pengolahan air pdam tirtamusi

(1)

1. Latar Belakang

PDAM Tirta Musi merupakan salah satu industri air bersih yang terletak di Palembang. Air yang dihasilkan oleh industri ini digunakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pengawasan kualitas air minum dan air bersih. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Gambar 1. Logo Tirta Musi 2. Baku Mutu Air

Air minum yang akan dikonsumsi harus memenuhi 3 syarat kualitas air bersih, diantaranya yaitu syarat fisik, kimia, dan biologis. Syarat fisik air minum yang harus dipenuhi yaitu air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu di bawah suhu udara (sekitar 25oC).


(2)

Tabel 1 Perbandingan Kalitas Air di Sungai Musi, di Air PDAM Tirta Musi dengan Baku Mutu Air Minum

Parameter Air Sungai Air PDAM Baku Mutu

Clorida (mg/l) 2.6 – 5.6 0.1 - 0.2 5

Nitrit (mg/l) 0 – 0.022 0.001 - 0.002 1

Amonia (mg/l) 0.8 – 0.9 0.05-0.1 1.5

Besi (mg/l) 0.38 – 1.08 0 0.3

Mangan (mg/l) 0.3 – 1.3 0 0.1

pH 2.95 – 6.46 6.45-7.01 6.5 – 8.5

Suhu (C) 26.3 – 27.8 27.7 - 29.4 24 – 30

TDS (mg/l) 38 – 39.5 36 – 42.1 1000

E.Coli (jumlah per 100 ml)


(3)

Kadar residu chlor air sungai sebesar 2.6 – 5.6 mg/l dimana kadar maksimum menurut Kepmenkes 907/2002 yaitu sebesar 5 mg/l sedangkan kadar residu pada PDAM sebsar 0.1 – 0.2 mg/l sehingga dapat disimpulkan memenuhi persyaratan kualitas air minum. Residu chlor pada prinsipnya sengaja di pelihara untuk memastikan bahwa tidak ada lagi mikroorganisme patogen pada air (Slamet 1996). Kadar nitrit pada air sungai sebesar 0 – 0.022 mg/l dimana kadar maksimum menurut Kepmenkes 907/2002 sebesar 1 mg/l sdangkan kadar raesidu pada PDAM sebesar 0.001 – 0.002 mg/l. Kadar residu ammonia air sungai sebesar 0.8 – 0.9 mg/l dimana kadar maksimum menurut Kepmenkes 907/2002 sebesar 1.5 mg/l sedangkan kadar residu pada PDAM sebesar 0.05 – 0.1 sehingga dapat disimpulkan bahwa air di PDAM memenuhi persyaratan air minum. Nilai besi pada air sungai sebsar 0.38 – 1.08 mg/l dimana kadar maksimum menurut Kepmenkes 907/2002 yaitu sebesar 0.3 mg/l. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila di konsumsi. Pada dosis tinggi menyebabkan rusaknya dinding usus dan berakibat pada kematian.

Kadar besi yang tinggi menyebabkan iritasi pada mata dan kulit serta menimbulkan bau busuk pada perairan. Parmeter Mangan pada air sungai sebesar 0.3 – 1.3 mg/l dan pada air PDAM di Tirta Musi jauh melampaui yang diperkenankan yaitu 0.1 mg/l. Unsur mangan dalam jumlah kecil diperlukan dalam metabolisme manusia (Rahmawati 2014). Pada konsentrasi melebihi ambang batas menyebabkan air berwarna kemerahan, kuning dan kehitaman, menimbulkan raa tidak enak. Meurut Emilia 2013 kandungan mangan dalam air berasal dari humus yang mengalami penguraian dan bereaksi dengan unur besi untuk membentuk ikatan kompleks organik. Keracunan mangan dapat menimbulkan gangguan pada susunan syaraf.

