BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar - BAB II NUR AGUS FAUZAN PKn'13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian

  dalam bahasa Indonesia disebut prestasi yang kemudian diartikan sebagai hasil usaha. Menurut Tu’u (2004:75) bahwa prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru”.

  Menerut Syamsudin (2010: 7) prestasi belajar merupakan indikator dari perubahan dan perkembangan perilaku dalam term-term pengetahuan (penalaran), sikap (penghayatan) dan keterampilan (pengalaman). Perubahan dan perkembangan ini mempunyai arah yang positif dan negatif dan kualifikasinya pun akan terbagi-bagi, seperti tinggi, sedang, rendah atau berhasil atau tidak berhasil dan lulus tidak lulus. Kriteria tersebut akan tergantung pada diri siswa itu sendiri.

  Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) prestasi belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

  Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari proses belajar mengajar.

  7 Berdasarkan uraiana diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan perubahan yang terdapat dalam diri individu akibat dari belajar yang dimanifestasikan ke dalam pola tingkah laku dan perbuatan, skill serta pengetahuan. Prestasi belajar juga merupakan hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh seseorang dalam periode tertentu.

2. Macam-macam Prestasi Belajar

  Menurut Syah (2010:89-90) mengemukakan pada prinsipnya, pengembangan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Dengan demikian prestasi belajar di bagi ke dalam tiga macam prestasi diantaranya: a.

  Prestasi yang bersifat kognitif (ranah cipta) Prestasi yang bersifat kognitif yaitu: pengamatan, ingatan, pemahaman aplikasi atau penerapan, analisis (pemerikasaan dan penilaian secara teliti), sisntesis (membuat paduan baru dan utuh).

  b.

  Prestasi yang bersifat afektif (ranah rasa) Prestasi yang bersifat afektif (ranah rasa) yaitu meliputi: penerimaan, sambutan, apresiasi (sikap menghargai), internalisasi (pendalaman), karakterisasi (penghayatan). Misalnya seorang siswa dapat menunjukkan sikap menerima atau menolak terhadap suatu pernyataan dari permasalahan atau mungkin siswa menunjukkan sikap berpartisipasi dalam hal yang dianggap baik dan lain-lain.

  c.

  Prestasi yang bersifat psikomotorik (Ranah Karsa) Prestasi yang bersifat psikomotorik (ranah karsa) yaitu: ketrampilan bergerak dan bertindak, kecakapan ekspresi verbal dan non verbal.

  Misalnya siswa menerima pelajaran tentang adab sopan santun kepada orang tua, maka si anak mengaplikasikan pelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  Prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal dari dalam dirinya (Internal) maupun dari luar dirinya (eksternal).

  Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. Oleh karena itu pengenalan guru terhadap faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa mencapai prestasi belajar yang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan masing-masing.

  Makmun (Mulyasa, 2004:90) mengemukakan komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran, dan berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah: a.

  Masukan mentah menunjukkan pada karakteristik individu yang mungkin dapat memudahkan atau justru menghambat proses pembelajaran.

  b.

  Masukan instrumental, menunjuk pada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan, seperti guru, metode, bahan, atau sumber dan program.

  c.

  Masukan lingkungan, yang menunjuk pada situasi, keadaan fisik dan suasana sekolah, serta hubungan dengan pengajar dan teman.

  Menurut Syah (2010:129) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain adalah: a.

  Faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani peserta didik. Yang termasuk faktor interen antara lain adalah: 1)

  Faktor fisiologis, keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya. 2)

  Faktor psikologis, yang termasuk dalam faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah antara lain: (1)

  Intelegensi siswa, faktor ini berkaitan dengan Intelegency Quotient (IQ) seseorang.

  (2) Sikap siswa (sikap dan perhatian yang terarah dengan baik akan menghasilkan pemahaman dan kemampuan yang mantap).

  Faktor pendekatan belajar Iapproch to learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi starategi dan metode yang digunakan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan prestasi belajar antara lain: a.

  d.

  Keadaan lingkungan Tempat belajar hendaknya tenang, jangan diganggu oleh perangsang-perangsang dari luar, karena untuk belajar diperlukan konsentrasi pikiran. Sebelum belajar harus tersedia cukup bahan dan alat- alat serta segala sesuatu yang diperlukan.

  c.

