BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - BAB II NUR SUPRIYATIN AKUNTANSI'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian tentang pengaruh karakteristik pemerintahan daerah dan

  temuan audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota se-Jawa Tengah periode tahun 2014-2016 membutuhkan kajian teori sebagai berikut: 1.

   Teori Keagenan (Agency Theory)

  Dalam hubungan keagenan, terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni pihak yang memberikan wewenang atau kekuasaan (prinsipal) dan yang menerima kewenangan (agen). Dalam suatu organisasi hubungan ini berbentuk vertikal, yakni antara pihak atasan (sebagai prinsipal) dan bawahan (sebagai agen). Teori tentang hubungan kedua pihak tersebut populer sebagai teori keagenan.

  Menurut Mardiasmo (2002) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa, pengertian akuntabilitas sebagai kewajiban pemegang amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki hak utuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan (teori keagenan) antara masyarakat sebagai principal dan pemerintah sebagai agent .

  Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi dan teori organisasi. Teori principal-agent menganalisis susunan kontraktual diantara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (prinsipal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit dengan pihak lain (agen) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjan seperti yang diinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang).

  Berdasarkan agency theory pengelolaan pemerintah daerah harus diawasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2014 Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Dengan meningkatnya akuntabilitas pemerintah daerah informasi yang diterima masyarakat menjadi lebih berimbang terhadap Pemda yang itu artinya information asymmetry yang terjadi dapat berkurang. Dengan semakin berkurangnya information asymmetry maka kemungkinan melakukan korupsi juga menjadi lebih kecil (Setiawan, 2012).

2. Teori Kontinjensi

  Teori kontinjensi adalah teori kesesuaian pemimpin yang berarti menyesuaikan pemimpin dengan kondisi yang tepat (Fisher, 1998).

  Kinerja pemimpin ditentukan dari pemahamannya terhadap situasi dimana mereka memimpin. Pendekatan kontinjensi pada akuntansi didasarkan pada premis bahwa tidak ada sistem akuntansi secara universal yang selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan, akan tetapi faktor-faktor situasional yang ada dalam organisasi pun ikut mempengaruhi. Hakikat teori kontinjensi adalah bisa digunakan dalam semua keadaan (situasi) lingkungan akan tetapi tidak ada satu cara yangterbaik (Andirfa dkk, 2014).

  Penelitian yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan, dengan tujuan mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi perancangan. Hakikat teori kontinjensi adalah tidak ada satu cara terbaik yang bisa digunakan dalam semua keadaan (situasi) lingkungan. Tujuan akhir sebuah organisasi dalam beroperasi menurut teori kontinjensi adalah agar bisa bertahan (survive) dan bisa tumbuh (growth) atau disebut juga keberlangsungan (viability). Teori kontinjensi memberi penekanan pada perlunya memfokuskan pada perubahan dengan asumsi tidak ada satu aturan atau hukum yang memberi solusi terbaik untuk setiap waktu, tempat, semua orang atau semua situasi (Mulyani dan Wibowo, 2017).

3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

  Kinerja keuangan daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat berupa uang dan barang yang dapat dijadikan hak milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

  Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah mendefinisikan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

  Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang ditetapkan melalui satu kebijakan atau ketentuan perundang- undangan selama satu periode anggaran. Kinerja keuangan daerah adalah gambaran pencapaian pelaksanaan kegiatan kerja pemerintah daerah dalam mewujudkan tujuan, visi dan misi daerah yang dinilai dengan aspek keuangan yang dilihat dari laporan keuangan yang telah disusun oleh pemerintah daerah tersebut (Sari, 2016) 4.

   Ukuran Pemerintah Daerah

  Tujuan utama dari program Pemda adalah memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Untuk memberikan pelayanan yang baik, harus didukung oleh aset yang baik pula. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, semakin besar ukuran daerah yang ditandai dengan besarnya jumlah aset Pemda, maka diharapkan akan semakin tinggi kinerja Pemda tersebut (Mustikarini dan Fitriasari, 2012).