Hasil pengukuran pH pada air sungai menunjukkan 2.95 – 6.46 dan air PDAM sudah berkurang sebesar 6.45 – 7.01 dimana persyaratan Kepmenkes 907/2002 sebesar antara 6.5 – 8.5 sehingga dapat disimpulkan bahwa pH air memenuhi persyaratan air minum. pH menunjukkan tinggi rendahnya ion hidrogen dalam air. Nilai pH sangat penting diketahui karena banyak reaksi kimia dan biokimia yang terjadi pada tingkat pH tertentu, seperti proses nitrifikasi yang


(4)

akan berakhir jika pH rendah. Dalam tubuh manusia, pH air yang kurang dari 6.5 atau lebih besar dari 6.2 atau lebih besar dari 9.2 akan menyebabkan beberapa persen nyawaan kimia berubah jadi racun.

Pengukuran temperatur air sungai menunjukkan hasil 26.3 – 27.8 sedangkan di PDAM tirta Musi nya sebesar 27.7 – 29.4 dimana Kepmenkes 907/2002 sebasar 24 – 30 sehingga dapat disimpulkan memenuhi persyaratan kualitas air minum. Temperatur atau suhu air minum seharusnya sejuk atau tidak panas agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada dalam saluran pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi biokimia dalam saluran pipa, menghambat perkembangbiakan mikroorganisme patogen, dan bila di minum dapat menghilangkan dahaga (Slamet 1996).

Kadar TDS dalam air sungai sebesar 38 – 39.5 sedangkan di PDAM kadar TDS nya sebesar 36 – 42.1mg/l dimana menurut Kepmenkes 907/2002 sebesar 1000 sehingga dapat disimpulkan air PDAM tersebut memenuhi persyaratan kualitas air minum. TDS (Total Disolvet Solid) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik dan gas terlarut. Selain itu, TDS juga berhubungan dengan tingkat kesadahan dimana semakin tinggi TDS maka kesadahan juga semakin tinggi.

Total E.Coli dalam air sungai Musi sebesar 2400 koloni/100 ml sedangkan PDAM tirta Musi sebesar 0 koloni/100 ml dimana menurut Kepmenkes 907/2002 sebesar 0 koloni/100 ml sehingga dapat disimpulkan bahwa memenuhi persyaratan kualitas air minum. Tingginya kandungan bakteri di perairan sungai Musi diduga akibat masuknya kotoran hewan dan manusia ke dalam badan air. Aktivitas kegiatan penduduk di sepanjang aliran sungai diyakini mempengaruhi hal tersebut. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Pelezar 2005 yang menyatakan bahwa air yang tercemar akan mengandung jutaan bakteri per mili liter yang berasal dari air tanah, pemukiman, atmosfer, atau limbah industri. Menurut Festianti 2006, terdapat hubungan antara total bakteri dengan kadar residu chlor. Laju penurunan kadar chlor dan laju pertumbuhan bakteri semakin besar pada pipa yang bocor dan pada pipa yang tidak bocor.


(5)

3. Proses Pengolahan Air Bersih di PDAM Tirta Musi

Proses pengolahan air baku menadi air bersih yang bebas dari bakteri penyakit melalui beberapa tahapan proses, yaitu pengolahan secara fisik, kimia, dan bakteriologi. Pengolahan secara fisik yaitu pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi kotoran yang relatif besar yang terdapat di dalam air baku dengan menggunakan filter. Proses pengolahan secara kimia, yaitu .proses pengolahan air baku dengan menggunakan zat kimia Alumunium Sulfat Al2(S04)3 sesuai dosis, biasanya berkisar antara 17 sampai 21 ppm, dengan tujuan untuk mengikat kotoran kecil yang terkandung didalam air sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan kecil yang mana sering disebut dengan proses koagulasi. Gumpalan-gumpalan itu akan bersatu dan membentuk flok-flok dan mudah terpisah dengan air, yang mana proses ini disebut flokulasi. Proses pengolahan baktereologi, yaitu proses pengolahan yang bertujuan membunuh bakteri yang ada didalam air bersih dengan jalan membubuhkan kaporit atau gas chlor (Cl2).


