DUKUNGAN RUSIA TERHADAP PEMERINTAH SURIAH DI TENGAH PARITAS KEKUATANNYA TERHADAP AMERIKA SERIKAT Nadia Izzati NIM 071311233072 Surabaya, Indonesia ABSTRAK - DUKUNGAN RUSIA TERHADAP PEMERINTAH SURIAH DI TENGAH PARITAS KEKUATANNYA TERHADAP AMERIKA SERIKAT R

  

DUKUNGAN RUSI A T ERH ADAP PEM ERI NT AH SURI AH DI T ENGAH

PARI T AS KEKUAT ANNYA T ERH ADAP AM ERI KA SERI KAT

N adia I zzati

N I M 0 713112330 72

  

Sur abaya, I ndonesia

  

Konfllik Suriah yang berlangsung sejak tahun 2011 telah menciptakan dua aliansi yaitu

Amerika Serikat dan Rusia yang saling bertolakbelakang dalam memberikan dukungan

terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Amerika Serikat bersama aliansinya

mendukung kelompok oposisi dalam mewujudkan proses transisi pemerintahan Suriah.

Keberadaan aliansi Amerika Serikat kemudian mendorong Rusia untuk terlibat baik secara

politik maupun militer pada konflik Suriah. Adanya keterlibatan Rusia tersebut sebagai bentuk

upaya memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Dengan menggunakan teori Balance of

Threat dan teori Power Transition membantu menjawab keterlibatan Rusia pada konflik

Suriah. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatif agar dapat mengkaji lebih

dalam konsep aliansi, strategi balancing, paritas kekuatan dan ketidakpuasan suatu negara

terhadap sistem internasional yang ada di penelitian. Dalam penelitian ini kemudian

ditemukan fakta-fakta yang menjelaskan bahwa Rusia ingin memperluas lingkaran pengaruh

untuk menggeser dan menekan dominasi pengaruh Amerika Serikat di Timur Tengah akibat

adanya paritas kekuatan dalam segi militer diantara Rusia dan Amerika Serikat. Dalam

mewujudkan tujuannya, Rusia beraliansi dengan Suriah agar dapat menemukan celah untuk

memperluas pengaruh di Timur Tengah.

  Kata Kunci: Rusia, Suriah, Aliansi, Balancing, Paritas Kekuatan

The Sy r ian conflict has taken place since 2011 cr eated two alliances, nam ely the United

States and Russia, which ar e in conflict with each other in giving to the par ties to the conflict.

The United States along with its allies suppor ted the gr oup i n the Sy r ian gover nm ent's

execution pr ocess. The existence of US alliance to encour age Russia to engage both

politically and m ilitar ily in the Sy r ian conflict. The existence of the joke it as a for m of efforts

  

to expand its influence in the M iddle East. Using the theor y of Balance of Thr eat and Power

Tr ansition theor ies help answer Russia's flow to the Sy r ian conflict. This r esear ch uses

explanative ty pe of r esear ch in or der to deepen the concept of alliance, balancing str ategy ,

power par ity and dissatisfaction in the countr ies that exist in the r esear ch. I n this stu dy later ,

found the facts that explain that Russia wants to expand with influence and in or der to

incr ease its dom ination over United States in the M iddle East by the power par ity in m ilitary

between Russia and United States. I n r ealizing, Russia alliance with Sy r ia in or der to find a

gap for expansion in the M iddle East.

  Key w or ds: Russia, Sy r ia, Alliance, Balancing, Power Par ity

  Peristiwa Jasm ine Revolution yang terjadi di Tunisia pada akhir tahun 2010 berdam pak secara secara dom ino di wilayah Afrika Utar a dan Tim ur Tengah (El-M ay, 2010; 58). Peristiwa tersebut m erupakan sebuah aksi pioneer bagi negara-negara di kawasan tersebut untuk m elakukan revolusi pem erintahan. Suriah m enjadi salah satu negara yang terkena dam pak dom ino dari peristiwa Jasm ine Revolution tersebut. Pada awal tahun 2011, Rakyat Suriah m ulai m elakukan aksi-aksi dalam m erevolusi pem erintahan Presiden Bashar al-Assad untuk turun dari posisi kepresidenan Suriah (Hof et al, 2013; 1). Dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan rakyat Suriah terhadap kinerja dinasti pem erintahan al-Assad dim ana telah m em im pin sejak awal kem erdekaan Suriah hingga pada era pem erintahan Bashar al -Assad. Kem udian salah satu tindakan Bashar al-Assad dengan m em berlakukan undang-undang darurat (em er gency law) yang m elarang adanya pem batasan segala bentuk kom unikasi bagi rakyatnya sem akin m engundang rakyat untuk melakukan berbagai aksi revolusi. Pada data bulan Septem ber 2015, tercatat sebanyak 200.000 orang m enjadi korban jiwa akibat peperangan antara rakyat sipil dengan pem er intah Suriah (New York Tim es, 2015). M eningkatnya angka korban jiwa tersebut kem udian m endorong rakyat Suriah untuk m em bentuk kelom pok oposisi yang lebih terstruktur yaitu Free Syrian Arm y (FSA) dalam m enjatuhkan rezim Bashar al-Assad (Hof et al, 2013; 18). Serangan yang diluncurkan baik oleh pihak FSA m aupun pem erintah seringkali terjadi di wilayah Hom s, Ham a, Aleppo, dan I dlib. Perang sipil tersebut diperparah dengan adanya aktivitas kelom pok teroris seperti the Nusra Front dan I slam ic State of I raq and Syria (I SI S) yang berusaha untuk m enguasai wilayah Suriah. I SI S sendiri telah m enguasai beberapa wilayah di Suriah, terutama di wilayah Raqqa dan Palm yra (Anon, 2017). Pasukan m iliter Bashar al -Assad kem udian m elakukan serangan yang ditujukan untuk I SI S dalam m elindungi wilayah-wilayah Suriah terutam a di wilayah Palmyra yang kaya akan pertam bangan m inyak dan m erupakan kawasan bersejarah Suriah (Huffington Post, 2015).