  Ukuran pemerintah daerah merupakan skala yang digunakan untuk menghitung nilai dan secara langsung akan menunjukkan besar kecilnya suatu objek dengan kapasitas tertentu, salah satunya yaitu pengukuran dalam bidang ekonomi. Sedangkan menurut Gamayuni (2016) berpendapat bahwa di organisasi pemerintah, untuk mengukur kinerja keuangan terdapat rasio ketergantungan, rasio efektifitas, rasio efisiensi, pertumbuhan rasio, dan kesesuaian rasio. Di sektor publik kegiatan ini dikatakan efektif jika aktivitas memiliki besar pada kemampuan untuk menyediakan layanan umum yang merupakan target yang ditentukan sebelumnya. Dalam bidang ekonomi ukuran pemerintah daerah menjadi tolak ukur paling tepat untuk menilai sesuatu diantaranya yang berhubungan dengan materialitas. Ukuran dalam penelitian ini menggunakan total aset yang dimiliki pemerintah daerah. Hubungan dengan teori keagenan muncul ketika pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengelola aset daerah untuk kepentingan publik. Hal ini tentu memberikan tekanan yang lebih besar terhadap pemerintah daerah jika memiliki aset yang besar (Manik, 2015).

  Pemerintah yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tekanan dari publik lebih besar dibandingkan pemerintah daerah yang memiliki ukuran yang lebih kecil. Berdasarkan penelitian Sumarjo, (2010) ditemukan bukti secara empiris bahwa ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Pada penelitian ini proksi untuk menjelaskan ukuran pemerintah daerah adalah total aset.

5. Tingkat Kekayaan Daerah Kekayaan adalah kemampuan dalam mencukupi kebutuhan.

  Kekayaan suatu negara dapat diukur dengan berbagai macam ukuran yang tidak selau sama karena setiap orang memliki pandangan hidup sehingga tolak ukur dari kesejahteraan juga berbeda (Armaja dkk, 2015). Mustikarini dan fitriasari (2012) berpendapat bahwa salah satu sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  Menurut Undang-Undang No.33 Tahun 2017, pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintahan daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. PAD sebagai salah satu penerimaan daerah yang bersumber dari wilayahnya sendiri yang mencerminkan tingkat kemandirian daerah Santosa dan Rahayu, (2005). Sumber PAD yang utama adalah pajak dan retribusi daerah yang berasal dari masyarakat masing masing daerah. Dengan demikian, semakin besar PAD maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak retribusi daerah, sehingga pemda akan terdorong untuk melakukan pengungkapan secara lengkap pada laporan keuangannya agar transparan dan akuntabel Setyaningrum dan Syafitri, (2012).

  Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber- sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan didaerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semkin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. PAD memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan aktivitas pemerintah dan program-program pembangunan.

6. Tingkat Ketergantungan Pada Pusat

  Pada penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012) tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dinyatakan dengan besarnya Dana Alokasi Umum. Berdasarkan Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD-nya. DAU ini bersifat BlockGrant yang artinya penggunaan DAU diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan prioritas, kepentingan, dan kebutuhan daerah masing-masing yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.

7. Belanja Modal

  Halim (2004) berpendapat bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

  Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan infrastruktur, dan harta tetap lainnya.

  Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli.

  Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk fasilitas publik. biasanya setiap tahun diadakan pengadaan asset tetap oleh pemerintah daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial (Abdullah, 2006).

  Belanja modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (menambah aset) yang ditujukan untuk peningkatan sarana dan prasarana publik yang hasilnya dapat digunakan langsung oleh masyarakat. Belanja modal jenis ini terdiri dari atas belanja tanah, belanja modal dan jembatan, belanja irigasi, belanja modal instalasi, belanja modal jaringan, belanja modal bangunan gedung untuk kegiatan kemasyarakatan, belanja modal monumen, belanja modal alat-alat persenjataan dan keamanan, menurut (Ardhini, 2011).

  Pemerintah akan melakukan pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasaranana yang tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan pemerintah. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastrukutur dan sarana yang dibangun. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika, semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnyapun akan semakin banyak (Manik, 2015).

