrajin bambu, karena pada kisaran umur tersebut masyarakat umumnya bekerja sebagai wiraswasta, PNS dan buruh/karyawan. Kisaran umur pengrajin bambu di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kisaran umur pengrajin bambu di lokasi penelitian

No. Kisaran Umur Durin Seregun Rumah Pil-Pil Suka Makmur 1

2 3 4 5

a. 20-29 tahun b. 30-39 tahun c. 40-49 tahun d. 50-59 tahun e. > 60 tahun

10 12 49 19 9 17 29 58 32 16 12 15 53 29 13

Sumber: Data Primer Dari Masing-Masing Desa

Ditinjau dari segi pendidikan tingkat pendidikan responden dari 3 desa dapat dikategorikan bahwa tidak ada masyarakat di 3 desa tersebut yang buta huruf. Dari hasil observasi lapangan dapat diketahui bahwa sebanyak 60.80 % responden adalah lulusan SMU sederajat, SLTP sebesar 30.29%, 5.36 % lususan SD dan hanya 3.75% responden yang lulusan D3 dan sarjana.

Saat ini usaha pengelolaan bambu menjadi bahan kerajinan belum menjadi usaha pokok, berdasarkan hasil observasi lapangan maka diketahui 56% dari responden menjadikan usaha kerajinan bambu sebagai usaha sampingan, 23% adalah usaha pokok dan 11% lainnya menjadikan usaha kerajinan bambu sebagai usaha musiman (dapat dilihat pada tabel 3). Usaha musiman maksudnya, responden akan melakukan usaha kerajinan bambu jika ada peningkatan permintaan dari konsumen, misalnya saat musim panen buah di Kabupaten Karo.


(31)

Usaha kerajinan bambu yang dilakukan masyarakat setempat tidak diperoleh dari pendidikan formal namun umumnya pemahaman pembuatan kerajinan bambu tersebut diperoleh secara turun temurun.

Tabel 3. Jenis usaha pemanfaatan bambu di lokasi peneliian

No. Keterangan Durin Seregun Rumah Pil-Pil Suka Makmur % 1

2 3

a. Usaha pokok b. Usaha musiman c. Usaha sampingan

44 18 37 71 25 56 35 36 51 11 23 56

Sumber: Data Primer Dari Masing-Masing Desa

Potensi Tanaman Bambu

Indonesia bukan hanya kaya akan sumber daya alamnya, namun juga terkenal dengan sentra kerajinan tangan yang berkembang di pedesaan. Berbagai jenis souvenir dan produk kerajinan tangan tercipta dari aneka bahan baku yang melimpah. Salah satu jenis bahan baku kerajinan tangan adalah yang terbuat dari bambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prihatyanto (2004), yang menyatakan bahwa Kerajinan tangan telah lama hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia , terutama di pedesaan. Salah satu dari berbagai jenis bahan baku yang memiliki potensi sebagai bahan untuk kerajinan tangan adalah bambu. Bambu banyak tumbuh di berbagai wilayah di negeri ini. Rumpun-rumpun bambu dengan berbagai jenisnya banyak tumbuh secara liar, di daerah pegunungan hingga di tepi-tepi sungai dan perkampungan.

Bambu merupakan produk hasil hutan non kayu yang telah dikenal bahkan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat umum, bambu dapat tumbuh di antara tanaman perkebunan masyarakat dan umumnya dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Menurut Agus dkk. (2006), bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat


(32)

bilik,dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dn sebagainya. Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan industri suplit dan barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain. Berdasarkan hasil observasi lapangan selain dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kerajinan, bambu juga dimanfaatkan sebagai tumbuhan penahan erosi, dan pengaturan air di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan (2004) yang menyatakan bahwa bambu adalah pilihan utama untuk reboisasi pada daerah aliran sungai terutama lokasi sumber tangkapan air, karena memiliki kemampuan mempengaruhi retensi air dalam lapisan top soil yang mampu meningkatkan aliran air bawah tanah sangat nyata.

Hasil observasi yang dilakukan di tiga desa di Kecamatan Sibolangit membuktikan bahwa masih sangat banyak tumbuh tanaman bambu di daerah tersebut dan oleh masyarakat setempat di manfaatkan sebagai bahan baku keperluan rumah tangga dan bahan kerajinan tangan. Berikut akan diuraikan potensi dan dan pemanfaatan yang dilakukan oleh tiga desa yang berada di Kecamatan Sibolangit yakni Desa Durin Seregun, Desa Rumah Pil-pil dan Desa Suka Makmur.

Desa Durin Seregun

Desa Durin Seregun adalah salah satu yang merupakan sentra pengrajin bambu. Di daerah ini bambu umumnya dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, yakni mulai dari keperluan rumah tangga hingga sebagai mata pencaharian utama. Bambu yang tidak dapat dipakai atau sisa hasil kerajinan umumnya dimanfaatkan oleh masayarakat setempat sebagai bahan bakar.


(33)

Hasil observasi lapangan di Desa Durin Seregun diperoleh data bahwa terdapat 47 rumpun bambu dan dapat dibagi menjadi 4 jenis bambu yang tumbuh tersebar di perladangan milik penduduk setempat atau penduduk desa lain yang secara administratif lahan tanahnya masih berada di wilayah desa ini. Jumlah masing-masing rumpun bambu tersebut dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Jenis dan jumah rumpun bambu di Desa Durin Seregun

No Jenis Bambu Jumlah Rumpun

1 Bambu Apus (Gigantochloa apus) 16 2 Bambu Talang (Schizostachyum brachyladum) 19 3 Bambu Betung (Dendrocalamus asper) 7 4 Bambu Perling (Schizostachyum zollinggeri) 5

Sumber: Data Primer Dari Desa Durin Seregun

Jenis-jenis bambu ini umumnya ditanam tersebar di perladangan masyarakat yang curam atau dekat aliran air dan umumnya tidak ada jarak tanam antara satu rumpun dengan rumpun yang lain.Hal ini sesuai dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu umumnya di tanam di lokasi yang curam atau dekat dengan aliran air, dengan maksud agar perakaran bambu tersebut dapat mencegah pengikisan tanah atau erosi.