  Peserta didik yang mengalami kegoncangan emosi yang kuat, atau mendapat tekanan jiwa, demikian pula anak yang tidak disukai temannya tidak dapat belajar dengan efektif, karena kondisi ini sangat mempengaruhi konsentrasi pikiran, kemauan dan perasaan.

  Keadaan Sosial Emosional.

  b.

  Keadaan Jasmani Untuk mencapai hasil belajar yang baik, diperlukan jasmani yang sehat, karena belajar memerlukan tenaga, apabila jasmani dalam keadaan sakit, kurang Gizi, kurang istirahat maka tidak dapat belajar dengan efektif.

  Keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa 4)

  (3) Bakat, kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

  Alat-alat dan sumber belajar (d)

  Keadaan dan letak rumah tempat tinggal keluarga (c)

  Keadaan dan letak gedung sekolah (b)

  Faktor lingkungan non sosial, yang meliputi: (a)

  Faktor sosial, yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. (2)

  3) Faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan sekitar peserta didik. Adapun yang termasuk faktor-faktor ini antara lain yaitu: (1)

  (5) Motivasi, merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.

  (4) Minat, merupakan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

  Memulai pelajaran Memulai pelajaran hendaknya harus tepat pada waktunya, bila merasakan keengganan, atasi dengan suatu perintah kepada diri sendiri untuk memulai pelajaran tepat pada waktunya. e.

  Membagi pekerjaan Sewaktu belajar seluruh perhatian dan tenaga dicurahkan pada suatu tugas yang khas, jangan mengambil tugas yang terlampau berat untuk diselesaikan, sebaiknya untuk memulai pelajaran lebih dulu menentukan apa yang dapat diselesaikan dalam waktu tertentu.

  f.

  Adakan kontrol Selidiki pada akhir pelajaran, hingga manakah bahan itu telah dikuasai. Hasil baik menggembirakan, tetapi kalau kurang baik akan menyiksa diri dan memerlukan latihan khusus.

  g.

  Pupuk sikap optimis Adakan persaingan dengan diri sendiri, niscaya prestasi meningkat dan karena itu memupuk sikap yang optimis. Lakukan segala sesuatu dengan sesempurna, karena pekerjaan yang baik memupuk suasana kerja yang menggembirakan.

  h.

  Menggunakan waktu Menghasilkan sesuatu hanya mungkin, jika kita gunakan waktu dengan efisien. Menggunakan waktu tidak berarti bekerja lama sampai habis tenaga, melainkan bekerja sungguh-sungguh dengan sepenuh tenaga dan perhatian untuk menyelesaikan suatu tugas yang khas. i.

  Cara mempelajari buku Sebelum kita membaca buku lebih dahulu kita coba memperoleh gambaran tentang buku dalam garis besarnya. j.

  Mempertinggi kecepatan membaca Seorang pelajar harus sanggup menghadapi isi yang sebanyak- banyaknya dari bacaan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Karena itu harus diadakan usaha untuk mempertinggi efisiensi membaca sampai perguruan tinggi. (Syah, 2010:152-154)

  Selain faktor-faktor di atas, yang mempengaruhi prestasi belajar adalah, waktu dan kesempatan. Waktu dan kesempatan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap perbedaan kemampuan peserta didik. Dengan demikian peserta didik yang memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk belajar cenderung memiliki prestasi yang tinggi dari pada yang hanya memiliki sedikit waktu dan kesempatan untuk belajar.

4. Indikator Prestasi Belajar

  Kunci pokok untuk memperoleh ukuran hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diukur. Agar memudahkan dalam menggunakan alat dan kiat evaluasi yang dipandang tepat, reliabel dan valid, di bawah ini Syah (2002: 151) menyajikan sebuah tebel berikut:

Tabel 2.1 Jenis dan Indikator Prestasi belajar No. Jenis Prestasi Belajar Indikator prestasi Belajar 1.

  Ranah Cipta (Kognitif) Pengamatan Ingatan Pemahaman Penerapan Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti) Sintesis (membuat panduan baru dan utuh) a.

  Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri pengertian HAM b. Dapat memberikan contoh- contoh tentang pelanggaran

  HAM c. Dapat menunjukan sikap positif HAM d.

  Dapat membandingkan isi Undang-Undang tentang HAM sebelum amandemen dan setelah amandemen e.