(6)

Gambar 3. Panel Pompa CP#3 dan Panel Pompa CP#6

Proses pengolahan air baku menjadi air bersih diatas terbagi lagi dalam tahapantahapan pengolahan sebagai berikut:

a. Raw water Intake Station

PDAM Tirta Musi Palembang mengambil air bakunya dari sungai Musi. Station ini mengalirkan air baku ke WTP (Water Treatment Proses). Air baku yang dialirkan dari Intake disalurkan ke bak pelimpahan air baku. Pada saat pengambilan air sungai yang dilakukan oleh pompa biasanya masih terdapat sampah seperti yang ditemukan pada saat kunjungan yaitu dua botol aqua. hal ini dikarenakan saat pengambilan air sungai, sampah sampah tersebut ikut terhisap oleh pompa dan terbawa sampai di case cade, dari PDAM Tirtamusi sendiri sudah diaplikasikan screen yang apabila terdapat sampah sampah besar pada air sungai, sampah tersebut tidak ikut terhisap oleh pompa tetapi apabila ada sampah kecil seperti botol aqua tersebut maka botol aqua tersebut akan ikut terhisap oleh pompa. PDAM Tirtamusi sendiri sudah menangani dengan baik masalah tersebut dan apabila sampah kecil tersebut ikut terhisap maka sampah tersebut hanya akan sampai di case cade dan tidak ikut sampai ke flokulasi dan sedimentasi.

b. Proses Pembubuhan AL2 (S04)3 dan Koagulasi

Langkah awal dari proses penjernihan adalah dengan memberikan Alumunium Sulfat kedalam air baku yang tertampung dalam suatu unit


(7)

penjernihan. Pemberian Alumunium Sulfat ini berfungsi untuk membentuk flok-flok dari kotoran yang ada didalam air baku untuk mempermudah proses pengendapan. Proses pencampuran ini memerlukan waktu yang cepat ± 5 detik dengan memakai bak yang disebut Case Cade

c. Proses Flokulasi

Dari bak koagulasi air dialirkan kedalam bak flokulasi dimana pada bak ini terjadi penggumpalan partikel yang semakin besar. Makin lama flok-flok semakin besar seiring dengan bertambah luas permukaan aliran sehingga waktu pengaliran akan semakin lama dan reaksi yang terjadi semakin sempurna dan flok yang terbentuk semakin besar dan berat.

d. Proses Sedimentasi

Pada proses ini, diusakan agar flok yang mempunyai berat jenis besar yang mengendap agar tepisan dengan air. Hal ini dikarenakan pengaruh gravitasi dengan tekanan aliran dan perbedaan berat jenis flok tersebut.

e. Proses Filtrasi

Proses ini adalah proses penyaringan, dimana air bersih yang dihasilkan dengan jalan sedimentasi masih terdapat sisa flok dan yang mengembang, sisa flok ini disaring dengan bantuan kotoran bak filter. Filter ini terbentuk dari bahan-bahan seperti pasir dan koral. Untuk menjaga kualitas penyaringan yang baik dan cepat, pada jadwal tertentu bak ini dicuci dengan cara menyemprotkan air bersih kedalam bak tersebut.

Prinsip kerja dari bak filter ini akan diuraikan sebagai berikut:

Gravitasi bumi menyebabkan air mengalir kebawah melalui lapisan pasir setebal 0,8 m dan batu koral setebal 1,2 m. Kotoran yang tersisa akan tertahan


(8)

oleh lapisan pasir tersebut. Butiran pasir yang bermuatan negatif akan menerik kotoran kecil yang bermuatan positif: Besi, Mangan, dan Alumunium. Akibatnya butiran pasir akan tertimbun muatan positif dan mampu menarik kotoran yang bermuatan negatif seperti bakteri. Demikian proses ini berlangsung terus menerus. Air bersih yang dihasilkan akan disalurkan melalui saluran dibawah bak filtrasi.

f. Bak penampungan air bersih (Reservoir)

Setelah mengalami beberapa proses maka diperoleh air bersih yang terjamin kesehatannya. Selanjutnya air tersebut ditampung pada bak. Reservoir adalah bak penampungan air bersih yang siap didistribusikan. Kapasitas tiap-tiap bak adalah ±12000 m3. Untuk mengontrol kadar air didalam reservoir kita dapat melihatnya diruang kontrol. Ruangan ini adalah tempat untuk mengetahui dan menditeksi keadaan:

1. Debit air yang tersedia di reservoir 2. Tekanan didalam pipa-pipa distribusi 3. Level air didalam reservoir


(9)

Gambar 4. Skema pengolahan air bersih di PDAM Tirta Musi Palembang 4. Kegagalan pada Valve Filter

Pada Valve Filter di PDAM Tirta Musi ini biasanya terjadi fatigue (Lelah) dikarenakan oleh sistem pengoperasian filter itu sendiri. Hal ini dikarenakan Valve filter masih dipakai secara manual. Karena pengoperasian secara manual itu sendiri, valve filter dibuka dan ditutup secara tidak teratur mengakibatkan baut pada valve itu mengalami fatigue atau Lelah.