Bambu perling merupakan jenis yang paling sedikit ditemukan di desa ini, hal ini disebabkan karena kurangnya minat masyarakat untuk menanam jenis bambu ini. Kurangnya minat masyarakat untuk membudidayakan bambu jenis ini disebabkan karena bentuk rumpunnya yang begitu kecil, hanya 200-600 batang per rumpunnya. Hal ini sependapat dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu perling merupakan bahan baku pembuatan dinding rumah (tepas), tali, tirai dan peraatan memancing, namun karena pertumbuhan rumpunnya yang lambat maka dianggap kurang menguntungkan maka para petani dan pengrajin untuk membudidayakannya dan sebagai alternatip


(34)

petani dan pengrajin lebih memilih membudidayakan bambu talang sebagai bahan baku dinding rumah dan keperluan lain karena selain tidak mengurangi kualitas bambu talang juga mudah diperoleh dan sangat menguntungkan karena jumlah batang per rumpunnya yang cukup banyak dalam sekali panennya, 1000 batang per rumpunnya.

Desa Rumah Pil-Pil

Desa Rumah Pil-Pil meruakan sentra pengrajin bambu terbesar di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang dari 312 orang jumlah penduduk yang terdapat di desa ini 152 orang diantaranya adalah merupakan pengrajin bambu. Hasil kerajinan utama di daerah ini adalah keranjang bambu dan dinding rumah (tepas). Dari hasil obervasi lapangan diperoleh data bahwa desa ini di tumbuhi oleh 3 jenis tumbuhan bambu yang tumbuh menyebar di perladangan masyarakat setempat. Pada tabel 5 berikut dapat dlihat jenis dan jumlah rumpun bambu yang terdapat di Desa Ruah Pil-Pil.

Tabel 5. Jenis dan jumah rumpun bambu di Desa Rumah Pil-Pil

No Jenis Bambu Jumlah Rumpun

1 Bambu Apus (Gigantochloa apus) 33 2 Bambu Talang (Schizostachyum brachyladum) 21 3 Bambu Betung (Dendrocalamus asper) 17

Sumber: Data Primer Dari Desa Rumah Pil-Pil

Tempat tumbuh bambu di masing-masing perladangan masyarakat tersebut umumnya tidak berbeda jauh dengan yang ada di Desa Durin Seregun, penahan erosi merupakan alasan utama masyarakat menanan bambu di lokasi yang curam atau daerah aliran sungai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardi (2006), yang menyatakan bahwa bambu adalah tanaman yang berpotensi memperbaiki tata air adalah bambu. Di Jepang, Cina, dan Taiwan, bambu adalah jenis tumbuhan yang merupakan komoditas yang komersial, yakni untuk keperluan bahan baku industri


(35)

pulp dan kertas, kerajinan dan fungsi ekosistem. Selain memikiki potensi ekonomis, sebenarnya kegunaan bambu yang paling penting adalah menjaga ekosistem air. Sebagai jenis rumput-rumputan (Gramineae), bambu memiliki batang yang kuat dan lentur hingga tahan angin. Perakarannya tumbuh sangat rapat dan menyebar ke segala arah. Baik menyamping maupun ke dalam. Maka lahan di bawah tegakan bambu menjadi sangat stabil dan mudah meresapkan air.

Bambu yang terdapat di desa ini umumnya telah berusia 3-9 tahun dengan kata lain seluruh tanaman bambu tersebut telah dapat dipanen secara periodik yakni setiap enam bulan sekali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan (2004), yang menyatakan bahwa umumunya tipe pertumbuhan bambu di Indonesia adalah seragam yaitu bebentuk rumpun. Bambu yang tumbuh tersebar di Indonesia umumnya telah dapat di panen pada usia 3 tahun. Kualitas dari tanaman bambu akan mulai menurun setelah bambu berusia 15 tahun, dan harus di lakukan peremajaan kembali untuk memperoleh hasil yang lebih maksmal.

Masyarakat setempat umumnya tidak memanfaatkan rebung dari bambu-bambu tersebut sebagai bahan makanan atau untuk dijual, karena selain harganya yang murah juga karena dengan mengambil rebung tersebut dapat mengurangi jumlah batang bambu jika dipanen kelak. Selain untuk bahan baku kerajinan bambu betung dan apus umum juga di gunakan untuk bahan baku bangunan dan gubuk-gubuk di perladangan masyarakat setempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2000), yang menyatakan bahwa rebung adalah tinas atau batang bambu yang baru muncul dari permukaan dasar rumpun oleh karena itu pengambilan rebung bambu secara terus menurus akan dapat mengurangi produktifitas dari bambu tersebut.


(36)

Bambu yang digunakan untuk bahan bangunan umumnya tidak di beli atau hanya meminta kepada si pemilik saja, karena umumnya di daerah ini masih berlaku sistem kekerabatan dan demikian juga terjadi di Desa Durin Seregun dan Desa Suka Makur.

Desa Suka Makmur

Kerajinan keranjang bambu, dinding rumah dan atap merupakan mata pencaharian sebahagian besar dari masyarakat Desa Suka Makmur. Sama halnya dengan Desa Durin Seregun dan Rumah Pil-Pil keahlian kerajinan pembuatan keanjang bambu, dinding rumah dan atap umumnya diperoleh secara turun temurun.

Bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa Suka Makmur umumnya diperoleh dari lahan masyarakat itu sendiri dan hanya sebahagian kecil saja yang di beli dari desa tetangga wilayah lain seperti Kecamatan Namo Rambe dan Kecamatan Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang.

Bambu yang tumbuh di desa ini seperti yang telah di sebutkan Tan (2004), sebelumnya umumnya tidak berbeda jauh dengan Desa Durin

Seregun dan Desa Rumah Pil-Pil, hal ini mungkin disebabkan karena keperluan terhadap jenis bambu-bambu tersebut juga sama. Jumlah dan jenis bambu yang terdapat di Desa Suka makmur dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Jenis dan jumah rumpun bambu di Desa Suka Makmur

No Jenis Bambu Jumlah Rumpun

1 Bambu Apus (Gigantochloa apus) 28 2 Bambu Talang (Schizostachyum brachyladum) 23 3 Bambu Betung (Dendrocalamus asper) 14 4 Bambu Perling (Schizostachyum zollinggeri) 11


(37)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bambu dapat dipanen setiap 6 bulan sekali dengan jumlah batang setiap rumpunnya mencapai 1000 batang, kecuali jenis bambu perling, jadi dengan kata lain setiap rumpunya pada periode 6 bulannya, masyarakat petani bambu akan dapat menghasilkan dan menjual bambu-bambunya sebanyak 1000 batang, hal ini sesuai dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu sebaiknya dipanen setiap 6 bulan sekali atau pada awal dan akhir musim kemarau, karena pada masa tersebut diperkirakan bambu mencapai masa produktif atau telah cukup tua untuk dipanen.