  Konflik peperangan yang m elibatkan pem erintah Suriah, kelom pok oposisi, dan I SI S m engundang perhatian global. Tindakan pem erintah Bashar al-Assad dalam m enggunakan m iliterisasi terhadap rakyatnya m enuai banyak kecam an dari aktor -aktor internasional. Konflik Suriah tersebut kem udian m enciptakan dua koalisi yaitu koalisi Am erika Serikat dan Rusia. Bersam a Australia, Denmark, Belanda, Perancis, Jerm an, Yordania, dan I nggris, koalisi Am erika Serikat dengan tegas m engecam kekerasan yang dilakukan oleh pem erintah Bashar al-Assad dan m em beri dukungan terhadap kelom pok oposisi dengan tujuan m ewujudkan transisi politik dan m enjatuhkan rezim Bashar al-Assad. Berbagai m acam bentuk dukungan diberikan oleh koalisi Am erika Serikat. Keberadaan koalisi Am erika Serikat dalam konflik Suriah kem udian m enciptakan koalisi oposisi. Rusia bersam a I ran, I raq, dan Lebanon- Hezbollah kem udian bergabung untuk m enciptakan sebuah koalisi untuk m em berikan dukungan dalam m em pertahankan rezim Bashar al-Assad dan m enekan upaya resolusi konflik yang m engancam keberlangsungan rezim Bashar al-Assad. Keberadaan Am erika Serikat bersam a koalisinya untuk m enggeser rezim Bashar al-Assad m endorong Rusia bersam a koalisinya untuk m elakukan aksi penolakan terhadap upaya-upaya Am erika Serikat dalam m eresolusi konflik baik secara m iliter m aupun secara politik. Secara diplom atik, Rusia bersam a Tiongkok m elakukan salah satu pem berian veto terhadap rancangan resolusi DK PBB terhadap pem erintah Suriah pada tahun 2011 (Security Council United Nations, 2011). Secara m iliter, terhitung sejak 30 Septem ber 2015, Rusia m ulai m eluncurkan serangan dengan serangan udara di beberapa wilayah Suriah dengan tujuan untuk m elawan kelom pok oposisi Presiden Bashar al-Assad dan m em berantas kelom pok teroris I SI S di Suriah (M cDonnell, 2015).

  

Ber tahannya Aliansi dalam Bentuk Dukungan-Dukungan Rusia ter hadap

Pem er intah Bashar Al-Assad

  Dengan sejarah hubungan diplom atik yang panjang dan erat, Rusia secara aktif memberikan dukungannya terhadap dinasti rezim pem erintahan al -Assad yang telah m em im pin sejak tahun 1970. Dukungan Rusia terhadap rezim al-Assad sem akin intens ketika m ulai pecahnya konflik sipil Suriah pada 2010. Dukungan Rusia yang tertuju pada pem erintah dalam melawan rakyat sipil tertuang dalam pernyataan Presiden Rusia, Dm itry M edvedev pada pertem uan dengan Presiden Bashar al-Assad tanggal 11 M ei 2010. M edvedev (President of Russia, 2010) m enyatakan bahwa secara eksplisit m enekankan untuk m em pererat hubungan bilateral keduanya terutam a di bidang ekonom i dan kem anusiaan terkait dengan konflik yang tengah terjadi di Suriah. Dengan m eningkatnya konflik sipil Suriah pada M aret 2011, Rusia sem akin gencar untuk m em berikan kontribusi dalam m ediasi antara pem erintah Bashar al -Assad dengan kelom pok oposisi pem erintah Suriah (Zvyagelskaya, 2016: 85).

  Berdasarkan the Syrian Observatory for Hum an Rights tercatat di tahun 2015 sebanyak ham pir 206.603 jiwa m enjadi korban dan ribuan rakyat Suriah terpisah dan m em utuskan untuk m engungsi ke beberapa negara (Gladstone dan Ghannam, 2015). Tingginya angka korban jiwa dan pengungsi Suriah akibat konflik tersebut kem udian m engundang perhatian global khususnya kelom pok negara-negara Barat seperti US dan negara Eropa serta PBB untuk segera m enjatuhkan sanksi terhadap pem erintahan Bashar al -Assad.Rencana sanksi yang akan ditujukan kepada pem erintahan al-Assad dan sem bilan belas warga negara Syria tersebut kem udian dilihat oleh Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin, sebagai tindakan yang tidak perlu dilakukan (Charbonneau, 2011). Bersam a dengan Tiongkok, Rusia m em utuskan untuk m elakukan veto terhadap rancangan resolusi sanksi tersebut. Kedua negara tersebut m enilai bahwa sanksi tersebut m erupakan suatu tindakan yang counter pr oductive sehingga DK PBB sepatutnya untuk m engedepankan sebuah dialog diantara pihak-pihak yang terlibat dan m enekankan asas-asas non-intervensi dalam urusan dalam negeri suatu negara untuk m enghargai kedaulatan serta integritas teritori suatu negara (Security Council United Nations, 2011). Konflik pun m asih bergulir hingga m emasuki tahun 2012. Rusia m asih m emberikan hak vetonya ketika DK PBB kem bali m engeluarkan sebuah rancangan resolusi untuk pem erintah Suriah pada tanggal 4 Februari 2012 (Security Council United Nations, 2012). Dalam rancangan resolusi yang diprakarsai oleh tersebut m endesak segala pihak yang terlibat dalam konflik Suriah, bai k pem erintah Suriah m aupun kelom pok oposisi untuk segera m enghentikan segala bentuk kekerasan dan pem balasan. Lebih detail, dalam rencana resolusi tersebut Suriah didesak untuk segera m elindungi populasinya dengan m enarik seluruh pasukan keamanannya di wil ayah kota dan m engadakan dem onstrasi yang dam ai (Security Council United Nations, 2012). Berbeda dengan Rusia, m elalui vetonya terhadap rancangan resolusi tersebut, Rusia yang diwakili oleh Vitaly Churkin m enilai bahwa hal tersebut tidaklah seim bang dan ku rang akurat dalam penyelesaian konflik Suriah. Rancangan resolusi dianggap Rusia tidak berfokus untuk m endesak para kelom pok bersenjata yang berafiliasi dengan kelom pok ekstrim is untuk m engakhiri kekerasan yang turut m emperkuat tensi konflik di Suriah (Security Council United Nations, 2012). Pada tanggal 19 Juli 2012, untuk kedua kalinya di tahun 2012, Rusia m enjatuhkan vetonya kem bali pada resolusi yang bertujuan untuk m em perpanjang m andat M isi Pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Suriah (UNSM I S) dan memberikan ancaman sanksi terhadap Suriah untuk segera m enghentikan penggunaan m iliterisasi terhadap rakyat sipilnya ( Security

  Council United Nations, 2012). M isi pengawasan tersebut didasari oleh bab VI I Piagam PBB m engenai penuntutan kepatuhan sebuah negara. DK PBB m embentuk UNSM I S