Material pada valve filter itu sendiri stainless steel sehingga tidak terjadi korosi akan tetapi lumpur yang terbawa oleh air sungai sering menempel dan menyebabkan kerak. 5. Pengolahan dengan Bahan Baku Air Laut

Pada PDAM Tirta Musi itu sendiri tidak menggunakan bahan baku dari air laut dikarenakan pengolahan dengan bahan baku air laut itu sendiri pengoperasiannya membutuhkan biaya yang besar. Pada pengolahan dengan bahan baku air laut harus dilakukan penyulingan terlebih dahulu dikarenakan air laut yang mengandung garam. Karena adanya proses penyulingan maka biaya pengoperasiannya menjadi cukup besar hal ini sangat merugikan PDAM Tirtamusi apabila menggunakan bahan baku air laut.

Berikut akan dijelaskan pengolahan air dengan bahan baku air laut:

Flokulasi Raw intake

station

Pembubuhan Al2(SO4)3 dan

koagulasi Air sungai Musi

Reservoir sedimentasi Dialirkan ke rumah-rumah warga


(10)

1. Proses Desalinasi Air Laut dengan membran Reverse Osmosis atau filtrasi

Reverse osmosis (Osmosis balik) adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah sebuah fenomena alam dalam sel hidup di mana molekul "solvent" (biasanya air) akan mengalir dari daerah berkonsentrasi rendah ke daerah Berkonsentrasi tinggi melalui sebuah membran semipermeabel. Proses produksi air bersih dengan metode desalinasi dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi: pengambilan air laut, pengolahan awal air laut, proses pemisahan garam, dan pengolahan akhir.

a. Pengambilan air laut

Tahapan paling awal dalam proses desalinasi adalah pengambilan air laut sebagai bahan baku proses. Metode yang umum dilakukan adalah dengan pemasangan pipa kearah laut hingga jarak beberapa kilometer dari pantai. Hal ini dilakukan untuk memperoleh air laut dengan kualitas baik yang terhindar dari pergerakan sedimen permukaan yang umumnya terjadi pada laut kedalaman dangkal. Laju alir pengambilan air laut dilakukan secara lambat untuk mencegah masuknya biota laut ke dalam pipa.

Gambar 5. Metode pengambilan air laut dengan pipa

Metode diatas menjadi pilihan utama karena kemudahan pemasangan sistem. Namun, dalam hal kinerja, teknik tersebut sangat sensitif dengan perubahan kondisi air laut yang terjadi seiring dengan perubahan musim dan iklim. Pencegahan biota laut untuk masuk ke dalam sistem juga tidak seefektif yang diharapkan.


(11)

Gambar 6. Pengambilan air laut dengan beach well

Metode alternatif yang sedang ramai diperbincangkan adalah dengan memanfaatkan kondisi geologi lokal pantai untuk menyaring air laut dengan sistem sumur (beach wells). Dengan metode ini, air laut diekstraksi dari lapisan bawah permukaan (subsurface) pantai. Selain itu, teknologi yang sedang dikembangkan adalah tipe gallery dengan struktur menyerupai penyaringan pasir yang dipasang di permukaan bawah laut (seabed) untuk mendapatkan bahan baku dengan kualitas tinggi. Metode-metode diatas tercakup dalam sistem subsurface intake.

b. Pengolahan awal

Pengolahan awal bertujuan untuk mengkondisikan bahan baku, dalam hal kandungan pengotor, agar ramah bagi proses utama desalinasi. Pengotor yang biasa terkandung dalam air laut mencakup makromolekul (pasir dan biota laut termasuk ikan, alga dll.) dan mikromolekul (unsur penyebab sedimentasi, kristalisasi dan fouling). Teknik yang dilakukan pada umumnya mencakup koagulasi-flokulasi-sedimentasi (coagulation-flocculation-sedimentation), membrane tekanan rendah (low pressure membrane), penyaringan dengan media (media filter) dan catridge filter.