Tinggi bambu dalam satu rumpun di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Seregun sangat bervariasi dan sesuai dengan jenis masing-masing bambunya. Untuk jenis bambu apus dan bambu betung tingginya dapat mencapai 20-25 meter sedangkan untuk jenis bambu talang dan bambu perling tingginya hanya dapat mencapai 20 meter dan diameter masing-masing jenis bambu dapat mencapai 20 centimeter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu merupakan jenis tumbuhan yang tumbuh merumpun dan tinggi masing-masing batang dapat mencapai 20-30 meter dan diameter 18-21 centimeter. Pernyataan tersebut didukung pula oleh Kanoh (2004) yang menyatakan bahwa tanaman bambu sudah bisa mulai dipanen saat berumur 3 tahun dengan produksi yang semakin meningkat ditahun-tahun berikutnya. Pemanenan dengan cara memotong bagian bawah dan dibersihkan dari rantingnya sehingga diperoleh batangan bambu sepanjang 20 – 28 meter.

Tanaman bambu menpunyai dua tipe pertumbuhan rumpun, yaitu simpodial (clump type) dan monopodial (running type). Berdasarkan hasil observasi di


(38)

masing-masing lokasi penelitian maka diperoleh ragam bentuk rumpun bambu pada masing-masing jenis yang terdapat di lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Bambu Apus Gambar 3. Bambu Betung

Gambar 4. Bambu Perling Gambar 5. Bambu Talang

Bila dilihat dari data kepemilikan bambu di lokasi penelitian pada tabel 7 dapat ketahui bahwa sumber bahan baku bambu pada umumnya berasal dari lahan sendiri dan hanya sebahagian kecil saja yang dibeli, hal ini memungkinkan bahwa di lokasi penelitian masih sangat potensial dilakukan pemanfaatan bambu secara maksimal. Dari hasil observasi lapangan diketahui terdapat 47 rumpun bambu di Desa Durin Seregun, 76 rumpun bambu di Desa Rumah Pil-Pil dan 71 rumpun bambu di Desa Suka Makmur, umumnya seluruh bambu tersebut telah busia diatas 4 tahun dan telah dapat dipanen.


(39)

Tabel 7. sumber bahan baku bambu di lokasi penelitian

No. Keterangan Durin Seregun Rumah Pil-Pil Suka Makmur 1

2

Milik sendiri Dibeli

69 30

98 53

62 60

Sumber: Data Primer Dari Masing-Masing Desa

Pemanfaatan Tanaman Bambu

Menurut Duryatmo (2000) bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman bambu yakni mulai dari akar, batang, kelopak, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Dari berbagai macam bagian-bagian bambu yang dapat dimanfaatkan sampai saat ini di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, khususnya di Desa Durin Seregun, Rumah Pil-Pil bambu belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih dimanfaatkan untuk kerajinan keranjang, tepas, rangka atap dan bahan bangunan saja, dan hanya jenis-jenis bambu tertentu saja yang dimanfaatkan sebagai makanan.

a. Keranjang

Keranjang bambu dibuat dengan cara mengayam lembaran-lembaran bambu yang telah dibelah terlebih dahulu. Menurut Duryatmo (2000) mengayam bambu adalah adalah menyatukan helaian-helaian bambu untuk menghasilkan suatu bentuk. Selain faktor desain dan motif, bahan baku merupakan faktor utama penentu kualitas dan harga jual dari ayaman bambu. Bambu yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan keranjang bambu adalah bambu jenis bambu apus (Gigantochloa apus) atau buluh belin bahasa setempat, bambu jenis apus digunakan karena bambu tersebut kekuatan dan kelenturan yang tinggi sehingga dalam proses pengayamannya menjadi keranjang pengrajin tidak memperoleh kesulitan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Annonim (2008) yang menyatakan


(40)

bahwa Batang bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik. Bentuk batang bambu apus dapat dilihat pada gambar 6, dibawah ini.

Gambar 6. Batang Bambu Apus

Setelah bambu apus tersebut tua maka bambu tersebut kemudian dipisahkan dari rumpunnya (ditebang) dan kemudian dibersihkan. Batang bambu yang telah ditebang dan dibersihkan tersebut kemudian dipotong-potong dengan ukuran masing 2.80 meter dan kemudian dibelah kecil-kecil pada posisi lebarnya menjadi 1,5cm - 2,5 cm cm. Hasil belahan bambu posisi lebar tersebut tersebut dibelah lagi untuk memisahan sembilu (wilah) dengan daging bambu. Sembilu (wilah) dan daging bambu tersebut merupakan dua jenis yang merupakan bahan baku kerajinan keranjang bambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prihatyanto (2004), bambu adalah bahan baku kerajinan pembuatan keranjang. Bahan baku bambu yang tebal dapat dibelah menjadi beberapa bagian yang tipis, dan selanjutnya di ayam menjadi kerajinan bambu (keranjang). Untuk mengasilkan 3 keranjang bambu dibutuhakn 5 batang bambu berukuran 2.80 meter. Untuk 5 batang bambu pengrajin membelinya dengan harga Rp. 2000. Dalam satu harinya pada kondisi


(41)

santai seorang pengrajin keranjang bambu dapat menghasilkan 3-5 keranjang bambu, namun apabila di Kabupaten Karo sedang musim buah dimana permintaan keranjang meningkat seorang pengrajin keranjang bambu dapat menghasilkan 5-13 keranjang bambu per hari, dapat dilihat pada tabel 8. Harga untuk satu buah keranjang bambu jika dijual ke agen, dihargai sebesar Rp. 7.000 dan sampai ke konsumen akhir Rp. 8.500, dan jika di Kabupaten Karo sedang musim buah harganya dapat mencapai Rp. 9.000 dan setelah sampai ke konsumen mencapai Rp. 10.000. Keranjang hasil olahan masyarakat di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Seregun umumnya dijual ke Kabupaten Karo (Berastagi dan Kaban Jahe) untuk keranjang kemasan buah dan ke Kota Medan untuk tempat sampah dan keperluan lainnya. Gambar dan hasil dari pembuatan kerajinan keranjang dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Gambar dan hasil dari pembuatan kerajinan keranjang bambu b. Dinding Rumah (Tepas)

Bambu merupakan jenis tanaman yang memiliki sifat yang elastis dan kuat. Widjaja dkk. (1994), menyatakan bahwa bambu merupakan bahan baku kerajinan ayaman yang sangat potensial untuk dimanfaatkan, karena selain bambu sangat mudah di peroleh dan harga bahan bakunya yang relatif rendah bambu juga sangat