  • – untuk misi selam a tiga bulan dan dengan sebanyak 300 pasukan keamanan yang tidak bersenjata - pada bulan April 2012 untuk m em antau penghentian terencana kekerasan di Suriah, serta untuk m em antau dan m endukung im plem entasi penuh dari rencana perdam aian ( Security Council United Nations, 2012). Churkin ( Security Council United Nations, 2012) m enyatakan bahwa resolusi tersebut m erupakan hal yang dapat m endorong adanya intervensi m iliter yang lebih luas. Perwakilan Suriah dalam rapat DK PBB tersebut m enam bahkan bahwa sebuah resolusi praktis yang sederhana seharusnya diadopsi untuk m em perluas m andat UNSM I S dan m em bantu pelaksanaan rencana perdam aian, nam un pada resolusi tersebut hanya lebih m enginginkan adanya intervensi eksternal. Di tahun 2013, konflik sipil Suriah sem akin m engalami ekskalasi. Pada tanggal 21 Agustus 2013, pem erintah Suriah diduga m elakukan sebuah serangan yang m enyerang kelom pok oposisi dan rakyat sipil dengan m enggunakan gas kim ia sarin di wilayah Ghouta, Suriah (Shoham , 2017: 2). Dengan dugaan serangan gas sarin yang ditujukan kepada pem erintah Suriah, Rusia kem udian m engam bil langkah persuasif untuk m elakukan sebuah diskusi dengan Presiden Bashar al-Assad. Diskusi tersebut bertujuan m em persuasi Presiden Bashar al-Assad agar segera m enyerahkan senjata kimia yang dim iliki dan bersedia untuk bergabung dengan CWC. Tidak hanya itu, ajakan Rusia kepada Presiden Bashar al -Assad juga ditujukan untuk m enghindari adanya serangan oleh Am erika Serikat. Am erika Serikat sendir i telah m enyatakan pada tahun 2012 bahwa Am erika Serikat akan m elakukan serangan ketika Pem erintah Suriah m elakukan serangan dengan m enggunakan senjata kimia (Blanchard dan Sharp, 2013). Tahun 2014 m enjadi tahun dim ana m ediasi Jenewa (Geneva Talks I I ) yan g kedua diadakan sebanyak dua kali. M ediasi putaran pertam a diadakan di bulan Januari pada tanggal 24 hingga 31 Januari dan m ediasi putaran kedua diadakan di bulan Februari pada tanggal 10 hingga 15 Februari (Arab Center for Research and Policy Studies, 2014: 1). Pada m ediasi ini, Rusia berhasil untuk m engajak Suriah untuk berpartisipasi dalam m ediasi yang diadakan di

  Jenewa tersebut (Anon, 2014a). M ediasi pertam a pun gagal sehingga m ediasi kedua terjadi satu bulan berikutnya. Nam un perundingan putaran kedua berjalan tanpa m encapai hasil yang nyata. Pada bulan Juni 2014, Presiden Bashar al -Assad m engadakan sebuah pem ilihan um um dengan dua kandidat yang berasal dari luar keluarga al -Assad yang didukung penuh oleh Rusia (Anon, 2014b). Hal tersebut dikem ukakan oleh juru bicara M enteri Luar Negeri, Alexander Lukashevich yang menyatakan “Moscow sees the vote as an impor tant event that safeguar ds the continued functioning of state institutions in Sy r ia ” (Spencer, 2014).

  Dalam beberapa kali kesem patan, Rusia secar a im plisit m enyatakan ketidaksetujuan dan kritik terhadap beberapa keputusan yang diam bil oleh Am erika Serikat dalam upaya penyelesaian konflik di Suriah. Salah satu bentuk ketidaksetujuan Rusia disam paikan oleh Presiden Vladim ir Putin pada pertem uan M ajelis Um um PBB pada 28 Septem ber 2015 yang m enyatakan bagaim ana negara Barat khususnya Am erika yang terus m endesak adanya dem okrasi yang m erata di tiap-tiap negara di kawasan Tim ur Tengah (President of Russia, 2015a). Bagi Presiden Vladim ir Putin, desakan dem okrasi di negara Tim ur Tengah hanya dapat m eningkatkan kekerasan, kem iskinan, dan m unculnya berbagai kelom pok ekstrim is. Bersam a pernyataan tersebut, Presiden Vladim ir Putin m engajak seluruh anggota PBB untuk bergabung dalam aksi m iliternya dalam konflik Suriah untuk m enekan keberadaan kelompok teroris di Suriah. Ketidaksetujuan Rusia juga disam paikan dalam sebuah pertanyaan yang dilontarkan salah satu audiens dalam Forum I nvestasi Russia Calling! Pada 13 Oktober 2015 bahwa dinyatakan oleh Presiden Barrack Obam a bahwa Rusia dengan sengaja m em bangun aliansi bersam a dan m em berikan dukungan kepada Presiden Bashar al -Assad. M elalui Presiden Vladim ir Putin, Rusia m em berikan bantahan terhadap dugaan Am erika Serikat tersebut yang dinyatakan bahwa Rusia dalam keterlibatannya di Suriah tidak m encari sebuah kepem im pinan. Presiden Vladim ir m enyatakan bahwa Rusia hanya berkontribusi dalam m elawan terorism e yang terjadi di Suriah m elalui tindakan-tindakan yang sesuai dengan piagam PBB dan hukum internasional (President of Russia, 2015b). Lebih lanjut, Presiden Vladim ir Putin juga m enyatakan bahwa koalisi internasional yang dipim pin oleh Am erika Serikat tidak sesuai dengan aturan yang ada dim ana m ereka bertindak tidak didasari atas bersedianya pem erintah Suriah.

  Bertem pat di Vienna, pada tanggal 14 November 2015, sebuah pertem uan yang dihadiri oleh PBB, Liga Arab, dan negara anggota I SSG digelar (United Nations, 2015a). Pertem uan tersebut m em bahas rencana untuk m engakselerasi penyelesaian konflik di Suriah dengan diim plem entasikannya gencatan senjata dan proses politik yang sesuai dengan Geneva Talks I yang digelar pada 2012. Dalam pernyataan bersam a Am erika Serikat dan Rusia sebagai ketua bersam a dari I SSG, dijelaskan bahwa gencatan senjata akan diberlakukan pada tanggal

  27 Februari 2016 (M inistry of Foreign Affairs of the Russia Federation, 2016a). Gencatan senjata tidak berlaku kepada kelom pok teroris baik Daesh, Jabhat The Nusra Front/ The Nusra Front, dan lainnya sesuai dengan arahan DK PBB. Pada akhir Desem ber 2016, Rusia bersama I ran dan Turki m elakukan sebuah pertem uan yang m enghasilkan M oscow Declar ation yang m em bahas m engenai gencatan senjata yang perlu untuk diim plem entasikan kem bali. Deklarasi tersebut berkaca pada kesepakatan gencatan senjata yang disepakati bai k oleh pem erintah Suriah dan kelompok oposisi pada awal 2016 yang kemudian gugur akibat kurang patuhnya kelom pok oposisi dalam m elaksanakan kesepakatan tersebut. Diselenggarakan di M oscow, pertem uan M enteri Luar Negeri Rusia, I ran, dan Turki pada tanggal 20 Desem ber

