T MTK 1303134 Chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sumarmo (2002) mengatakan bahwa, pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Untuk memenuhi kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan di masa datang mempunyai arti lebih luas yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajarn matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa.

Dalam PERMEN No. 22 (2006), tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Sedangkan tujuan mempelajari matematika menurut BNSP (2006) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.


(2)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa salah satu aspek kemampuan yang dikembangkan siswa ketika belajar matematika adalah kemampuan bernalar. Berkenaan dengan kemampuan penalaran matematis, Purnama dan Sumarmo (Kurniasih, 2013) mengatakan bahwa, penalaran matematis di artikan sebagai proses penarikan kesimpulan yang didasarkan pada data, pola, dan argumen logis yang sudah dibuktikan kebenarannya.

Berkaiatan dengan pentingnya mengembangkan kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika, Shadiq (2009) mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran sangat dibutuhkan oleh siswa dalam belajar matematika, karena pola piker yang dikembangkan dalam matematika sangat membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dalam menarik kesimpulan dari beberapa data yang mereka dapatkan. Penalaran juga merupakan suatu kemampuan yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Hal sebagaimana yang diungkapkan oleh Baroody (Dahlan, 2004) bahwa

“penalaran dapat secara langsung meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu jika

siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka


(3)

Depdiknas (2002) menyatakan bahwa, materi matematika dan penalaran matematis adalah dua hal yang terkait dan tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar matematika. Dengan belajar matematika keterampilan berpikir siswa akan meningkat karena pola pikir yang dikembangkan matematika membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematik, logis dan kreatif, sehingga siswa akan mampu dengan cepat menarik kesimpulan dari berbagai fakta atau data yang mereka dapatkan atau ketahui. Hal ini sejalan dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan NCTM (2000) yaitu belajar untuk bernalar, belajar untuk memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide, dan pembentukan sikap positif terhadap matematika perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika.

Penalaran matematis sangat dibutuhkan dalam proses pembuktian dalam matematika. Wahyudin (2008) berpendapat bahwa, kemampuan untuk mengganakan nalar sangat penting untuk memahami matematika. Senada dengan pendapat tersebut, Turmudi (2009) mengatakan bahwa berpikir dan bernalar matematik, termasuk membuat konjektur dan mengembangkan argument deduktif sangatlah penting karena semua itu menjadi dasar untuk melayani wawasan baru dan mempromosikan studi lebih lanjut.

Uraian di atas menggambarkan pentingnya usaha mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, sebab dengan berbekal kemampuan penalaran matematika siswa senantiasa berpikir secara sistematis, mampu menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa tidak akan lagi mengganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Hal ini sebagaimana diungkapkan Wahyudin (1999) yang menyatakan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu, siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Siswa terbiasa diberi dan mengerjakan soal-soal matematika yang rutin. Sehingga mereka kurang mendapatkan ruang


(4)

untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, termasuk didalamnya kemampuan penalaran matematis.

Ruseffendi (2006) mengemukakan bahwa perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata bawaan lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam konteks pembelajaran di kelas artinya kemampuan siswa terbentuk dari hasil proses pembelajaran, guru hendaknya dapat merancang dan menghadirkan pembelajaran yang sesuai dan mampu mengasah kemampuan siswa baik itu kemampuan kognitif, kemampuan afektif, maupun kemampuan psikomotoriknya. Sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna dihati siswa.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas belajar siswa. Ruseffendi (2006) menjelaskan bahwa faktor dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi belajar siswa di antaranya adalah kecerdasan, kesiapan, bakat, kemauan belajar, serta minat siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa meliputi model penyajian materi pelajaran, pribadi da sikap guru, suasana pengajaran, kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi belajar siswa adalah kemandirian belajar (self-regulated learning). Kemandirian belajar merupakan faktor yang penting dalam pembelajaran matematika, karena faktor ini merupakan salah satu hal yang dapat menentukan keberhasilan siswa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hargis (Sumarmo, 2013), siswa yang memilii kemandirian belajar yang tinggi : (1) cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengewasan program, (2) mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, (3) menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, dan (4) mengatur belajar dan waktu secara efisien.

Sedangkan memandirian belajar siswa didefinisikan sebagai kemampuan siswa mengatur diri dalam belajar atau disebut juga kemandirian belajar siswa. Kemampuan mengatur diri dalam belajar matematika berperan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas diri dalam belajar. Sebagaimana yang diungkapkan Sumarmo (2006) yang mengatakan bahwa, kemandirian belajar merupakan kemampuan siswa untuk mengatur dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan bertanggung jawab, tanpa selalu bergantung


(5)

pada orang lain. Kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu, tetapi merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental kedalam keterampilan akademik tertentu.