  Dapat menyebutkan lembaga perlindungan HAM f.

  Dapat menguraikan latar belakang timbulnya perjuangan HAM g. Dapat mengklasifikasikan/memilah

  • milah instrumen-instrumen HAM h.

  Dapat menyimpulkan pengertian HAM

  Penerimaan Sambutan Apresiasi (sikap menghargai) Internalisasi (pendalaman) karaktirasasi a.

  Melembagakan atau meniadakan kasus pelanggaran HAM b. Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari sikap postif terhadap upaya penegakan dan perlindungan

2. Ranah Rasa (afektif)

  HAM 3.

  a. Ranah Karsa (Psikomotor) Mengkoordinasikan gerak

  Keterampilan bergerak dan mata, tangan, kaki, dan bertindak anggota tubuh lainnya saat Kecakapan ekspresi verbal dan berlangsungnya nonverbal pembelajaran materi HAM

  Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator prestasi belajar terdiri atas (1) ranah kognitif (Cipta), (2) ranah Afektif (Rasa), (3) ranah Psikomotor.

  B.

   Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 1.

  Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Menurut Slavin (2008:143), tipe STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.

  Student Teams Achievement Division ( STAD ) dikembangkan oleh

  Slavin di Universitas John Hopkin Amerika Serikat dan merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan menitik beratkan pada pemberian motivasi kepada sekelompok siswa agar dapat berinteraksi dalam kelompoknya (Trianto, 2010 : 61).

2. Komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD.

  STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan penghargaan tim.

  a) Presentasi Kelas

  Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi didalam kelas yang merupakan pengajaran langsung yang dipimpin oleh guru. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentase kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

  b) Tim

  Tim terdiri dari 4-5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar- benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerjakan kuis dengan baik.

  Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya, jadi akan terjadi suatu kerjasama serta saling memotivasi antara anggota tim tersebut.

  c) Kuis

  Setelah satu atau dua periode guru memberikan presentasi dan setelah satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.Sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

  d) Skor Kemajuan Individual

  Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada setiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada yang sebelumnya, tiap siswa dapat memberikan konstribusi poin yang maksimal pada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa kemudian akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

  e) Penghargaan Tim

  Tim akan mendapatkan penghargaan yang lain apabila skor rata- rata mencapai kriteria tertentu. (Slavin, 2008: 143-146) Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe

  STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan. Persiapan-persiapan itu antara lain: a)

  Perangkat pembelajaran Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana

  Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya.

  b) Membentuk kelompok kooperatif

  Menetukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relative sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu: 1)

  Siswa dalam kelas terlebih dahulu diranking sesuai kepandaiannya dalam mata pelajaran. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuannya dan digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok. 2)

  Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25 % dari seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking satu, kelompok tengah 50 % dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25 % dari seluruh siswa yang terdiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.

  c) Menentukan skor awal

  Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya.Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis.Misalnya ada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal.

  d) Pengaturan tempat duduk

  Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif.Karena apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.

  e) Kerja kelompok

  Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok. (Trianto, 2010:70)

3. Langkah- langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD

  Menurut Ibrahim (Trianto, 2010:71) Langkah-langkah model pembelajaran ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri atas enam langkah. Langkah- langkah dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam table berikut:

Tabel 2.2 Langkah- Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

  Langkah Kegiatan Guru Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

  Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Langkah 2 Menyajikan/ menyampaikan informasi

  Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan. Langkah 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

  Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Langkah 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

  Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Langkah 5 Evaluasi

  Mengevaluasikan hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Langkah 6 Memberikan penghargaan

  Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

  Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: a.

  Menghitung skor individu Menurut Slavin (Trianto, 2010: 72) untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Perhitungan Skor Perkembangan Skor kuis Skor perkembangan

  Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 0 poin 10 poin sampai dengan poin dibawah skor awal

  10 poin Skor awal sampai dengan 10 poin diatas skor awal

  20 poin Lebihdari 10 poin diatas skor awal 30 poin Nilai sempurna (tanpa memperhitungkan skor

  30 Poin awal) b.

  Menghitung skor kelompok Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum dalam table berikut:

Tabel 2.4 Tingkat Penghargaan Kelompok

  Rata-rata Skor Perkembangan Kelompok Predikat

  • 0 – 5 6 – 15 Tim baik 16 – 25 Tim hebat 26 – 30 Tim super

  (Ratumanan dalam Trianto, 2010 : 72) c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok.

  Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru memberikan hadiah/penghargaan pada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya. 1)

  Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan sebagai berikut: a)

  Kelebihan (1)

  Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. (2)

  Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama- sama berhasil.

  (3) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

  (4) Siswa dapat mengembangkan keterampilan social diantaranya menghargai pendapat orang lain dan meningkatkan rasa persaudaraan.

  b) Kelemahan

  (1) Bila ditinjau dari sarana kelas maka pengaturan tempat duduk untuk kelompok sangat menyita waktu.

  (2) Guru kurang maksimal dalam mengamati kegiatan belajar baik secara kelompok maupun perorangan dikarenakan jumlah murid yang besar.

  (3) Menyita banyak tenaga karena guru dituntut bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan. Diantaranya mengoreksi pekerjaan siswa, menghitung skor perkembangan, maupun menghitung skor rata-rata kelompok.

  (Ibrahim, 2000: 28) C.

   Konsep Hak Asasi Manusia 1.

  Pengertian Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha

  Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkait dengan hakat dan martabat manusia (Tap. MPRRI No.

  XVII/MPR/1998 Tentang HAM).

  Menurut Jan Materson dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (2003:370) anggota Komisi Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), merumuskan pengertian HAM dalam ungkapan “human

  right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we can not live as human being”. Artinya, HAM

  adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.

  Menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) dalam Aszumardi (2008:110), hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.

  Menurut Budiharjo (1982: 120) Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan di masyarakat.

  HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan. Hak asasi manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada haikat dan keberadaan manusi sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah- Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

2. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia

  Pada umumnya, pakar HAM barat berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta. Namun, jauh sebelum Magna

  

Charta lahir konsep Islam lahir tentang HAM telah lebih dahulu dikenal,

bahkan dengan substansi yang jauh lebih komprehensif .

  Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, dimana hak asasi manusia pada saat itu diinjak-injak, timbul keinginan untuk merumuskan hak-hak asasi manusia itu di dalam suatu naskah internasional. Usaha ini baru dimulai pada tahun 1948 dengan diterimanya Universal Declaration of Human Right (pernyataan seduinia tentang hak asasi manusia) oelh negara-negara yang bergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan kata lain, lahirnya deklarasi HAM universal merupakan reaksi atas kejahatan keji kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis nasional di Jerman pada 1933-1945.

  Terwujudnya Universal Declaration of Human Right yang dinyatakan pada tanggal 10 Desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang.

  Sebelum terwujudnya deklarasi tersebut, setidaknya telah lahir beberapa naskah HAM yang mendahuluinya, yang bersifat universal dan asasi.

  Naskah-naskah tersebut adalah sebagai berikut: a.

  Magna Carta (Piagam Agung 1215): suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahnya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja.

  b. bill of Right (Undang-Undang Hak 1689): suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris, yang merupakan perlawanan terhadap raja James II dalam suatu revolusi hak berdarah yang dikenal dengan istilah ”The Glorious Revolution of 1688”.

  c.

  Declaration des Droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara 1789), suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap kewenangan rezim lama.

  d.

  Bill of Right (Undang-Undang Hak), suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada 1769, dan kemudia menjadi bagian dari Undang- Undang Dasar pada 1891.

  (Majelis Diktilibang, 2003:374-275) Secara garis besar, perkembangan pemikiran tentang HAM pasca

  Perang Duina II dibagi menjadi empat (4) kurun generasi: Generasi Pertama. Menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Dampak Perang Dunia II sangat mewarnai pemikiran generasi ini, di mana totaliterisme danmunculunya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru sangat kuat.

  Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pada generasi kedua ini lahir dua konvensi HAM Internasional di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, serta konvesi bidang sipil dan hak-hak politik sipil. Kedua konvesi tersebut disepakati dalam sidang PBB 1966.

  Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu bagian inegral yang dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the right of developement), sebagaimana dinyatakan oleh Komisi Keadilan Internasional (International Comission of justice).

  Genearasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara- negara dikawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration of the Basic Duties of Asia People and Goverment.

  (Azra, Zumardi dan Komarudi Hidayat, 2008: 114-115) e.