(42)

kuat dan awet. Di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Serigun bambu dapat pula di olah menjadi bahan baku dinding perumahan. Dinding yang terbuat dari bahan baku bambu tersebut berasal dari jenis bambu talang (Schizostachyum brachyladum) dan bambu perling atau buluh nipes bahasa setempat (Schizostachyum zollinggeri). Adapun alasan masyarakat memanfaatkan bambu talang sebagai bahan baku dinding rumah adalah karena jenis bambu tersebut tidak terlalu tebal, sehingga mudah untuk dibuat menjadi keranjang. Walaupun tidak begitu tebal namun jenis bambu ini cukup kuat untuk di jadikan dinding rumah. Dinding rumah atau tepas bahasa setempat dibuat dari lembaran-lebaran bambu yang diayam berbentuk bujur sangkar. Setelah dipisahkan dari rumpunya dan dibersihkan kemudian di potong-potong dengan ukuran 2 meter. Bentuk bambu jenis ini dapat dilihat pada gambar 8 dan 9 dibawah ini.

Gambar 8. Bambu Talang Gambar 9. Bambu Perling

Bambu yang telah dipotong-potong tersebut kemudian dibelah menjadi dua bagian. Kedua bagian hasil belahan bambu tersebut kemudian dibersihkan bagian dalamnya (daging bambunya) dan kemudian dipukul-pukul dengan palu untuk melunakkan atau meremukannya, sehigga mudah untuk diayam. Bambu-bambu yang telah remuk kemudian diayam mendatar hingga membentuk persegi panjang. Adapun mengapa masayarakat setempat memakai jenis bambu ini sebagai bahan


(43)

baku pembuatan dinding rumah karena sifatnya yang lunak dan mudah dibentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2000), yang menyatakan bahwa di luar Jawa khususnya, bambu talang popular digunakan sebagai bahan baku anyaman, karena jenis bambu ini memiliki serat yang sangat halus dan lebih mudah untuk diperoleh untuk bahan baku. Bambu talang yang dimanfaatkan untuk bahan baku dinding rumah umumnya bambu talang yang sudah tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Annonim (2008) yang menyatakan bambu talang banyak digunakan untuk bahan atap, dinding, dan lantai rumah adat Toraja. Selain itu bambu talang juga digunakan untuk rakit, tempat air, dan bahan kerajinan tangan seperti ukiran dan anyaman. Pemanfaatan bambu talang yang belum tua dapat menurunkan kualitas dati dinding rumah tersebut. Gambar dan bentuknya dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Bentuk tepas

Pemanfaatan tepas sebagai dinding rumah saat ini masih umum ita temukan di daerah-daerah pedesaan di Kota Medan. Tepas umum gunakan oleh masyarakat pedesaan karena harga yang relatif terjangkau dan dan daya tahannya yang cukup lama atau memili kelas awet cukup tinggi terhadap serangan hama, mencapai usia penggunaan sampai 5 tahun. Untuk dapat dijadikan dinding rumah masayarakat


(44)

pedesaan umumnya menyambung lembaran-lembaran tepas tersebut satu persatu dengan ting rangka bambu atau kayu sebagai penghubungnya. Untuk satu lembar tepas berukuran 2 m2 dibutuhkan 40 meter batang bambu (20 batang bambu berukuran masing-masing 2 meter). Untuk satu 40 meter batang bambu talang pengrajin membelinya dengan seharga Rp.12.000, dan untuk satu lembar tepas berukuran 2 m2 pengrajin bambu menjualnya seharga Rp. 25.000 pada tingkat agen dan setelah sampai ke konsumen seharga Rp. 27.000. Dalam satu harinya pengrajin tepas dapat menghasilkan 3-5 ayaman tepas, namun jika permintaan membutuhkan waktu yang singkat dan jumlah yang besar pergrajin tepas mampu juga menghasilkan helaian ayaman tepas 5-7 helaian per hari dapat dilihat pada table 8. Daerah yang merukapan konsumen dari tepas ini adalah Kabupaten Karo, Dairi, Deli Serdang dan bahkan ada juga yang Propinsi Nangro Aceh Darusalam.

c. Rangka Atap

Bambu adalah tumbuhan yang berbentuk silinder. Bambu dapat dibelah kecil-kecil dengan menggunakan pisau atau parang. Hal ini sesuai dengan peryataan Widjaja (1991), menyatakan bahwa bambu adalah tumbuhan yang tumbuh merumpun dan memiliki bentuk batang yang silinder yang diameter batangnya dapat mencapai 0,25-25 cm. Bambu yang dibelah kecil-kecil umumnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, diantaranya adalah untuk rangka atap. Rangka atap atau bujuren bahasa setempat adalah bambu yang umumnya berasal dari jenis bambu apus (Gigantochloa apus) dan bambu talang (Schizostachyum brachyladum) yang di belah kecil-kecil dengan diameter 1-1,5 cm dan ukuran panjang 1.80 meter. Atap yang menggunakan bambu sebagai rangkanya yang dimanfaatkan oleh masayarakat di daerah penelitian umumnya


(45)

adalah atap yang bahan bakunya berasal dari daun Rumbia (Metroxylon sagu) karena tumbuhan banyak tumbuh di sekitar perladangan mereka. Daun Rumbia yang telah dipisahkan dari pelepahnya kemudian disenyawakan dengan bujuren atau bambu yang telah dibelah kecil-kecil dengan melipatkan posisi tengahnya pada bujuren tersebut diikat atau seperti dijaitkan dengan tali raffia berkisar 5 cm dari rangka tersebut. Daun rumbia yang telah disenyawakan dengan rangka atap tersebut dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini.

Gambar 11. Bentuk Atap Rumah dari Daun Rumbia

Harga jual untuk satu helai atap rumbia dijual seharga Rp. 1.000 di tingkat agen dan Rp 1.200 setelah sampai pada konsumen. Daerah yang merupakan konsumen dari atap rumbia ini umumnya sama dengan daerah penjualan tepas yakni Kabupaten Karo, Dairi, Deli Serdang dan bahkan ada juga yang Propinsi Nangro Aceh Darusalam. Dalam satu harinya pengrajin atap dapat membuat sebanyak 100-120 helai atau dapat dilihat pada tabel 8 dibawah ini.