  2016 m em bahas dan m engeksplorasi m asa depan politik Suriah (Arab Center for Research and Policy Studies, 2014). Terhitung sejak 30 Septem ber 2015, serangan m iliter m ulai diluncurkan Rusia untuk pertama kalinya (Humud et al., 2015). Dalam serangan militer perdana tersebut m elibatkan sedikitnya 20 pesawat tem pur untuk m eluncurkan serangan udara di wilayah Homs dan Ham a dimana wilayah tersebut m erupakan wilayah yang banyak ditem pati oleh kelom pok oposisi (I nstitute for the Study of War Research Team , 2016). Kem enterian Pertahanan Rusia m engklaim bahwa serangan tersebut ditujukan untuk penyerangan terhadap kelom pok teroris I SI S dan the Nusra Front yang berafiliasi dengan kelom pok teroris al -Qaeda (M inistry of Defence of the Russia Federation, 2015). Dalam pertemuan tanggal 7 Oktober 2015 antara Presiden Vladimir Putin dengan M enteri Pertahanan Sergey Lavrov, Lavrov m elaporkan bahwa telah terjadi peningkatan intensitas serangan yang m engakibatkan sebanyak 112 target berhasil dilum puhkan sejak serangan pertam a pada 30 Septem ber 2015, yang m eliputi pos kom ando, depot am unisi, perangkat keras militer, dan kam p pelatihan kelom pok teroris I SI S (President of Russia, 2015). Rusia m em iliki persediaan aktif sebanyak 2.000 non-strategis nuklir senjata yang m eliputi rudal udara-ke-perm ukaan, rudal balistik jarak pendek, bom gravitasi, dan m uatan m endalam untuk pem bom jarak m enengah, pem bom taktis, penerbangan angkatan laut, serta rudal anti- kapal, anti-kapal selam , anti-pesawat terbang dan torpedo baik untuk kapal perm ukaan m aupun kapal selam (Defense I ntelligence Agency, 2016). Dengan amunisi dan pasukan yang luar biasa tersebut tidak heran apabila serangan m iliter yang dilayangkan Rusia m erupakan sebuah undangan dari Presiden Bashar al-Assad dan telah m endapatkan persetujuan dari Presiden Bashar al-Assad yang dinyatakan dalam pertem uan Presiden Vladim ir Putin dan Presiden Bashar al-Assad pada tanggal 21 Oktober 2015. Dalam pertem uan tersebut, Presiden Vladim ir Putin m enyatakan bahwa Rusia m enerim a perm intaan pem er intah Suriah dalam m em bantu m em berantas terorism e yang telah m enduduki beberapa wilayah Suriah (President of Russia, 2015c). Presiden Vladim ir Putin juga m enyatakan bahwa Rusia telah m engambil posisi untuk m endukung segala bentuk upaya penyelesaian konflik m elalui operasi m iliter yang berdasarkan pada proses politik yang ada. Sepanjang bulan Desem ber 2015, Rusia telah m em perluas operasi m iliternya di Suriah. Hal tersebut dapat dilihat dengan dibangunnya pangkalan udara oleh Rusia di wilayah kota Homs, pengirim inan sejum lah peralatan m iliter baru guna m enunjang peningkatan operasi m iliternya di Suriah (Parfitt dan Trew, 2015). Dalam pernyataan Kepala Direktorat Operasional Utam a Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia Letnan Jenderal Sergey Rudskoy, tercatat dari awal penyerangan pada akhir Septem ber hingga bulan Desem ber 2015, Rusia telah m eluncurkan 5.240 sorti serangan di Suriah dim ana sebanyak 145 sorti m erupakan serangan udara dengan 600 target penyerangan yang berbeda (M inistry of Defence of the Russia Federation, 2015). Sejak adanya kesepakatan untuk gencatan senjata pada akhir Februari, ketegangan akibat konflik sedikit m ereda. Dalam pertem uannya dengan Presiden Vladim ir Putin pada 14 M aret 2016, M enteri Luar Negeri Sergey Lavrov dan M enteri Pertahanan Sergei Shoigu secara bergantian m elaporkan bahwa operasi m iliter yang dilakukan sejak 30 Septem ber 2015 telah berhasil untuk m eredam aksi terorism e di Suriah dengan hancurnya tem pat-tem pat yang dijadikan gudang am unisi para kelom pok teroris (President of Russia, 2016).

  Presiden Vladim ir Putin kem udian m em erintahkan M enteri Pertahanan Sergey Lavrov m enarik bagian utam a kelom pok m iliter Rusia dari Republik Arab Suriah yang dim ulai 15 Februari 2016 serta m em inta Kem enterian Luar Negeri Rusia untuk m engintensifkan keikutsertaan Rusia dalam m engatur proses perdam aian untuk m enyelesaikan m asalah Suriah. Presiden Vladim ir Putin m enyatakan bahwa kedua pangkalan m iliter Rusia di Suriah (pangkalan angkatan laut di Tartus dan pangkalan udara di Hm eymim) akan terus beroperasi dalam pem antauan gencatan senjata (President of Russia, 2016). Serangan internsif kem bali terjadi di wilayah Aleppo dim ana Rusia berkontribusi secara aktif dalam m embantu pasukan keam anan pem erintah terutama pada perebutan wilayah Aleppo yang terjadi pada November hingga Desem ber 2016. Pertem puran Aleppo pasda bulan Novem ber tersebut terjadi pada 15 Novem ber 2016 diawali dengan serangan Rusia di wilayah Tim ur Aleppo (Graham -Harrison, 2016). Pendudukan sebagian besar wilayah Aleppo tersebut m em berikan sebuah kem enangan tersendiri bagi pem erintah Suriah. Pada tanggal 9 Desem ber 2016, pasukan keamanan pem erintah Suriah berhasil untuk m engambil alih 93% wilayah Aleppo (Anon, 2016). Lebih dari 10.500 orang, term asuk lebih dari 4.000 anak-anak, telah dievakuasi dari wilayah Aleppo yang sebelum nya dikuasai oleh kelom pok oposisi dan sebanyak 1000 rakyat yang tergabung dalam kelom pok oposisi telah setuju untuk m eletakkan senjata dan menyerahkan diri kepada pasukan keam anan pem erintah kem udian m eninggalkan wilayah Aleppo (TASS, 2016).