(12)

Gambar 7. rangkaian proses pengolahan awal

Proses pengolahan awal menjadi kunci penting lancarnya proses desalinasi karena menentukan stabilitas dan kinerja proses dengan semakin tingginya kualitas air umpan. Dari segi ekonomi, proses pengolahan awal terhitung hampir mencapai 30% dari keseluruhan biaya proses. Penghematan biaya dalam proses pengolahan awal sangat mungkin dilakukan dengan aplikasi alternatif pengambilan air laut seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan bahan baku yang kualitasnya lebih baik saat, proses pengolahan awal akan lebih ringan sehingga mengurangi konsumsi bahan kimia proses serta mengurangi jumlah peralatan proses dan pada akhirnya menurunan biaya operasional serta meningkatkan performa dan stabilitas proses.

c. Proses Inti

Pada tahapan ini, bahan baku yang telah mengalami pengolahan awal akan mengalami proses penyisihan garam sehingga menghasilkan air bersih. Berdasarkan teknik pemisahan garamnya, proses desalinasi dikategorikan menjadi dua: berbasis panas dan berbasis membran. Pada proses berbasis panas, bahan baku dikondisikan mendidih pada tekanan rendah sehingga menghasilkan uap air pada temperatur rendah. Pada proses ini, hanya air saja yang mengalami penguapan, sehingga setelah pengumpulan dan pengkondensasian uap, akan dihasilkan air bersih tanpa garam dan pengotor. Multistage flash distillation danmulti effect distillation adalah contoh teknologi desalinasi dengan berbasis panas.


(13)

Berbeda halnya pada proses diatas yang menggunakan energi panas untuk pemisahan garam dari air laut, teknologi membran menggunakan energi tekanan. Membran adalah istilah umum untuk saringan tipis yang memfasilitasi pemisahan secara selektif – hanya bahan-bahan tertentu yang dapat dilewatkan dan ditahan oleh membran ini. Tipe membran yang digunakan sangat bergantung pada aplikasi. Khusus untuk desalinasi, digunakan reverse osmosis (RO) membrane dengan karakter tak berpori yang mampu melakukan pemisahaan pada level ion, termasuk garam dengang komposisi utama ion natrium dan klorida. Penyaringan dengan membran RO dilakukan dengan cara menekan bahan baku air laut pada permukaan membran sehingga melewatkan air murni pada sisi produk, sementara menahan kandungan garam dan pengotor lainnya ke aliran buangan. Produk air yang dihasilkan sangat murni dengan konsentrasi ion yang sangat rendah.

e. Pengolahan akhir

Kondisi air murni dengan konsentrasi ion rendah dalam produk desalinasi perlu disesuaikan agar nyaman saat dikonsumsi dan tidak merusak pipa distribusi. Untuk konsumsi, air murni tidak berasa, perlu adanya penambahan mineral supaya rasanya sesuai dengan kualitas air minum: rasa menyegarkan dari air berasal dari kandungan mineral. Kandungan ion yang minimal dapat memicu proses korosi pada pipa distribusi karena kecenderungan pengikatan ion-ion metal pipa agar keseimbangan kimia air tercapai. Pada tahapan akhir penambahan mineral dilakukan pada aliran produk sehingga dihasilkan produk air bersih dengan kualitas air minum.