No. Nama Jenis Kerajinan ∑ Rata-Rata Produksi kerajinan bambu per hari (buah) 1

2 3

Keranjang

Dinding Rumah (Tepas) Atap

3 buah – 13 buah 3 buah – 7 buah 100 buah – 120 buah

Sumber: Data Primer Dari Masing-Masing Desa

d. Bahan Bangunan


(46)

dari jenis bambu betung (Dendrocalamus asper). Selain untuk penggunaan bahan baku perumahan, bambu betung umum juga diguankan untuk pembuatan gubuk-gubuk untuk tempat berjualan, seperti yang umum kita jumpai di pinggir jalan Kecamatan Sibolangit. Adapun alasan kenapa mereka menggunakan bambu betung selain karena harganya yang murah dan kemudahan memperolehnya juga disebabkan karena kekuatan dan keawetannya. Hal ini sependapat dengan pernyataan Duryatmo (2000) yang menyatakan bahwa bambu betung lazim dipakai untuk bahan bangunan dan jembatan karena bambu ini bersifat keras dan dinding batangnya relatif tebal, yakni mencapai 1,5 cm sehingga dapat lebih awet jika digunakan. Hal ini didukung pula dengan Annonin (2008) menyatakan bahwa bambu betung memiliki sifatnya keras sehingga sangat baik untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang, bamboo betung cocok juga dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam, (gedek atau bilik), dan berbgai jenis barang kerajinan.

Bambu betung yang telah cukup tua umumnya berwarna hijau kehitaman, sedangkan bambu betung yang masih muda umumnya berwarna hijau kecoklatan. Bentuk bambu betung tersebut dapat dilihat pada gambar 12 di bawah ini.


(47)

Masa renopasi atau pemeliharaan yang cukup lama merupakan alasan utama masayarakat di daerah penelitian memlih bambu sebagai bahan baku bahan bangunannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Batubara (2002) yang menyatakan bahwa bambu merupakan tanaman yang memiliki keawetan yang tinggi. Perendaman bambu sebelum di manfaatkan merupakan salah satu tindakan yang dilakukan untuk menambah keawetan bambu itu sendiri, atau dengan kata lain perendaman bambu ke dalam air merupakan proses pengawetan. Adapun peruntukan bambu yang dimanfaatkan masyarakat dalam bahan bangunan rumahnya adalah sebagai tiang penyanga, asesoris dan kuda-kuda. Umumnya bambu yang dipakai adalah bambu-bambu yang telah cukup tua dan besar, karena bambu yang telah tua dan besar umumnya kuat dan lebih awet dibandingkan kayu muda dan kecil. Hal ini sesuai dengan pernyaraan marisco dan Marjono (1996) yang menyatakan bahwa Struktur rangka pada bangunan dari bahan baku bambu biasa dibuat secara tradisional, yakni terdiri atas bubungan, gording dan balok kasau menggunakan alat sambung tali ijuk dan pasak dengan kekuatan rendah. Untuk memperlebar atap maka diperlukan tambahan tiang di tengah. Banyak penelitian dan pengembangan telah dilakukan bahkan kuda-kuda dari bambu yang diperkuat dengan pelat baja dan mengisi sambungan dengan mortar (semen dan pasir) mampu menahan beban sebesar 4 ton.

Bambu yang digunakan untuk bahan bangunan rumah di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Sirigun Berdasarkan hasil wawancara dan observasi umumnya tidak tidak dibeli atau diberi dengan cuma-cuma, hal ini bisa terjadi karena daerah tersebut sistem kekerabatannya masih kuat


(48)

dan umumnya sesama masyarakat masih memiliki hubungan keluarga antara satu dengan yang lainnya.

Adapun pemanfaatan bambu sebagai bahan baku bangunan dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini.

a. b.

Gambar 9. Pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan a. Bambu Sebagai bahan bangunan rumah, b. Bambu sebagai bahan baku pondok

Permasalahan Pengrajin Bambu

Sampai saat ini para pengrajin bambu masih memanfaatkan bambu sebagai bahan baku kerajinan dan bahan bangunan. Adapun kerajinan bambu yang dihasilkan oleh pengrajin bambu masih sebatas pada pembuatan keranjang, tepas dan atap, hal ini disebabkan karena masih rendahnya sumberdaya masyarakat pengrajin bambu untuk dapat menghasilkan ragam jenis kerajinan bambu. rendahnya sumberdaya pengrajin tersebut, di sebabkan karena rendahnya perhatian pemerintah terhadap mereka. Sampai saat ini kemampuan mengayam atau mengolah bambu yang dimiliki oleh pengrajin di Desa Durin Seregun, Rumah Pil-Pil dan Desa Suka Makmur masih diperoleh secara turun temurun, akibatnya hasil dari kerajinan masyarakat hingga saat ini belum mampu menghasilkan model atau inovasi yang lebih unik, sehingga pasar penjualan dari produk kerajinan tersebut masih sangat terbatas. Tan (2004) menjelaskan bahwa


(49)

bambu adalah jenis tumbuhan yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, selama ini bambu dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan, namun karena rendahnya perhatian pemerintah terhadap pengrajin bambu tersebut sehingga hasil kerajinan bambu tersebut belum semua dari hasil kerajinan tersebut dapat dipasarkan ke dunia internasional.

Hasil kerajinan bambu merupakan produk yang cukup digemari oleh masyarakat internasional, hal ini sesuai dengan pernyataan Tan, 2004 yang menyatakan bahwa Kurang lebih 20% produk kerajinan bambu adalah produk untuk pemenuhan permintaan ekspor. Sasaran konsumen luar negeri adalah para peminat kerajinan bambu dari Jepang, Itali, Jerman dan Hongaria. Jenis produk kerajinan bambu yang diminati oleh konsumen-konsumen tersebut antara lain adalah aneka kerajinan bambu yang memiliki fungsi sebagai tempat buah, kue, dan tempat sampah. Keunikan bentuk dan beberapa sentuhan inovasi merupakan modal dasar yang harus dimiliki agar produk kerajinan tersebut dapat diminati oleh dunia internasioal. Berdasarkan hasil observasi lapangan di tiga desa yang merupakan lokasi peneliian diketahui bahwa hasil kerajinan, belum pernah hasil kerajinan mereka dipasarkan ke dunia internasional (ekspor) karena umumnya produknya masih dimanfaatkan untuk beberapa daerah tertentu saja. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pada harian Kompas 3 Juli 2008, yang menyatakan bahwa rendahnya perhatian pemerintah terhadap pengrajin bambu berupa penyuluhan dan pelatihan mengakibatkan masih terbatasnya kemampuan pengrajin untuk memberi inovasi pada jenis-jenis kerajinan bambu. Menurut Soemarno (2005) untuk meningkatkan kualitas produk kerajinan agar memiliki daya jual serta daya saing yang tinggi diperlukan peningkatan ketrampilan teknis


(50)

dalam teknologi proses seperti mengemas dan menyeleksi hasil produksi serta peralatan yang diperlukan hingga cara prosesing akhir produk kerajinan. Untuk melaksanakan pembinaan di wilayah sentra kerajinan agar lebih optimal, maka kerjasama dengan Jajaran Departemen Perindustrian dan Perdagangan setempat harus dilakukan. Sinergi kegiatan hanya dapat dicapai dengan koordinasi perencanaan dan pembagian tugas yang jelas.