  

M otif Dukungan Rusia: Ketidakpuasan, Par itas Kekuatan, dan Str ategi

Ba la ncing ter hadap Sta tus Quo Am er ika Ser ikat

  Rusia hadir sebagai salah satu negara yang m em egang pengaruh besar dalam dinam ika konflik Suriah, baik secara politik m aupun m iliternya. Dengan m em egang pengaruh yang besar dalam konflik Suriah kem udian m enunjukkan bagaim ana Rusia telah bangkit paska hancurnya Uni Soviet di awal tahun 1990. Berdirinya Rusia sebagai sebuah negara fedarasi m em buat Rusia berusaha untuk beradaptasi dengan m engem bangkan kualitas kekuatan internal negaranya. Dibawah kepem im pinan Vladim ir Putin, Rusia perlahan berhasil untuk m em ulihkan perekonom iannya dengan beberapa kebijakan ekonom i yang baru. Tercatat dalam periode tahun 2000 hingga tahun 2007, m eskipun m engalam i fluktuasi, GDP Rusia ham pir tidak berada dibawah 5% (Sakwa, 2008: 299). Rusia m erupakan negara yang m enggantungkan energi sebagai salah satu sum ber profit yang besar sehingga m enjadikan Rusia sebagai salah satu eksportir m inyak dan gas terbesar sebagai suplier kebutuhan energi negara-negara (Mankoff, 2009: 5).

  Tahun 2008 hingga 2014, Rusia m enghadapi krisis sehingga pertum buhan perekonomian Rusia kian m elam bat. Akan tetapi pada enam bulan awal tahun 2016, perm intaan investasi m engalami peningkatan sehingga m eningkatkan satu persen pertum buhan GDP Rusia (World Bank Report, 2016: 14). Berdasarkan Kem enterian Perindustrian dan Perdagangan Rusia, jum lah usaha baru baik besar kecil dan m enengah m engalami peningkatan secara signifikan.

  M eskipun m asih m engalam i stagnansi dalam pertum buhan perekonom ian nam un Rusia sendiri m asih berupaya dalam m eningkatkan perekonom iannya secara perlahan. Pada akhir tahun 2016, tercatat GDP Rusia menyentuh 2.7% dan diharapkan dapat m engalami kenaikan pada tahun 2017 (World Bank Report, 2016: 14).

  Berdasarkan ranking GDP, Rusia sendiri berada di posisi 12 dengan total GDP sebanyak 1.283.162 juta dolar Am erika (Databank World Bank, 2017: 1). Am erika Serikat sebagai negara dom inan m em im pin dengan berada di posisi pertam a dengan total 18.569.100 juta dolar Am erika. Dengan m em egang posisi pertam a berdasarkan total GDP, tidak kem udian m enyelam atkan Am erika Serikat terhindar dari stagnansi perlam batan pertum buhan ekonom i global di tahun 2016. Am erika Serikat harus m enerim a bahwa laju pertum buhan perekonom ian Am erika Serikat tahun 2016 hanya m encapai 1.6% (Gillespie, 2017).

  Perbedaan yang cukup signifikan diantara Rusia dengan Am erika Serikat dapat dilihat dari pem bagian perekonom ian regional negara m asing-m asing. Rusia sendiri m em bagi regional perekonom iannya m enjadi sem bilan distrik dim ana pusat perekonom ian Rusia berada di Distrik Federal Pusat. Distrik Federal Pusat sendiri m em egang 35% perekonom ian Rusia yang m enyebabkan terpusatnya konsentrasi ekonom i di suatu w ilayah (Shapiro, 2016: 2). Layaknya Rusia, Am erika Serikat sendiri m em iliki sem bilan distrik perekonom ian nam un dengan jum lah prosentase pem bagian perekonom ian yang tidak jauh berbeda diantara distrik tersebut. Hal tersebut m enjadikan pem bagian aktivitas ekonom i yang lebih tersebar. Perbedaan sistem persebaran aktivitas ekonom i antara Rusia dan Am erika Serikat tersebut m enunjukkan bagaim ana adanya kecenderungan terpusatnnya konsentrasi perekonom ian dalam suatu wilayah m enyebabkan Rusia lebih rentan untuk m engalami ketidakstabilan ekonom i (Shapiro, 2016: 4).

  Dewasa ini, Rusia kem bali sebagai negara challenger. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Douglas Lem ke (1997: 24), negara challenger m erupakan negara yang m em iliki perkem bangan pertum buhan internal yang baik m aka akan m ampu untuk bergerak dalam m enyaingi dom inasi negara dom inan dalam tatanan internasional. Ketika negara challenger telah m em iliki cukup kekuatan secara internal dalam upaya m enyaingi dom inasi negara dom inan, m aka paritas kekuatan akan ter capai. Untuk dapat m enyeim bangkan kekuatan internalnya, Rusia terus m enerus m engem bangkan kekuatan dalam sektor m iliter. Dalam cakupan m iliter, Rusia telah terbukti dengan kapabilitas m iliter dan pertahanannya yang dinilai kuat yang m am pu m em proyeksikan kekuasaan dan m enam bahkan kredibilitas pada diplom asi Rusia. Adanya histori m engenai kapabilitas m iliter yang kuat juga m endasari pengem bangan m iliter Rusia dengan terus m em odernisasi kekuatan m iliternya term asuk nuklir dan sistem persenjataan konvensional ( Defense I ntelligence Agency, 2016). Negara challenger akan cenderung untuk m em perkuat kekuatan m iliternya untuk m encapai paritas kekuatan terhadap negara dom inan. Rusia tidak hanya m em perbaruhi sistem persenjataannya nam un juga m em perbaruhi kapabilitasnya dalam operasi bersam a dengan negara lain, koordinasi antar agensi dan strategi m obilitasnya. Pem baharuan terhadap m odernisasi sistem m iliternya terbentuk dari am bisi, persepsi ancam an dan visi peperangan baik secara politik m aupun m iliter (Klein, 2016: 4).

  Pasukan aktif bersenjata Rusia m em iliki total 1.490.000 personel dim ana tiap tahunnya, Presiden Vladim ir Putin m em utuskan untuk menambah jumlah pasukan bersenjatanya (Data World Bank, t.t). Rusia saat ini m em iliki persediaan aktif sekitar 2.000 non -strategis nuklir senjata yang m eliputi rudal udara-ke-perm ukaan, rudal balistik jarak pendek, bom gravitasi, dan m uatan m endalam untuk pem bom jarak m enengah, pem bom taktis, dan penerbangan angkatan laut, serta rudal anti-kapal, anti-kapal selam , dan anti-pesawat terbang dan torpedo untuk kapal perm ukaan dan kapal selam . Dalam perkem bangan m iliternya, Rusia m enyediakan budget untuk pengeluaran m iliternya sebanyak 69.2 m iliar dolar Am erika Serikat dim ana m em akan sebanyak 5.3% dari total GDP Rusia (Tian et al., 2017: 2). Rusia sendiri juga m em iliki kekuatan nuklir yang dapat m em bantu Rusia dalam m encegah ancaman dan m elengkapi kekuatan persenjataan konvensional. Kristensen dan Norris (2016: 125) m enyatakan bahwa kepem ilikan nuklir oleh Rusia m encerminkan bahwa nuklir adalah salah satu strategi yang sangat diperlukan untuk keam anan dan pencapaian status Rusia sebagai kekuatan besar. Total kekuatan senjata nuklir Rusia m encapai 7.290 hulu ledak (Kile dan Kristensen, 2016).