(1)

oleh lapisan pasir tersebut. Butiran pasir yang bermuatan negatif akan menerik kotoran kecil yang bermuatan positif: Besi, Mangan, dan Alumunium. Akibatnya butiran pasir akan tertimbun muatan positif dan mampu menarik kotoran yang bermuatan negatif seperti bakteri. Demikian proses ini berlangsung terus menerus. Air bersih yang dihasilkan akan disalurkan melalui saluran dibawah bak filtrasi.

f. Bak penampungan air bersih (Reservoir)

Setelah mengalami beberapa proses maka diperoleh air bersih yang terjamin kesehatannya. Selanjutnya air tersebut ditampung pada bak. Reservoir adalah bak penampungan air bersih yang siap didistribusikan. Kapasitas tiap-tiap bak adalah ±12000 m3. Untuk mengontrol kadar air didalam reservoir kita dapat melihatnya diruang kontrol. Ruangan ini adalah tempat untuk mengetahui dan menditeksi keadaan:

1. Debit air yang tersedia di reservoir 2. Tekanan didalam pipa-pipa distribusi 3. Level air didalam reservoir


(2)

Gambar 4. Skema pengolahan air bersih di PDAM Tirta Musi Palembang

4. Kegagalan pada Valve Filter

Pada Valve Filter di PDAM Tirta Musi ini biasanya terjadi fatigue (Lelah) dikarenakan oleh sistem pengoperasian filter itu sendiri. Hal ini dikarenakan Valve filter masih dipakai secara manual. Karena pengoperasian secara manual itu sendiri, valve filter dibuka dan ditutup secara tidak teratur mengakibatkan baut pada valve itu mengalami fatigue atau Lelah.

Material pada valve filter itu sendiri stainless steel sehingga tidak terjadi korosi akan tetapi lumpur yang terbawa oleh air sungai sering menempel dan menyebabkan kerak.

5. Pengolahan dengan Bahan Baku Air Laut

Pada PDAM Tirta Musi itu sendiri tidak menggunakan bahan baku dari air laut dikarenakan pengolahan dengan bahan baku air laut itu sendiri pengoperasiannya membutuhkan biaya yang besar. Pada pengolahan dengan bahan baku air laut harus dilakukan penyulingan terlebih dahulu dikarenakan air laut yang mengandung garam. Karena adanya proses penyulingan maka biaya pengoperasiannya menjadi cukup besar hal ini sangat merugikan PDAM Tirtamusi apabila menggunakan bahan baku air laut.

Berikut akan dijelaskan pengolahan air dengan bahan baku air laut:

Flokulasi Raw intake

station

Pembubuhan Al2(SO4)3 dan

koagulasi Air sungai Musi

Reservoir sedimentasi Dialirkan ke rumah-rumah warga


(3)

1. Proses Desalinasi Air Laut dengan membran Reverse Osmosis atau filtrasi

Reverse osmosis (Osmosis balik) adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah sebuah fenomena alam dalam sel hidup di mana molekul "solvent" (biasanya air) akan mengalir dari daerah berkonsentrasi rendah ke daerah Berkonsentrasi tinggi melalui sebuah membran semipermeabel. Proses produksi air bersih dengan metode desalinasi dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi: pengambilan air laut, pengolahan awal air laut, proses pemisahan garam, dan pengolahan akhir.

a. Pengambilan air laut

Tahapan paling awal dalam proses desalinasi adalah pengambilan air laut sebagai bahan baku proses. Metode yang umum dilakukan adalah dengan pemasangan pipa kearah laut hingga jarak beberapa kilometer dari pantai. Hal ini dilakukan untuk memperoleh air laut dengan kualitas baik yang terhindar dari pergerakan sedimen permukaan yang umumnya terjadi pada laut kedalaman dangkal. Laju alir pengambilan air laut dilakukan secara lambat untuk mencegah masuknya biota laut ke dalam pipa.

Gambar 5. Metode pengambilan air laut dengan pipa

Metode diatas menjadi pilihan utama karena kemudahan pemasangan sistem. Namun, dalam hal kinerja, teknik tersebut sangat sensitif dengan perubahan kondisi air laut yang terjadi seiring dengan perubahan musim dan iklim. Pencegahan biota laut untuk masuk ke dalam sistem juga tidak seefektif yang diharapkan.