Pemasaran Produk-Produk Bambu

Barang yang dihasilkan oleh para pengrajin di daerah penelitian adalah sesuai dengan permintaan konsumen. Semakin tinggi permintaan konsumen akan barang yang pengrajin hasilkan maka akan semakin banyak pula pengrajin bambu menghasilkan hasil kerajinanannya, dengan tujuan agar konsumen dapat di puaskan olehnya, demikian halanya pada kualitas yang dihasilakan oleh para pengrajin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sait dkk. (1998) yang menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan manusia dan menciptakannya dalam bentuk barang dan jasa, serta mengembangkan permintaan dengan tujuan akhir untuk memenuhinya sehingga memberikan kepuasan bagi konsumen.

Pola tata niaga yang berlaku di Desa Desa Durin Sirigun, Desa Rumah Pil-Pil dan Suka Makmur masih bersifat tradisionil, berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan peneliti sedangkan rantai pemasaran masih kurang teratur, namun kendati demikian responden mengaku tidak merasa dirugikan oleh rumitnya rantai pemasaran tersebut. Masyarakat pengrajin mengaku dengan adanya agen maka produk hasil kerajinan mereka dapat tersalur ke konsumen


(51)

lebih cepat kerena jika mereka sendiri yang menyalurkan mereka mengaku terlalu repot dan tidak mungkin dilakukan karena kesibukan pribadi mereka.

Menurut Berlin dan Estu (1995) untuk sampai kepada konsumen akhir jalur tata niaga bambu sangat beragam sekali. Hal ini disebakan karena beragamnya jenis produk olahan bambu tersebut. Dalam bentuk gelondongan, bambu dapat dipasarkan kepada toko bahan bangunan, perajin anyaman bambu, mebel, pengusaha pembangunan perumahan dan pemakai lansung. Cara yang dapat di tempuh bisa langsung menghubungi para petani bambu tersebut, melalui pedagang perantara atau dijajakan di tempat tertentu dimana pembeli datang sendiri dan memilih bambu yang diminatinya.

Adapun rantai pemasaran bambu yang terjadi di daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 10 dibawah ini.

Gambar 10. Jaringan pemasaran produk olahan di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Sirigun

Bambu yang dimiliki oleh petani umumnya dimanfaatkan sendiri olehnya untuk diolah menjadi bahan kerajinan dan bahan bangunan dan jika hasil bambu yang dihasilkan di lahan pertaniannya tidak sanggup untuk diusahakan sendiri baru dijual kepada agen atau pengrajin bambu yang lain, demikian sebaliknya

Kerajinan Bambu

Pedagang Perantara

Konsumen akhir

Pedagang Perantara Petani Bambu


(52)

untuk masyarakat pengrajin bambu yang tidak memiliki lahan pertanian bambu mereka umumnya membeli bambu kepada petani bambu secara langsung maupun melalui perantara agen. Bambu yang masih berupa batangan atau glondongan dijual dengan harga yang relatif murah. Untuk 5 batang bambu apus yang masing-masing berukuran 2,80 meter dijual hanya Rp. 2000, hal ini disebabkan karena harga dari bambu tersebut ditentukan oleh agen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardi (2006) untuk dapat mengendalikan harga jual bambu serta hasil kerajinan dari bahan baku bambu diperlukan sebuah lembaga atau kopereasi yang dapat menaungi seluruh petani dan pengrajin bambu. Dengan adanya koperasi maka para petani serta pengrajin bambu akan terhindar dari tengkulak atau agen yang umumnya mengendalikan harga jual dari hasil pertanian dan kerajinan mereka.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Bambu Apus (Gigantochloa apus), Bambu alan (Schizostachyum

brachyladum), Bambu Betung (Dendrocalamus asper), Bambu Perling

(Schizostachyum zollinggeri) adalah jenis-jenis tanaman bambu yang terdapat di Desa Duri Seregun, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

2. Potensi tanaman bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Duri Seregun, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang adalah berupa kerajinan keranjang, tepas, atap, bahan bangunan.

3. Kemampuan produksi kerajinan bambu selain tergantung pada permintaan konsumen.

4. Pola pemasaran produk-produk bambu masih bersifat tradisional dan masih memanfaatkan jasa agen.

Saran

Peran serta pemerintah dalam membangun dan mendampingi pengrajin bambu dalam pengembangan produk agar hasil kerajinan yang dihasilkan lebih variatif di Desa Durin Seregun, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Suka Makmur sangat diperlukan, yakni dengan pemberian kredit dan program orang tua asuh agar dapat memaksimalkan hasil kerajinan bambu tersebut.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, I., Krisdianto, Sumarni G. 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu.

Annonim, 2008.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta. Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Digitized by USU Digital

Library.

Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Data Potensi kelurahan/Desa Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang. 2005. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Lubuk Pakam. Sumatera Utara. Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.

Kanoh M. 2004. TANAMAN BAMBU ( Potensi Yang Belum Dikembangkan ).

Kompas, 2008. Pengrajin Bambu Butuh sentuhan Inivasi. (3 Juli 2008). Harian Kompas.

Marisco dan Marjono (1996). Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan.

Moleong, L., 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan Pertama Bumi Aksara. Jakarta.

Moroek, M., Sidabutar, Ngadiono. 1981. Konsep Sistem Inventarisasi Hasil Hutan Ikutan. Direktorat Bina Produksi Kehutanan. Jakarta.

Nurrochmat, D.R. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Otjo dan Atmadja, 2006. Bambu, Tanaman Tradisional Yang Terlupakan.

Prihatyanto, T. 2004. Potensi Bambu Untuk Barang Kerajinan.

Rahardi F. 2006. Memperbaiki Tata Air dengan Bambu.