Zimmerman (1990) mendefinisikan kemandirian belajar siswa melibatkan tiga ciri, yaitu: menggunakan strategi kemandirian belajar, menggunakannya untuk mengorientasikan umpan baliknya terhadap keefektifan belajar, dan proses motivasinya. Sedangkan dalam istilah kemandirian belajar siswa, Paris ( Mardiah, 2015) menekankan pada otonomi dan pengawasan oleh diri sendiri dalam memonitor langsung, dan tindakan untuk mengatur tujuan dari penerimaan informasi, pengembangan keahlian dan perbaikan diri.

Zimmerman (1990) mengatakan bahwa, siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar akan mengerjakan soal dengan rasa kepercayaan, kerajinan, dan akal yang panjang. Dan mungkin yang paling penting mereka menyadari ketika mereka mengetahui sebuah jawaban atau memiliki kemampuan dan kapan mereka tidak memilikinya. Tidak seperti temannya yang pasif, mereka secara aktif akan mencari informasi yang dibutuhkan dan menerapkan langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan soal. Ketika mereka menemukan kesulitan, guru yang membingungkan, atau buku yang sulit dimengerti, mereka akan mencari cara pengganti. Siswa yang berkemandirian belajar akan mencari buku-buku penggantisebagai proses yang sistematik dan terkontrol, dan mereka memiliki tanggung jawab yang besar untuk keberhasilan yang mereka capai.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Samuelsson (2011) memperlihatkan bahwa kemandirian belajar memiliki hubungan yang kuat dengan prestasi siswa dalam matematika. Ini berarti, kemandirian belajar merupakan salah satu faktor penting yang memberikan pengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. NCTM (Wahyudin, 2008) mengemukakan bahwa aspek afektif dan kognitif memiliki peranan dalam pembelajaran matematika, aspek-aspek tersebut secara simultan memiliki pengaruh yang kuat bagi siswa dalam pencapaian prestasi belajarnya. Adapaun dalam penelitian ini aspek kognitif yang diteliti adalah kemampuan penalaran matematis, sedangkan aspek afektinya adalah self-regulated learning atau kemandirian belajar siswa.


(6)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar merupakan salah satu aspek penting yang perlu dimiliki siswa untuk mengembangkan kemampuannya. Aspek afektif yang baik yang dimiliki siswa akan dapat memberikan pengaruh positif pada aspek kognitifnya. Hal ini akan sangat membantu dalam proses belajar yang dilakukannya. Dalam belajar matematika, siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik akan senantiasa berusaha untuk mengontrol dirinya dalam belajar, memandang permasalahan matematika sebagai sebuah tantangan, dan tidak akan mudah untuk putus asa.

Menyadari akan pentingnya kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa, serta pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga guru perlu mengupayakan inovasi dalam pembelajaran yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa. Hal ini senada dengan pendapat Wahyudin (2003) bahwa salah satu cara untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran matematika adalah jika para guru menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik dan mampu memilih strategi atau metode pembelajaran dengan tepat dalam setiap proses pembelajaran.

Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah strategi Means-Ends Analysis (MEA). Pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis merupakan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya diawali dengan pemberian suatu masalah. Melalui masalah yang diberikan, siswa mengidentifikasi current state dan goal state, menyusun submasalah, selanjutnya secara bertahap siswa mencari penyelesaian dari sub masalah yang mereka susun, sehingga mereka akan sampai pada tujuan atau maksud dari masalah tersebut (Vollmayer dkk, 1996).

Bruner (Ruseffendi, 2006) mengemukakan bahwa agar siswa lebih berhasil dalam belajar matematika, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan, baik antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dan topik, maupun antara cabang matematika. Kegiatan tersebut terdapat pada pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis. Masalah yang diberikan dalam pembelajaran ini disusun menjadi beberapa submasalah yang


(7)

diselesaikan secara bertahap. Hal ini dapat membantu dan memudahkan siswa untuk melatih kemampuan penalaran matematis.

Dalam penelitian ini, salain dari aspek pembelajaran, aspek kemampuan awal matematis (KAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian. Hal ini terkait dengan efektifitas implementasinya pada proses pembelajaran. Tujuannya yaitu untuk melihat apakah implementasi strategi MEA dapat merata di semua KAM siswa atau hanya pada KAM tertentu saja. Jika merata di semua KAM, maka penelitian ini di generalisasikan bahwa MEA cocok diterapkan untuk semua level kemampuan.

Sesuai dengan teori Krutetski (Darhim, 2004) yang mengatakan bahwa diduga siswa yang berkemampuan rendah akan meningkat hasil belajarnya apabila metode pembelajaran yang digunakan menarik, berpusat pada siswa, dan sesuai dengan tingkat kematangan siswa. Namun dimungkinkan terjadi sebaliknya untuk siswa yang berkemampuan pandai. Ini bisa terjadi karena siswa berkemampuan tinggi dimungkinkan lebih cepat memahami topik matematika yang dipelajari karena kepandaiannya, walaupun tanpa menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa.