8. Ukuran Legislatif

  Peraturan Perundang-undangan Indonesia telah memebagi sistem pemerintahan Negara dalam tiga lembaga yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif. Ketiga lembaga itu memiliki peran masing-masing. Konsep pembagian kekuasaan diterapkan sampai di tingkat daerah dimana roda pemerintahan dikendalikan oleh lembaga eksekutif (Gubernur, Walikota, Bupati), lembaga legislatif (DPRD) dan lembaga yudikatif (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi). Pembagian tugas ini memberikan ruang bagi setiap lembaga untuk menjalankan tugasnya masing-masing demi kesejahteraan rakyat. Di samping itu, lembaga-lembaga tersebut juga melakukan pengawasan terhadap lembaga lainnya.

  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau anggota legislatif bertugas mengawasi pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk dapat didaya gunakan dengan baik. Banyaknya jumlah anggota (DPRD) diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah (Sumarjo, 2010).

  DPRD merupakan bentuk lembaga perwakilan rakyat daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah bersama dengan terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum (Wikipedia.com, 2009). Dalam struktur pemerintah daerah, DPRD berada di tiga wilayah administratif, yaitu di tingkat provinsi disebut DPRD Provinsi berkedudukan di Ibukota Provinsi, tingkat kabupaten disebut DPRD Kabupaten, dan tingkat Kota disebut DPRD Kota, berkedudukan Kota.

9. Temuan Audit BPK

  Audit adalah proses pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya pelaksanaan ditetapkan. Menurut Hall (2007) dalam Sudarsana (2013) menyatakan bahwa audit adalah bentuk dari pembuktian independen yang dilakukan oleh ahli auditor yang menyatakan pendapatan mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan. keyakinan publik pada keandalan laporan keuangan yang dihasilkan secara internal bergantung secara langsung pada validasi oleh auditor ahli yang independen.

  Berdasarkan Undang-Undang No 15. tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara berpendapat bahwa Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibiltas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Pemeriksaan keuanagn Negara dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

  Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut berupa opini, temuan, kesimpulan atau dalam bentuk rekomendasi. Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap laporan keuangan atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan perundang- undangan yang berlaku.

  B. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

Variabel

  Peneliti dan No Hasil Penelitian Tahun Peneliti Independen Dependen

  1 Marfiana dan

  a. Ukuran Kinerja keuangan kurniasih, pemerintah Ukuran pemerintah pemerintah (2013) daerah daerah, tingkat daerah b. Tingkat kekayaan daerah, kekayaan dan opini audit daerah tidak berpengaruh

  c. Opini audit signifikan terhadap

  d. Tingkat kinerja pemerintah ketergantungan daerah dipulau pada pusat jawa. Sedangkan

  e. Belanja daerah tingkat

  f. Ukuran ketergantungan legislatif pada pusat dan g. Temuan audit jumlah belanja

  BPK daerah berpengaruh positif signifikan, serta ukuran legislatif dan temuan audit BPK berpengaruh negatif signifikan

  Mustakarini dan

  a. Ukuran Pemda Kinerja Ukuran pemrintah Fitriasari, (2012)

  b. Tingkat keuangan daerah, tingkat kekayan daerah pemerintah kekayaan daerah, c. Tingkat daerah tingkat

  2 ketergantungan ketergantungan pada pusat pada pusat

  d. Belanja daerah memiliki pengaruh

  e. Temuan audit positif terhadap

  Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti dan Variabel No Hasil Penelitian Tahun Peneliti Independen Dependen

  BPK kinerja keuangan pemda dan belanja daerah, temuan audit BPK memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja keuangann Pemda. Noviyanti dan

  a. Ukuran Pemda Kinerja Ukuran Pemda, Kiswanto,

  b. Tingkat keuangan tingkat kekayaan (2016) kekayaan pemerintah daerah, temuan daerah daerah audit BPK tidak c. Temuan audit berpengaruh

  BPK terhadap kinerja

  d. Tingkat keuangan Pemda, ketergantungan sedangkan tingkat pada pusat ketergantungan

  e. Belanja daerah pada pusat, belanja

  f. Ukuran daerah berpengaruh

  3 legislatif positif dan ukuran legislatif berpengaruh negaitif terhadap kinerja keuangan Pemda.