(4)

Gambar 6. Pengambilan air laut dengan beach well

Metode alternatif yang sedang ramai diperbincangkan adalah dengan memanfaatkan kondisi geologi lokal pantai untuk menyaring air laut dengan sistem sumur (beach wells). Dengan metode ini, air laut diekstraksi dari lapisan bawah permukaan (subsurface) pantai. Selain itu, teknologi yang sedang dikembangkan adalah tipe gallery dengan struktur menyerupai penyaringan pasir yang dipasang di permukaan bawah laut (seabed) untuk mendapatkan bahan baku dengan kualitas tinggi. Metode-metode diatas tercakup dalam sistem subsurface intake.

b. Pengolahan awal

Pengolahan awal bertujuan untuk mengkondisikan bahan baku, dalam hal kandungan pengotor, agar ramah bagi proses utama desalinasi. Pengotor yang biasa terkandung dalam air laut mencakup makromolekul (pasir dan biota laut termasuk ikan, alga dll.) dan mikromolekul (unsur penyebab sedimentasi, kristalisasi dan fouling). Teknik yang dilakukan pada umumnya mencakup koagulasi-flokulasi-sedimentasi (coagulation-flocculation-sedimentation), membrane tekanan rendah (low pressure membrane), penyaringan dengan media (media filter) dan catridge filter.


(5)

Gambar 7. rangkaian proses pengolahan awal

Proses pengolahan awal menjadi kunci penting lancarnya proses desalinasi karena menentukan stabilitas dan kinerja proses dengan semakin tingginya kualitas air umpan. Dari segi ekonomi, proses pengolahan awal terhitung hampir mencapai 30% dari keseluruhan biaya proses. Penghematan biaya dalam proses pengolahan awal sangat mungkin dilakukan dengan aplikasi alternatif pengambilan air laut seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan bahan baku yang kualitasnya lebih baik saat, proses pengolahan awal akan lebih ringan sehingga mengurangi konsumsi bahan kimia proses serta mengurangi jumlah peralatan proses dan pada akhirnya menurunan biaya operasional serta meningkatkan performa dan stabilitas proses.

c. Proses Inti

Pada tahapan ini, bahan baku yang telah mengalami pengolahan awal akan mengalami proses penyisihan garam sehingga menghasilkan air bersih. Berdasarkan teknik pemisahan garamnya, proses desalinasi dikategorikan menjadi dua: berbasis panas dan berbasis membran. Pada proses berbasis panas, bahan baku dikondisikan mendidih pada tekanan rendah sehingga menghasilkan uap air pada temperatur rendah. Pada proses ini, hanya air saja yang mengalami penguapan, sehingga setelah pengumpulan dan pengkondensasian uap, akan dihasilkan air bersih tanpa garam dan pengotor. Multistage flash distillation danmulti effect distillation adalah contoh teknologi desalinasi dengan berbasis panas.


(6)

Berbeda halnya pada proses diatas yang menggunakan energi panas untuk pemisahan garam dari air laut, teknologi membran menggunakan energi tekanan. Membran adalah istilah umum untuk saringan tipis yang memfasilitasi pemisahan secara selektif – hanya bahan-bahan tertentu yang dapat dilewatkan dan ditahan oleh membran ini. Tipe membran yang digunakan sangat bergantung pada aplikasi. Khusus untuk desalinasi, digunakan reverse osmosis (RO) membrane dengan karakter tak berpori yang mampu melakukan pemisahaan pada level ion, termasuk garam dengang komposisi utama ion natrium dan klorida. Penyaringan dengan membran RO dilakukan dengan cara menekan bahan baku air laut pada permukaan membran sehingga melewatkan air murni pada sisi produk, sementara menahan kandungan garam dan pengotor lainnya ke aliran buangan. Produk air yang dihasilkan sangat murni dengan konsentrasi ion yang sangat rendah.

e. Pengolahan akhir

Kondisi air murni dengan konsentrasi ion rendah dalam produk desalinasi perlu disesuaikan agar nyaman saat dikonsumsi dan tidak merusak pipa distribusi. Untuk konsumsi, air murni tidak berasa, perlu adanya penambahan mineral supaya rasanya sesuai dengan kualitas air minum: rasa menyegarkan dari air berasal dari kandungan mineral. Kandungan ion yang minimal dapat memicu proses korosi pada pipa distribusi karena kecenderungan pengikatan ion-ion metal pipa agar keseimbangan kimia air tercapai. Pada tahapan akhir penambahan mineral dilakukan pada aliran produk sehingga dihasilkan produk air bersih dengan kualitas air minum.