Dengan memandang aspek KAM dan aspek strategi pembelajaran yang akan diterapkan, penaliti juga akan melihat apakah kedua aspek tersebut memiliki interaksi terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Hal ini dipandang perlu karena peneliti memiliki dugaan bahwa aspek KAM dan pembelajaran yang diterapkan akan secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Artinya dimungkinkan peningkatan kemampuan penalaran yang terjadi setelah pembelajaran tidak benar-benar murni hasil dari strategi pembelajaran yang diterapkan, tetapi dipengaruhi juga oleh kemampuan awal matematis siswa. Peneliti juga menduga dengan pembelajaran yang diterapkan, siswa yang memiliki KAM sedang berkemungkinan mencapai peningkatan siswa KAM tinggi, dan siswa dengan KAM rendah memiliki kemungkinan menyamai peningkatan siswa KAM sedang.

Uraian di atas mengemukakan bahwa tahapan dalam pembelajaran mengguanakan strategi Means-Ends Analysis diduga memiliki pengaruh terhadap


(8)

kemampuan penalaran, dan Self-Regulated Learning siswa. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin meneliti apakah strategi tersebut dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning siswa. Sehingga

penelitian ini di beri judul “Pengaruh strategi Means-Ends Analysis dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan self-regulated learning siswa SMP.” Kata pengaruh dalam judul penelitian ini diartikan sebagai terjadinya sebuah perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi MEA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah strategi Means-Ends Analysis (MEA) dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning

matematis siswa?”. Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis

antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?

4. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends


(9)

Analysis (MEA) berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?

6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran

ekspositori pada masing-masing kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?

7. Apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis antara siswa yang belajar menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara kedua kelompok pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa.

5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?


(10)

6. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori pada masing-masing kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

7. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat selama proses penelitian

1) Siswa dapat berlatih mengembangkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning dalam pembelajaran matematika.

2) Guru dapat berlatih menggunakan strategi Means-Ends Analysis dalam mengajarkan matematika.

2. Manfaat hasil penelitian 1) Manfaat teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan pada umumnya dan sebagai masukan bagi pengembangan ragam bentuk penelitian di bidang matematika lebih lanjut, khususnya dalam rangka mengembangkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning siswa.

2) Manfaat praktis

Memberikan informasi tentang peningkatan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning siswa dengan menerapkan pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis.


(11)

1.5 Definisi Operasional

Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran

Indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam penelitan ini adalah: Menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati, membuktikan secara langsung atau tidak langsung, menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus yang lainnya, menyususn argument yang valid, dan memeriksa validitas argument, serta melaksanakan perhitungan matematika berdasarkan aturan yang disepakati.

2. Strategi Means-Ends Analysis.

Strategi Means-Ends Analysis merupakan strategi dalam pembelajaran dengan langkah : mengidentifikasi perbedaan antara current state dan goal state dari suatu masalah, membentuk subtujuan yang akan mengurangi perbedaan antara current state dan goal state, dan menentukan serta mengaplikasikan strategi yang dapat mencapai subtujuan.

3. Self-Regulated Learning.

Self-Regulated Learning adalah kemampuan siswa untuk mengatur dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain, yang memiliki ciri-ciri : 1) Inisiatif belajar, 2) Mendiagnosa kebutuhan belajar, 3) Menetapkan tujuan belajar, 4) Memonitor, 5) Memandang kesulitan sebagai tantangan, 6) Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, 7) Memilih dan menetapkan strategi belajar yang tepat, 8) Mengevaluasi proses dan hasil belajar, 9) Konsep diri.

4. Kemampuan Awal Matematis (KAM).

Kategori kemampuan awal matematis (KAM) merupakan klasifikasi siswa berdasarkan pada kemampuan awal matematis siswa sebelum


(12)

diberikan perlakuan dalam penelitian, yang dikelompokan menjadi tiga level kemampuan awal siswa, yaitu tinggi, sedang, rendah.

5. Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran yang dilakukan berdasarkan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : Guru menerangkan materi pelajaran, guru memberikan contoh soal, kemudian guru memberikan latihan soal kepada siswa.


(1)

untuk melatih kemampuan penalaran matematis.

Dalam penelitian ini, salain dari aspek pembelajaran, aspek kemampuan awal matematis (KAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian. Hal ini terkait dengan efektifitas implementasinya pada proses pembelajaran. Tujuannya yaitu untuk melihat apakah implementasi strategi MEA dapat merata di semua KAM siswa atau hanya pada KAM tertentu saja. Jika merata di semua KAM, maka penelitian ini di generalisasikan bahwa MEA cocok diterapkan untuk semua level kemampuan.