(55)

Sait, S., Sudibyo, A., Loebis, H.E. 1998. Proyek Penelitian dan pengembangan Industri Hasi Pertanian. Bogor.

Soemarno M.S. 2005. Rancangan Model Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu (BAMBU).

Tan, L.,2004. Mengenal Bambu dan Manfaatnya Terhadap Konservasi Alam, Konstruksi dan Kerajinan.

Soekartawi, 1995. Analisis Usaha Tani. UI-Press. Jakarta.

Widjaja, E.A., Mien, A.R., Bambang,S., Dodi,N. 1994. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor.

Widjaja, E.A., 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Pesat Penelitan dan Pengembangan Biologi-LIPI, Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense. Bogor,Indonesia.

Widniyana, K. 2004. Bambu Dengan Berbagai Manfaatnya. Fakultas Pertanian, Universitas Mahasaraswati. Denpasar.

Zain, A., S. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Rineka Cipta. Jakarta.


(56)

Lampiran 1.

KUISIONER PENELITIAN

POTENSI PEMANFAATAN BAMBU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG, PROPINSI SUMATERA UTARA

Penelitian untuk Skripsi Sarjana (S-1)

Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara :

Kuisioner ini dimaksutkan untuk memperoleh data dari setiap penduduk pengrajin bambu di lokasi penelitan yakni desa di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

Disamping berguna untuk penyelesaian studi peneliti, data dari kuisioner ini mungkin dapat memberi informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai pemanfaatan tanaman bambu.

Terima kasih atas segala perhatian dan partisipasinya.

Medan, April 2008


(57)

Tujuan dari pengisian kuisioner ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan selama penelitian. Oleh karenanya diharapkan kesediaan dari Bapak/Ibu/Saudara/i untuk memberikan informasi yang sebenarnya demi keakuratan dari hasil penelitian ini. Terima Kasih.

I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden :

2. Umur :

3. Alamat, Dusun : Desa : Kec/Kab/Prop :

4. Suku :

5. Agama :

6. Lama Menetap : Tahun

II. SOSIAL EKONOMI 1. Pendidikan Terakhir : 2. Penghasilan/bulan :

Sumber Penghasilan Keterangan

1. Pekerjaan Utama 2. Pekerjaan Tambahan

3. Pekerjaan Anggota Keluarga yang Menetap dalam satu rumah 4. Total Penghasilan

3. Jumlah tanggungan :

4. Sejak tahun berapa Bapak/Ibu/Saudara/i telah memanfaatkan tanaman bambu?

……… 5. Dari mana anda memperoleh bahan baku bambu untuk usaha

Bapak/Ibu/Saudara/i?

a. Milik sendiri b. Di beli

6. Jika milik sendiri berapa luas tanaman bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i kelola?


(58)

7. Jika dibeli dari mana Bapak/Ibu/Saudara/i membeli bambu untuk usaha Bapak/Ibu/Saudara/I tersebut?

………. 8. Jika dibeli berapa harga per meter dari bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i

beli?

... 9. Berapa meter bambu yang anda pakai untuk menghasilkan sebuah produk

yang Bapak/Ibu/Saudara/i olah?

... 10. Berapa jumlah dalam keluarga anda yang saat ini memanfaatkan bambu?

……….. 11. Apa-apa saja dari pengolahan bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i hasilkan?

... 12. Berapa jumlah prodak yang dihasilkan keluarga Bapak/Ibu/Saudara/i per

harinya?

………. 13. Apa jenis produksi utama tanaman bambu Bapak/Ibu/Saudara/i gunakan?

……….. 14. Usaha pemanfaatan bambu yang anda lakukan adalah sebagai usaha?

a. Pokok b. Sampingan c. Musiman 15. Jika usaha pokok, apa usaha Bapak/Ibu/Saudara/i yang lain?

………. 16. Jika usaha sampingan/musiman, apa usaha pokok Bapak/Ibu/Saudara/i?

……….. 17. Bagaimana perkembangan harga produk bambu Bapak/Ibu/Saudara/i?

………..

18. Bagaimana proses pemasaran produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i? ………...

19. Kemana produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i pasarkan selama ini? ……….

20. Sebautkan masalah-masalah yang Bapak/Ibu/Saudara/i?


(59)

Lampiran 2

Karateristik responden pengrajin bambu di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Serigun Kec. Sibolangit Kab. Deli Serdang No Nama Desa Durin Serigun Rumah Pil-Pil Suka Makmur 1. Jenis Kelamin

a. Laki-Laki b. Perempuan

36 63 80 72 69 53 2. Umur

f. 20-29 tahun g. 30-39 tahun h. 40-49 tahun i. 50-59 tahun j. > 60 tahun

10 12 49 19 9 17 29 58 32 16 12 15 53 29 13 3. Suku

a. Batak Karo b. Jawa

99 - 150 2 118 4 5. Agama

a. Kristen Protestan b. Katolik

c. Islam 51 48 - 82 58 12 53 55 14 6. Pendidikan Terahir

a. SD b. SMP

c. SMU Sederajat d. D3 dan Sarjana

6 26 67 - 4 56 85 7 10 31 74 7 7. Penghasilan per bulan (Rp)

a. 700.000-1.000.000 b. 1.000.000-1.500.000 c. 1.500.000-2.000.000 d. > 2.000.000

10 54 25 10 13 77 44 18 8 69 30 15 8. sumber bahan baku bambu

a. Milik sendiri b. Dibeli

69 30 98 53 62 60 9. Jenis usaha pemanfaatan

bambu

d. Usaha pokok e. Usaha musiman f. Usaha sampingan

44 18 37 71 25 56 35 36 51 10. Jenis kerajinan bambu

a. Keranjang b. Tepas c. Atap

d. Keranjang dan Tepas e. Keranjang dan Atap f. Tepas dan Atap

14 5 3 55 12 10 21 7 12 65 24 23 13 16 7 44 22 20


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, I., Krisdianto, Sumarni G. 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu.

Annonim, 2008.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta. Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Digitized by USU Digital

Library.

Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Data Potensi kelurahan/Desa Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang. 2005. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Lubuk Pakam. Sumatera Utara. Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.

Kanoh M. 2004. TANAMAN BAMBU ( Potensi Yang Belum Dikembangkan ).

Kompas, 2008. Pengrajin Bambu Butuh sentuhan Inivasi. (3 Juli 2008). Harian Kompas.

Marisco dan Marjono (1996). Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan.

Moleong, L., 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan Pertama Bumi Aksara. Jakarta.