  Secara m iliter, Am erika Serikat sendiri berada dalam r anking pertam a secara global. Kepentingan nasional yang dijunjung tinggi oleh kekuatan m iliter Am erika Serikat adalah untuk m elindungi Amerika Serikat, melindungi wargan negara Amerika Serikat baik di dalam dan luar negeri, serta m enjam in keam anan sekutu Am erika Serikat, ekonom i global dan tatanan internasional dari ancam an-ancaman global baik itu dari dua kekuatan besar yang sedang berkem bang yaitu Tiongkok dan Rusia, kelom pok ekstrim is, lingkungan, dan perkembangan pesar tekonologi (Petraus dan O’Hanlon, 2016). U.S Army atau angkatan darat Am erika Serikat m erupakan kom ponen utama m iliter Am erika Serikat nam un angkatan darat Am erika Serikat sendiri secara kapasitas, kapabilitas dan kesiapannya m engalami penurunan. Tidak seburuk angkatan darat, nam un angkatan laut, angkatan udara, korps laut, dan kapabilitas nuklir juga turut m engalami penurunan. Total dari pasukan aktif bersenjata Am erika Serikat berjum lah 1.347.300 personel (Data World Bank, t.t). Jum lah tersebut sesuai dengan adanya pemangkasan ter hadap budget pengeluaran militer Am erika Serikat. Amerika Serikat sendiri m engeluarkan sebanyak 611 miliar dolar Am erika Serikat di tahun 2016 untuk keperluan m iliternya dim ana jum lah tersebut m erupakan 3.3% dari total GDP (Tian et al., 2015:2). Untuk tetap m eningkatkan kekuatan m iliternya, Am erika Serikat tercatat sebagai salah satu negara dengan kepem ilikan senjata nuklir. Am erika Serikat sendiri m em iliki total 7.000 hulu ledak nuklir (Kile dan Kristensen, 2016). Dengan kapabilitas m iliter dan pengem bangan politik internal m am pu m embangkitkan Rusia di panggung dunia. Secara politik, Rusia telah m engem bangkan kekuatan politik internal negaranya dengan m elakukan kerjasam a baik bilateral dan m ultilateral ataupun bergabung dengan organisasi-organisasi dunia lainnya. Salah satunya adalah bergabung dengan PBB dan m enjadi anggota dari DK PBB. Dengan menjadi anggota DK PBB, akan memberikan kekuatan dan pengaruh bagi Rusia di ranah global sehingga sedikit banyak m em bantu Rusia untuk m enguatkan politik internalnya. Kebangkitan kekuatan Rusia kem udian dapat dilihat ketika Rusia terlibat secara m iliter dan politik dalam aneksasi di Sem enanjung Crim ea, m elakukan destabilisasi di Ukraina, terlibat konflik Suriah atas undangan dari Presiden Suriah Bashar al-Assad. Sebagai negara challenger, baik secara eksplisit m aupun im plisit Rusia m enentang preferensi- preferensi Am erika Serikat yang notabene m enjadi negara dom inan dalam tatanan internasional. Penentangan tersebut cenderung dilakukan oleh negara challenger m enunjukkan bentuk ketidakpuasan terhadap tatanan internasional yang dibentuk oleh negara dom inan (Kugler dan Organski, 1989). Ketidakpuasan Rusia terhadap preferensi - preferensi Am erika Serikat dalam tatanan internasional telah terjadi sejak akhir tahun 2000, waktu dim ana Presiden Vladim ir Putin m ulai untuk m engem bangkan kem bali kekuatan m iliter Rusia dan m ulai untuk m enguatkan kem bali hubungan diplom atik Rusia dan Suriah yang telah terjalin sejak era Perang Dingin (Rahman-Jones, 2017). Hubungan diplom atik yang terjalin kem bali tersebut sem akin dekat dengan keterlibatan Rusia dan m em berikan

dukungannya terhadap pem erintah Suriah ketika konflik Suriah m ulai terjadi pada awal tahun 2011. Dukungan yang kemudian diberikan Rusia untuk mempertahankan Presiden Bashar al -Assad kem udian m enjadi salah satu cara untuk m enunjukkan kekuatannya baik secara politik ataupun m iliter bahwa Rusia hadir sebagai negara challenger untuk m em pertahankan pengaruhnya dan ketidakpuasan Am erika Serikat yang pada sejarahnya m em iliki keinginan untuk m enyebarkan ideologi dem okrasi di kawasan Tim ur Tengah. Dukungan tersebut juga m enunjukkan secara global bagaim ana kapabilitas m iliter Rusia dan berbagai persenjataan yang telah dim odernisasi (Rahman-Jones, 2017). Adanya peningkatan pengaruh Rusia dalam skala global dapat m em berikan Rusia kesem patan untuk m enekan ketidakpuasan Rusia terhadap tatanan internasional Amerika Serikat, khususnya dalam konflik Suriah. Dalam konflik Suriah sendiri, Rusia telah mengambil tindakan-tindakan yang mencerminkan ketidakpuasan Rusia terhadap tatanan internasional terkait bagaim ana negara dom inan m em im pin untuk m elakukan penyelesaian konflik. Salah satu tindakan Rusia diantaranya adalah dengan m em berikan veto terhadap rancangan resolusi DK PBB terkait penyelesaian konflik Suriah. Penjatuhan veto tersebut terjadi satu kali pada tahun 2011 dan dua kali pada tahun 2012. Rusia m em iliki preferensinya sendiri dengan m engadakan dialog diantara pihak yang terlibat akan m enjadi langkah efektif dibandingkan m enyerukan desakan -desakan terhadap pihak yang terlibat. Secara im plisit, dalam pertem uan M ajelis Um um M ajelis Umum PBB pada 28 Septem ber 2015, Rusia m enyuarakan ketidaksetujuannya yang secara anonim ditujukan untuk salah satu negara kelom pok Barat (President of Russia, 2015). M elal ui Presiden Vladim ir Putin, Rusia m erujuk pada Am erika Serikat yang merupakan satu -satunya negara dom inan yang selalu m endorong dan m em berikan desakan dalam konflik Suriah untuk segera diberlakukannya sistem pem erintahan yang dem okratis. M enurut Presiden Vladim ir Putin, dengan m endesak adanya sistem dem okrasi di Suriah tidak akan m endorong terjadinya kesejahteraan yang absolut. Penilaian Presiden Vladim ir Putin tersebut berdasar pada sistem dem okrasi yang telah diim plem entasikan di beberapa negara di Tim ur Tengah dan Afrika Utara yang m engalami kenaikan angka kem iskinan, kekerasan dan kelom pok ekstrim is yang cukup tinggi. Secara eksplisit dinyatakan oleh Presiden Vladim ir Putin dalam Forum I nvestasi Russia Calling!. Dalam forum investasi tersebut, Presiden Vladim ir Putin m enjelaskan pencarian kepem im pinan yang dituduhkan oleh Am erika Serikat m erupakan sebuah tuduhan tanpa bukti yang jelas. Keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah m erupakan sebuah undangan dari Presiden Bashar al-Assad untuk m em bantu dalam m enekan angka serangan teroris agar konflik Suriah m engalami deekskalasi. Presiden Vladim ir Putin m enyatakan bahwa