Sesuai dengan teori Krutetski (Darhim, 2004) yang mengatakan bahwa diduga siswa yang berkemampuan rendah akan meningkat hasil belajarnya apabila metode pembelajaran yang digunakan menarik, berpusat pada siswa, dan sesuai dengan tingkat kematangan siswa. Namun dimungkinkan terjadi sebaliknya untuk siswa yang berkemampuan pandai. Ini bisa terjadi karena siswa berkemampuan tinggi dimungkinkan lebih cepat memahami topik matematika yang dipelajari karena kepandaiannya, walaupun tanpa menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa.

Dengan memandang aspek KAM dan aspek strategi pembelajaran yang akan diterapkan, penaliti juga akan melihat apakah kedua aspek tersebut memiliki interaksi terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Hal ini dipandang perlu karena peneliti memiliki dugaan bahwa aspek KAM dan pembelajaran yang diterapkan akan secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa. Artinya dimungkinkan peningkatan kemampuan penalaran yang terjadi setelah pembelajaran tidak benar-benar murni hasil dari strategi pembelajaran yang diterapkan, tetapi dipengaruhi juga oleh kemampuan awal matematis siswa. Peneliti juga menduga dengan pembelajaran yang diterapkan, siswa yang memiliki KAM sedang berkemungkinan mencapai peningkatan siswa KAM tinggi, dan siswa dengan KAM rendah memiliki kemungkinan menyamai peningkatan siswa KAM sedang.

Uraian di atas mengemukakan bahwa tahapan dalam pembelajaran mengguanakan strategi Means-Ends Analysis diduga memiliki pengaruh terhadap


(2)

kemampuan penalaran, dan Self-Regulated Learning siswa. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin meneliti apakah strategi tersebut dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning siswa. Sehingga

penelitian ini di beri judul “Pengaruh strategi Means-Ends Analysis dalam

meningkatkan kemampuan penalaran dan self-regulated learning siswa SMP.” Kata pengaruh dalam judul penelitian ini diartikan sebagai terjadinya sebuah perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi MEA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah strategi Means-Ends Analysis (MEA) dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning

matematis siswa?”. Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?

4. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends


(3)

sedang, rendah)?

6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran

ekspositori pada masing-masing kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?

7. Apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis antara siswa yang belajar menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara kedua kelompok pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa.

5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) berdasarkan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?


(4)

6. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori pada masing-masing kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

7. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan strategi

Means-Ends Analysis (MEA) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

ekspositori.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat selama proses penelitian

1) Siswa dapat berlatih mengembangkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning dalam pembelajaran matematika.

2) Guru dapat berlatih menggunakan strategi Means-Ends Analysis dalam mengajarkan matematika.

2. Manfaat hasil penelitian 1) Manfaat teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan pada umumnya dan sebagai masukan bagi pengembangan ragam bentuk penelitian di bidang matematika lebih lanjut, khususnya dalam rangka mengembangkan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning siswa.

2) Manfaat praktis

Memberikan informasi tentang peningkatan kemampuan penalaran dan Self-Regulated Learning siswa dengan menerapkan pembelajaran menggunakan strategi Means-Ends Analysis.


(5)

Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran

Indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam penelitan ini adalah: Menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati, membuktikan secara langsung atau tidak langsung, menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus yang lainnya, menyususn argument yang valid, dan memeriksa validitas argument, serta melaksanakan perhitungan matematika berdasarkan aturan yang disepakati.

2. Strategi Means-Ends Analysis.

Strategi Means-Ends Analysis merupakan strategi dalam pembelajaran dengan langkah : mengidentifikasi perbedaan antara current state dan goal state dari suatu masalah, membentuk subtujuan yang akan mengurangi perbedaan antara current state dan goal state, dan menentukan serta mengaplikasikan strategi yang dapat mencapai subtujuan.

3. Self-Regulated Learning.

Self-Regulated Learning adalah kemampuan siswa untuk mengatur dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain, yang memiliki ciri-ciri : 1) Inisiatif belajar, 2) Mendiagnosa kebutuhan belajar, 3) Menetapkan tujuan belajar, 4) Memonitor, 5) Memandang kesulitan sebagai tantangan, 6) Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, 7) Memilih dan menetapkan strategi belajar yang tepat, 8) Mengevaluasi proses dan hasil belajar, 9) Konsep diri.

4. Kemampuan Awal Matematis (KAM).

Kategori kemampuan awal matematis (KAM) merupakan klasifikasi siswa berdasarkan pada kemampuan awal matematis siswa sebelum


(6)

diberikan perlakuan dalam penelitian, yang dikelompokan menjadi tiga level kemampuan awal siswa, yaitu tinggi, sedang, rendah.

5. Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran yang dilakukan berdasarkan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : Guru menerangkan materi pelajaran, guru memberikan contoh soal, kemudian guru memberikan latihan soal kepada siswa.