Moroek, M., Sidabutar, Ngadiono. 1981. Konsep Sistem Inventarisasi Hasil Hutan Ikutan. Direktorat Bina Produksi Kehutanan. Jakarta.

Nurrochmat, D.R. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Otjo dan Atmadja, 2006. Bambu, Tanaman Tradisional Yang Terlupakan.

Prihatyanto, T. 2004. Potensi Bambu Untuk Barang Kerajinan.

Rahardi F. 2006. Memperbaiki Tata Air dengan Bambu.


(2)

Sait, S., Sudibyo, A., Loebis, H.E. 1998. Proyek Penelitian dan pengembangan Industri Hasi Pertanian. Bogor.

Soemarno M.S. 2005. Rancangan Model Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu (BAMBU).

Tan, L.,2004. Mengenal Bambu dan Manfaatnya Terhadap Konservasi Alam, Konstruksi dan Kerajinan.

Soekartawi, 1995. Analisis Usaha Tani. UI-Press. Jakarta.

Widjaja, E.A., Mien, A.R., Bambang,S., Dodi,N. 1994. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor.

Widjaja, E.A., 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Pesat Penelitan dan Pengembangan Biologi-LIPI, Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense. Bogor,Indonesia.

Widniyana, K. 2004. Bambu Dengan Berbagai Manfaatnya. Fakultas Pertanian, Universitas Mahasaraswati. Denpasar.

Zain, A., S. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Rineka Cipta. Jakarta.


(3)

Lampiran 1.

KUISIONER PENELITIAN

POTENSI PEMANFAATAN BAMBU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG, PROPINSI SUMATERA UTARA

Penelitian untuk Skripsi Sarjana (S-1)

Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara :

Kuisioner ini dimaksutkan untuk memperoleh data dari setiap penduduk pengrajin bambu di lokasi penelitan yakni desa di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

Disamping berguna untuk penyelesaian studi peneliti, data dari kuisioner ini mungkin dapat memberi informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai pemanfaatan tanaman bambu.

Terima kasih atas segala perhatian dan partisipasinya.

Medan, April 2008


(4)

Tujuan dari pengisian kuisioner ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan selama penelitian. Oleh karenanya diharapkan kesediaan dari Bapak/Ibu/Saudara/i untuk memberikan informasi yang sebenarnya demi keakuratan dari hasil penelitian ini. Terima Kasih.

I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden : 2. Umur : 3. Alamat, Dusun : Desa : Kec/Kab/Prop : 4. Suku : 5. Agama :

6. Lama Menetap : Tahun

II. SOSIAL EKONOMI 1. Pendidikan Terakhir : 2. Penghasilan/bulan :

Sumber Penghasilan Keterangan

1. Pekerjaan Utama 2. Pekerjaan Tambahan

3. Pekerjaan Anggota Keluarga yang Menetap dalam satu rumah 4. Total Penghasilan

3. Jumlah tanggungan :

4. Sejak tahun berapa Bapak/Ibu/Saudara/i telah memanfaatkan tanaman bambu?

……… 5. Dari mana anda memperoleh bahan baku bambu untuk usaha

Bapak/Ibu/Saudara/i?

a. Milik sendiri b. Di beli

6. Jika milik sendiri berapa luas tanaman bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i kelola?


(5)

7. Jika dibeli dari mana Bapak/Ibu/Saudara/i membeli bambu untuk usaha Bapak/Ibu/Saudara/I tersebut?

………. 8. Jika dibeli berapa harga per meter dari bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i

beli?

... 9. Berapa meter bambu yang anda pakai untuk menghasilkan sebuah produk

yang Bapak/Ibu/Saudara/i olah?

... 10. Berapa jumlah dalam keluarga anda yang saat ini memanfaatkan bambu?

……….. 11. Apa-apa saja dari pengolahan bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i hasilkan?

... 12. Berapa jumlah prodak yang dihasilkan keluarga Bapak/Ibu/Saudara/i per

harinya?

………. 13. Apa jenis produksi utama tanaman bambu Bapak/Ibu/Saudara/i gunakan?

……….. 14. Usaha pemanfaatan bambu yang anda lakukan adalah sebagai usaha?

a. Pokok b. Sampingan c. Musiman 15. Jika usaha pokok, apa usaha Bapak/Ibu/Saudara/i yang lain?

………. 16. Jika usaha sampingan/musiman, apa usaha pokok Bapak/Ibu/Saudara/i?

……….. 17. Bagaimana perkembangan harga produk bambu Bapak/Ibu/Saudara/i?

………..

18. Bagaimana proses pemasaran produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i? ………...

19. Kemana produk olahan bambu Bapak/Ibu/Saudara/i pasarkan selama ini? ……….

20. Sebautkan masalah-masalah yang Bapak/Ibu/Saudara/i?


(6)

Lampiran 2

Karateristik responden pengrajin bambu di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Serigun Kec. Sibolangit Kab. Deli Serdang No Nama Desa Durin Serigun Rumah Pil-Pil Suka Makmur 1. Jenis Kelamin

a. Laki-Laki b. Perempuan

36 63 80 72 69 53 2. Umur

f. 20-29 tahun g. 30-39 tahun h. 40-49 tahun i. 50-59 tahun j. > 60 tahun

10 12 49 19 9 17 29 58 32 16 12 15 53 29 13 3. Suku

a. Batak Karo b. Jawa

99 - 150 2 118 4 5. Agama

a. Kristen Protestan b. Katolik

c. Islam 51 48 - 82 58 12 53 55 14 6. Pendidikan Terahir

a. SD b. SMP

c. SMU Sederajat d. D3 dan Sarjana

6 26 67 - 4 56 85 7 10 31 74 7 7. Penghasilan per bulan (Rp)

a. 700.000-1.000.000 b. 1.000.000-1.500.000 c. 1.500.000-2.000.000 d. > 2.000.000

10 54 25 10 13 77 44 18 8 69 30 15 8. sumber bahan baku bambu

a. Milik sendiri b. Dibeli

69 30 98 53 62 60 9. Jenis usaha pemanfaatan

bambu

d. Usaha pokok e. Usaha musiman f. Usaha sampingan

44 18 37 71 25 56 35 36 51 10. Jenis kerajinan bambu

a. Keranjang b. Tepas c. Atap

d. Keranjang dan Tepas e. Keranjang dan Atap f. Tepas dan Atap

14 5 3 55 12 10 21 7 12 65 24 23 13 16 7 44 22 20