  4 Utomo,

  a. Ukuran Pemda Kinerja Ukuran Pemda, (2015)

  b. Tingkat keuangan tingkat kekayaan pemerintah ketergantungan daerah daerah pada pusat

  c. Tingkat berpengaruh positif ketergantungan signifikan. pada pusat Sedangkan tingkat

  d. Belanja modal ketergantungan

  e. pada pusat, belanja Leverage

  f. Temuan audit modal, leverage BPK dan temuan audit

  BPK berpengaruh negatif signifikan

  Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti dan Variabel No Hasil Penelitian Tahun Peneliti Independen Dependen

  terhadap kinerja keuangan Pemda.

  5 Sudarsana dan

  a. Ukuran Pemda Kinerja Ukuran Pemda, Raharjo, (2013)

  b. Tingkat keuangan tingkat ketergantungan pemerintah ketergantungan pada pusat daerah pada pusat, belanja

  c. Belanja modal modal tidak

  d. Temuan audit berpengaruh BPK signifikan terhadap

  e. Tingkat kinerja keuangan kekayaan Pemda. Sedangkan daerah temuan audit BPK dan tingkat kekayaan pada pusat terhadap kienrja keuangan Pemda.

  6 Manik, (2015)

  a. Belanja modal Kinerja Belanja modal,

  b. Dana keuangan dana perimbangan perimbangan pemerintah dan Pendapatan PAD daerah Asli Daerah (PAD) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan Pemda.

  7 Sudarsana,

  a. Tingkat Kinerja Tingkat kekayaan (2013) kekayaan keuangan daerah berpengaruh daerah pemerintah positif signifikan b. Temuan audit daerah dan temuan audit

  BPK memiliki pengaruh c. Ukuran daerah negative signifikan.

  d. Belanja modal Sedangkan ukuran

  e. Tingkat daerah, belanja ketergantungan modal dan tingkat pada pusat ketergantungan pada pusat tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja

  Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti dan Variabel No Hasil Penelitian Tahun Peneliti Independen Dependen keuangan Pemda.

  8 Kusumawardani,

  a. Kinerja Size dan ukuran Size

  (2012)

  b. Ukuran keuangan legislatif legislatif pemerintah berpengaruh c. Kemakmuran daerah terhadap kinerja d. Leverage keuangan Pemda.

  Sedangkan kemakmuran dan

  leverage tidak

  memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan Pemda

  9 Sari, (2016)

  a. Kinerja Size, dana Size

  b. PAD keuangan perimbangan dan

  c. pemerintah PAD berpengaruh Leverage

  d. Dana daerah terhadap kienrja perimbangan keuangan Pemda.

  e. Ukuran Sedangkan legislatif Leverage, dan ukuran legislatif tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan Pemda.

C. Kerangka Pemikiran

  Konteks sektor publik bahwa pengertian akuntabilitas sebagai pemegang amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan melaporakan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab kepada pihak pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan (teori keagenan) antara masyarakat sebagai principal dan pemerintah daerah sebagai agent (Noviyanti dan Kiswanto , 2016).

  Ukuran pemerintah daerah untuk mengetahui besar kecilnya obyek dari pemerintah daerah tersebut. Mengetahui ukuran pemerintah daerah salah satunya dengan mengetahui total asset pemerintah daerah. Daerah yang memiliki ukuran daerah atau total asset yang lebih besar akan memberikan keuntungan berupa kemudahan dalam kegiatan operasional sehingga pemerintah daerah (agent) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (principal) akan maksimal.

  Tingkat kekayaan daerah untuk mengetahui dicerminkan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peningkatan PAD merupakan akses dari pertumbuhan ekonomi. Jumlah kenaikan kontribusi PAD akan sangat berperan dalam kemandirian pemerintah daerah yang dapat dikatakan sebagai kinerja pemerintah (agent) daerah yang seharusnya memberikan timbal balik kepada masyarakat (principal) dalam pelayanan publik yang memadai.

  Tingkat ketergantungan pada pemeintah pusat dapat dilihat dari penerimaan Dana Alokasi Umum. Undang-undang No 33 Tahun 2004, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Teori keagenan menjelaskan bahwa pemerintah pusat akan memantau pelaksanaan alokasi DAU sehingga dapat memacu pemerintah daerah agar meningkatkan kinerja keuangannya.