  Perkembangan HAM di Indonesia 1)

  Periode Sebelum Kemerdekaan(1908-1945) Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumapai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911),Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1927). Lahirnya organisai pergerakan HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial, penjajahan, dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah. Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan oleh para tokoh pergerakan nasional, seperti Soekarno, Agus Salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H. Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr. Maramis, terjadi dalam sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding merumuskan dasar-dasar katatanegaraan dan kelengkapan negara yang menjamin hak dan kewajiban negara dan warga negara dalam negara yang hendak dipoklamirkan.

  Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia. Boedi Oetomo mewakili organisasi pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar. 2)

  Periode Setelah Kemerdekaan Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-1950, 1950-1959,1959-1966, 1966-

  1998, dan periode HAM di Indonesia kontemporer (pasca orde baru).

  a) Periode 1945-1950

  Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama parlemen.

  Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada: (1)

  Bidang sipil dan politik, melalui: (a)

  UUD 1945 (pembukaan, pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, penjelasan pasal 24 dan 25).

  (b) Maklumat pemerintah 1 November 1945. (c)

  Maklumat Pemerintah 3 November 1945 (d)

  Maklumat pemerintah 14 November 1945 (e)

  KRIS, khususnya Bab V, Pasal 7-3 (f)

  KUHP Pasal 99 (2)

  Bidang ekonomi sosial, dan budaya, melalui: (a)

  UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32

  (b) KRIS Pasal 36-40

  b) Periode 1950-1959

  Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondisif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional. Menurut catatan bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM: (1)

  Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi (2)

  Adanya kebebasan pers (3)

  Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis.

  (4) Kontrol parlemen atas eksekutif

  (5) Perdebatan HAM secara bebas dan demokrasi

  Berbagai partai politik yang berbeda haluan dan ideologi sepakat tentang substansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD 1945. Bahkan diusulkan supaya keberadaan HAM mendahului Bab-bab UUD.

  Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua (2) konvensi internasional HAM, yaitu: (1)

  Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang, tawanan perang, dan perlindungan sipil di waktu perang. (2)

  Konvensi tentang hak politik perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan dipilih tanpa perlakuan diskriminasi, serta hak perempuanuntuk menempati jabatan publik.

  c) Periode 1959-1966

  Demokrasi ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal, diganti oleh demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasaan presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhadap sistem demokrasi parlementer yang dinilai sebagai produk barat. Menurut Soekarno, demokrasi parlementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang telah memiliki tradisnya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

  Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan presiden. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen dikendalikan oleh presiden. Kekuasaan presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan dinobatkan sebagai presiden RI seumur hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak- hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang otoriter.

  d) Periode 1966-1998

  Pada mulanya lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Janji-janji orde baru tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah orde baru mulai menunjukan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang dianggap sebagai produk barat. Sikap anti HAM orde baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argument yang pernah dikemukakan oleh presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik demokrasi parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM yang telah lahir di Barat dengan budaya lokal Indonesia. Diantara butir penolakan pemerintah orde baru terhadap konsep universal HAM adalah:

  (1) HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam

  Pancasila (2)

  Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi universal HAM

  (3) Isu HAM yang sering kali digunakan oleh negara-negara barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang.

  e) Periode Pasca Orde Baru

  Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya tumpuk kekuasaan orde baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM, setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter. Pada tahun ini presiden Soeharto digantikan oleh B. J Habibie yang kalau itu menjabat sebagai wakil presiden RI. Menyusul berakhirnya pemerintah orde baru, pengkajian terhadap kebijakan pemerintah orde baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM mulai dilakukan kelompok reformis dengan membuat perundang-undangan baru yang menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan. Tak kalah penting dari perubahan perundangan, pemerintah di era reformasi ini juga melakukan ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional untuk mendukung pelaksanaan HAM di Indonesia.

  Keunggulan pemerintahan B.J Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM ditunjukan dengan perencanaan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan pada empat pilar, yaitu: (1) persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM (2) Diseminasi informasi dan pendidikan bidang HAM (3) penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM (4) Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan nasional.

  (Azra, Zumardi dan Komarudi Hidayat, 2008: 115-121) D.

   Hipotesis Tindakan

  Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui Student Teams

  

Achievement Divisions dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik kelas

  VII E materi perlindungan dan penegakan hak asasi manusia SMP N 2 Sokaraja.