keterlibatan Am erika Serikat beserta aliansinya yang tidak sesuai dengan aturan dikarenakan tidak adanya undangan yang diberikan pem erintah Suri ah guna m enyelesaikan konflik tersebut. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam m engukur ketidakpuasan suatu negara terhadap tatanan internasional yang ada. Ketidakpuasan Rusia yang ditunjukkan terhadap tatanan internasional yang dibentuk oleh Amerika Serikat dalam konflik Suriah, dapat diukur m elalui dua cara. Cara pertam a yang dapat digunakan adalah dengan m elihat preferensi pem bentukan aliansi yang dim iliki m asing-m asing negara (Kim , 1985 dalam Lem ke, 1997: 25). Dalam konflik Suriah, Rusia m em bangun aliansi bersam a Suriah, I ran, dan Lebanon- Hezbollah. Rusia bersam a tiga negara lainnya yang tergabung dalam aliansi tersebut m erupakan negara-negara yang kurang m emiliki kepuasan terhadap tatanan internasional Am erika Serikat. Cara yang kedua yang dapat m enunjukkan ketidakpuasan Rusia terhadap Am erika Serikat sebagai negara dom inan adalah dengan melihat perkem bangan m iliter yang dim iliki oleh Rusia, sebagai negara challenger (Werner dan Kugler, 1985 dalam Lem ke, 1997: 25). Rusia dapat dinilai telah m encapai paritas kekuatan dengan pertum buhan dan perkem bangan internal negaranya yang cukup baik. Dalam bidang m iliter, secara histori Rusia m em iliki warisan kekuatan militer yang sangat kuat. Berdasarkan pada asum si dasar m ilik Carr (1995) yang m enjelaskan bahw a negara berkem bang yang m em iliki pertum buhan dan perkem bangan yang cukup baik m aka akan m am pu untuk bersaing dalam m enyebarkan pengaruh dengan negara dom inan. Pada um um nya, strategi balancing diterapkan oleh negara yang m emiliki gap perbedaan kekuatan yang cukup kecil dan tidak terlalu jauh apabila dibandingkan dengan negara dom inan sehingga dapat m am pu m enyaingi kapabilitas dan pengaruh negara dom inan. Dapat dikatakan strategi balancing seringkali diaplikasikan oleh negara yang telah atau m ampu untuk m encapai paritas kekuatas dengan negara dom inan. Dalam konflik Suriah, strategi balancing jelas sekali terlihat digunakan oleh Rusia untuk terlibat aktif baik secara politik ataupun m iliter sejak tahun 2011 hingga 2016. M elalui strategi balancing, Rusia membangun aliansi bersam a Suriah, I ran, dan Lebanon-Hezbollah dalam m enyeim bangi aliansi Am erika Serikat. M em bangun aliansi dengan ketiga negara tersebut kem udian tidak hanya ditujukan untuk m enyeim bangi kekuatan aliansi Am erika Serikat di konflik Suriah nam un j uga untuk m em perluas pengaruh keterlibatan Rusia dalam konflik tersebut. Dalam penjelasan m ilik Walt (1985: 4), dijelaskan bahwa sebuah negara yang m enerapkan strategi balancing cenderung m em iliki urgensi-urgensi yang ingin dicapai. Um umnya terdapat dua urgensi. Pertam a adalah untuk m em perluas pengaruhnya di tatanan internasional. Dalam m encapai urgensi tersebut, m embangun aliansi bersam a negara-negara

lem ah m enjadi langkah awal untuk m eraih pengaruh di tatanan internasional. Dengan m em iliki kapabilitas yang lebih dibandingkan negara-negara lem ah, m aka negara yang m enerapkan strategi balancing akan m enjadi dom inasi baru dalam aliansi tersebut. Dapat dilihat dalam konflik Suriah, dengan m em bangun aliansi bersam a Suriah, I ran, dan Lebanon- Hezbollah adalah sebuah langkah awal bagi Rusia agar dapat m emperluas pengaruhnya dalam tatanan internasional. Bergabungnya Rusia ke dalam aliansi Suriah, I ran, dan Lebanon- Hezbollah telah berhasil m em perluas pengaruhnya kawasan Tim ur Tengah sebagai negara dom inan dalam aliansi yang notabene berisikan negara-negara di kawasan Tim ur Tengah tersebut. Tak hanya itu, Walt (1985: 4) juga m enjelaskan bahwa sebuah negara dalam m eningkatkan pengaruhnya dalam aliansi tersebut akan jauh lebih m udah dikarenakan negara-negara yang lebih lem ah akan cenderung m encari perlindungan dan bantuan terhadap negara yang paling dom inan. Dalam teori Balance of Threat, dijelaskan bahwa aliansi m erupakan sebuah respon atas sebuah ancam an. Negara yang lebih lem ah kekuatannya m aka akan m embangun aliansi dengan negara yang lebih kuat untuk m erespon ancam an yang m enargetkan negaranya. Dalam konflik Suriah, dom inasi Rusia dalam aliansi Suriah, I ran, dan Lebanon -Hezbollah dengan m udah tercapai. Selain disebabkan oleh kekuatan negara Rusia yang lebih dibandingkan ketiga negara lain nam un pem erintah Suriah sendiri m em inta sebuah pelindungan terhadap negara lainnya terutam a Rusia untuk m erespon ancam an dalam konflik tersebut. Ancam an yang dim aksud adalah ancaman baik desakan m aupun serangan- serangan yang ditujukan kepada pem erintah Suriah oleh pihak oposisi, kelom pok teroris, dan aliansi negara-negara Barat.