  Faktor lain yang mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah yaitu Belanja modal. Pendekatan kontinjensi akan digunakan dalam penelitian ini, untuk mengevaluasi keefektifan hubungan antara belanja modal dengan kinerja keuangan. Pemerintah daerah sebagai pemegang amanah (agent) memiliki tujuan utama dalam melaksanakan program kerja yaitu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat (principal). Oleh karena itu, diperlukan sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat.

  Ukuran legilatif dalam penelitian ini ditunjukan dengan jumlah anggota legilatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Indonesia. Lembaga legislatif atau DPRD merupakan lembaga yang memiliki posisi dan peran strategis terkait dengan pengawasan keuangan daerah.

  Dilihat dari keuangan daerah maka menunjukkan kinerja pemerintah daerah tersebut. Teori keagenan menjelaskan bahwa banyaknya jumlah anggota DPRD diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah

  Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang-undangan ini dapat mengakibatkan kerugian daerah, ketidak efisienan. Teori keagenan menjelaskan bahwa Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah menggambarkan semakin buruknya kinerja pemerintah darah tersebut.

  Beradasarkan tinjauan diatas maka variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, tingkat kekayaan daerah, tingkat ketergantungan pada pusat, belanja modal, ukuran legislatif dan temuan audit BPK, sedangkan variabel dependen yang digunakan yaitu kinerja keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan hasil uraian, maka model penelitian yang akan dibentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Variabel Independen Variabel Dependen

  Ukuran Pemerintah Daerah (X

  1 )

  • Tingkat Kekayaan
  • + Daerah (X )

2 Tingkat Ketergantungan

  • + Pada Pusat (X

  3 )

  • + Kinerja Keuangan

  Pemerintah Daerah (Y) Belanja Modal (X

  4 )

  • + -

  Ukuran Legislatif (X

  5 )

  Temuan Audit BPK (X

  6 ) D.

   HIPOTESIS

Gambar 2.1 Model Penelitian

D. Pengembangan Hipotesis 1. Ukuran pemerintah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Pemerintah yang memiliki ukuran besar memiliki tekanan yang besar untuk melakukan pengungkapan kinerja keuangan. Dengan demikian, pemerintah daerah yang memiliki ukuran besar akan dituntut untuk memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan pemerintah daerah yang kecil ukurannya (Sari, 2016).

  Penelitian Lesmana, (2010) dan Sumarjo (2010) menggunakan ukuran pemerintah daerah yang di proksikan dengan total asset. teori keagenan yang menjelaskan daerah yang memiliki ukuran daerah atau total asset yang lebih besar akan memberikan keuntungan berupa kemudahan dalam kegiatan operasional sehingga Pemda (agent) dalam memberika pelayanan kepada masyarakat (principal) akan maksimal.

  Selain itu kemudahan dibidang operasional dan akuntabilitas akan memberi kelancaran dalam memperoleh PAD guna kemajuan daerah sebagai bukti peningkatan kinerja (Kusumawardani, 2012). Dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:

  H : Ukuran pemerintah daerah berpengaruh possitif terhadap

  1 kinerja keuangan pemrintah daerah.

2. Tingkat kekayaan daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Tingkat kekayaan daerah dicerminkan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan Undang-undang No. 33 Tahun 2017. PAD merupakan komponen pendapatan daerah yang harus terus dipacu pertumbuhannya. Pemerintah daerah dengan pendapatan yang besar diharapkan mampu memberikan kinerja yang baik. Teori keagenan menjelaskan bahwa jumlah kenaikan kontribusi PAD akan sangat berpera dalam kemandirian pemerintah daerah (agent) yang dapat dikatakan sebagai kinerja pemerintah daerah yang seharusnya memberikan timbal balik kepada masyarakat (principal) dalam pelayanan publik yang memadai. jika pemerintah daerah dengan aset dan kekayaan yang besar namun kinerja efisiensinya dinilai masih buruk maka pemerintah daerah tersebut harus introspeksi dan melakukan perbaikan ke depannya.