  

Sim pulan

  Rusia m em ilih untuk m em bangun aliansi dengan Suriah dalam m em perluas lingkaran pengaruh di kawasan Tim ur Tengah dikarenakan paritas kekuatan dan ketidakpuasan terhadap dom inasi pengaruh Am erika Serikat sehingga m enerapkan strategi balancing m elalui keterlibatannya secara militer pada konflik Suriah tahun 2015. Hal tersebut diperkuat dengan data-data yang m endukung asumsi bahwa: 1) terhadap paritas kekuatan antara Rusia dengan Am erika Serikat; 2) ketidakpuasan Rusia terhadap dom inasi status quo Am erika Serikat di kawasan Tim ur Tengah; 3) dengan adanya dua kondisi terserbut kem udian m endorong Rusia untuk menjadi kekuatan besar di kawasan Tim ur Tengah dan dunia dengan m enerapkan strategi balancing terhadap Am erika Serikat dan oleh karenanya m endorong Rusia untuk m endukung rezim Bashar al-Assad dalam konflik Suriah.

  Dalam kasus ini, Rusia m enerapkan strategi balancing dengan m em bangun aliansi dengan Suriah yang mana secara kekuatan terbilang lebih lem ah dibandingkan dengan Rusia. Tujuan Rusia dalam penerapan strategi balancing terlihat untuk m engem bangkan pengaruhnya dengan m enjadi negara dom inan dalam aliansi yang beri sikan negara-negara yang lebih lem ah. Hal tersebut disebabkan bantuan yang dibutuhkan oleh negara lem ah kepada negara yang lebih kuat. Rusia sendiri telah m engembangkan kekuatan internal negaranya khususnya dalam aspek m iliter. Rusia telah terbukti m engem bangkan persenjataannya dan m em odernisasi sistem m iliternya. Hal tersebut dapat dilihat dari keterlibatannya dalam beberapa konflik seperti aneksasi Crim ea, destabilisasi Ukraina, dan secara aktif terlibat dalam konflik Suriah untuk m em bantu pem erintah Suriah. Dengan kekuatan m iliter yang berkem bang secara signifikan m enjadikan Rusia m enjadi negara challenger bagi negara dom inan Am erika Serikat. Telah terjadi paritas kekuatan diantara Rusia dengan Am erika Serikat sehingga dalam konflik Suriah keduanya saling m em berikan pengaruh dalam upaya m eresolusi konflik dengan cara m asing-masing.

  Upaya Rusia dalam m engem bangkan pertum buhan internal negaranya hingga m encapai paritas kekuatan didorong oleh ketidakpuasan terhadap tatanan internasional yang diciptakan negara dom inan, Am erika Serikat. Ketidakpuasan Rusia kepada Am erika Serikat dalam konflik Suriah terlihat dengan cara Rusia m em veto beberapa rancangan resolusi DK PBB. Rusia secara im plisit m enyatakan bahwa keputusan Am erika Serikat untuk m ereformasi pem erintahan Suriah m enjadi lebih dem okratis hanya dapat m eningkatkan kem iskinan, kekerasan, dan jum lah kelom pok ekstrim is seperti yang terjadi di beberapa negara di Tim ur Tengah dan Afrika Utara.

  M elalui penjelasan di atas, dapat disim pulkan bahwa Rusia m em bangu n aliansi dengan pem erintah Suriah untuk m em perluas pengaruh di kawasan Tim ur Tengah m elalui penerapan strategi balancing. Dengan kekuatan pem erintah Suriah yang tergolong lemah m aka pem erintah Suriah m em anfaatkan aliansinya dengan Rusia untuk m em bantu dalam penyelesaian konflik di Suriah. Pertum buhan internal Rusia yang cukup signifikan dalam aspek m iliter m enjadikan Rusia m encapai paritas kekuatan dengan Am erika Serikat dan kem udian m enunjukkan ketidakpuasannya terhadap dom inasi Am erika Serikat dengan m encoba untuk m em berikan pengaruhnya dalam konflik Suriah terutam a terlibat secara m iliter m aupun politik. Hal tersebut terbukti dim ana tidak ada resolusi konflik Suriah tanpa adanya persetujuan dari Rusia.

  

DAFT AR PU ST AKA

BU KU

  Carr, E.H. “The Twenty Years’ Crisis: An Introduction to the Study of International Relations” Paperm ac. London, England. 1995. Kugler, Jacek, Organski, A.F.K. “The Power Transition: a Retrospective and Prospective Evaluation”. Handbook of War Studies. Boston: Unwin Hyman. 1989: 172-175. Mankoff, Jeffrey. “Russian Foreign Policy: The Return of Great Power Politics”. Rowman &

  Littlefield, 2009: 5 Sakwa, Richard. “Russian Politics and Society”. London: Routledge,. Fourth edition. 2008: 299.

  Zvyagelskaya, Irina. “Russia, the New Protagonist in the Middle East” dalam “Putin’s Russia: Really Back?”. Ledizioni Ledi Publishing. Milan, 2016: 85.

  Arab Center for Research and Policy Studies, “Geneva Conference II: Challenges Faced in Syria and the Region”. Doha, Qatar. 2014: 1. Blanchard , Christopher M dan Jeremy M. Sharp. “Possible U.S. Intervention in Syria: Issues for Congress”. Congressional Research Service. 2013. El-

  May, Mahmoud.“The Jasmine Revolution”. Turkish Policy Quarterly. Volume 9 Number 4. 2010: 58. (Online) Tersedia dalam : http:/ / turkishpolicy.com/ Files/ ArticlePDF/ the- jasm ine-revolution-winter-2010-en.pdf [ Diakses pada 24 M aret 2017]

  Humud, Carla E et al. “Armed Conflict in Syria: Overview and U.S. Response” Congressional Research Service. 2017. I nstitute for the Study of

  War Research Team. “Russian Airstrikes in Syria (September 30, 2015 – September 19, 2016)” Institute for the Study of War. 2016. (Online) Tersedia dalam : http:/ / www.understandingwar.org/ sites/ default/ files/ Russian%20Airstrikes%20M a ps%20SEPT%202015-SEPT%202016.pdf [ Diakses pada 22 Oktober 2017]

  Shoham, Dr. Dany. “The Syrian Sarin Attacks of August 2013 and April 2017”. The Begin- Sadat Center for Strategic Studies. No. 452. 2017: 2. Walt, Stephen M. “Alliance Formation and the Balance of World Power” International Security , Vol. 9, No. 4. The M I T Press. (Spring, 1985): 4-9.

  L AM AN I N TERNET Anonim. 2014a. “What is the Geneva II conference on Syria?” dalam BBC NEWS, 22 Januari.

  (Online) Tersedia dalam : http:/ / www.bbc.com/ news/ world-middle-east-24628442 [ Diakses pada 18 Oktober 2017]

  Anonim. 2014b. “Bashar Assad wins Syria presidential election with 88.7% of vote” dalam RT,

  4 Juni. (Online) Tersedia dalam : https:/ / www.rt.com/ news/ 163696-assad-win- president-syria/ [ Diakses pada 18 Oktober 2017] Anonim. 2016. “Syrian Army Controls 93% of Aleppo - Russian MoD” dalam Sputnik

  I nternational,