  Pemerintah daerah dengan aset dan kekayaan yang besar pasti memiliki tekanan yang lebih besar pula dari masyarakat untuk lebih baik dalam mengelola dan menggunakan segala sumber daya yang dimilikinya itu guna kemajuan daerah (Marfiana dan Kurniasih, 2013).

  Mustikarini dan Fitriasari (2012) menguji hubungan antara tingkat kekayaan daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah hasil penelitiannya berpendapat bahwa memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian diatas Maka hippotesis kedua dalam penelitian ini adalah:

  H

2 : Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja

keuangan pemerintah daerah.

3. Tingkat ketergantungan pada pusat terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dapat dilihat dari penerimaan Dana Alokasi Umum. PMK No 07 Tahun 2017 DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

  Teori keagenan menjelaskan bahwa pemerintah pusat akan memantau pelaksanaan alokasi DAU sehingga dapat memacu pemerintah daerah agar meningkatkan kinerja keuangannya.

  Menurut Sudarsana dan Rahardjo, (2013) Semakin besarnya penerimaan DAU oleh suatu daerah maka pemerintah akan lebih memantau pelaksanaan dari alokasi DAU dibanding dengan daerah yang lebih sedikit penerimaanya. Hal ini memotivasi Pemda untuk berkinerja lebih baik karena pengawasan dari pemerintah pusat lebih besar. Dengan demikian, semakin tinggi DAU dari pemerintah pusat maka diharapkan semakin baik pelayanan Pemda kepada masyarakatnya sehingga kinerja Pemda juga semakin meningkat.

  Menguji hubungan tingkat ketergantungan pada pusat dengan kinerja keuangan pemerintah daerah, maka peneliti menduga bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan pada pusat maka akan semakin baik kinerja keuangan daerah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarjo (2010) dan Marfiana (2012) berpendapat tingkat ketergantungan pada pusat berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian diatas Maka hipotesis ketiga penelitian ini adalah:

  H 3 : Tingkat ketergantungan pada pusat berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

4. Belanja modal terhadap kinerja keuangan pemerintahe daerah.

  Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Dearah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender.

  Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika, semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnya pun akan semakin banyak Nugroho (2012). Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Sehingga semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kinerja daerah akan lebih baik.

  Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Manik (2015) menunjukan hasil bahwa belanja modal meiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan Pemerintah daerah hal ini menunjukan jika belanja modal tinggi maka kinerja keuangan tinggi.

  Berdasarkan uraian diatas Maka hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah :

  H 4 : Belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

5. Ukuran legislatif berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga yang memiliki posisi dan peran strategis terkait dengan pengawasan keuangan Winarna dan Murni (2007) dalam Sari, (2016). Peranan dari legislatif terdapat dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk penganggaran daerah. Lembaga legislatif harus memperhatikan seberapa besar pengeluaran pemerintah daerah yang akan dilakukan dan berapa pemasukan yang akan diterima. Teori keagenan menjelaskan bahwa banyaknya jumlah anggota DPRD diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah.

  Kusumawardani (2012) meneliti tentang pengaruh ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. hasil penelitiannya berpendapat bahwa ukuran legislatif berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian di atas Maka hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah :

  H 5 : Ukuran legislatif berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

6. Temuan audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Berdasarkan teori keagenan, pemerintah daerah harus mengawasi, memeriksa kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK, salah satu hasil yang dilakukan BPK yaitu temuan audit. Temuan audit BPK yaitu berupa hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang mengungkapkan adanya kelemahan sistem pengendalian internal dan pelanggaran atas ketidakpatuhan atas ketentuan perundang-undangan.

  Ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang-undangan ini dapat mengakibatkan kerugian Negara/daerah, potensi kerugian Negara/daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Penelitian yang menghubungkan temuan audit dengan kinerja pemerintah daerah pernah dilakukan oleh Mustikarini dan Fitriasari (2012) yang menghasilkan bahwa semakin besar jumlah temuan audit BPK pada suatu pemerintah daerah maka semakin rendah kinerja pemerintah daerah itu.

  Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis keenam dalam penelitian ini adalah :

  H 6 : Temuan audit BPK berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.